Anda di halaman 1dari 4

1.

Teori Peluru
Teori peluru merupakan konsep awal efek media massa yang kemudian
disebut dengan hypodermic needle theory (teori jarum hipodermik). Dapat peneliti
asumsikan apabila khalayak berada dalam situasi yang disebut "isolasi psikologi"
sehingga khalayak sama sekali tidak memiliki kekuatan untuk menolak informasi
setelah ditembakkan melalui media komunikasi. Khalayak terlena, sehingga tidak bisa
memiliki altematif untuk menentukan pilihan lain kecuali apa yang disiarkan oleh
media. Teori ini menyatakan bahwa media menyajikan stimuli perkasa yang secara
seragam diperhatikan oleh massa. Stimuli ini membangkitkan desakan, emosi atau
proses lain yang hampir tidak terkontrol oleh individu. Setiap anggota massa
memberikan respon yang sama pada stimuli yang datang dari media massa. Respons
yang timbul pada khalayak akibat adanya stimuli dari system media dapat berupa
perubahan pengetahuan, sikap atau tingkah laku. Semula akibat proses komunikasi,
dalam hal ini media massa diduga dapat mempengaruhu khalayak secara langsung.
Dimana pesan disebarkan akan secara langsung dan segera mendapat respons dari
penerimanya.1

Pada teori ini, pesan diumpamakan sebagai sebuah peluru (bullet), kemudian
ditembakkan melalui "senjata media" kepada "kepala/pikiran" khalayak. Sehingga
khalayak terlihat pasif dan banyak "ditembaki" dengan material media yang kemudian
akhimya berujung pada pemikiran yang sesuai dengan apa yang mereka dapatkan
karena tidak ada informasi dari sumber lain. Meskipun teori peluru ini telah
mendapatkan kritikan dari pada ilmuwan, tetapi peneliti yakin bahwa pengaruh teori
peluru adalah bahwa media massa mempunyai kekuatan fantastis dalam mengubah
opini publik.2 Misalnya seperti, seseorang yang mendapatkan berita hoax dari media
massa dan orang tersebut terlalu gampang percaya dan tidak mencari tahu lebih detail
tentang berita yang terkait. Akhirnya, orang tersebut merasa kesal sendiri dan terus
menyebarkan berita hoax tersebut.

1
EFEK EKSPLOITASI MEDIA MASSA TERHADAP POPULARITAS PRESIDEN BARRACK OBAMA DI KALANGAN
AKTIVIS MAHASISWA KOTAMAKASSAR. Arifuddin & Nanda Sukmawati Kartika. (BBPPKI) Makassar, Badan
Litbang Kementerian Kominfo dan Dosen Fakultas Sastra Universitas Hasannudin Makasar
2
Ibid.
2. Teori Kultivasi

Gagasan tentang teori kultivasi untuk pertama kalinya dikemukakan oleh George Gerbner
bersama rekan-rekannya di Annenberg School of Comunication di Pannsylvania, tahun 1969,
dalam sebuah artikel berjudul “the television World of Violence”. Artikel tersebut merupakan
salah satu tulisan dalam buku bertajuk Mass Media and Violence yang disunting D.Lange,
R.Baker & S.Ball (eds). Menurut Wood (2000) kata “cultivation” sendiri merajuk pada
proses kumulatif di mana televisi menanamkan keyakinan tentang realitas sosial kepada
khalayaknya. Teori Kultivasi muncul untuk meneguhkan keyakinan orang bahwa efek media
massa lebih bersifat kumulatif dan lebih berdampak pada tataran sosial-budaya ketimbang
individual.3

