Anda di halaman 1dari 4

HYPODERMIC NEEDLE THEORY (BULLETS THEORY) ATAU TEORI JARUM HIPODERMIK

Dikemukakan oleh Wilbur Schramm (1950)

Pesan media massa diibaratkan sebagai obat yang disuntikkan ke dalam pembuluh darah khalayak
yang kemudian akan bereaksi seperti yang diharapkan. Teori “jarum suntik” menyiratkan bahwa
media massa memiliki efek langsung, segera dan kuat pada penontonnya. Media massa dianggap
memiliki kekuatan yang luar biasa, sehingga khalayak tidak mampu membendung informasi yang
dilancarkannya

Artinya di sini media memiliki kekuatan yang sangat perkasa dan khalayak dianggap pasif atau tidak
tahu apa apa dan tidak mampu bereaksi apapun kecuali hanya menerima begitu saja semua pesan
yang disampaikan media massa. Seorang komunikator dapat menembakkan peluru komunikasi (isi
pesan media) yang begitu ajaib kepada khalayak yang tidak berdaya atau pasif.

Contoh kasus: penggunaan bahasa-bahasa yang ada pada situs forum komunitas maya Indonesia
atau Kaskus kembali menjadi bahasa kekinian yang banyak diikuti oleh masyarakat saat ini,
khususnya para remaja yang sedang belajar dari rumah di masa pandemic. Seperti panggilan sapaan
seseorang “Gan”. Selain itu di konten youtube seperti pada konten Atta Halilintar yang memiliki ciri
khas “ashiap” ini kemudian menjamur di kalangan masyarakat dan akhirnya menirukan kata
tersebut. Berarti secara tidak langsung khalayak tersebut gampang terpengaruh dan pasif atau
menerima mentah-mentah bahwa hal tersebut adalah sesuatu yang bisa kita tiru atau lakukan.
Bukan hanya terbatas pada penggunaan bahasa, hal tersebut juga bisa merambah kepada iklan di TV
yang membuat khalayak melakukan apa yang diminta sang komunikator. Misalnya membeli suatu
produk karena tertarik dengan apa yang ditampilkan di TV.

CULTIVATION THEORY

Dikemukakan oleh George Gerbner (1970)

Teori kultivasi dalam bentuk paling dasar menunjukkan bahwa TV bertanggung jawab untuk
membentuk atau menumpuk konsepsi pemirsa dari realitas sosial. Efek gabungan dari eksposur TV
yang masif oleh pemirsa dari waktu ke waktu secara halus membentuk persepsi realitas sosial bagi
individu. Gerbner berpendapat bahwa media massa menumbuhkan sikap dan nilai-nilai yang sudah
ada dalam budaya, media mempertahankan dan menyebarkan nilai-nilai ini antar anggota dari suatu
budaya sehingga mengikat bersama-sama. Hambatan sejarah yaitu melek huruf dan mobilitas
teratasi dengan keberadaan TV. Kemudian TV menjadi sumber umum utama dari sosialisasi dan
informasi sehari-hari dari populasi heterogeny lainnya. Pola berulang dari pesan dan kesan yang
diproduksi massal dari TV membentuk arus utama dari lingkungan simbolis umum. Gerbner
menamakan proses tersebut dengan cultivation karena TV dipercaya sapat berperan sebagai
penghomogenan dalam kebudayaan.

cultivate berarti menanam artinya menanamkan sesuatu pesan yang ada di media ke dalam pikiran
kita, sehingga pengaruhnya kita menganggap bahwa realitas di dunia nyata itu sama pesannya
dengan apa yang sampaikan oleh media. Teori ini juga memprediksikan, menjelaskan formasi dan
pembentukan jangka panjang dari persepsi, pemahaman dan keyakinan mengenai apa yang terjadi
di dunia luar sebagai akibat dari konsumsi akan pesan-pesan media. Artinya, televisi dan media
memainkan peranan penting terkait pesan-pesan yang ditayangkan atau disampaikan oleh media
akan mempengaruhi cara kita memandang dunia luar.
Contoh kasus: semakin banyak pemberitaan tentang jumlah kematian virus corona yang secara terus
menerus ditayangkan dan dikonsumsi khalayak. Maka persepsi khalayak terhadap dunia dan wabah
ini akan membuat khalayak merasa khawatir dan panik atau bahkan semakin patuh terhadap PSBB.

