ETIKA DAN
FILSAFAT
KOMUNIKASI
KEBEBASAN DAN
TANGGUNG JAWAB
MUATAN PESAN
12
FIKOM Broadcasting Sofia Aunul
Abstract Kompetensi
Ada beberapa aspek dari media massa yang membuat Mahasiswa akan memahami:
dirinya penting sehingga menampilkan karya dan ide 1. Aspek penting dari media massa
melalui media massa merupakan hal strategis. Isi 2. Pengertian kebebasan dan
pesan media massa memuat kebebasan dan tanggung tanggung jawab
jawab dan juga isu moral. 3. Isu moral
KEBEBASAN DAN TANGGUNG JAWAB
MUATAN PESAN
Ada beberapa aspek dari media massa yang membuat dirinya penting sehingga
menampilkan karya dan ide melalui media massa merupakan hal strategis. Pertama, daya
jangkauannya (coverage) yang amat luas dalam menyebarluaskan informasi, yang mampu
melewati batas wilayah (geografis), kelompok umur, jenis kelamin, status sosial-kebebasan
(demografis), dan perbedaan paham dan orientasi.
Ketiga, setiap media massa dapat mewancanakan sebuah ide atau karya sesuai
pandangannya masing-masing. Kebijakan redaksional setiap media menentukan bentuk
tampilan dan isi beritanya. Dalam hal ini seringkali media massa justru menggunakan karya
penulis luar untuk mewacanakan pendapat redaksi media itu sendiri.
Keempat, dengan fungsi penetapan agenda (agenda setting) yang dimilikinya, media
massa memiliki kesempatan yang luas untuk memberitakan ide atau karya kita. Dengan
memanfaatkan agenda setting suatu media, kita justru memiliki pilihan tambahan untuk
menembus media.
Kajian tentang agenda setting menunjukan ada perbedaan hasil penelitian di antara peneliti.
Ketiga, dukungan terbatas dari hipotesis bahwa surat kabar menampilkan agenda
setting lebih kuat daripada televisi. Kedua orang ini menemukan bahwa mengenai isu-isu
local, surat kabar memiliki pengaruh yang kuat. Sedangkan televisi, sebagaimana diharapkan
secara ogis, sama sekali tidak memiliki pengaruh.
Kebebasan bukanlah lawan dari tanggung jawab, begitu sebaliknya. Seseorang tidak
akan kehilangan kebebasannya hanya karena ia menerapkan tanggung jawab.
B. PENGERTIAN KEBEBASAN
Aristoteles sendiri mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang berakal budi
(homo rationale) yang memiliki tiga jiwa (anima), yakni: (1) anima avegatitiva atau disebut
roh vegetativ. Anima ini juga dimiliki tumbuh-tumbuhan, dengan fungsi untuk makan,
tumbuh, dan berkembang biak; (2) anima sensitive, yakni jiwa untuk merasa, sehingga
manusia punya naluri, nafsu, mampu mengamati, bergerak, dan bertindak; (3) anima
intelektiva, yakni jiwa intelek. Anima intelektiva memungkinkan manusia untuk berpikir,
berkehendak, dan punya kesadaran.
Teori tanggung jawab sosial adalah respons terhadap kebuntutuan liberalism klasik di
abad ke-20. Dalam laporan Hutchins Commision di tahun 1947, teori tanggung jawab sosial
menerima banyak kritik dari sistem media laissez faire. Kritik ini menyatakan adanya
kecenderungan monopoli pada media, bahwa masyarakat atau public tidak kurang
memperhatikan dan tidak berkepentingan dengan hak-hak atau kepentingan golongan di
luar mereka, dan bahwa komersialisasi menghasilkan budaya rendah dan politik yang
serakah. Teori tanggung jawab sosial menyatakan bahwa media harus meningkatkan standar
secara mandiri, menyediakan materi mentah dan pedoman netral bagi warga Negara untuk
mengatur dirinya sendiri. Hal ini sangat penting bagi media, karena kemarahan public akan
memaksa pemerintah untuk menetapkan peraturan untuk mengatur media.
Pada umumnya, surat kabar dan majalah utama berorientasi pada khalayak. Berita
menjadi semakin mudah dimengerti; berita-berita bisnis dan gaya hidup bersaing untuk
mendapat ruang dengan berita politik dalam surat-surat kabar dan majalah.
Kaum neoliberal tidak menerapkan kritik atas pemerintah tapi memusatkan diri pada
kekuatan yang sekarang ini dilihatnya diterapkan oleh media massa. Peterson menuliskan
kritik terhadap pers, salah satunya adalah bahwa pers menggunakan kekuatannya yang besar
untuk mencapai tujuannya.
Pers memiliki tanggung jawab utama untuk menentukan dan menerapkan standar
tanggung jawab sosial, tapi prosesnya juga harua “sejalan dan sistematis dengan usaha-
usaha masyarakat, konsumen, dan pemerintah”. Pemerintah bisa membantu agar distribusi
lebih universal dan seimbang, dengan cara menghasilkan batasan-batasan terhadap aliran
gagasan, mengurangi kebingungan masyarakat dan mendukung debat public serta
memberikan aturan hukum atas pelanggaran yang dilakukan pers.
Pesan merupakan acuan dari berita atau peristiwa yang disampaikan melalui media-
media. Pesan bisa bersifat bebas dengan adanya suatu etika yang menjadi tanggung jawab
pesan itu sendiri. Misalnya pesan yang bersifat edukatif.
E. ISU MORAL
Khalayak sangat sensitive terhadap isi pesan yang disampaikan oleh media. Terutama
bila pesan tersebut mengandung unsur yang bertentangan dengan norma yang ada di
masyarakat. Pesan tersebut dapat berupa pornografi dan pornoaksi, serta hujatan dan
gambar atau foto yang dapat meresahkan. Pengawasan masyarakat dapat berupa opini,
kritik, dan saran yang disampaikan kepada media bahkan dapat juga berupa demonstrasi.
