Anda di halaman 1dari 11

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum dan Manusia senantiasa menuntut keterpaduan atau sinergitas
dalam berbagai aktivitas penegakan dan perlindungan hukum serta perlindungan
hak asasi manusia (HAM). "Hukum adalah Untuk Manusia", bukan sebaliknya.
Hukum tidak ada untuk dirinya sendiri, melainkan untuk sesuatu yang lebih luas
dan lebih besar. Del Vasechio dalam buku A. Masyhur Effendi menyatakan
bahwa manusia adalah ius iurdicus (manusia hukum), karena hukum dan
manusia sepanjang hidupnya tidak akan pernah dapat dipisahkan, kalau manusia
ingin hidup aman, tentram, damai, adil Pemberlakuan asas legalitas bertujuan
untuk melindungi hak asasi manusia, karena hak asasi manusia adalah hak yang
paling hakiki, yang tidak boleh dikurangi sedikitpun. 1 menurut Lilik Mulyadi,
pada asasnya pengertian hukum acara pidana itu merupakan.2
1. Peraturan hukum yang mengatur, menyelenggarakan, dan mempertahankan
Eksistensi Ketentuan Hukum Pidana Materiil (Materieel Strafrecht) guna
mencari, menemukan, dan mendapatkan kebenaran materiil atau yang
sesungguhnya.
2. Peraturan hukum yang mengatur bagaimana cara dan proses pengambilan
putusan oleh Hakim ;
3. Peraturan hukum yang mengatur tahap pelaksanaan dari pada putusan yang
telah diam.
B. Permasalahan
Berikut permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain :
1) Apa saja yang dimaksud dengan HAM ?
2) Apa saja Bentuk-Bentuk HAM ?
1
Del Vasechio dikutip A.Masyhur Effendi, Hak Asasi Manusia dalam Hukum Nasional dan Internasional. PT
Ghalia Indonesia, 1994, hlm.126

2
Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana (Suatu Tinjauan Khusus Terhadap Surat Dakwaan, Eksepsi, dan
Putusan Peradilan) , Penerbit PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hlm. 4
2

3) Apa saja Lembaga Perlindungan HAM ?


4) Bagaimana Penegakan HAM dalam sistem peradilan Pidana ?
C. Tujuan
berikut tujuan dari makalah ini dibuat, yaitu :
1) Untu mengetahui apa yang dimaksud dengan HAM
2) Untuk mengetahui Bentuk-Bentuk HAM
3) Untuk mengetahui Lembaga Perlindungan HAM
4) Untuk mengetahui Penegakan HAM dalam sistem peradilan Pidana
3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian HAM
HAM adalah hak hak yang telah dipunyai seseorang sejak dalam lahir.
Menurut John Locke HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan
Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. Dalam pasal 1 Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia
adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan
setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.
Tercantum juga dalam UUD 1945
1) Pasal 27 ayat 1 Segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam
hokum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu
dengan tidak ada kecualinya.
2) Pasal 28 Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran
dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang undang.
3) Pasal 29 ayat 2 Negara menjamin kemerdekaan tiap tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing masing dan untuk beribadah menurut agama dan
kepercayaannya itu.
4) Pasal 30 ayat 1 Tiap-tiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam
usaha pertahanan dan keamanan Negara.
5) Pasal 31 ayat 1Setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan
perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu juga upaya menghormati,
melindungi, dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia menjadi kewajiban
dan tangung jawab bersama antara individu, pemeritah (Aparatur
Pemerintahan baik Sipil maupun Militer),dan negara.
4

Berdasarkan beberapa rumusan hak asasi manusia di atas, dapat ditarik


kesimpulan tentang sisi pokok hakikat hak asasi manusia, yaitu :
a) HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun di warisi, HAM adalah bagian dari
manusia secara otomatis.
b) HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras,
agama,etnis, pandangan politik atau asal usul sosial, dan bangsa.
c) HAM tidak bisa dilanggar, tidak seorangpun mempunyai hak untuk
membatasiatau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM
walaupun sebuah negara membuat hukum yang tidak melindungi atau
melanggar HAM

