Anda di halaman 1dari 7

PRINSIP MEDIA MASSA DI INDONESIA

Oleh

AHMAD RIFAI

AHMAD

Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam

Sekolah Tinggi Agama Islam Sunan Pandanaran Yogyakarta

PENDAHULUAN

Media Massa memiliki 3 (tiga) prinsip utama, yaitu kebebasan (Media Freedom),
kesetaraan (Media Equality), dan keanekaragaman (Media Diversity). Pertama, Kebebasan
Media (Media Freedom). Kebebasan (freedom) dalam media dianggap sebagai prinsip yang
mendasar dalam teori komunikasi publik. Kebebasan berekspresi dalam publikasi menjadi
tema yang sentral dalam sejarah pers dalam kaitannya dengan demokrasi. Kebebasan
bukanlah kondisi stnadar atau kriteria kerja perusahaan media massa tapi struktur /sistem
dimana media massa eksis. Kebebasan media (Media Freedom) memberikan keuntungan
(benefits) bagi publik. Keuntungan tersebut adalah pertama, publik dapat mengawasi mereka
yang memiliki kekuasaan. Publik juga mempunyai informasi mengenai aktivitas dan kinerja
mereka. Ini dikenal istilah watch-dog fuction. Kebebasan pers juga memberikan dorongan
bagi peningkatan kehidupan yang demokratis. Kebebasan media memberikan memberikan
masyarakat kesempatan dalam menyampaikan ide, pandangan tentang kondisi lingkungannya
(politik, sosial dan sebagainya) . Publik juga mendapatkan kemudahan informasi yang
berpotensi mengakibatkan perubahan budaya masyarakat. Media dikatakan memiliki
kebebasan jika tidak disensor oleh pemerintah. Jadi, ada kebebasan untuk publikasi dan
diseminasi. Publik memiliki kesempatan dan hak yang sama dalam mengakses informasi,
tidak ada campur tangan atau intervensi dari kelompok kepentingan ekonomi maupun politik,
sistem yang kompetitif. Selain itu, adanya kebebasan media untuk mempeoleh informasi dari
berbagai sumber1. Kebebasan yang diperoleh media harus ditindaklanjuti pada level kinerja
(perfomance) dengan kebijakan redaksi yang kritis, memainkan fungsi watch-dog, serta
mengedepankan kepentingan publik. Kebebasan media juga herus memberikan kondisi yang
menciptakan keanekaragaman, kreativitas, dan orginalitas konten. Dengan kebebasan, media

1
Oemar Seno Adji. Mass Media dan Hukum. Jakarta : Erlangga. 1977.

1
harus berani mengekspresikan pandangannya yang berbeda dengan pandangan penguasa atau
bahkan berbeda dengan kesepakatan bersama atau konvensi2.

Kedua, Kesetaraan (equality) pada tataran struktur dalam kaitannya dengan hubungan
antara komunikasi dan kekuasaan politik, memberikan kesempatan kepada publik yang
berbeda atau bahkan bertentangan kepeningan bisa memiliki akses yang sama terhadap
media. Namun, dalam praktiknya hal ini sulit bahkan mustahil terwujud kenyataan walaupun
langkah berupa kebijakan publik sudah di ambil untuk meniadakan praktik ketidaksetaraan
(inequality). Kebijakan publik mengambil peran untuk membatasi monopoli media dan
mendukung media untuk berkompetisi. Prinsip kesetaraan ini juga menyiratkan bahwa pasar
bebas (free market) harus berjalan secara bebas dan adil. Dari level kinerja, kesetaraan
memberikan kesempatan yang sama bagi semua pihak, tak memandang apakah ia pemegang
kekuasaan atau bukan. Kesetaraan berarti tidak ada keistimewaan yang dibeikan oleh media
kepada pemilik kekuasaan (baik politik maupun bisnis). Media juga harus memperlakukan
secara sama pendapat, ide, perspektif yang saling bertentangan. Begitu juga kepada para
pengiklan pun, media harus memerlakukan secara sama. keuntungan utama bagi publik yang
diharapkan dari keragaman : (1) membuka jalan bagi perubahan sosial dan budaya, terutama
jika membentuk akses kepada suara baru yang lemah atau maginal. (2) Mengadakan
pencegaan terhadap penyalahgunaan kebebasan (Misalnya jika pasar bebas mengarah pada
konsentrasi kepemilikan. (3) Memungkinkan minoritas untuk memelihara keberadaan mereka
yang terpisah di daalam masyarakat yang lelih luas. (4) Membatasi konflik sosial dengan
meningkatkan kesempatan akan pemahaman di antara kelompok dan kepentingan yang
berpotensi saling berlawanan. (4) secara umum menambahkan kekayaan dan keragaman3

