Anda di halaman 1dari 9

UAS Komunikasi Massa B

Topik: Framing Penanganan Covid-19 oleh Pemerintah RI di Surat Kabar tirto.id dan suara.com

Disusun Oleh:
Gatutkoco Hangger Prebowo Wibisono 20043010256

Pendahuluan
Komunikasi massa merupakan sumber kajian potensial yang memiliki bidang
bahasan yang cukup luas serta mendalam, dan juga didukung oleh banyak teori.
Komunikasi massa sendiri sering kali didefinisikan sebagai komunikasi melalui media
massa yang pada awalnya hanya terdiri dari media cetak (surat kabar, majalah, atau
tabloid) dan media elektronik (televisi dan radio).
Dalam tinjauan komunikasi massa, paling tidak teori-teori yang muncul dapat
dikelompokkan menjadi empat bidang. Yaitu teori-teori awal komunikasi massa,
pengaruh komunikasi massa terhadap individu, pengaruh komunikasi massa terhadap
masyarakat dan budaya, dan pengaruh audiens terhadap komunikasi massa. Salah satu
teori yang muncul pada komunikasi massa adalah agenda setting. Teori ini masih
sangat relevan hingga saat ini walaupun dengan catatan-catatan tertentu harus
dibubuhkan di sana, seperti pada masyarakat dan budaya seperti apa, atau pada
kondisi kapan, dan seterusnya.
Secara etimologi, agenda setting memiliki arti pengaturan atau penyusunan
agenda, acara, atau kegiatan. Hal ini sesuai dengan istilah yang dikemukakan oleh
beberapa pakar komunikasi sebagai penentuan atau penyusunan agenda. Menurut
salah satu pakar komunikasi massa, Bernard C. Cohen, agenda setting theory
merupakan sebuah teori yang menyatakan bahwa media massa sebagai pusat
penentuan kebenaran dengan kemampuan media massa untuk mentransfer dua elemen
yaitu kesadaran dan informasi ke dalam agenda publik dengan cara mengarahkan
kesadaran publik serta perhatian mereka terhadap isu-isu yang dianggap penting oleh
media massa. Berdasarkan pendapat dari Bernard C. Cohen, dapat disimpulkan bahwa
agenda setting membicarakan tentang peran besar media massa dalam menentukan
agenda dari masyarakat atau audiens yang terkena informasi tersebut. Masyarakat
dibuat terbiasa dengan berita-berita yang disampaikan oleh media, sehingga berita
UAS Komunikasi Massa B

menjadi bahan pembicaraan dalam kehidupan sehari-hari. Informasi atau berita yang
disampaikan oleh media tersebut tidak hanya sebagai ilmu atau pengetahuan bagi
masyarakat saja, tetapi juga bisa mengubah gaya hidup, perilaku, atau sikap mereka.
Teori komunikasi massa yang berikutnya adalah framing media. Framing
sering digunakan untuk menggambarkan proses seleksi dan menonjolkan aspek-aspek
tertentu dari realita oleh media. Framing bertujuan untuk membingkai sebuah
informasi agar melahirkan citra, makna, dan kesan tertentu sesuai dengan keinginan
media tersebut, atau wacana yang akan ditangkap oleh masyarakat. Framing dapat
dipandang sebagai penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas
sehingga isu tertentu dapat dialokasikan lebih besar dari pada isu yang lainnya.
Menurut salah satu pakar komunikasi massa, Robert N. Entman, dia melihat framing
dalam dua dimensi besar, yaitu seleksi isu dan penekanan atau penonjolan
aspek-aspek tertentu dari realitas atau isu. Penonjolan adalah sebuah proses membuat
informasi menjadi lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti, dan lebih diingat oleh
masyarakat. Dalam praktiknya, framing dilakukan oleh media dengan cara
menyeleksi isu tertentu dan mengebelakangkan isu yang lain, dan lebih menonjolkan
aspek dari isu tersebut dengan menggunakan berbagai strategi wacana-penempatan
yang mencolok, pengulangan, pemakaian grafis untuk memperkuat dan mendukung
penonjolan, pemberian label tertentu ketika menggambarkan peristiwa atau tokoh
yang diberitakan, asosiasi terhadap simbol budaya, generalisasi, simplifikasi, dan lain
sebagainya. Framing berkaitan erat dengan kebijakan redaksi (editorial policy), yakni
ketentuan peristiwa apa yang boleh dan yang tidak boleh dipublikasikan. Kebijakan
redaksi atau editorial policy terkait erat dengan kepentingan ekonomi, politik, dan
ideologi pemilik media. Bisa dikatakan, pemilik media yang menentukan arah
pemberitaan dan agenda media.
Kemudian teori pembahasan yang terakhir adalah priming media. Priming dan
framing merupakan dua proses pengaruh media yang membantu menjelaskan
bagaimana masyarakat atau khalayak dipengaruhi media. Priming adalah proses di
mana isu yang diangkat media akan mengingatkan masyarakat terhadap informasi
atau berita sebelumnya yang mereka miliki tentang isu itu, yang pada akhirnya akan
UAS Komunikasi Massa B

