Anda di halaman 1dari 11

PENGARUH MEDIA MASSA DI TENGAH PANDEMI COVID-19

Oleh: Abdul Rifai


Program Studi Ekonomi Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Parepare
Jalan Amal Bhakti No. 8, Bukit Harapan, Kec. Soreang Kota Parepare
Abdulrifai@stainparepare.ac.i

ABSTRAK
Media Massa memiliki posisi yang penting dalam kehidupan masyarakat,
sehingga media massa ditempatkan sebagai komunikasi massa yang berperan
sebagai komunikator serta agen of change, menjadi pelopor perubahan dalam
lingkungan publik yang dapat mempengaruhi khalayak melalui pesan berupa
informasi, hiburan, pendidikan maupun pesan-pesan lainnya dan dapat dijangkau
masyarakat secara luas. Sebagai bentuk dari pentingnya media dapat dilihat dari
pengaruh yang dirasakan oleh khalayak, mulai dari aspek kognitif, afektif, hingga
konatif dari media massa dan dampak positif negatif dari media sosial. Walaupun
posisi dan peran media sangat penting akan tetapi masyarakat juga harus berhati-
hati dengan media mengingat bahwa sifat media yang begitu fleksibel. Nilai
negatif atas peranan media di Indonesia bisa saja terjadi baik dari media massa
ataupun media sosial, sehingga perlu adanya perhatian dari setiap pihak, baik dari
pengelola media hingga masyarakat itu sendiri. Keikutsertaan beberapa pihak
dalam memperhatikan media diharapkan dapat menyaring halhal negatif yang
mungkin dapat terjadi.

Kata kunci: Media Massa, Covid-19.

[1]
PENDAHULUAN
Media merupakan sarana komunikasi bagi masyarakat, yang terletak di
antara dua pihak sebagai perantara atau penghubung. Sedangkan McLuhan
bersama Quentin Fiore, menyatakan bahwa “media setiap zamannya menjadi
esensi masyarakat” hal ini menunjukkan bahwasanya masyarakat dan media selalu
berkaitan dan media menjadi bagian yang penting dalam kehidupan
masyarakat,sadar atau tidak sadar bahwa media memiliki pengaruh yang
berdampak positifmaupun negatif dalam pola dan tingkah laku masyarakat.
Media massa meliputi media cetak, media elektronik dan media online.
Media cetak terbagi menjadi beberapa macam diantaranya seperti koran, majalah,
buku, dan sebagainya, begitupula dengan media elektronik terbagi menjadi dua
macam, diantaranya radio dan televisi, sedangkan media online meliputi media
internet seperti website, dan lainnya.
Jika dilihat dari kemampuannya menarik perhatian manusia (masyarakat),
ketiga jenis media massa tersebut sama-sama memiliki strategi dalam menarik
perhatian khalayak. Mengenai menarik perhatian masyarakat, media sosial yang
merupakan bagian dari media online bisa saja lebih aktif dalam mengalihkan
perhatian masyarakat dari media massa dan hanya tertuju pada media sosial.
Pada dasarnya media sosial merupakan perkembangan mutakhir dari
teknologi teknologi web baru berbasis internet yang memudahkan semua orang
untuk dapat berkomunikasi, berpartisipasi, saling berbagi dan membentuk sebuah
jaringan secara online, sehingga dapat menyebarluaskan konten mereka sendiri.
Post di blog, tweeter, youtube dapat diproduksi dan dapat dilihat secara langsung
oleh jutaan orang secara gratis.
Berdasarkan pengertian media sosial di atas dapat diartikan bahwa semua
orang bebas menyampaikan pendapat, saling melempar komentar, menyebar
berbagai informasi. Media sosial tidak memiliki pengawas yang mengawasi
berbagai macam media sosial dalam melakukan interaksi.
Berbeda dengan media sosial, media massa memiliki pengawas misalnya
pengawas media penyiaran yang dikenal dengan sebutan Kemenkominfo yang
bertugas mengatur alokasi frekuensi, dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)
dengan berbagai undang-undang yang telah tercantum dalam buku Pedoman