B. Bentuk Bentuk HAM


Secara universal pembagian hak asasi manusia adalah sebagai berikut:
a) Hak-hak asasi pribadi atau “personal rights” yang meliputi kebebasan
menyatakan pendapat, kebebasan memeluk agama, kebebasan bergerak, dan
sebagainya.
b) Hak-hak asasi ekonomi atau “property rights”, yaitu hak untuk memiliki
sesuatu, membeli dan menjualnya, serta memanfaatkannya.
c) Hak-hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan
pemerintahan atau yang disebut “rights of legal equality”.
d) Hak-hak asasi politik atau “political rights”, yaitu hak untuk ikut serta dalam
pemerintahan, hak pilih (memilih dan dipilih dalam pemilihan umum), hak
mendirikan partai politik, dan sebagainya.
e) Hak-hak asasi sosial dan kebudayaan atau “social and culture rights”,
misalnya hak untuk memilih pendidikan, mengembangkan kebudayaan, dan
sebagainya. f. Hak-hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan
dan perlindungan atau “procedural rights”, misalnya peraturan dalam hal
penangkapan, penggeledahan, peradilan, dan sebagainya.3

3
Parsono, Pendidikan Kewarganegaraan Untuk SMP/MTs Kelas VII, (Jakarta: Pusat Perbukuan,
Depertemen Pendidikan Nasional), 2009, Hlm. 96
5

C. Lembaga Perlindungan HAM


1) Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)
Komnas HAM dibentuk dengan Kepres No. 50 tahun 1993,
kemudian mengalami beberapa penyesuaian setelah dikeluarkannya UU No.
39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang didalamnya mengatur
Komnas HAM (Bab VIII pasal 7599).
Tujuan Komnas HAM menurut UU No. 39 tahun 1999 sebagai berikut:
1. Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi sesuai
Pancasila, UUD 1945, Piagam PBB dan Deklarasi Universal HAM
2. Meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna
berkembangnya pribadi manusia seutuhnya dan kemampuannya berparti
sipasi dalam berbagai bidang kehidupan.
Sedangkan fungsi Komnas HAM adalah sebagai lembaga:
1. Pengkajian dan penelitian hak asasi manusia
2. Penyuluhan tentang hak asasi manusia
3. Pemantauan tentang hak asasi manusia
Anggota Komnas HAM dipilih oleh DPR berdasarkan usulan dari Komnas
HAM dan diresmikan oleh Presiden. Komnas HAM terdiri dari 35 orang
anggota, dipimpin oleh seorang ketua dan dibantu oleh dua wakil ketua.
Masa jabatan anggota Komnas HAM adalah lima tahun dan setelah berakhir
dapat diangkat kembali hanya untuk satu kali masa jabatan. Siapapun dapat
mencalonkan diri sebagai anggota Komnas HAM asalkan memenuhi syarat.

2) Pengadilan HAM
Pengadilan hak asasi manusia di Indonesia dibentuk berdasarkan
Undangundang No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Berdasarkan Undang-undang tersebut diatur bahwa Pengadilan Hak Asasi
Manusia merupakan Pengadilan Khusus yang berada di lingkungan
Pengadilan Umum dan berkedudukan di daerah kabupaten atau kota. Untuk
daerah khusus ibukota Jakarta Pengadilan HAM berkedudukan di setiap
wilayah Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
6

Tugas dan wewenang pengadilan HAM sebagai berikut :


a) Memeriksa dan memutus perkara pelanggaran HAM yang berat.
b) Memeriksa dan memutus perkara pelanggaran HAM berat yang
dilakukan oleh WNI di luar batas territorial wilayah negara RI.
c) Pengadilan HAM tidak berwenang memeriksa dan memutus perkara
pelanggaran HAM yang berat yang dilakukan oleh seseorang yang
berumur dibawah 18 tahun pada saat kejahatan dilakukan.
3) Lembaga Bantuan Hukum (LBH)
Lembaga Bantuan Hukum adalah organisasi independen yang
memberi bantuan dan pelayanan hukum kepada masyarakat. Lembaga ini
biasanya dikelola secara mandiri oleh para aktivis yang memiliki kepedulian
tinggi untuk memajukan penegakan keadilan. Mereka membantu para
korban kejahatan HAM atau pihakpihak lain yang mengalami ketidakadilan
hukum.
Peran Lembaga Bantuan Hukum diantaranya sebagai berikut:
a) Relawan yang membantu kepada pihak-pihak yang membutuhkan
bantuan di bidang hukum.
b) Membela dan melindungi hak asasi manusia.
c) Penyuluh dan penyebar informasi di bidang hukum dan hak-hak asasi
manusia.
4) Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum Perguruan Tinggi
Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum dibentuk oleh Perguruan Tinggi
yang mempunyai Fakultas Hukum. Hal ini dilakukan sebagai salah satu
perwujudan Tri Dharma Penguruan Tinggi yakni pengabdian kepada
masyarakat. Keberadaan lembaga ini diharapkan masyarakat terutama
pihak-pihak yang sedang memperjuangkan keadilan hukum dan HAM.
Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum mempunyai peran sebagai berikut :
a) Sebagai kantor pusat kegiatan untuk memberikan layanan kepada semua
pihak yang ingin berkonsultasi dan meminta bantuan di bidang hukum
dan HAM.
7