memicu perhatian yang lebih. Priming merupakan dampak dari stimulus yang sudah
ada sebelumnya yang akan mempegaruhi tindakan atau penilaian yang akan dilakukan
kemudian. Dalam konteks media, priming adalah dampak dari isi media, misalnya
liputan tentang tokoh politik, terhadap penilaian atau perilaku masyarakat yang
muncul kemudian. Misalnya mendukung dalam pemilu.
Terdapat dua karakter penting dalam priming. Yang pertama, kekuatan fungsi
priming merupakan fungsi ganda atau dual effect dari intensitas dan kebaruan atau
recency. Intensitas merujuk pada durasi atau frekuensi, sedangkan kebaruan merujuk
pada jarak dan waktu antara prime dan target. Yang kedua, dampak dari priming akan
menghilang seiring berjalannya waktu.
Priming menjadi berbeda dari agenda setting dan framing, terutama bila
dilihat dari sequence terjadinya dampak antara pemicu dengan target. Pada priming,
dampaknya harus segera diteliti. Hal ini disebabkan karena salah satu sifat dasar dari
priming adalah akan menghilang seiring dengan berjalannya waktu.

Pembahasan
Pada penelitian ini, saya akan menggunakan salah satu teori komunikasi
massa, yaitu framing media. Karena dari sekian banyak teori komunikasi massa, yang
paling cocok untuk digunakan dalam menganalisis teks dalam berita Penanganan
Covid-19 di RI adalah framing media.
Untuk dapat mengetahui bagaimana surat kabar tirto.id dan detikcom dalam
membingkai berita penanganan Covid-19 di RI, saya mengambil objek penelitian
pada berita Penanganan Covid-19 di surat kabar tirto.id dan suara.com dengan judul
sebagai berikut:
UAS Komunikasi Massa B

Surat kabar tirto.id


Tanggal 24 Maret 2020 dengan judul “Telat Tangani Corona Covid-19, Pemerintahan
Jokowi Bisa Digugat?”
UAS Komunikasi Massa B

Surat Kabar suara.com


Tanggal 11 September 2021 dengan judul “Penanganan Pandemi Covid-19 di
Indonesia Dapat Pujian Dari Pimpinan Negara Lain”