[2]
Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) berfungsi mengawasi
hal-hal mengenai penyiaran terutama isi siaran. Kemudian media cetak yang
diawasi oleh Dewan Pers (pengawas), dan media online (website) diawasi oleh
Satuan Tugas (Satgas) berdasarkan undang-undang yang dibentuk oleh Dewan
Pers. Bahkan pada website jika dilihat dari aspek legalnya harus berbadan hukum
atau memiliki izin dari pihak-pihak terkait.120 dikarenakan wesbsite berbasis
media online lebih ditujukan kepada produk jurnalisme berupa pemberitaan bukan
sekedar informasi.
Di tengah pandemi Covid-19 ini, pemanfaatan media massa sangat
mempengaruhi penyebaran informasi data kasus Covid-19. Covid-19 saat ini
menjadi perbincangan hangat karena penyebarannya

[3]
TELAAH LITERATUR

Telaah literatur berisi ulasan, rangkuman, teori, temuan, dan bahan


penelitian lainnya yang diperoleh dari bahan acuan untuk mengembangkan
masalah penilitian yang akan dibahas untuk menghindari adanya tindakan
plagiatisme pada sebuah penelitian.
Penelitian dalam jurnal ilmiah yang dilakukan oleh Yulia Indri yang
berjudul Sisi Terang Pandemi Covid-19. Tulisan ini mengungkapkan opini penulis
mengenai peran masyarakat sipil baik dalam bentuk organisasi non pemerintah
(ornop), organisasi sosial masyarakat, komunitas, dan individu untuk mengisi dan
melengkapi peran negara untuk memutus mata rantai penyebaran COVID-19
berikut mengatasi dampak sosial dan ekonomi akibat kebijakan pembatasan sosial
dan karantina wilayah di Indonesia. Penulis mengangkat bahwa pandemi COVID-
19 memunculkan kesadaran kolektif dan kesadaran akan ketidaksetaraan. Penulis
ingin menekankan bahwa temuan ini tidak diperoleh melalui riset yang sistematis,
melainkan berdasarkan pengamatan terhadap kerja-kerja jaringan organisasi non-
profit (ornop) dan komunitas dalam jaringan pertemanan penulis beserta berita-
berita di media sosial dan media massa.1
Selanjutnya penelitian oleh Nurul Shobah, Peran Media Massa mengambil
definisi komunikasi politik Blake di atas maka jelas bahwa untuk mengetahui
"pernyataan politik" dan fungsi atau pengaruhnya maka media massa merupakan
salah satu saluran komunikasi yang paling penting, selain komunikator dan isi
pesan itu sendiri. Adapun prinsip-prinsip komunikasi politik: pertama,
konsistensi. Dalam melakukan komunikasi politik, informasi yang disampaikan
harus konsisten dengan substansi platform partai dan konsisten terhadap
paradigma partai dan solusi atas problem-problem yang dihadapi oleh konstituen
dan publik. Kedua, replikasi. Dalam melakukan komunikasi politik, informasi
harus disampaikan berulang kali, sehingga konstituen dan publik paham betul
dengan content/isi platform partai dan apa yang sedang diperjuangkan oleh partai.
Ketiga, evidence. Dalam komunikasi politik informasi yang disampaikan oleh
partai harus ada dan dapat dibuktikan kebenaran dan eksistensinya. Begitu pula

1
Yulia Indri Sari, ‘Sisi Terang Pandemi COVID-19’, Jurnal Ilmiah Hubungan
Internasional, 2020, 89–94.

[4]
partai harus memberikan bukti-bukti konkrit atas apa yang telah dan sedang
mereka kerjakan. Kebanyakan makalah komunikasi, menurut Halloran, tidak
seimbang antara makalah mengenai akibat yang ditimbulkan oleh komunikasi di
satu sisi dan peran komunikator itu dalam mendisain isi pesan di sisi lain. Dalam
komunikasi massa, misalnya, makalah lebih banyak menitikberatkan pada
masalah efek atau pengaruh media terhadap khalayak daripada apa yang
sebenarnya mempengaruhi isi media. Keadaan ini juga berlaku pada makalah
media dan politik. Pentingnya media massa dalam penyebaran politik diuraikan
Reese dan Shoemaker telah coba membuka tabir tentang faktor-faktor yang sangat
mempengaruhi isi media. Menurutnya, terdapat sejumlah faktor yang berpengaruh
terhadap isi suatu media, di antaranya adalah pengaruh pekerja media (penyiar
atau jurnalis), pengaruh organisasi media, pengaruh ekstramedia, dan pengaruh
ideologi.7 Makalah Reese dan Shoemaker tersebut menunjukkan bahwa pengaruh
"siapa" (menurut taksonomi Lasswell) atau "kelompok yang mempengaruhi isi
media" (menurut Reese dan Sheomaker) atau juga "komunikator politik" (yang
oleh Nimmo disebut sebagai

_______________________________
7
Lihat Pamela J. Shoemaker and Stephen D. Reese, Mediating the
Massage: Theories of Influences on Mass Media Content, 2nd edition, (New
York: Longman, 1996

[5]
METODE PENGABDIAN

Metode yang digunakan dalam penyusunan artikel ilmiah saat pelaksanaan


Kuliah Pengabdian Masyarakat (KPM) II 2020 IAIN Parepare yaitu menggunakan
pendekatan PAR (Partisipatory Action Research). Menurut Hawort Hall
sebagaimana yang dikutip oleh Agus Afandi (2014:93), PAR merupakan
pendekatan dalam penelitian yang mendorong peneliti dan orang-orang yang
mengambil manfaat dari penelitian (misalnya keluarga, profesional dan pemimpin
politik) untuk bekerja secara penuh dalam semua tahapan penelitian.
Identifikasi Masalah
Peneliti bersama pihak-pihak yang terkait (keluarga) merumuskan
beberapa hal yang menjadi permasalahan ditengah wabah Covid-19. Covid-19
menjadi hal yang sangat diperbincangkan bulan ini. Perhatian public seolah hanya
tujuan kesana saat ini. Tidak hanya itu bahkan media seolah mendukung dengan
tidak lepasnya memberitakan bagaimana perkembangan dan dampak yang
ditimbulkan oleh sebuah parasite kecil ini (Covid-19). Diantaranya banyaknya
masyarakat yang belum memahami serta mematuhi peraturan yang dikeluarkan
oleh pemerintah. Akibatnya, untuk meminimalisir penyebaran virus tersebut maka
anjuran dari pemerintah mengenai penggunaan masker, social distancing, dan
sebagainya hanya segelintir saja yang menerapkan.
Tujuan Kerja
Diharapkan nantinya hasil dari penelitian ini akan memberi dampak yang
baik bagi masyarakat serta pemanfaatan media massa terhadap penyebaran
informasi data kasus Covid-19 agar saling memahami hak dan kewajiban serta
tugas masyarakat selama pandemi guna melakukan pencegahan Covid-19.
Rencana Pemecahan Masalah
1) Memanfaatkan keberadaan media massa untuk memberitakan
pentingnya social distancing dalam mencegah penularan Covid-19.
2) Memberdayakan media massa selaku pihak yang mengabarkan
perkembangan virus corona (Covid-19)

[6]
Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan ini berlangsung selama pelaksanaan KPM II 2020 Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Parepare (06 April – 05 Mei 2020) dan dilaksanakan hanya
disekitar lingkungan peneliti di Kota Pare-pare dikarenakan adanya pandemi
Covid-19 yang tidak memungkinkan untuk dilaksanakan secara berkelompok.

