Anda di halaman 1dari 8

NAMA : Gede Era Suyasa

NIM. : 0500222

PRODI : IKH

KOMUNIKASI MASSA
Terdapat beberapa teori komunikasi yang secara spesifik menitikberatkan pada komunikasi
massa dan beberapa teori lainnya yang digunakan untuk meneliti media massa. Sebagian
besar teori yang digunakan berkembang diluar bidang studi komunikasi yang kemudian
diaplikasikan ke dalam studi media oleh para peneliti.Littlejohn dan Foss dalam bukunya
Encyclopedia of Communication Theory (2009) membagi teori komunikasi massa ke dalam
tiga kategori, yaitu teori-teori yang berkaitan dengan budaya dan masyarakat, teori-teori yang
berkaitan dengan pengaruh dan persuasi media, dan teori-teori yang berkaitan dengan
penggunaan media. Selain teori-teori yang menekankan pada proses dampak media massa
dan khalayak massa, beberapa teori komunikasi massa juga menitikberatkan pada isi pesan
media serta struktur dan penampilan media massa.

Berikut adalah beberapa teori komunikasi massa beserta penjelasannya.

1. Teori Pengaturan Agenda (Agenda Setting Theory)Teori pengaturan agenda merupakan


salah satu teori yang menjelaskan efek kumulatif media. Beberapa tokoh yang merumuskan
teori ini adalah Bernard Cohen, Maxwell McCombs, dan Donald Shaw. Teori pengaturan
media menggambarkan kekuatan pengaruh media. Inti dari teori pengaturan media adalah
pembentukan kepedulian dan perhatian publik terhadap beberapa isu yang ditampilkan oleh
media berita.Terdapat dua asumsi dasar yang mendasari sebagian besar penelitian mengenai
pengaturan media yaitu bahwa pers dan media tidak merefleksikan kenyataan yang
sebenarnya setelah dilakukan penyaringan, dan konsentrasi media terhadap beberapa isu dan
subyek mengajak publik untuk menerima isu tersebut lebih penting daripada isu lainnya.

2. Teori Sistem Ketergantungan Media (Media Systems Dependency Theory atau


Dependency Theory)Teori ini menyatakan bahwa media bergantung pada konteks sosial dan
pertama kali dirumuskan oleh Sandra Ball-Rokeach dan Melvin DeFleur (1976). Mereka
memandang bahwa bertemunya media dengan khalayak didasarkan atas tiga perspektif, yaitu
perspektif perbedaan individual, perspektif kategori sosial, dan perspektif hubungan sosial
(Rakhmat, 2001 : 203)Asumsi teori ini memandang bahwa dependensi relatif khalayak
terhadap sumber media massa jika dibandingkan dengan sumber informasi lainnya
merupakan suatu variabel yang harus ditentukan secara empiris. Semakin besar kadar
dependensi khalayak terhadap media massa dilihat dari segi perolehan informasi dan semakin
tinggi kadar kritis serta ketidakstabilan masyarakat, maka akan semakin besar pula kekuasaan
yang dapat dimiliki oleh media (atau kekuasaan yang dikaitkan dengan peranannya)
(McQuail, 1987 : 84-85).

3. Teori Spiral Keheningan (Spiral of Silence Theory)Teori yang diperkenalkan oleh


Elisabeth Noelle-Neumann (1974) menggambarkan hubungan efek media terhadap
pembentukan opini publik dan pola perilaku demokratis. Frasa “spiral of silence” mengacu
pada bagaimana orang-orang yang cenderung untuk tetap diam ketika mereka merasa
pandangannya merupakan minoritas. Setiap individu yang melihat opininya sendiri diterima
akan mengekspresikannya.Sementara itu, mereka yang berpikir dirinya sebagai minoritas
akan menekan pandangannya. Para innovator dan agen perubahan tidak takut dalam
menyuarakan pendapat yang berbeda sebagaimana mereka tidak takut terhadap isolasi.

4. Teori Kesenjangan Pengetahuan (Knowledge Gap Theory)Teori ini pertama kali


dikenalkan oleh Phillip Tichenor, George Donohue, dan Clarice Olien. Teori ini
menyatakan bahwa bertambahnya jumlah informasi mengenai suatu topik mengakibatkan
bertambahnya pula kesenjangan pengetahuan antara mereka yang mengetahui lebih banyak
dan mereka yang mengetahui lebih sedikit.Teori kesenjangan pengetahuan dapat membantu
menjelaskan berbagai penelitian yang menitikberatkan pada opini publik. Kesenjangan
pengetahuan dapat menghasilkan bertambahnya kesenjangan antara orang-orang yang
memiliki status sosioekonomi yang rendah dan orang-orang yang memiliki startus
sosioekonomi yang tinggi.Kemudian, memperbaiki kehidupan orang-orang dengan informasi
melalui media massa tidak selalu berjalan lancar sesuai dengan yang telah direncanakan
karena menemui berbagai hambatan-hambatan komunikasi. Media massa mungkin saja
memberikan efek memperbesar perbedaan kesenjangan diantara anggota kelas
sosial.Terdapat lima alasan untuk menjustifikasi terjadinya kesenjangan pengetahuan
sebagaimana yang diutarakan oleh Tichenor, Donohue, dan Olien (1970) yaitu bahwa
orang-orang dengan tingkat sosioekonomi yang lebih tinggi :Memiliki keterampilan
komunikasi, pendidikan, kemampuan membaca, kemampuan mengingat informasi yang lebih
baik.Dapat menyimpan informasi secara lebih mudah atau mengingat topik berdasarkan latar
belakang pengetahuan.Memiliki konteks sosial yang lebih relevan.Lebih baik dalam
melakukan terpaan selektif, penerimaan, dan retensi.Lebih mudah menjangkau media massa.

5. Teori Imperialisme Budaya (Cultural Imperialism Theory)Denis McQuail dalam


bukunya Teori Komunikasi Massa (1987 : 99 -100), teori ini berasal dari teori sekaligus bukti
awal mengenai peran media dalam pembangunan nasional. Teori ini berpandangan bahwa
media dapat membantu modernisasi dengan memperkenalkan nilai-nilai barat dilakukan
dengan mengorbankan nilai-nilai tradisional dan hilangnya keaslian budaya lokal.Secara
sederhana dapat dikemukakan bahwa nilai-nilai yang diperkenalkan itu adalah nilai-nilai
kapitalisme dan karenanya proses imperialistis serta dilakukan secara sengaja, atau disadari
dan sistematis, yang menempatkan Negara yang sedang berkembang dan lebih kecil di bawah
kepentingan kekuasaan kapitalis yang lebih dominan.

6. Teori Studi Kultural Kritis (Critical Cultural Studies Theories)Teori ini menitikberatkan
pada peran sosial media massa dan bagaimana media dapat digunakan untuk mendefinisikan
hubungan kekuasaan diantara beragam subkultur dan menjaga status quo. Para ahli meneliti
bagaimana media berhubungan dengan berbagai masalah seperti ideologi, ras, kelas sosial,
dan gender.Kemudian, media tidak hanya dilihat sebagai sebuah refleksi budaya tapi juga
sebagai produser budaya mereka sendiri. Penekanannya adalah pada bagaimana struktur
sosial dan politik mempengaruhi komunikasi bermedia dan bagaimana dampak hubungan
kekuasaan dalam menjaga atau mendukung kekuasaan tersebut dalam masyarakat.

7. Teori Sosial Kognitif (Social Cognitive Theory)Teori sosial kognitif dibangun pertama
kali oleh seorang psikolog Albert Bandura sekitar tahun 1960an.Teori ini menitikberatkan
pada bagaimana dan mengapa orang-orang cenderung untuk meniru apa yang dilihat melalui
media. Ini adalah teori yang fokus pada kapasitas kita untuk belajar dengan mengalaminya
secara langsung.Proses belajar melalui pengamatan ini bergantung pada sejumlah faktor,
yaitu kemampuan subyek untuk memahami dan mengingat apa yang ia lihat,
mengidentifikasi karakter bermedia, dan berbagai hal yang membimbing kepada proses
pemodelan perilaku. Teori sosial kognitif adalah salah satu teori yang paling sering
digunakan untuk meneliti media dan komunikasi massa.

8. Teori Pengembangan (Cultivation Theory)Teori pengembangan adalah suatu pendekatan


yang dibangun oleh Profesor George Gerbner. Ia memulai proyek penelitian mengenai
indikator-indikator budaya pada pertengahan tahun 1960an. Penelitian ini untuk mengkaji
apakah dan bagaimana menonton televisi dapat mempengaruhi ide atau gagasan pemirsa
mengenai dunia.Berdasarkan pendapat para peneliti, televisi adalah pendongeng utama di
dalam masyarakat masa kini. Selain itu, televisi juga telah menjadi sumber utama sosialisasi
bagi masyarakat. Televisi juga menampilkan sebuah mainstream atau pandangan yang
seragam mengenai dunia saat ini.Selain itu, terdapat beberapa tema yang secara konsisten
diangkat ke layar televisi yaitu kekerasaan, peran gender secara stereotype, dan berbagai
macam program virtual lainnya. Semakin sering seseorang menonton televisi maka akan ia
akan semakin percaya bahwa bahwa kenyataan yang ada dalam tayangan televisi sama
dengan kenyataan yang ada dalam kehidupan nyata. Karenanya, pemirsa kelas berat akan
merasa bahwa dunia tempat ia tinggal adalah tempat yang paling berbahaya.

9. Teori Jarum Hipodermik (Hypodermic Needle Theory)Teori jarum hipodermik disebut


juga dengan Magic Bullet atau Stimulus Response Theory. Menurut teori ini, media massa
memiliki dampak yang sifatnya langsung, segera serta kuat terhadap khalayak massa. Media
massa pada kurun waktu 1940an hingga 1950an digambarkan memiliki pengaruh yang sangat
kuat terhadap perubahan perilaku.Beberapa faktor yang memberikan kontribusi terhadap teori
kuatnya dampak media massa adalah berkembangnya popularitas radio serta televisi yang
begitu cepat, munculnya industri-industri persuasi seperti periklanan dan propaganda, hasil
penelitian yang dilakukan oleh Payne Fund pada tahun 1930an yang menitikberatkan pada
dampak motion pictures terhadap anak-anak serta monopolisasi media massa yang dilakukan
oleh Hitler selama perang dunia II untuk menyatukan rakyat Jerman dibelakang partai
Nazi.Teori ini mengasusmsikan bahwa media massa dapat mempengaruhi sebagian besar
kelompok orang-orang secara langsung dan seragam dengan cara membombardir mereka
dengan pesan-pesan yang sesuai yang dirancang untuk memantik respon yang diinginkan.

10. Teori Dua Tahap (Two Step Flow Theory)Teori dua tahap diformulasikan oleh Paul F.
Lazarfeld dan kawan-kawan berdasarkan hasil survey terhadap pemilih. Hasil penelitian ini
menyebutkan bahwa hubungan sosial informal memegang peranan dalam memodifikasi
perilaku yang mana masing-masing individu memilah isi media kampanye.Studi ini juga
mengindikasikan bahwa berbagai ide atau gagasan seringkali mengalir dari radio dan surat
kabar kepada pemuka pendapat dan dari mereka kemudian disampaikan kepada masyarakat.
Oleh karena itu, kelompok sosial informal memiliki beberapa tingkatan dalam mempengaruhi
orang-orang dan cara mereka memilah isi media dan bertindak terhadapnya.

11. Teori Penggunaan dan Kepuasan (Uses and Gratification Theory)Teori ini yang
digagas oleh Elihu Katz, Jay G. Blumler dan Michael Gurevitch muncul sebagai reaksi
terhadap penelitian komunikasi massa tradisional yang menekankan pada pengirim dan
pesan. Teori penggunaan dan kepuasaan menekankan pada khalayak yang aktif dalam
menggunakan media massa. Yang menjadi poin utama teori penggunan dan kepuasan adalah
orientasi psikologis dalam memenuhi kebutuhan, motivasi, dan kepuasan pengguna media
massa.Asumsi teori penggunaan dan kepuasaan adalah menjelaskan penggunaan serta fungsi
media bagi individu, kelompok, dan masyarakat secara umum. Terdapat tiga tujuan dalam
mengembangkan teori penggunaan dan kepuasan yaitu:Menjelaskan bagaimana
masing-masing individu menggunakan komunikasi massa untuk memuaskan
kebutuhannya,Menemukan hal-hal yang mendasari motivasi penggunaan media dari
masing-masing individu,Mengidentifikasi konsekuensi positif maupun negatif dari
penggunaan media oleh masing-masing individu.Inti dari teori penggunaan dan kepuasan
terletak pada asumsi anggota khalayak secara aktif mencari media massa untuk memenuhi
kebutuhan masing-masing individu.

12. Teori Media (Medium Theory)Marshall McLuhan dan Harold Innis adalah dua orang
peneliti yang seringkali diasosiasikan dengan teori media. Teori media dicetus oleh Marshall
McLuhan (1964) yang menyatakan bahwa medium is the message atau media adalah
pesan.Pernyataan ini menekankan pada bagaimana media komunikasi berbeda tidak hanya
dalam terminologi isi tetapi juga pada bagaimana mereka dibangun dan disalurkan melalui
pikiran dan rasa. Ia membedakan media dengan proses kognitif. Ide McLuhan yang paling
terkenal adalah saluran sebagai kekuatan dominan yang harus dipahami untuk mengetahui
bagaimana media mempengaruhi masyarakat dan budaya.Teori media menitikberatkan pada
karaketristik media itu sendiri lebih dari sekedar apa yang dikirimkan atau bagaimana suatu
informasi diterima. Dalam teori media, sebuah media tidaklah sesederhana sebuah surat
kabar, internet sebagai media informasi, kamera digital dan sebagainya. Lebih dari itu, media
merupakan lingkungan simbolis dari beberapa tindakan komunikatif.Di sisi lain, media
sebagai bagian dari pesan apapun yang dikirimkan, memiliki dampak bagi setiap individu dan
masyarakat. Tesis McLuhan menyatakan bahwa orang-orang beradaptasi terhadap
lingkungannya melalui berbagai macam keseimbangan atau rasio indrawi, dan media saat ini
utamanya membawa sebuah rasio inderawi yang mempengaruhi persepsi.

13. Teori Kekayaan Media (Media Richness Theory)Teori yang dianggap sangat
mempengaruhi teori media paling tidak untuk media baru adalah teori kekayaan media yang
dicetuskan oleh Richard Daft dan Robert Lengel dalam sebuah artikel tahun 1986. Teori
kekayaan media didasarkan pada teori kontingensi dan teori proses informasi yang dicetuskan
oleh Galbraith (1977).Dua asumsi utama dari teori kekayaan media adalah orang-orang
menginginkan dapat mengatasi ketidakpastian dalam organisasi serta keberagaman media
yang secara umum digunakan dalam sebuah organisasi kerja lebih baik untuk menyelesaikan
tugas dibandingkan yang lain.Dengan menggunakan empat macam kriteria, Daft dan Lengel
menyajikan hierarki kekayaan media yang diawali dari tingkat kekayaan yang tinggi ke
tingkat kekayaan yang lebih rendah untuk mengilustrasikan kapasitas berbagai tipe media
terhadap proses komunikasi dalam organisasi. Kriteria tersebut adalah ketersediaan umpan
balik yang segera, kapasitas media untuk mentransmisikan berbagai petunjuk seperti bahasa
tubuh, intonasi suara dan infleksi, penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi, dan fokus
personal terhadap media.Komunikasi tatap muka adalah media komunikasi yang paling kaya
dalam sebuah hierarki diikuti berikutnya oleh telepon, surat elektronik, surat, catatan, memo,
laporan khusus dan flyer serta bulletin. Dilihat dari perspektif strategi manajemen, teori
kekayaan media berpendapat bahwa manajer dapat melakukan beberapa improvisasi dalam
penampilan dengan menyesuaikan karakteristik media dengan karakteristik tugas.

14. Teori Konsistensi (Consistency Theories)Festinger memformulasikan teori konsistensi


yang membicarakan tentang kebutuhan orang-orang untuk konsisten terhadap keyakinan dan
penilaian yang dimiliki. Dalam rangka untuk mengurangi disonansi yang dibentuk oleh
inkonsistensi dalam kepercayaan, penilaian, dan tindakan, orang akan mengekspos dirinya
dengan beragam informasi yang konsisten dengan ide dan tindakan mereka serta menutup
bentuk-bentuk komunikasi lain.

15. Teori Difusi Inovasi (Diffusion of Innovations Theory)Teori yang digagas oleh Bryce
Ryan dan Neil Gross (1943) menitikberatkan pada proses dimana sebuah ide baru
dikomunikasikan melalui beragam saluran komunikasi diantara anggota suatu sistem sosial.
Model ini menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi pikiran serta tindakan
orang-orang serta proses mengadopsi sebuah teknologi atau ide baru.





Anda mungkin juga menyukai