b) Pelaksana program Tri Darma perguruan tinggi di bidang hukum dan hak
asasi manusia.
c) Wahana pelatihan pembelaan dan penegakan Hukum dan HAM

D. Penegakkan HAM dalam SPP


Sistem peradilan pidana pada hakekatnya merupakan suatu proses
penegakan hukum pidana. Oleh karena itu sangat berhubungan erat sekali dengan
perundang-undangan pidana itu sendiri, baik hukum substantive maupun hukum
acara pidana, karena undang- undang pidana itu pada dasarnya merupakan
penegakan hukum pidana in Abstracto yang akan diwujudkan dalam penegakan
hukum pidana in concrito. Pentingnya peranan perundang-undangan pidana dalam
system peradilan pidana, karena perundang- undangan tersebut memberikan
kekuasaan pada pengambil kebijakan dan memberikan dasar hukum atas
kebijakan yang diterapkan. Lembaga legislatif akan berpartisipasi dalam
menyiapkan kebijakan dan akan menerapkan program kebiijakan yang telah
ditetapkan.
Jadi semua merupakan bagian dari politik hukum yang pada hakekatnya
berfungsi dalam tiga bentuk, yakni pembentukan hukum, penegakan hukum, dan
pelaksanaan kewenangan dan konpetensi. Sebagai suatu sistem, sistem peradilan
pidana mempunyai komponen-komponen penyelenggara, antara lain Kepolisian,
Kejaksaan, Pengadilan, dan Lembaga Pemasyarakatan yang kesemuanya akan
saling terkait dan diharapkan adanya suatu kerja sama yang terintegrasi.
Jika terdapat kelemahan pada salah satu system kerja komponennya, maka
akan sangat mempengaruhi komponen yang lainnya, bahkan ada satu
kecenderungan yang kuat di Indonesia untuk memperluas komponen sistem
peradilan pidana ini dalam pengertian law enforcement ofϔicer, yaitu para
pengacara/advokat. Bahkan melalui KUHAP Indonesia sebagai suatu ketentuan
normatif dari prosesual pidana, kebberadaan pengacara/ advokat/penasehat
hukum memperoleh suatu penunjukan legalitas sebbagai suatu bagian dari Sistem
Peradilan Pidana yang memelukan keterikatan dan keterkaitan dengan komponen-
8