Berdasarkan pengamatan pada berita penanganan pandemi Covid-19 di surat


kabar tirto.id dan suara.com tersebut, saya menemukan arah frame yang berbeda
antara kedua media tersebut. Dari hasil penelitian, saya sebagai penulis menemukan
perbedaan cara dalam mengemas berita Penanganan Pandemi Covid-19 di RI pada
media tirto.id dan suara.com. Surat kabar tirto.id menganggap bahwa tingginya
lonjakan kasus Covid-19 yang terjadi di Indonesia saat ini adalah akibat dari tidak
seriusnya Pemerintah Republik Indonesia di era Jokowi dalam menangani Pandemi
Covid-19 dan harus diungkap kebenarannya agar masyarakat tahu akan buruknya
kinerja pemerintahan dalam menangani pandemi Covid-19 ini. Dalam teks berita yang
dimuat oleh tirto.id, saya menemukan beberapa kalimat yang menguatkan anggapan
UAS Komunikasi Massa B

surat kabar tirto.id bahwa lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia adalah salah
Pemerintah. Surat Kabar tirto.id menyebutkan bahwa para pejabat Pemerintahan
Republik Indonesia terkesan meremehkan Pandemi Covid-19 pada saat periode awal
menyebar dan pada saat kasus ini belum terdeteksi di Indonesia. Padahal, seperti yang
dinyatakan WHO, “Pendeteksian yang lemah pada tahap awal wabah menghasilkan
peningkatan signifikan dalam sejumlah kasus dan kematian di beberapa negara”.
Barulah pada saat kasus pertama terdeteksi, yaitu pada Maret 2020, Pemerintah
Republik Indonesia baru mau bertindak. Inilah yang mendasari surat kabar tirto.id
memiliki statement bahwa Pemerintah Republik Indonesia tidak serius dalam
mengantisipasi dan menangani pandemi Covid-19.
Selain itu, surat kabar tirto.id juga memuat bagian yang berisi informasi
kepada masyarakat apakah Pemerintah bisa digugat atau tidak atas ketidak
seriusannya dalam menangani pandemi Covid-19 di Indonesia. Menurut surat kabar
tirto.id, masyarakat berhak untuk menggugat karena masyarakat merasa dirugikan
atas terlambatnya penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia. Surat kabar tirto.id
juga memberikan contoh gugatan masyarakat terhadap pemerintah lain yang menurut
saya, seolah-olah surat kabar tirto.id memberikan motivasi dan harapan kepada
masyarakat untuk melayangkan gugatan kepada pemerintah. Warga yang menggugat
karena dirugikan kebijakan pemerintah juga sebenarnya bukan hal yang baru di
Indonesia. Dalam konteks Jakarta misalnya, ratusan korban banjir melayangkan
gugatan class action kepada Pemprov DKI pada Januari tahun lalu. Masyarakat
bahkan pernah memenangkan gugatan melawan pemerintah dalam sidang. Itu terjadi
dalam kasus kebakaran hutan dan lahan beberapa tahun yang lalu.
Peneliti dari Human Rights Watch, Andreas Harsono menyatakan bahwa
gugatan harus disertai dengan alasan yang jelas. Misalnya, apakah ada pejabat yang
berbohong atau membuat pernyataan kontroversial yang akhirnya membuat
penyebaran Covid-19 semakin ganas. Selain itu, yang menurutnya patut juga didasari
adalah para buzzer. Andreas menyebut kelompok seperti ini berbahaya karena
membingungkan masyarakat dan berlebihan membela Presiden Joko Widodo atau
Menteri Kesehatan Terawan, sementara jelas-jelas virus ini berbahaya dan antisipasi
UAS Komunikasi Massa B

