Anda di halaman 1dari 9

PELANGGARAN KODE ETIK JURNALISTIK OLEH MEDIA DI

INDONESIA DITINJAU DARI SOSIOLOGI KOMUNIKASI

Nama :

Nim :

Kelas/Matkul : Sosiologi Komunikasi

PENDAHULUAN

Media massa, baik media cetak maupun elektronik memiliki peran strategis,
sebagai saluran yang menyampaikan informasi kepada publik secara
serempak di antara khalayak yang sedang menggunakan media tersebut.
Pada dasarnya, media massa memiliki fungsi penghantar dalam menyebarkan
berbagai macam pengetahuan, menyelenggarakan kegiatan dalam
lingkungan publik yang dapat dijangkau segenap anggota masyarakat secara
bebas, sukarela, umum dan murah, hubungan antara pengirim dan penerima
seimbang dan sama, serta mampu menjangkau lebih banyak orang dari pada
institusi lainnya (Paryono, 2013).

Perkembangan media di Indonesia saat ini sudah semakin maju. Dunia cetak
perlahan-lahan mulai beralih ke dunia digital dan elektronik. Semakin
banyaknya perusahaan-perusahaan media memperlihatkan kemajuan yang
sangat pesat di dunia media massa. Ujung perkembangan komunikasi ini
bertemu dengan kemajuan industri media yang mempengaruhi
perkembangan komunikasi dan peradaban dewasa ini, termasuk melahirkan
teknologi internet.

Media massa dalam pemberitaannya dapat mempengaruhi cara pandang


masyarakat, termasuk dalam memandang isu-isu gender. Menurut Rossy
(2015), berita seks merupakan salah satu jenis pemberitaan yang sangat laku.
Rossy juga menambahkan, berita seks akan memancing imajinasi pembaca
dan tidak berempati pada korban kejahatan seksual.

Seks dan kekerasan menjadi isu yang paling laku dan mempunyai rating tinggi
dalam pemberitaan, namun tidak mencerdaskan masyarakat. Menurut Sari
(2015) terdapat tiga tema paling banyak diliput media, yakni pemerkosaan,
pelecehan seksual, dan penjualan perempuan.

Cara penyajian berita oleh wartawan terkait pelecehan seksual menjadi salah
satu persoalan penting di media. Sudut pandang dan penyajian berita akan
memberi cara pandang kepada masyarakat terkait isu yang berhubungan
dengan perempuan dan seksual. Mustika (2017) mengatakan, pemberitaan
kejahatan seksual di media saat ini didominasi oleh bias gender. Realitas
perempuan di dalam pemberitaan media tidak dianggap mencerminkan
realitas perempuan di masyarakat.

Dalam menyebarkan berita, seharusnya media masa mempertimbangkan


kode etik jurnalistik beserta mengelola pernyataan yang disampaikan kepada
orang lain dan kelompok masyarakat agar tidak memberikan pesan negatif.
Penulisan artikel ini bertujuan untuk menguraikan secara sederhana tentang
komunikasi bermedia dan mempertimbangkan dari beberapa literatur.

PEMBAHASAN

Komunikasi Bermedia (Media Massa)

Komunikasi bermedia (mediated communication) adalah komunikasi yang


menggunakan saluran atau sarana untuk meneruskan suatu pesan kepada
komunikan yang jauh tempatnya dan banyak jumlahnya. Salah satu bentuk
komunikasi bermedia adalah komunikasi bermedia massa (Sikumbang, 2014).
Seringkali istilah "media massa" dan "komunikasi massa" dipergunakan untuk
tujuan yang sama. Sesungguhnya kedua istilah tersebut adalah singkatan dari
"media komunikasi massa" (media of mass communication).

Banyak definisi tentang komunikasi massa yang telah dikemukakan oleh para
ahli komunikasi. Antara lain, Jalaluddin Rakhmat merangkum beberapa
defenisi komunikasi massa sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada
sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media
cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara
serentak dan sesaat. Perkataan "dapat" dalam defenisi ini menekankan
pengertian bahwa jumlah sebenarnya penerima komunikasi massa pada saat
tertentu tidaklah esensial (Suriati et al., 2022). Dalam membicarakan defenisi
komunikasi massa ini banyak ragam dan titik tekan yang dikemukakannya.
Tetapi, dari sekian banyak defenisi itu ada benang merah kesamaan defenisi
satu sama lain. Pada dasarnya komunikasi massa adalah komunikasi melalui
media massa, yaitu media cetak dan elektronik (Albertus, 2018). Media
massa yang dimaksud merupakan produk dari teknologi modern. Hal ini perlu
ditekankan sebab ada juga media yang sering disebut sebagai media massa
padahal sebenarnya bukan media massa melainkan media tradisional, seperti
angklung, gamelan dan lain-lain. Dalam hal ini mungkin perlu juga dibedakan
pengertian 'massa" dalam konteks ilmu komunikasi, dan "massa" dalam
konteks ilmu sosiologi, agar tidak terjadi kerancuan dan perbedaan persepsi
antara keduanya. Dalam konteks ilmu komunikasi, pengertian "massa" lebih
menunjuk pada penerima pesan yang berkaitan dengan media massa.
Dengan kata lain, massa yang dalam sikap dan perilakunya berkaitan dengan
peran media massa. Oleh karena itu, massa disini menunjuk pada khalayak,
audience, penonton, pemirsa atau pembaca. Sedangkan dalam konteks ilmu
sosiologi, massa adalah kumpulan individuindividu yang berada di suatu
lokasi tertentu. Umpamanya ada statement bahwa massa (demonstran) yang
jumlahnya ratusan itu bergerak menuju gedung DPR untuk memprotes
kebijakan pemerintah merevisi UU Nomor 32/2003 tentang penyiaran yang
akan mengekang kebebasan pers di Indonesia. Kata "massa" dalam hal ini
lebih mendekati arti secara sosiologis.

Kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari media massa baik media
massa cetak maupun elektronik. Mulai bangun tidur sampai mau tidur lagi
kita tidak lepas dari terpaan atau menerpakan diri terhadap media massa. Hal
itu dapat dilihat dari animo individu atau masyarakat dalam mengakses
berbagai program informasi melalui media massa seperti surat kabar,
majalah, radio, televisi dan film.

Dalam era komunikasi dan globalisasi dewasa ini, luberan informasi menjadi
suatu hal yang tak dapat dibendung lagi. Desa global (Global Village) menjadi
suatu keniscayaan kemunculannya. Akibatnya, setiap kejadian yang ada di
suatu Negara dalam beberapa saat bisa diketahui oleh masyarakat di seluruh
dunia. Suka tidak suka, senang tidak senang, individu atau masyarakat tidak
bisa lagi menghindari gencarnya pesan-pesan komunikasi yang disajikan
media massa. Hidup manusia pun akan sangat bergantung pada media
massa. Bahkan masyarakat yang terkenal religius pun tidak perlu lagi belajar
kepada para pemuka keagamaan, mereka bisa belajar sendiri melalui media
massa.

Dalam perkembangan selanjutnya, meskipun media cetak terus melancarkan


kegiatannya dalam upaya mempengaruhi opini dunia dengan cara
mengunjungi manusia lewat informasi dan hiburan, abad ke 20 mulai
mengisyaratkan lahirnya era informasi dan komunikasi elektronik. Kelahiran
era baru dunia informasi ini telah merubah pola konsumsi informasi
masyarakat. Kebiasaan konsumen dalam menyantap bahan cetak berubah
karena perubahan kegiatan, dengan menambah waktu lebih lama untuk
mengakses media massa elektronik.

Kasus Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik

Kode Etik Jurnalistik merupakan landasan moral bagi wartawan dalam


menjalankan tugas jurnalistiknya. Hal ini bertujuan untuk menegakkan
integritas dan profesionalitas wartawan dalam menyajikan berita. Kode etik
jurnalistik terkait dengan pemberitaan tercantum pada Pasal 2 Kode Etik
Wartawan Indonesia. Pasal itu menyatakan: “Wartawan Indonesia
menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas
jurnalistik”. Dalam pesafsirannya diuraikan, wartawan dilarang menampilkan
indetitas narasumber, harus memberitakan secara berimbang, serta
menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam pemberitaan terkait
kekerasan seksual.

Selain itu, Pasal 5 Kode Etik Jurnalistik berbunyi: ”Wartawan Indonesia tidak
menyebutkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan
identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan”. Penafsiran Pasal 5 itu
menekankan wartawan harus melindungi indentitas korban kekerasaan
seksual yang menjadi pelaku atau korban kejahatan. Indentitas yang
dimaksud adalah segala data yang mempermudah orang mengetahui dan
melacak pelaku maupun korban kejahatan seksual.

Dalam banyak kasus, wartawan masih sering mengungkap identitas korban


kejahatan susila seperti menulis nama korban, nama orangtua, nama dan
alamat rumah, kampung, desa, kantor atau nama sekolah para korban
kejahatan seksual (Dewan Pers, 2013). Dewan Pers (2013) menambahkan,
wartawan harus hati-hati dan bijaksana dalam pemuatan nama inisial korban.
Dewan Pers menganjurkan penggunaan sebutan ”seorang perempuan”,
”seorang anak” atau ”korban” untuk menggambarkan identitas korban.
Selain itu, Undang-undang No 40 Tahun 1999 tentang Pers pada Pasal 2
menyatakan: “Wartawan Indonesia menempuh cara-cara profesional dalam
menjalankan tugas jurnalistik”. Pasal ini berhubungan dengan cara kerja
wartawan di lapangan dan bagaimana wartawan harus menyajikan
pemberitaan yang berimbang, termasuk dalam menyajikan informasi yang
tidak menimbulkan rasa traumatik pada korban.