Teori Kultivasi berpandangan bahwa media massa, yang dalam konteks teori ini adalah
televisi, memiliki andil besar dalam penanaman dan pembentukan nilai-nilai yang ada dalam
masyarakat. “Menurut teori ini, televisi menjadi alat utama dimana para penonton televisi itu
belajar tentang masyarakat dan kultur di lingkungannya”. Televisi memiliki pengaruh jangka
panjang, kecil, bertahap, tetapi tidak langsung namun signifikan dan menyeluruh. Mereka
menekankan efek televisi adalah pada dataran sikap, bukan pada perilaku pemirsa. Penonton
berat televisi dianggap sebagai perilaku 'kultivasi' yang lebih konsisten dengan dunia program
televisi dibandingkan dengan dunia sehari-hari. Persepsi dan cara pandang yang ada dalam
masyarakat, sangat besar dipengaruhi oleh televisi. Atau dalam kalimat lain, apa yang kita
pikirkan adalah apa yang dipikirkan media massa.4 Misalnya seperti acara “ Rumah Uya “
banyak yang mengatakan orang yang diperkampungan percaya kalau acara tersebut adalah
real tanpa rekayasa. Padahal acara tersebut hanyalah acara yang sudah ada scriptnya dahulu.

Hal yang seperti ini lah yang membuktikan bahwa televisi memiliki pengaruh yang sangat
kuat dalam diri penontonnya.

3
H.A.Saefudin,Antar Venus.”Cultivation Theory”
4
I Gusti Ngurah Putra, 1999, Manajemen Hubungan Masyarakat, Yogyakarta, ANDI Offset, hlm. 81
3. Teori Individual Differences

Individual difference theory atau teori perbedaan individu mencoba menelaah perbedaan
di antara individu sebagai sasaran media massa ketika mereka diterpa informasi, sehingga
menimbulkan efek tertentu. Individu sebagai khalayak sasaran media massa secara selektif
menaruh perhatian kepada pesan-pesan terutama jika berkaitan langsung dengan kepentingan,
konsisten dengan sikap-sikap yang sesuai dengan kepercayaan, yang didukung oleh nilai-
nilainya.5 Misalnya seperti saat pilpres kemarin beberapa orang hanya ingin mendengarkan
berita yang baik-baik tentang capres pilihannya dan hanya ingin mendengarkan yang buruk-
buruk tentang capres lainnya.

4. Teori Agenda Setting

Teori Agenda Setting menciptakan salah satu teori yang cukup populer dikalangan peneliti
media guna mendedah apa yang dilakukan media terhadap khalayak. Agenda Setting
menempatkan besarnya pengaruh media massa dalam mempengaruhi khalayak mengenai
prioritas kepentingan sebuah isu. Media disebutkan mampu mengarahkan isu dalam
masyarakat dan mampu membuat agenda dimana isu diramu untuk menjadi sebuah diskursus
di masyarakat. Agenda Setting merupakan teori komunikasi massa yang pertama kali diuji
secara empirik oleh Maxwell Combs dan Donald L Shaw di tahun 1968 pada pemilihan
presiden Amerika Serikat. Mereka menemukan bahwa prioritas isu kampanye dalam media
massa dianggap khalayak sebagai isu-isu yang penting. Ide pokok teori Agenda Setting
adalah media memberi atensi yang berbeda pada setiap isu atau peristiwa. Apa yang dianggap
penting bagi media menjadi penting dimata khalayak. Media memiliki kekuatan menentukan
porsi atensi pada suatu isu atau peristiwa dan menyematkannya dalam benak publik. Isu dan
peristiwa tersebut hadir ke tangan publik melalui saluran informasi (Channel) seperti media
massa.6 Misalnya seperti yang baru-baru ini terjadi seorang supir gojek bernama bapak
Hendar yang kehilangan sepeda motor cicilannya diunggah oleh seseorang di twitter dan
beberapa media massa seperti kompas mengunggah berita tersebut. Pada akhirnya dia
mendapatkan sepeda motor baru dari satu komunitas di Indonesia dan mendapat Rp10juta
dari Awkarin seorang selebgram.

5
Majalah Ilmiah Inspiratif Vol.01 No.01 , Januari 2016. PENGARUH INTENSITAS MEMBACA, KOHESIVITAS
KELOMPOK REFERENSI DAN KEPEDULIAN PADA KLUB TERHADAP PERSEPSI INDIVIDU TENTANG PSSI DALAM
PENJATUHAN SANKSI KOMISI DISIPLIN PADA PSIS SEMARANG.
6
Doddy Wihardi. Jurnal Ilmiah Komunikasi MAKNA. Vol. 5 no. 2, Agustus 2014-Januari 2015

Anda mungkin juga menyukai