komponen awal yang telah terlebih dahulu memperoleh pengakuan. Undang-


Undang Nomor 8 Tahun 1981 telah menghadirkan pembaharuan- pembaharuan di
antarnya adalah hak- hak tersangka (Pasal 50 sampai Pasal 68) maupun adanya
suatu lembaga Pra Peradilan yang memberikan fungsi bagi hakim untuk
melakukan pengawasan terhadap beberapa pelaksanaan upaya paksa, seperti
penangkapan, penahanan maupun penghentian penyidikan dan penuntutan.
Keberadaan UU No. 8 Tahun 1981 dalam kehidupan hukum di Indonesia telah
meniti suatu era baru, yaitu era kebangitan hukum nasional yang mengutamakan
perlindungan hak asasi seorang tersangka dalam mekanisme sistem peradilan
pidana.4 Lebih jauh lagi erpendapat bahwa; Perlindungan atas hak asasi tersangka
tersebut diharapkan akan dapat dilaksanakan ssejak seorang tersangka ditangkap,
ditahan, dituntut, dan di adili dimuka sidang pengadilan.
Selain perlindungan hak asasi tersangka, juga dikandung harapan agar
penegak hukum berlandaskan undang-undang tersebut memberikan kekuasaan
kepada kehakiman yang bebas dan bertanggung jawab kepada hakim dalam
memeriksa dan memutus suatu perkara pidana. Harapan tersebut diatas
tampaknya hanya dapat diwujudkan apabila orientasi penegakan hukum
dilandaskan pendekatan sistem atau system approach.5
Karena pendekatan sistem adalapendekatan yang mempergunakan
segenap unsur yang terlibat didalamnya sebagai suatu kesatuan, interelasi dan
kkorelasi satu sama lain. Konkritnya, unsure-unsur dalam proses penegakan
hukum meliputi kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan.
Karakteristik penelitian ini lebih cenderung kepada bagaimana penerapan hak
asasi manusia dalam sistem peradilan pidana, tidak hanya sebagai landasan dan
pranata hukum yang penuh dengan muatan nornatif, melainkan akan melihat
bagaimana penerapan hak asasi manusia oleh aparat penegak hukum yang bekerja
dalam system peradilan pidana. Perisai hak asasi manusia yang dirumuskan dalam
pasal-pasal yang ada dalam Hukum Acara Pidana, secara teoritis sejak tahap

4
Romli Atmasasmita, Loc Cit, hlm 37
5
Ibid, hlm. 41
9

penyidikan, penuntutan danpemeriksaan di depan sidang pengadilan, diantaranya


pemeriksaan, tersangka/ terdakwa sudah mempunyai posisi yang setaraf dengan
pejabat pemeriksa dalam kedudukan hukum, berhak menuntut perlakuan yang
ditegaskan dalam KUHAP.
10

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Landasan pengaturan Hak Asasi Manusia telah dirumuskan dalam Pasal-pasal
yang ada dalam Hukum Acara Pidana. UU No 8 Tahun 1981 telah menghadirka
pembaharuan-pembaharuan dalam mengatur HAM sebagaimana diatur dalam
pasal-pasal atas hak-hak tersangka (Pasal 50 sampai dengan Pasal 68) maupun
adanya suatu lembaga Pra Peradilan yang memberikan fungsi bagi hakim untuk
melakukan pengawasa terhadap beberapa pelaksanaan upaya paska, seperti
penangkapan, penahanan maupun penghentian penyidikan dan penuntutan.
Perlindungan HAM dalam KUHAP juga mengatur Asas-asas yang menopang Hak
Asasi Manusia seperti Asas Praduga Tak Bersalah, bahwa setiap orang yang
disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka siding
pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang
menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap, dan juga
mengisyaratka suatu asas hukum yang sangat fundamental yaitu asas Persamaan
Kedudukan Dalam Hukum (APKDH) atau dikenal dengan istilah Equality Before
the Law.
B. Saran
Supaya Aparat Penegak hukum; Polisi, Jaksa dan Hakim bahkan Petugas
Lembaga Pemasyarakatan dan Penesehat Hukum memahami benar tentang asas-
asas maupun pasal-pasal yang ada dalam Hukum Acara Pidana (KUHAP), Aparat
penegak hukum harus menjadikan Hak Asasi Manusia sebagai pedoman dalam
memahami, menerapkan, dan menafsirkan arti ketentuan-ketentuan yang
tercantum dalam pasal-pasal KUHAP dalam wujud penerapanya pada sistem
peradilan pidana.
11

DAFTAR PUSTAKA

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986.

Bagir Manan, Pembinaan Hukum Nasional, disampaikan untuk kuliah umum di


Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung, 18 Agustus 1997.

Erman Rajaguguk, Perlu Pembaharuan Hukum dan Profesi Hukum, Pidato


Pengukuhan sebagai Guru Besar Hukum, Suara Pembaharuan.

Buchari Said; Sari Pati Hukum Acara Pidana, Bandung, 2005.

Yesmil Anwar dan Adang, Sistem Peradilan Pidana, Konsep, Komponen dan
Pelaksanaanya Dalam Penegakan Hukum di Indonesia, Widya, Pajajaran, 2009.

Rodrigo Fernandes Elias, Penerapan Asas Praduga Tak Bersalah Pada Proses
Penegakan Hukum Pidana, Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Hasanuddin,
Makassar, 2013.

Anda mungkin juga menyukai