Anda di halaman 1dari 5

UAS MANAJEMEN MEDIA

Nama: Septiana Hendiyani

NPM: 201910415151

Jawaban

1. Di era globalisasi ini Indonesia ditandai dengan adanya kecenderungan  untuk


bergantung pada informasi yang dikelola oleh media. Memasuki era reformasi,
era`pasar bebas dan globalisasi, identitas media (pers) sebagai  agent of sosial
charge memainkan peranan yang optimal dalam rangka membangun
kepemerintahan yang baik (good governance).
Tak bisa dipungkiri, bahwa hadirnya media ditengah-tengah pemerintah,
institusi sosial dan masyarakat memiliki dua sisi yang saling kontradiktif. Di satu
sisi masyarakat menumpahkan harapan yang tinggi kepada dunia media massa,
setidaknya sebagai salah satu pengawal reformasi, dan dengan media massa
diharapkan pula dapat mempercepat pendewasaan masyarakat dalam
berdemokrasi, menghargai segala perbedaan dengan tetap menjunjung tinggi
rasa persatuan dan kesatuan bangsa diatas berbagai kepentingan pribadi dan
golongan. Di sisi lain, hadirnya media massa juga mendapatkan respons negatif,
yang sering disebut sebut “radikalisasi”, yaitu menempatkan massa sebagai
subjek dari berbagai bentuk aksi atas kecenderungan media yang dianggap
anarkis. Dalam hal ini media adalah pemicu terjadinya perilaku anarkis di
masyarakat tersebut. (Purwasito, 2000).
Kondisi media di Indonesia tidak terlepas dari idealisme dan kapitalisme.
Bahkan idealisme dan kapitalisme bagaikan dua sisi mata uang yang tidak bisa
dipisahkan. Contohnya jika media yang didasarkan kepada idealis semata akan
mengalami kemunduran karena tidak mendapatkan suntikan dana. Hal ini
dikarenakan orientasi mereka tidak berdasarkan pada nilai kapital melainkan
menuju kepada media yang murni sebagai media yang ideal. Jika media yang
berorientasikan kepada modal atau nilai kapital sehingga menghilangkan
idealisnya sebagai entitas media yang objektif yang mengedepankan
penyampaian informasi secara benar, dimana jenis media seperti ini banyak
tumbuh dan berkembang, yang dicari oleh media jenis ini hanyalah bagaimana
mencari keuntungan dengan perusahaan media mereka. Media seperti ini
diuntungkan dengan arus kapitalisme, yang membawa mereka kepada golongan
media yellow taste yang hanya mengedepankan sebuah hiburan tanpa
mempunyai makna di dalamnya.
Namun dilihat dari sisi positifnya, jika media sekarang ini tanpa modal
(kapitalisme) maka media akan mati suri karena persaingan yang begitu ketat.
“Media dengan kapitalisme, hanya itu yang hidup. Tak mungkin media dapat
hidup tanpa modal. Tapi kapitalisme yang kompak dan bertanggung jawab. Maka
hendaknya kapitalisme masuk ke media harus kapitalis yang benar. Sebab
modal besar diperlukan bagi berlangsungnya hidup pers, sepanjang kapitalis itu
tidak mendikte.
Namun terlepas dari pandangan sebuah media tentang ideologinya,
media haruslah menjunjung tinggi etika dalam pers. Etika pers adalah filsafat di
bidang moral pers, yaitu bidang yang mengenai kewajiban-kewajiban media dan
tentang apa yang merupakan media yang baik dan media yang buruk, media
yang benar dan yang salah, media yang tepat maupun tidak tepat. Sebagaimana
nilainilai yang dianut haruslah baik dan etis. Media yang etis yaitu media yang
memberikan informasi dan fakta yang benar dari berbagai sumber sehingga
khalayak dapat menilai sendiri informasi tersebut. Agar media berada sesuai
dengan etika maka organisasi media haruslah dibekali dengan kode etik
juralistik. Memang suatu etika berbeda dengan hukum. Tetapi jika etika
dilakukan sesuai nilai yang baik maka secara tidak langsung nama media
tersebut akan menjadi baik.