[7]
PEMBAHASAN
Covid-19 menjadi hal yang hangat diperbincangkan beberapa bulan ini.
Perhatian publik seolah hanya tertuju kesana saat ini. Tidak hanya itu bahkan
media seolah mendukung dengan tidak lepasnya memberitakan bagaimana
perkembangan dan dampak yang ditimbulkan oleh sebuah parasite kecil ini
(Covid-19).
Virus ini pertama kali diidentifikasi pada akhir tahun lalu tepatnya pada bulan
desember 2019 di Wuhan, ibukota provinsi Hubei China, dan sejak itu menyebar
secara global. Pada awal bulan Desember 2019 sejumlah pasien dengan penyakit
tak dikenal berdatangan ke rumah sakit pusat Wuhan China. Mendiang Dr Li
sempat menyampaikan kabar buruk tersebut di media sosial.
Penyakit yang menyebabkan radang paru-paru tersebut diduga diakibatkan oleh
virus yang berasal dari pasar ikan Hunan yang juga menjual binatang liar. Setelah
memasuki tahun 2020 otoritas China umumkan sebuah virus corona jenis baru.
Korban meninggal berjatuhan hingga ribuan dan pasien di luar China juga
dilaporkan semakin banyak. WHO telah menetapkan wabah Corona (Covid-19)
sebagai pandemi global dan meminta semua komunitas dunia bekerja sama untuk
mengakhiri masa masa sulit ini.
Pandemi Covid-19 telah menyebabkan terjadinya perubahan perilaku
pengguna media sosial, saat presiden Joko Widodo mengumumkan penemuan
kasus pertama Covid-19 pada 2 Maret 2020 lalu, belum terlihat perubahan yang
signifikan terhadap pola konsumsi media. Namun makin intens nya pemberitaan
membuat masyarakat mulai memantau setiap perkembangan terkait Covid-19
melalui berbagai media, tak terkecuali televisi. Informasi mengenai hal-hal kecil,
hal yang tak semua orang tahu, yang dianggap tak penting atau informasi yang
sebenarnya tak dibutuhkan masyarakat bisa berubah menjadi besar, diketahui
banyak orang, penting, dan dibutuhkan masyarakat.
Peran media massa menjadi semakin penting karena kesadaran massa pada
umumnya adalah kesadaran simbolis, yakni kesadaran di permukaan.
Soal pemberitaan mengenai virus corona (Covid-19) kian menjadi momok
menakutkan misalnya, terlihat media massa ikut berperan mempropagandakan isu.
Hal ini sangat tampak seketika ada postingan yang beredar terkait meninggal

[8]
maupun sementara dirawatnya beberapa pasien yang diduga atau terindikasi
positif Corona. Hal inilah yang membuat media berbalik lebih meng-update
masalah tersebut ketimbang penularan Covid-19 yang sedang merongrong
masyarakat dan dan pemerintah. Terlihat saat ini, debat kusir di media sosial
lebih fokus membahas harga masker ketimbang mengantisipasi diri dari penularan
virus menakutkan. Propaganda media inilah yang akhirnya membuat banyak
orang cemas dan berbagai kasus yang semestinya menjadi sorotan dalam ruang
diskusi seperti halnya korupsi, rancangan undang-undang(RUU) cipta kerja,
intoleransi, serta merebaknya demam berdarah di berbagai daerah yang telah
merenggut puluhan jiwa seketika hilang begitu saja dari ruang dialetika.
Sebagaimana yang disampaikan oleh presiden Joko Widodo bahwa
ketakutan kita saat ini adalah bukan virus itu sendiri, melainkan rasa cemas, rasa
panik, ketakutan, dan berita-berita hoaks. Oleh karena itu media mestinya tidak
turut serta menimbulkan sindrom yang berlebihan di tengah geliat perang
melawan Covid-19. Media konvensional harus mampu menetralisir keadaan agar
masyarakat menghadapi situasi saat sekarang tanpa ada ketakutan.
Penulis berharap agar media dapat bersikap independen, tidak beritikad
buruk, menempuh cara yang profesional dalam memberi informasi, menguji
informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini
yang menghakimi, tidak menyiarkan berita berdasarkan prasangka.
Jika ada informasi yang keliru harus segera diralat  karena pada dasarnya pers
adalah instrumen paling baik dalam pencerahan dan meningkatkan kualitas
manusia sebagai makhluk rasional, moral dan sosial.

[9]
KESIMPULAN
Berdasarkan temuan-temuan yang sudah dibahas sebelumnya daatlah
disimpulkan bahwa Pandemi Covid-19 telah menyebabkan terjadinya perubahan
perilaku pengguna media sosial, saat presiden Joko Widodo mengumumkan
penemuan kasus pertama Covid-19 pada 2 Maret 2020 lalu, belum terlihat
perubahan yang signifikan terhadap pola konsumsi media. Peran media massa
menjadi semakin penting karena kesadaran massa pada umumnya adalah
kesadaran simbolis, yakni kesadaran di permukaan.

[10]
DAFTAR PUSTAKA

Yulia Indri Sari, ‘Sisi Terang Pandemi COVID-19’, Jurnal Ilmiah Hubungan
Internasional, 2020.
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif . Bandung:RemajaRosdakarya.
2007.
Shoemaker., Pamela J., and Stephen D. Reese, Mediating the Massage: Theories
of Influences on Mass Media Content, 2nd edition, New York: Longman,
1996.

[11]

Anda mungkin juga menyukai