Knowledge gaps theory atau teori kesenjangan pengetahuan pertama dikemukakan oleh ilmuwan asal Amerika Serikat yaitu Philip J Tichanor, George A Donohue, dan Clarice N Olien yang dituangkan dalam artikel yang berjudul “Arus media massa dan pertumbuhan deferensial dalam ilmu pengetahuan” pada tahun 1970. Menurut mereka status sosial dan ekonomi sangat berpengaruh terhadap banyak informasi yang didapatkan. Apabila informasi dalam suatu lingkungan atau sistem sosial meningkat maka orang dengan status sosial yang tinggi dan ekonomi yang berkecukupan akan mendapatkan informasi yang lebih lengkap dan detail daripada orang dengan status sosial dan ekonomi yang rendah. Di era digital seperti ini saat informasi semakin luas bukan berarti kesenjangan pengetahuan semakin menyempit tapi justru semakin luas karena tidak semua orang bisa mendapatkan informasi. Media massa sangat berperan penting dalam teori ini karena informasi kebanyakan didapat dari media massa baik media massa lawas seperti televisi dan radio maupun media massa digital seperti e-news dll. Namun tidak semua orang bisa memiliki akses lebih seperti internet ini, orang dengan ekonomi dan status sosial rendah ada yang belum bisa menggunakan internet. Bukti konkret ini didapatkan dari hasil wawancara yang telah dilakukan oleh Haikal dengan narasumber individu yang bersasal dari status sosial dan kemampuan ekonomi rendah dengan tanggungan hutang bernama Adin dengan pendidikan terakhir SMK dan individu dari status sosial dan ekonomi berkecukupan dengan sejumlah aset bernama Rahman dengan pendidikan strata S1. Perbedaan latar belakang yang sangat mencolok ini berpengaruh terhadap informasi yang mereka dapatkan, dibuktikan melalui jawaban mereka ketika diajukan beberapa pertanyaan. Pertanyaan pertama, apa yang Anda ketahui mengenai Covid-19? Adin menjawab dengan detail mengenai sejarah hingga naik turunnya grafik jumlah pasien, begitupun Rahman yang menjawab informasi yang sama. Hal ini menandakan tidak adanya kesenjangan pengetahuan karena detail dari informasi ini cukup mudah didapatkan. Kedua, apa yang Anda ketahui mengenai vaksinasi? Adin mengatakan sasaran vaksinasi adalah tenaga medis dan bayi atau balita sedangkan Rahman menjawab dengan cermat bahwa yang divaksinasi adalah usia 18-50 tahun dengan kutipan dari Menteri Terawan yang menegaskan “belum ada vaksin covid-19 untuk anak dan lansia” yang bersumber dari kompas. Adin juga mengatakan vaksin ini dipesan dari Indonesia sedangkan Rahman bisa menjelaskan dengan detail mengenai timeline dan vaksin yang didapat dari negara lain dengan sumber yang konkret. Pertanyaan terakhir adalah mengenai polemik para tokoh dan konspirasi covid-19. Yang mengejutkan Adin tidak mengetahui berita tersebut sedangkan Rahman bisa menanggapi masalah covid-19 dari segala sisi yang diketahuinya. Hal ini menunjukkan kesenjangan pengetahuan yang mencolok dari narasumber dengan ekonomi rendah karena terbatasnya informasi yang diperoleh dan narasumber dengan ekonomi berkecukupan yang informasinya lebih luas. 2. Teori Media Kritis Teori media kritis ini dipelopori oleh beberapa tokoh, namun yang paling berpengaruh adalah karl marx. Teori ini berhubungan dengan pemikiran jika media tidak lepas dari kaum berkepentingan seperti para pemilik modal atau bisnis hingga pemerintah atau kelompok lain yang berkepentingan. Dalam artian media sebagai alat dominasi dan hegemoni masyarakat. Karl marx melatar belakangi pemikiran kritis sebagai media adalah tempat pertarungan ideologi. Teori ini berangkat dari realitas yang diasumsikan bahwa selalu ada struktur sosial yang tidak adil yang masih terus terjadi. Teori media kritis sering dikaitkan dengan teori Marxist. Namun meskipun teori kritis ini merupakan turunan dari teori Marxist teori ini dianggap paling jauh karena mencoba merekonstruksi teori yang membebaskan manusia dari manipulasi teknorasi modern. Beberapa tokoh memberikan pemahaman mengenai teori ini, yaitu : Immanuel Kant yang berpendapat bahwa kritik merupakan kegiatan menguji, dan merupakan hak siapapun juga. Kemudian ada Hegel yang berpendapat bahwa konsep ini dipandang sebagai bentuk refleksi diri dari tekanan yang menghambat pembentukan diri. Dengan kata lain ada hal yang tidak sesuai dan tidak dapat diterima oleh diri karena itu orang merefleksikannya dalam betuk kritikan. Berikutnya karl marx yang berpendapat jika kritis merupakan upaya mengensipasi diri dari aliensi yang dihasilkan dari hubungan dalam masyarakat. Yang mana ada kesenjangan antara masyarakat dengan pemerintah atau kalangan penguasa yang menyebabkan timbulnya pemikiran kritis. Sedangkan sigmun freud berpendapat bahwa kritik adalah refleksi dari konflik psikis yang dialami oleh seseorang atau kelompok tertentu. Teori ini mengembangkan studi tentang ekonomi politik media, analisis budaya , dan studi resepsi khalayak dalam media. Dimana pendekatan ekonomi politik sangat berpengaruh pada produksi di industry media dan ideologi media. Di Indonesia sendiri dapat dilihat jika teori ini sangat menonjol. Terlihat dari bagaimana suatu media menjatuhkan atau menonjolkan tokoh tokoh tertentu yang mana sangat berperan dalam menggiring opini publik. Sehingga semua masyarakat dari berbagai kalangan dapat memberikan kritik. Contohnya adalah saat pemilihan presiden 2019 yang lalu, media yang pro pada salah satu kubu cenderung menampilkan berita tentang kegiatan dan aktivitas kampanye dari satu kubu untuk membangun imagenya. Sedangkan kubu lainnya kurang ditonjolkan. Sehingga masyarakat yang menyukai dan lebih sering melihat berita di media itu akan tergiring opininya untuk memilih kubu yang didukung media.
3. Teori Dua Tahap
Teori yang digagas oleh Katz dan Lazarsfeld merupakan teori lain dari media massa selain teori jarum hipodermik atau teori satu arah. Teori dua tahap ini menjelaskan tentang penyebaran informasi dari media massa kepada khalayak yang melalui opinion leader. Dengan artian opinion leader yang mendapat informasi langsung dari media kemudian baru meneruskan informasi itu pada khalayak. Dengan demikian penyebaran informasi melalui dua tahap dimana tahap pertama adalah saat informasi mengalir dari media massa ke opinion leader dan tahap kedua ketika opinion leader mennyebarluaskan informasi pada sejumlah orang yang memiliki kepercayaan padanya. Kepercayaan dan hubungan menjadi hal penting dalam komunikasi model ini. Seperti yang dikatakan oleh Katz bahwa hubungan pribadi tampak lebih sering dan lebih efektif daripada media massa dalam mempengaruhi keputusan. Ada beberapa asumsi yang melatarbelakangi teori ini : 1) masyarakat tidak terisolasi melainkan aktif berinteraksi dengan kelompok sosialnya, 2) tanggapan mengenai pesan dari media massa tidak disampaikan langsung tapi melalui perantara, 3) opinion leader adalah orang yang aktif menggunakan media massa sebagai sumber informasi. Kelebihan dari teori ini adalah dapat membantu dalam memusatkan perhatian adanya hubungan saling melengkapi antara komunikai massa dan komunikasi antarpribadi, adanya peranan opinion leader dan cara berkomunikasi di depan umum yang penting, memberikan kerangka kerja yang dapat digunakan untuk meneliti gejala komunikasi yang kompleks, model ini memperlihatkan dua hal menonjol yaitu perhatian khusus pada opinion leader dan beberapa penyempurnaan model komunikasi lainnya. Sedangkan kelemahannya adalah hanya opinion leader saja yang aktif dalam mencari informasi sedangkan yang lain pasif, teori ini membatasi proses analisis karena masih banyak teori selain dua tahap, ketergantungan opinion leader akan informasi dari media massa saja tidak dari media lain, adanya pemisahan antara opinion leader dengan pengikutnya padahal bisa saja pengikutnya yang menjadi opinion leader. Penerapan teori dua tahap ini bisa dilihat dari ketua kelas atau komting yang mana mendapatkan informasi langsung dari dosen mengenai perkuliahan, tugas atau apapun lalu baru disampaikan kepada teman-temannya. Selain itu bisa juga dilihat dari anak muda yang sering mencari informasi di internet kemudian mendapat berita dan menyebarluaskannya pada keluarganya seperti orang tua, nenek, kakek, atau adik-adiknya yang tidak terlalu mengerti penggunaan internet.
Manajemen konflik dalam 4 langkah: Metode, strategi, teknik-teknik penting, dan pendekatan operasional untuk mengelola dan menyelesaikan situasi konflik