Ketiga, Keberagaman media (Media Diversity). Prinsip keberagaman merupakan


kehidupan budaya dan sosial. sesuatu yang penting sebab ini mendasari proses perubahan
dalam masyarakat seperti pergantian elit berkuasa secara periodik. Keberagaman sangat dekat
dengan kebebasan yang menjadi konsep inti dalam teori media. Prinsip keberagaman ini
memiliki asumsi bahwa semakin banyak perbedaan saluran, keragaman konten, serta
keragaman khalayak dalam smedia semakin baik pula media tersebut. Keuntungan bagi
publik yang diharapkan dari keberagaman media adalah 1) Membuka jalan bagi perubahan
sosial dan budaya, terutama jika keragaman mampu membuka akses bagi kelompok
termaginal (mustadh’afiin) untuk bersuara. 2) Mengadakan pencegaan terhadap
2
Komala Ardianto dan Karlina.. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media,
2009.
3
Burhan bungin, 2006. Sosiologi komunikasi. Kencana pranada media group. Jakarta ,2006.

2
penyalanggunaan kebebasan (misalnya jika pasar bebas mengarah pada konsenrasi
kepemilikan). 3) Memungkinkan kelompok minoritas untuk memelihara eksistensi mereka
yang terasingkan dalam konteks pergaulan masyarkat yang lebih luas. 4) Membatasi konflik
sosial dengan meningkatkan kesempatan bagi masing-masing kelompok yang berbeda
kepentingan untuk saling memahami (mutual understanding), saling menghormati (mutual
respect) satu dengan yang lain. 5) Secara umum, prinsip keberagaman dalam media
menambah kekayaan dan keberagaman kehidupan budaya dan sosial. 6) Memaksimalkan
keuntungan dari “ide pasar bebas”4.

PEMBAHASAN

Media di indonesia dari elemen kebebasan dan dalam konteks demokrasi sudah
memiliki kebebasan. Namun kebebasan yang dimiliki media massa bukan untuk kepentingan
publik sebagaimana yang dikehendaki oleh teori normatif media. Kebebasan media justru
dijadikan tameng untuk mencapai tujuan money oriented. Hal ini nampak pada acara-acara di
Tv yang didominasi oleh tanyangan yang bersifat hiburan (enertainment). Kalau pun ada
tayangan tentang dunia politik, agama, namun dikemas dengan format hiburan. Media juga
mengesampingkan prinsip kesetaraan. Ini terjadi karena kepemilikan media terkonsentrasi
pada kelompok tertentu. Tv one misalnya, ia tidak pernah membicarakan kasus Lumur
Lapindo atau membahasnya di Indonesia Lawyer Club (ILC). Ini di sebabkan karena
pemiliknya adalah Abu Rial Bakri. Jadi, media massa hanyalah saluran pihak tertentu untuk
tujuan tertentu yang bukan kepentingan publik (Public interest). Media tidak menjadi public
sphere. Hal yang sama juga bila media massa diliat dari sisi prinsip keberagaman (diversity).
Media massa tidak menunjukka keberagaman atau kebhinekaan Indonesia dari sisi geografis
maupun demografis. Media massa kerap kali mengabaikan pluralitas suku, agama, status
sosila dan sebagainya. Tayangan sinetron pada prime time sebagai contoh mencerminkan
kehidupan yang hedonis dan konsumif, tema sinetron yang tak jauh berbeda dari suatu stasion
dengan stasion lainnya (misalnya tema cinta, konflik rumah tangga)5.