Ada tiga isu pokok antara kebebasan dan tanggung jawab muatan pesan dalam
media, yakni (1) pornografi; (2) pesan yang mengguncang atau menimbulkan shock; dan (3)
pesan yang menghina SARA.
1. Pornografi
Karena pendekatannya etis, maka standar yang digunakan sebagai tolok ukur
menentukan suatu produk komunikasi dinilai sebagai porno atau bukan serta layak
dipublikasikan atau tidak adalah masyarakat itu sendiri, bukan individu per individu.
Solusi lain silang serangkut soal pornografi adalah dengan membuat kategorisasi
terhadap produk yang dinilai prono. Jika di Amerika Serikat pornografi dibagi menjadi tiga X
(yakni X, XX, dan XXX), maka di Indonesia bisa saja rentang kategorinya lebih luas misalnya
menjadi sepuluh X, lengkap dengan penjelasan kepornoannya. Slanjutnya barulah ditetapkan
kategori X berapa yang boleh dikonsumsi bebas dan kategori X berapa yang harus dibatasi
dalam distribusi dan konsumsinya.
Pesan yang mengguncang atau menimbulkan shock dapat berasal dari lima hal,
yakni:
d. Tayangan kekerasan dan sadisme. Contohnya adalah acara televisi Smackdown yang
ditayangkan stasiun televisi yang ketika itu bernama Lativi. Acara tersebut memang
meraih rating tinngi, namun kemmudian membawa korban yakni banyaknya anak SD
e. Pesan tentang mistic dan takhayul. Salah satu pesan tentang mistik dan tahayul yang
kemudian menimbulkan goncangan sosial adalah isu dukun santet yang beberapa
waktu lalu menghembus di Sukabumi. Seseorang yang diinformasikan sebagai dukun
santet, maka pasti akan berujung pada kematian karena dikeroyok masa. Setelah
tokoh agama, tokoh masyarakat, pejabat dan pihak kepolisian melakukan penyuluhan
dan pengusutan tuntas, barulah stigtamatisasi dukun santet perlahan menghilang.
Pesan yang menghina SARA misalnya adalah kartun Nabi Muhammad yang beberapa
waktu lalu mengguncang dunia. Tidak hanya di Islam, kontroversi juga terjadi di kalangan
Nasrani yakni dalam film “Davinci Code”, “The Last Temptation of Christ”, dan “Ten
Commendements”.
Khusus dalam pesan yang menghina SARA, keberatan dan tuntutan hukum selain
ditunjukan kepada pihak yang memproduksi pesan, juga dapat diajukan pada pihak yang
memproduksi pesan. Misalnya adalah apa yang terjadi pada Majalah “PETA”, yang beberapa
waktu lalu menurunkan laporan utama soal kontroversi kartun Nabi Muhammad. Walaupun
dalam laporan tersebut terlihat jelas bahwa PETA membela umat Islam, namun karena dalam
laporan tersebut juga dianut kartun Nabi Muhammad, maka atas tuntutan FPI,Pemimpin
Redaksi PETA kemudian terjerat hukum.
Louis Alvin Day, dalam bukunya “Etis in Media Communication” (2006) menyarankan
agar pertentangan sosial dapat diselesaikan melalui pencarian prinsip yang berfungsi
sebagai batasan implementasi kebebasan. Setidaknya ada empat prinsip yang ia kemukakan,
yakni:
Menurut prinsip ini kebebasan individu layak dibatasi untuk mencegah terjadinya
tindakan menyakiti orang lain.
2. Paternalism principle
3. Moralism principle
Menurut prinsip ini baik tidaknya moral ditentukan oleh masyarakat, bukan oleh
individu. Karenanya kebaikan individu tidak akan berarti bila kemudian masyarakat
mengatakannya sebagai keburukan, begitu juga sebaliknya.
4. Offense principle
Menurut prinsip ini menyampaikan pesan tidak boleh menimbulkan rasa malu,
kegelisahan, dan kebingungan bagi orang lain.
William R. Rivers, Jay W. Jensen, dan Theodore Peterson dalam buku yang berjudul
Media Massa dan Masyarakat Modern (2003) mengatakan bahwa, paling tidak terdapat lima
jenis tanggung jawab sosial yang dikehendaki oleh masyarakat modern dari media, yaitu:
1. Media harus menyajikan “pemberitaan yang benar, komprehensif, dan cerdas.” Media
dituntut untuk selalu akurat, dan tidak berbohong. Fakta harus disajikan sebagai
fakta, dan pendapat harus dikemukakan murni sebagai pendapat.
2. Media harus berperan sebagai forum pertukaran pendapat, komentar dan kritik.
Karenanya, media tak hanya berfungsi sebagai sumber informasi melainkan juga
forum penyelesaian masalah. Setiap masalah yang menjadi urusan public dan
berhubungan dengan public disodorkan oleh media, untuk kemudian dibahas
bersama dan dicairkan jalan keluar. Jadi, media benar-benar menjadi milik public.
Public pun merasakan manfaat dengan kehadiran media.
4. Media harus selalu menyajikan dan menjelaskan tujuan dan nilai-nilai masyarakat. Ini
tidak berarti media harus mendramatisir pemberitaannya, melainkan berusaha
mengaitkan suatu peristiwa dengan hakikay makna keberadaan masyarakat dalam
hal-hal yang harus diraih. Hal ini karena media merupakan instrument pendidik
masyarakat sehingga media harus “memikul tanggung jawab pendidik dalam
memaparkan segala sesuatu dengan mengaitkannya ke tujuan dasar masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA