Anda di halaman 1dari 8

T1/PKJ/A/2020

Jurnalistik A

Anggota Kelompok :
Melly Yustin Aulia - 210610180002
Fanny Nurlaisha - 210610180005
Nabilah Muhamad - 21061080011
Muthyarana Darosha - 210610180031

Teori Jarum Hipodermik (Hypodermic Needle Theory)

Definisi

Teori Jarum Hipodermik (Hypodermic Needle Model) dari Elihu Katz. Teori ini berkembang di
sekitar tahun 1930 hingga 1940an. Dan ini merupakan teori media massa pertama yang ada. Teori ini
mengasumsikan bahwa komunikator yakni media massa digambarkan lebih pintar dan juga lebih
segalanya dari audience.Teori Jarum Hipodermik dicetus oleh Wilbur Schramm tahun 1950-an, lalu
dicabut tahun 1970-an karena ternyata khalayak media massa tidak pasif. Teori ini mendapat banyak
kritikan oleh peneliti-peneliti lain. Adapun definisi-definisi teori Jarum Hipodermik adalah sebagai
berikut:

Elihu Katz
Ia berasumsi bahwa, Media massa sangat ampuh dan mampu memasukkan ide-ide pada
benak komunikan yang tak berdaya, dan khalayak yang tersebar diikat oleh media massa, tetapi
di antara khalayak tidak saling berhubungan.

Wilbur Schramm
Teori peluru adalah sebuah proses di mana seorang komunikator dapat menembakkan
peluru komunikasi yang begitu ajaib kepada khalayak yang bersifat pasif tidak berdaya.

Buku Komunikasi Massa: Suatu Pengantar


Teori ini mengasumsikan bahwa media memiliki kekuatan yang sangat perkasa, dan
komunikan dianggap pasif atau tidak tahu apa-apa. Seorang komunikator dapat menembakkan
peluru komunikasi yang begitu ajaib kepada khalayak yang tidak berdaya (pasif).

Sumadiria
Teori jarum hipodermik pada hakikatnya adalah komunikasi satu arah
berdasarkan anggapan bahwa media massa memiliki pengaruh langsung, segera,dan sangat
menentukan terhadap khalayak komunikan (audience). Media massa merupakan gambaran dari
jarum raksasa yang menyuntik khalayak komunikan
yang pasif.

Wiryanto
Teori peluru diibaratkan seperti hubungan stimulus respon (S-R) yang serba mekanistis.
Media massa diibaratkan sebagai jarum suntik besar yang memiliki kapasitas sebagai perangsang
(S) yang amat kuat dan menghasilkan tanggapan ® yang kuat pula, bahkan secara spontan,
otomatis, dan reflektif. Selain itu jarum hipodermik diibaratkan sebagai teori peluru (bullet
theory) yang memandang pesan-pesan media bagaikan melesatnya peluru-peluru senapan yang
mampu merobohkan tanpa ampun siapa aja yang terkena peluru.

Sedangkan beberapa pendukung pencabutan teori peluru ini, berasumsi:

Lazarfeld
Mengatakan bahwa jika khalayak diterpa peluru komunikasi, mereka tidak jatuh
terjerembak, karena kadang-kadang peluru itu tidak menembus. Ada kalanya efek yang timbul
berlainan dengan tujuan si penembak. Seringkali sasaran senang untuk ditembak.

Bauer
Menyatakan khalayak sasaran tidak pasif. Mereka secara aktif mencari yang
diinginkannya dari media massa, mereka melakukan interpretasi sesuai dengan kebutuhan
mereka.
Model
Model komunikasi pada teori jarum hipodermik merupakan ailran satu arah, yaitu dari
media massa kepada khalayak. Model ini berasumsi, media massa langsung, cepat, dan
mempunyai efek yang sangat kuat kepada khalayak media massa.

Peristiwa komunikasi yang terjadi pada model ini diibaratkan hubungan S - R (Stimulus -
Response) yang serba mekanistik. Media massa diibaratkan sebagai model jarum suntik besar
yang memiliki kapasitas sebagai perangsang (stimulus) yang kuat dan menghasilkan tanggaoan
yang kuat pula secara otomatis, spontan, dan reflektif.

Selain dipararelkan sebagai konsepsi S - R yang mekanistis, dapat juga diibaratkan


seperti peluru yang memandang pesan-pesan media begaikan melesatnya peluru senapan yang
mampu menembakan siapa saja. Media massa diangap sebagai jarum suntik raksasa yang
mampu menembakan khalayak media massa yang masif dan tak berdaya.

Sejarah

Teori Jarum Hipodermik pada hakikatnya adalah komunikasi yang bersifat satu arah.
Teori Jarum Hipodermik ini beranggapan bahwa media massa memiliki pengaruh langsung
terhadap khalayak komunikan (audience). Pada umumnya khalayak dianggap hanya sekumpulan
orang homogen yang mudah untuk dipengaruhi. Sehingga, pesan yang disampaikan pada mereka
akan selalu diterima tanpa melihat isi pesan tersebut benar atau salah. Dari fenomena inilah
Harold Lasswell berhasil melahirkan Teori Jarum Hipodermik.

Teori Jarum Hipodermik merupakan teori pertama yang pada hakikatnya mencoba untuk
menjelaskan efek media kepada khalayak massa. Teori ini pertama kali digagas oleh Harold
Lasswell sekitar tahun 1920. Teori Jarum Hipodermik ini mulai berkembang sekitar tahun 1930
hingga 1940 dan mulai ditampilkan sekitar tahun 1950-an setelah peristiwa penyiaran
kaleidoskop stasiun radio siaran CBS di Amerika yang berjudul The Invansion from Mars. Teori
ini mengasumsikan bahwa komunikator yakni media massa diibaratkan lebih pintar dan lebih
segalanya dari audience. Pada mulanya teori ini diutarakan oleh beberapa peneliti komunikasi
dengan menyebutnya teori peluru oleh Wilbur Schramm, teori jarum hipodermik oleh David K.
Berlo dan teori stimulus-respons oleh Melvin De Fleur dan Rokeach.

Istilah model Hypodermic Needle mulai muncul pada periode ketika komunikasi massa
digunakan secara meluas, baik di Eropa maupun di Amerika Serikat yakni sekitar tahun 1930-an
dan mencapai puncaknya menjelang Perang Dunia II. Pada periode ini kehadiran media massa
baik media cetak maupun media elektronik mendatangkan perubahan yang sangat besar di
berbagai masyarakat yang terjangkau oleh allpowerfull media massa. Penggunaan media massa
secara luas digunakan untuk keperluan komunikasi yang melahirkan gejala-gejala mass society.

Teori Jarum Hipodermik ini muncul selama dan setelah Perang Dunia I dan Perang Dunia
II, dalam bentuk eksperimen. Eksperimen ini dilakukan Hovland dan kawan-kawan untuk
meneliti pengaruh propaganda sekutu dalam mengubah sikap. Pada periode ini media massa
memanipulasi kekuatan yang sangat besar. Bukti-bukti mengenai manipulasi kekuatan besar dari
media massa ditunjukkan oleh peristiwa bersejarah yakni diantaranya sebagai berikut:

· Berbagai media massa telah lahir dan berkembang dengat sangat pesat dan mencapai
popularitasnya antara tahun 1930 hingga 1950. Efek media massa pada saat itu
digambarkan sangat mempengaruhi perilaku khalayak kehadiran media massa seperti
iklan melalui surat kabar dan majalah sangat memiliki andil besar bagi rakyat
Amerika. Hal ini digambarkan dengan banyaknya rakyat yang berbelanja di toko-toko
swalayan.

· Berhasilnya propaganda Goebbles dalam periode Perang Dunia II.

· Pengaruh Madison Avenue atas perilaku konsumen dan dalam pemungutan suara.

Pada masa itu, secara umum banyak khalayak benar-benar tidak bisa menolak pesan-pesan yang
datang dari media.

Konsep dan Asumsi

Teori ini mengasumsikan bahwa media massa sebagai komunikator dianggap lebih pintar
dan perkasa dibandingkan khalayak. Pesan yang disampaikan mempunyai efek yang sangat kuat
terhadap khalayak atau komunikan. Penyampaian pesan pada teori ini bersifat linier, atau satu
arah. Awal munculnya teori ini karena khalayak dianggap hanya sebagai kumpulan orang yang
bersifat homogen, dan mudah dipengaruhi. Sehingga pesan-pesan yang disampaikan
diasumsikan selalu diterima. Jadi hipotesis awal dari teori ini adalah apakah media massa
memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap khalayak. Hal ini memang terjadi, dibuktikan
dengan berhasilnya propaganda Goebbels saat periode perang dunia II.
Namun, berdasarkan sumber yang didapat, teori ini hanya berdasarkan asumsi atau
anggapan saja. Hal tersebutlah yang menjadikan teori ini lemah, bahkan terbantahkan seiring
berjalannya waktu. Teori ini harusnya berdasarkan riset atau penelitian, dengan objek penelitian
khalayak yang menerima pesan. Dari objek tersebut dapat diturunkan variabel-variabel yang
merupakan aspek yang terpengaruhi dalam hipotesis, seperti jenis kelamin, tingkat kepercayaan
terhadap berita yang disampaikan, status sosial, dan lain sebagainya.
Pada 1970, mulai muncul bantahan terhadap teori jarum hipodermik ini. Lazarsfeld
mengatakan bahwa tidak semua efek yang dihasilkan sesuai dengan tujuan media massa tersebut.
Didukung oleh Bauer yang mengatakan bahwa khalayak itu tidak pasif. Namun demikian, Teori
peluru ini merupakan sebuah teori komunikasi massa yang dapat dimengerti: ia lahir dari
efektivitas nyata propaganda setelah Perang Dunia 1. Teori ini mungkin tidak bekerja baik di
masa sekarang, tapi pada waktu itu teori ini masih akurat.
Sampai saat ini, Teori peluru mungkin belum mati. Jacques Ellul berpendapat bahwa
propaganda bersifat meresap dalam kehidupan orang Amerika sehingga sebagian besar dari kita
tidak menyadarinya, tetapi ia mampu mengontrol nilai-nilai kita.

Contoh Kasus

Teori ini mengasumsikan bahwa media bisa “menyuntik” audiens dengan informasi baru
sehingga menjadi sebuah budaya baru. Misalnya, ketika dulu awal kemunculan air mineral dalam
kemasan, merek ‘Aqua’ orang dapat berasumsi bahwa minuman itu bernama ‘Aqua’, padahal itu
hanya brand dan akhirnya menjadi budaya baru di masyarakat yang menyebut air mineral
kemasan dengan sebutan ‘Aqua’. Masyarakat seperti terdoktrin dengan iklan yang muncul.

Contoh kasus lainnya yaitu, masyarakat yang terdoktrin oleh adegan yang ada di sinetron.
Misalnya saja adegan sinetron yang menampilkan ‘si kaya’ dengan bergelimang harta dan rumah
yang besar. Hal tersebut bisa menjadi patokan tersendiri bagi masyarakat jika orang kaya harus
lah memiliki rumah gedung yang besar.

Bisa juga dengan figur ibu tiri yang sering kali digambarkan oleh sinetron dengan orang
yang jahat dan selalu menindas. Hal ini bisa mendoktrin masyarakat bahwa ibu tiri itu selalu
galak dan menyeramkan. Padahal, pada kenyataannya tidak selalu begitu.

Kekuatan dan Kelemahan

Kekuatan:
- Media memiliki peranan yang kuat dan dapat mempengaruhi audiens baik secara afektif,
kognitif, dan behaviour.
- Media secara langsung mudah mendapatkan tujuan yang akan dicapai.
- Pesan lebih mudah dipahami
- Audiens mudah dipengaruhi
- Dapat menciptakan pemikiran yang seragam pada khalayak, namun sebuah studi pada
kampanye pemilihan F.D Roosevelt (1940) oleh Paul F. Lazarsfeld menyatakan hanya
beberapa pesan khusus yang disuntikkan pada khalayak media, dan pesan ini dipengaruhi
oleh komunikasi interpersonal.
Kelemahan:
- Teori jarum hipodermik tidak berdasarkan studi empiris, namun berdasarkan asumsi
bahwa manusia dikendalikan sifat biologis mereka dan akan bereaksi mengikuti naluri
saat menerima rangsangan dalam bentuk yang sama.
- Khalayak bersifat pasif, mudah dipengaruhi oleh berita atau informasi yang bisa saja
tidak benar.
- Pesan bisa saja tidak universal dengan keadaan khalayak yang heterogen
- Teori jarum hipodermik sudah tidak relevan, karena pada saat ini banyak pilihan media
karena perkembangan teknologi.

DAFTAR PUSTAKA

Ardianto, Elvinaro. 2007. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa


Rekatama Media.
Ambar. 2017. Teori Jarum Hipodermik -Asumsi - Konsep - Kritik. Diakses pada 10 Maret
2020 Pukul 19.30 melalui https://pakarkomunikasi.com/teori-jarum-hipodermik
Nurudin. 2011. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: Rajawali Pers.
Putri, Khrysti. 2019. Teori Jarum Hipodermik Komunikasi Massa, Asumsi Jarum
Hipodermik Diakses pada 11 Maret 2020 Pukul 01.41 melalui https://duniakumu.com/teori-
jarum-hipodermik-komunikasi-massa-asumsi-teori-jarum-hipodermik/2/
Annisaa. 2010. Teori Komunikasi Masa: Teori Peluru (The Bullet Theory of
Communication). Diakses pada 11 Maret 2020 pukul 02:12 melalui http://duniaku--
duniamu.blogspot.com/2010/09/teori-komunikasi-masa-teori-peluru.html
Huda, Miranti N. Peluru - Peluru 'Nyasar' di Media Massa. Diakses pada 10 Maret 2020
melalui https://binus.ac.id/malang/2017/10/peluru-peluru-nyasar-di-media-massa/

Anda mungkin juga menyukai