Media Massa Kini

Disebutkan dalam buku Media Massa dan Masyarakat Modern oleh Rivers
(2013) yang menelaah sekilas kondisi dari setiap media dewasa ini, terutama
setelah hadirnya televisi yang sangat memperluas cakupan komunikasi
massa. Dimulai dari Koran dimana sekalipun banyak yang gagal bertahan,
namun sejak 1970-an, koran terbukti mampu bertahan, meskipun prosesnya
memang tidak mudah. Kemudian Majalah, sama halnya dengan koran,
majalah juga harus berusaha keras menyesuaikan diri dengan kondisi-kondisi
baru. Majalah yang mampu bertahan umumnya adalah yang bersifat khusus,
misalnya majalah khusus olahraga, hobi dan lain-lain. Majalah yang meliput
segala hal sudah bukan zamannya lagi. Sekarang adalah zaman majalah-
majalah khusus. Sementara radio, keberadaannya kian terdesak oleh televisi.
Di kota-kota besar yang persaingannya begitu ketat, semua radio harus
bekerja keras agar dapat bertahan. Sedangkan televisi, kini merupakan media
dominan komunikasi massa di seluruh dunia, dan sampai sekarang masih
terus berkembang. Sedangkan film justru merosot, hal ini sungguh
mengherankan. Kemudian, buku-buku kontras dengan film, buku terus
tumbuh pesat.

Terkait dengan khalayak media massa juga beragam dari berbagai aspek,
khususnya terhadap buku. Buku umumnya menarik minat mereka yang
berpendidikan relatif tinggi, atau yang memerlukan sesuatu yang lebih serius
dan mendalam daripada isi media massa lain. Penggemar buku biasanya
meminjam istilah Bernard Barelson peka terhadap kebudayaan. Ciri-ciri
penggemar buku adalah berusia dewasa, tinggal di perkotaan,
berpenghasilan relatif tinggi, dan cendrung bersikap kritis. Berbagai studi
menunjukkan bahwa minat terhadap buku berbanding lurus dengan tingkat
pendidikan. Kalau tingkat pendidikan formal turun, demikian pula dengan
minat terhadap buku. Pengaruh pendidikan ini lebih kuat daripada pengaruh
usia, tingkat pendapatan, atau tempat tinggal (Rivers, 2013).

SIMPULAN

Komunikasi bermedia dalam arti media massa dapat dilihat dari dua
kacamata, yaitu komunikasi dan sosiologi. Dari sudut komunikasi yang
dimaksud adalah komunikasi yang menggunakan media massa, seperti surat
kabar, radio, televisi dan film, termasuk bukubuku. Sedangkan dari perspektif
sosiologi, komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa,
seperti berpidato dihadapan massa. Dengan demikian termasuk juga buku,
karena buku ditujukan kepada massa, yaitu masyarakat banyak yang
menaruh minat dan memerlukan.

Dalam menyebarkan berita, media harus memiliki tanggung jawab untuk


melindungi korban kekerasan seksual untuk mengurangi rasa traumatik
korban. Kode etik telah mengatur pentingnya melindungi privasi korban
kejahatan seksual yang melibatkan perempuan dan anak. Kode Etik Jurnalistik
Pasal 2 menyatakan: “Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang
profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik” pada tafsirannya
menyatakan, wartawan dilarang menampilkan indetitas narasumber, dan
memberitakan secara berimbang, serta menghormati pengalaman traumatik
narasumber.
DAFTAR PUSTAKA

Albertus, F. (2018). SOSIOLOGI KOMUNIKASI DALAM MEDIA


INFORMASI. DEDIKASI: Jurnal Ilmiah Sosial, Hukum, Budaya, 37(2), 16-
21.
Dewan Pers, (2013). Seruan Dewan Pers Tentang Pemberitaan Kasus
Kejahatan Susila.
Mustika, R. (2017). Analisis framing pemberitaan media online mengenai
kasus pedofilia di akun facebook. Jurnal Penelitian Komunikasi, 20(2).
Paryono, Y. (2013). Peran strategis media massa dalam pembinaan dan
pengembangan bahasa Indonesia. Madah: Jurnal Bahasa dan
Sastra, 4(2), 163-173.
Rivers, W.L. (2013). Media Massa dan Masyarakat Modern. Jakarta: Kencana.
Rossy, A. E., & Wahid, U. (2015). Analisi Isi Kekerasan Seksual Dalam
Pemberitaan Media Online Detik. Com. Jurnal Komunikasi, 7(2), 152-
164.
Sari, F. M. (2015). Komparasi Nilai Berita pada Tayangan Infotainment Insert
di Trans TV dengan Intens di RCTI. Jurnal Visi
Komunikasi/Volume, 14(02), 166-180.
Sikumbang, A. T. (2014). Komunikasi bermedia. Iqra': Jurnal Perpustakaan
dan Informasi, 8(01), 63-67.
Suriati, S., Samsinar, S., & Rusnali, N. A. (2022). Pengantar ilmu komunikasi.

Anda mungkin juga menyukai