Keberpihakan media massa juga nampak pada lembaga penyiaran publik (TVRI). Hal
ini disayangkan karena TVRI adalah Tv publik yang didanai oleh APBN. Oleh karena itu,
TVRI seharusnya tidak berpihak kepada kelompok, partai, agama, atau golongan manapun.
Bulan september 2013 yang lalu, ada kasus yang menarik di lembaga penyiaran publik
indonesia ini. Televisi ini memberikan keistimewaan dengan menayangkan deklarasi
4
Onnong Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat komunikasi. Bandung: Citra Aditya Bhakti, 1994.
5
Wiryawan Hary, Dasar-Dasar Hukum Media, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007,

3
konvensi partai demokrasi dalam siaran tunda selama dua jam pada minggu (15/9/2013),
pukul 22.30 sampai 24.30 WIB. Partai politik di mata lembaga penyiaran publik harusnya
diperlakukan sama, tidak ada partai politik yang dianakemaskan. Kasus tersebut di TVRI tadi
secara gamblang menunjukkan bahwa TVRI berpihak kepada partai demokrat dengan
memberikan proporsi waktu secara khusus (bloking time). Kejadian di atas direspon oleh
komisi penyiaran Indonesia (KPI) pusat dengan mengatakan bahwa tayangan tersebut
melanggar undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran. Alasannya adalah karena
tanyangan ini dilakukan tanpa proses editing sehingga melanggar prinsip jurnalisme
penyiaran. Di sini dapat dikatakan bahwa TVRI telah menunjukkan ketidak patuhan terhadap
norma hukum dan juga ekpsektasi normatif publik.6

Menurut peraturan KPU nomor 1 tahun 2013 tentang pedoman pelaksanaan


kampanye, KPU menyerahkan pengawasan penyiaran media kepada komisi dewan pers.
Pengawasan dilakukan terhadap pemberitaan, iklan maupun bentuk siaran lainnya yang
berkaitan dengan kampanye. Peraturan KPU juga membatasi maksimum pemasangan iklan
kampanye pemilu di televisi untuk setiap perserta pemilu secara kumulatif sebanyak 10 spot
berdurasi paling lamah 30 detik untuk setiap stasiun televisi setiap harinya selama masa
kampanye. Larangan tersebut sebenarnya berlaku untuk semua stasiun TV, namun persoalan
ini menjadi kompleks karena terjadi di stasiun yang termasuk lembaga penyiaran publik.
Artinya TVRI dimiliki oleh publik. Konsekuensinya adalah lembaga penyiaran islam tersebut
haruslah menganut tidak memihak (imparsiality) kepada satu kelompok tertentu. Bagi yang
percaya pada kekuatan dampak media bagi masyarakat, kejadian ini jelas mengkhawatirkan.
Ini didasari oleh sebuah keyakinan bahwa paparan tayangan (exposure) TV memberikan
perubahan perilaku penonton terhadap satu sikap tertentu yang diinginkan. Iklan politik
(political advesrting) memberikan pengaruh besar bagi partai politik karena di tonton oleh
banyak pemirsa dan dapat masuk ke setiap ruang private keluarga. Partai demokrat dalam
liputan di TVRI secara sengaja ataupun tidak berkontribusi membangun kesadaran
(awarcness) terhadap eksistensi sebuah partai politik, yang menjadi kontestan dalam pemilu
2014 mendatang, dan sekarang menjadi partai penguasa (ruling party)7.

Kejadian di TVRI dinilai merampas ruang publik yang dirampas untuk kepentingan
tertentu. Jika lembaga penyiaran publik saja memiliki tendensi tertentu apalagi tv yang awal
pendiriannya beroerientasi untuk mencari laba, tujuan politik. Di sinilah sebenarnya letak
6
Deddy Mulyana , Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar.PT Remaja Rosdakarya, Bandung. 2009.
7
Kusumaningrat Hikmat dan Purnama Kusumaningrat. Jurnalistik, teori dan prkatik. Bandung: remaja
rosdakarya, 2006.

4
persoalannya, bahwa publik menghendaki objektivitas. Konsep objektivitas diperkenalkan
oleh westerstahl (1983) yang awalnya ia gunakan dalam kegiatan penelitian yang bertujuan
untuk mengukur tingkat objektivitas sistem penyiaran swedia. Obyejtifitas harus berkaitan
dengan nilai dan fakta yang dapat dievaluasi. Obyektifitas memiliki dua komponen yaitu
faktualitas dan impartsialitas. Faktualitas merujuk format pelaporan peristiwa yang secara
jelas memisahkan mana fakta dan opini. Pertanyaan-pertanyaan yang ada di media massa
dapat dicek ke sumbernya. Faktualitas dapat dicapai dengan memenuhi tiga syarat yaitu :
kebenaran (truth), relevansi (relevance), serta informativeness. Pertama, kebenaran (truth).
Komponen ini mencakup kelengkapan berita (completeness), keakuratan, tidak menyesatkan
(misleading). Kedua, relevansi (relevance).8 Semua informasi yang sampaikan media
menyangkut kepengtingan untuk memahami fakta peristiwa atau objek yang diberikan
komponen ini menekankan pada proses pemilihan fakta atau peristiwa. Proses pemilihan
fakta atau pernyataan ini berdasarkan pada sesuatu yang dinilai penting bagi penerima
(receiver) atau masyarkat secara umum. Ketiga, informativeness. Komponen ini merujuk
kepada kualitas informasi yang bisa memberikan kesempatan bagi khalayak untuk
memperoleh informsi, yang sering diabaikan oleh teori normatif.

KESIMPULAN

Akuntabilitas media dapat dilakukan dengan cara yaitu answerability dan liability.
Petanggung jawaban dari pemilik media terhadap pemberitaannya dapat dilakukan dengan
modal answerability, yaitu secara mandiri oleh media itu sendiri dengan bekerjasama dengan
lembaga akuntabilitas media dalam mengontrol berita yang akan diterbitkannya. Selian, itu
akuntabilitas media juga dapat dilakukan dengan model liability oleh lembaga akuntabilitas
media yang indenenden guna mengontrol pemberitaannnya sepeti halnya KPI dimana ada
payung hukum yang dapat memberikan sanksi terhada suatu media jika melakukan
pelanggaran.9 Kebebasan media memang harus di jamin dengan undang-undang karena
merupakan hak warga negara untuk mendapatkan informasi yang benar dan akurat melalui
media, namun kebebasan tersebut harus diikuti dengan tanggungjawab (responsibility) media
untuk melansir berita informasi yang berkualitas yang tidak mengganggu rasa keadilan
masyarakat atauun individu . jika ditinjau dari kerangka pasar, perbikan kualitas media akam
di dorong oleh persaingan yang terdapat di pasar. Kerangka yang perlu menjadi prioritas
utama untuk diperhatikan mengelola media massa di indonesia adalah “The Frame Of
8
Nurudin, Komunikasi Massa. Pustaka Pelajar, Bandung, 2004
9
Brent Ruben D & Stewart Lea P, Communication and Human Behaviour. Allyn and Bacon, United States,
2006

5
Professional Resonsibility”. Sebab , dengan menjadi pelaku media yang profesional, berarti
media dan jurnalis akan selalu meningkatkan kualitas informasi yang disajikan kepada
khalayak berdasarkan standar kinerja, standar perilaku, dan standar etika baik yang
ditetapkan oleh pihak diluar mereka seperi pemerintah dan institusi publik lainnya. Dalam
pembahasan mengenai struktur dan akuntabilitas media, citizen journalism memegang
peranan penting untuk membantu media massa untuk memonitor topik atau isu yang sulit
dijangkau. Citizen journalism juga mampu memperluas kebebasan bermedia. Namun,
kegiatan citizen journalism menghiraukan prinsip-prinsip berkenaan dengan kebenaran dan
kualitas informasi hingga kredibilitasnya belum bisa dipertanggungjawabkan10.

DAFTAR PUSTAKA

Adji, Oemar Seno. Mass Media dan Hukum. Jakarta : Erlangga. 1977.

10
Richard West dan Lynn H. Turner. Pengantar Teori Komunikasi: Jakarta: Salemba Humanika, 2008

6
Ardianto, Komala dan Karlina. 2009. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung:

Simbiosa Rekatama Media.

Bungin, Burhan, 2006. Sosiologi komunikasi. Kencana pranada media group. Jakarta

Effendy, Onnong. 1994. Ilmu, Teori dan Filsafat komunikasi. Bandung: Citra Aditya Bhakti

Hari Wiryawan, Dasar-Dasar Hukum Media, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007,

Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat. 2006. Jurnalistik, teori dan prkatik.

Bandung: remaja rosdakarya.

Mulyana, Deddy 2009, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar.PT Remaja Rosdakarya, Bandung.

Nurudin 2004, Komunikasi Massa. Pustaka Pelajar, Bandung

Ruben, Brent D & Stewart Lea P 2006, Communication and Human Behaviour. Allyn and

Bacon, United States

West, Richard dan Lynn H. Turner. 2008. Pengantar Teori Komunikasi: Jakarta: Salemba

Humanika

Anda mungkin juga menyukai