2. Posmodernisme merupakan kritik terhadap modernitas dengan menawarkan


pluralitas identitas, relativitas kebenaran dengan cara mendekonstruksi
kebenaran status quo. Posmodernisme memiliki berbagai makna dan definisi
yang mengacu pada banyak aspek dari kehidupan seperti bentuk dan gaya
musik, sastra, seni dan filsafat, sejarah, media massa dan kebudayaan
konsumen.
Digitalisasi media melalui komputer menciptakan realitas virtual yang
berbeda dengan gambaran kehidupan nyata. Orang tidak bisa membedakan
antara realitas riil dengan realitas virtual, dan hidup pada kebudayaan tanpa
postur. Apa yang riil bukanlah hasil dari kontak langsung dengan realitas, tetapi
realitas yang diterima dari media massa. Posmodernise begitu kelihatan yaitu
menegasikan kemungkinan atau kebutuhan untuk menggambarkan keseluruhan
rasionalitas dan menegasikan prinsip-prinsip, aturan, hukum dan otoritas yang
ditegakkan oleh modernisme. Media massa seperti koran, majalah internet,
televisi dan radio adalah sarana yang strategis untuk pemasangan iklan. Hal ini
karena media massa dapat menjangkau banyak orang yang berpotensi untuk
menjadi pelanggan (customer) suatu produk. Media massa juga alat yang
strategis untuk membentuk perilaku publik dalam batas-batas tertentu.
Situasi saat ini berada pada era liberalisasi ekonomi atau pasar bebas.
Untuk menciptakan liberalisasi ekonomi dilakukan berbagai perjanjian antar
bangsa seperti AFTA dan NAFTA. Pada intinya berbagai perjanjian tersebut
mengurangi berbagai rintangan atau pajak masuknya barang dari suatu negara
ke negara lain sehingga tercipta pasar bebas yang mengglobal. Dengan
menguasai alat produksi, pemilik kapital mulai memainkan kekuatan para
produser dalam usaha menjaga kesinambungan kapitalnya. Para produser tidak
hanya memproduksi komoditas. Dengan dilandasi keinginan untuk mempercepat
sirkulasi dan akumulasi modal, para kapitalis merekayasa menciptakan
komoditas dengan cara merangsang para konsumen untuk mempercepat
konsumsinya dengan cara mengeksploitasi keinginan konsumen melalui
identitas diri dan gaya hidup konsumen. Selain itu untuk menciptakan kebutuhan
palsu tersebut, kapitalis menawarkan produknya dalam bentuk brand image
melalui iklan di media massa. Menurut Kertajaya Brand image adalah gebyar
dari seluruh asosiasi yang terkait pada suatu merek yang sudah ada dibenak
konsumen.
Konsep Kekuasaan menurut Gramsci dipandang memiliki makna pada
perubahan dan bahkan perkembangan ideologi kapitalisme. Kekuasaan lewat
media massa, jalur pendidikan dan ruang-ruang publik lainnya telah menjadi
mediator dalam menumbuhkan kesadaran baru di masyarakat. Dalam analisa
Kekuasaan, hal tersebut dinamakan Gramsci dengan konsep `masyarakat sipil'
yang menjadi suprastruktur dalam kehidupan sosial.
Kekuasaan juga bisa dalam bentuk tata bahasa. Berbahasa adalah
bertata bahasa. Kemerdekaan berbahasa adalah kemerdekaan untuk mengikuti
aturan-aturan bahasa yang telah disepakati para pemakai bahasa. Berpolitik
bahasa adalah bertata politik. Kemerdekaan politik adalah kemerdekaan
menghormati dan mengikuti aturan-aturan politik yang telah disepakati oleh para
pelaku politik. Dengan demikian, politisasi bahasa adalah rekayasa
menggunakan bahasa, memberlakukan aturan bahasa, dan memaksa
pemaknaan bahasa. Dengan demikian, bahasa dimaknai sesuai dengan konteks
politik penguasa.
Dengan meminjam perspektif posmodernisme dari Erianto diperoleh
pengertian bahwa media sebagai agen konstruksi pesan, berita bukanlah
merupakan cermin dan refleksi dari realitas, bersifat subyektif, khalayak memiliki
penafsiran sendiri yang bisa jadi berbeda dari pembuat berita, nilai etika atau
keberpihakan wartawan tidak bisa dipisahkan dari proses peliputan dan
pelaporan suatu peristiwa. Berdasarkan pertimbangan tersebut publik dapat
mengakses media seperti membaca koran, menonton televisi secara kritis dan
selalu mencurigai relasi kuasa dan kekuasaan sehingga terbebas dari
kekuasaan tersebut.
Contoh fenomena perkembangan media massa di indonesia jika dikaitkan
dengan persfektif postmodernisme dengan aspek ekonomi dan politik adalah
kejadian/proses dalam pemilihan presiden. Dimana kebutuhan ekonomi hingga
pemberitaan politik di media massa terkadang tidak sesuai dengan realitasnya.
Berita yang disiarkan sangat mempengaruhi opini dari setiap masyarakat mulai
dari opini positif hingga negatif. Namun hal itu terjadi karena keinginan media
yang bertahan dalam dunia digital yang dimana, jika media massam
memberitakan suatu informasi yang kurang menarikk bagi masyarakat akan
kalah dengan media massa yang lainnya. Sehingga berita yang disiarkan
terkadang kurang sesuai dengan fakta yang ada.

3. Media massa meliputi media cetak, media elektronik dan media online. Media
cetak terbagi menjadi beberapa macam diantaranya seperti koran, majalah,
buku, dan sebagainya, begitupula dengan media elektronik terbagi menjadi dua
macam, diantaranya radio dan televisi, sedangkan media online meliputi media
internet seperti website, dan lainnya.
Jika dilihat dari kemampuannya menarik perhatian manusia (masyarakat),
ketiga jenis media massa tersebut sama-sama memiliki strategi dalam menarik
perhatian khalayak. Mengenai menarik perhatian masyarakat, media sosial yang
merupakan bagian dari media online bisa saja lebih aktif dalam mengalihkan
perhatian masyarakat dari media massa dan hanya tertuju pada media sosial.
Pada dasarnya media sosial merupakan perkembangan mutakhir dari
teknologi teknologi web baru berbasis internet yang memudahkan semua orang
untuk dapat berkomunikasi, berpartisipasi, saling berbagi dan membentuk
sebuah jaringan secara online, sehingga dapat menyebarluaskan konten mereka
sendiri. Berdasarkan pengertian media sosial tersebut dapat diartikan bahwa
semua orang bebas menyampaikan pendapat, saling melempar komentar,
menyebar berbagai informasi.
Sejak awal khalayak media adalah masyarakat luas secara keseluruhan,
bukan hanya kalangan tertentu. Pengelola media di Indonesia hingga kini masih
terus mengembangkan kemampuannya dalam upaya menghadapi dunia baru
dan menyediakan program-program unggulan yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat, serta dapat bersaing satu sama lain.
Kebutuhan setiap masyarakat pada berbagai media berbeda-beda
sehingga media memiliki posisi yang berbeda pula di kalangan masyarakat.
Media cetak menjadi media yang penting dikalangan orang dewasa khususnya
bapak-bapak. Media cetak yang masih bertahan hingga saat ini adalah koran
sedangkan majalah sudah tidak lagi terlihat. Begitu pentingnya koran bahkan
beberapa dari kalangan tersebut sengaja berlangganan koran untuk
mendapatkan informasi dan berita hangat. Halaman yang sering diincar oleh
pembaca koran adalah halaman yang membahas politik, ekonomi, olahraga dan
kolom lowongan pekerjaan. Bagi masyarakat yang menyukai berbagai hal
berkaitan dengan politik akan memfokuskan diri untuk membaca koran dengan
subjudul politik. Begitupun dengan subjudul lainnya.
Media elektronik, pada media ini khalayaknya mulai dari anak-anak
hingga dewasa. Radio biasanya dinikmati oleh masyarakat ketika sedang dalam
perjalanan. Misalnya di dalam mobil, agar tidak bosan para pengemudi seringkali
menyalakan radio untuk mendengar musik, informasi dan berita sehingga tidak
hanya mendapatkan hiburan melainkan juga informasi dan berita. Kemudian
Televisi yang memiliki banyak saluran siaran sehingga dapat dipilih oleh
khalayak sesuai kebutuhan masing-masing. Setiap saluran memiliki posisi yang
berbeda pada setiap khalayak.
Media online, pada media online ini biasanya digemari oleh seluruh
kalangan baik dewasa, remaja maupun anak-anak. Beberapa contoh
penggunaan media online ini misalnya ketika berada di luar rumah dan tidak bisa
menonton televisi, di situlah peran televisi online sebagai media online berfungsi
sehingga kedudukan atau posisinya menjadi penting bagi masyarakat. Selain itu
misalnya bagi remaja, sebelum memasuki dunia perkuliahan, calon mahasiswa
akan mencari informasi mengenai universitas yang diminatinya melalui website.

Anda mungkin juga menyukai