dari pemerintah semestinya bisa lebih baik lagi. “Bila ada bukti yang cukup, buzzer
ini tentu nantinya bisa digugat. Kicauannya dikunci dengan perintah pengadilan.”
jelas Andreas.
Sedangkan pada surat kabar suara.com, mereka tidak menonjolkan atau
bahkan tidak mengangkat isu tentang buruknya penanganan pandemi Covid-19 di
Indonesia. Sebaliknya, mereka mengangkat informasi di mana Pemerintah Indonesia
berhasil mendapatkan suatu pencapaian di mana Pemerintah Indonesia mampu
menangani pandemi Covid-19 berupa turunnya kasus lonjakan Covid-19 yang drastis
dan jumlah penerima vaksin yang banyak. Dalam berita yang dimuat surat kabar
suara.com ini pula, penulis menonjolkan sebuah topik yang seakan-akan menjelaskan
bahwa Pemerintahan Republik Indonesia menangani pandemi Covid-19 dengan
sangat baik. Berikut adalah contoh dari topik yang ditonjolkan tersebut:
“Kami sampaikan bahwa Indonesia saat ini nyuntiknya sudah 108 juta
suntikan ke 69 juta orang. Jadi yang pertama kaget adalah Menteri
Kesehatan Italia karena dia penduduknya 57 juta,” kata Menteri
Kesehatan Republik Indonesia, Budi Gunadi Sadikin.
Menurut Budi, penyuntikan vaksin di Indonesia saat ini sudah mencapai
angka rata-rata 1,3 juta hingga 1,4 juta dosis per hari dari target yang
diminta oleh Presiden Joko Widodo yang mencapai 2 juta dosis per hari.
“Sehingga posisi kita sekarang berada di enam besar dunia, baik dari
sisi jumlah orang yang disuntik maupun jumlah penyuntikan sesudah
China, India, Amerika, Brazil, Jepang, kemudian Indonesia,”
Budi mengatakan bahwa sejumlah negara peserta G20 Health Ministers
Meeting juga memuji pencapaian penurunan angka kasus Covid-19
hingga berkisar 92 persen dari situasi puncak pada 15 Juli 2021.
Berdasarkan berita yang dimuat kabar tirto.id dan suara.com tersebut, saya
bisa menyimpulkan bahwa kedua surat kabar tersebut menggunakan framing yang
berbeda terhadap topik penangan pandemi Covid-19 oleh pemerintahan Indonesia.
Surat kabar tirto.id lebih menonjolkan isu buruknya penanganan pandemi Covid-19
oleh pemerintah. Hal ini cenderung menonjolkan bahwa surat kabar tirto.id kurang
UAS Komunikasi Massa B

pro dengan pemerintahan di era Joko Widodo. Sedangkan surat kabar suara.com lebih
menonjolkan isu dimana pemerintah berhasil menangani pandemi Covid-19 dengan
sangat baik, dan ingin masyarakat untuk tetap tenang dalam menghadapi pandemi
Covid-19. Hal ini berarti suara.com kebalikan dari tirto.id yaitu lebih pro dengan
pemerintahan di era Joko Widodo.

Kesimpulan
Dari penelitian yang saya lakukan, saya menemukan adanya perbedaan
framing atau pembingkaian yang dilakukan media dalam memberitakan suatu kasus.
Dari perbedaan tersebut, terlihat bahwa masing-masing media memiliki cara pandang
sendiri terhadap suatu peristiwa. Keberpihakan media bukan hal yang mustahil untuk
dilakukan. Bukan tidak mungkin dalam suatu kasus, media memberikan
pandangannya melalui pemberitannya. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh faktor
ideologi masing-masing media.
UAS Komunikasi Massa B

Referensi:
Rizal, M. (2015). Analsis Framing Pemberitaan Politik Capres dan Cawapres di
Media Sosial pada Akun Detik.com. 3(1), 172-185.
Briantika, A. (2020, Maret 24). Telat Tangani Corona COVID-19, Pemerintahan
Jokowi Bisa Digugat?. Tirto.id. Diakses pada 25 Desember 2021.
https://tirto.id/telat-tangani-corona-covid-19-pemerintahan-jokowi-bisa-diguga
t-eG8y
Fundrika, B. A. (2021, September 11). Penanganan Pandemi Covid-19 di Indonesia
Dapat Pujian Dari Pimpinan Negara Lain. Suara.com. Diakses pada 25
Desember 2021.
https://www.suara.com/health/2021/09/11/031000/penanganan-pandemi-covid
-19-di-indonesia-dapat-pujian-dari-pimpinan-negara-lain

Anda mungkin juga menyukai