SPIRAL OF SILENCE THEORY

Dikemukakan oleh Elizabeth Noelle-Neuman (1974)

Teori ini menggambarkan hubungan efek media terhadap pembentukan opini publik dan pola
perilaku demokratis. Frasa “Spiral of Silence” mengacu pada bagaimana orang-orang yang
cenderung untuk tetap diam Ketika mereka merasa pandangannya merupakan minoritas. Pendapat
umum terbentuk karena ditentukan oleh proses saling mempengaruhi antara komunikasi massa,
komunikasi antarpribadi dan persepsi individu tentang pendapatnya dalam hubungannya dengan
pendapat orang lain dalam masyarakat.

Jadi, teori ini adalah bagaimana pengaruh media terhadap opini publik. Isi pesan yang ada di media
telah membentuk siapa kita saat ini. Salah satu pengaruh penting dari pendapat kita adalah
bersumber dari media. Seseorang dapat berargumen dipengaruhi oleh bagaimana orang tersebut
mengonsumsi media. Fokusnya adalah apa yang terjadi Ketika orang menyatakan opini mereka
mengenai topik-topik yang telah didefinisikan oleh media bagi publiknya. Orang yang yakin bahwa
mereka memliki sudut pandang yang minoritas terhadap isu-isu publik akan tetap ada di latar
belakang yang mana komunikasi mereka akan dibatasi. Mereka yang yakin memiiki suara mayoritas
akan lebih berani untuk speak up daripada orang dengan opini minoritas.

Orang minoritas cenderung akan tetap diam atau tidak mendukung tentang pandangan mereka
mengenai subjek tertentu. Salah satu aspek utamanya adalah ketakutan akan isolasi dan pengucilan
dari sekelompok orang. Jadi, orang orang tetap diam karena alasan takut diasingkan Ketika publik
menyadari bahwa ia memiliki pendapat yang berbeda.

Kesediaan untuk mengemukakan pendapat sangat bergantung pada media. Banyak dari populasi
yang meyesuaikan perilakunya pada arahan media. Jadi dalam teori ini, manusia memiliki
keengganan untuk mendiskusikan suatu topik yang tidak memiliki dukungan dari kaum mayoritas.
Bisa dilihat dari media yang Sebagian besar demokratis dan dijalankan oleh pihak mayoritas. Orang
akan cenderung mendukung ide-ide yang dominan dan pandangan mayoritas sementara minoritas
takut untuk berpendapat dan tetap memilih diam.

Media, karena beberapa faktor kepentingan akan cenderung untuk menayangkan satu sisi dari
sebuah isu dan mengesampingkan orang lain kemudian mendorong orang-orang untuk diam. Di sini,
media massa memainkan peranan penting karena media sebagai sumber informasi dimana orang
mencari distribusi opini publik. Media massa mempengaruhi Spiral of Silence dengan 3 cara yakni
media membentuk kesan tertentu mengenai opini mana yang dominan, media membentuk kesan
tertentu mengenai opini yang sedang berkembang dan media membentuk kesan tentang opini yang
mutlak diperhatikan khalayak tanpa menampilkannya secara khusus.

Contoh kasus: Media memberitakan isu pernyataan Jerinx SID, Young lex dan Deddy Corbuzier yang
menyatakan bahwa penyebaran covid19 hanya sebuah kebohongann konspirasi dan buatan elit.
Banyak media memberitakan bahwa pemikiran-pemikiran ini keliru dengan mencoba meluruskan
kembali potongan-potongan pernyataan mereka yang tersebar di media sosial. Hal ini akan memicu
pandangan dominan dan minoritas.
USES AND GRATIFICATION THEORY

Dikemukakan oleh Elihu Katz, Jay G Blumler dan Michael Gurevitch (1973)

Asumsi dasar teori ini adalah bukan lagi melihat pada pengaruh media terhadap khalayak, tetapi apa
yang dilakukan khalayak terhadap media. Dibuktikan dengan Riley & Riley yang menyatakan bahwa
anak-anak menggunakan cerita-cerita petualangan di TV untuk berkhayal dan bermimpi. Hakikat
dalam teori ini adalah untuk menjelaskan bagaimana individu menggunakan komunikasi massa
untuk memenuhi kebutuhannya. Keaktifan individu dalam mencari atau menggunakan media massa
untuk memuaskan kebutuhan individualnya. Khalayak dianggap secara aktif menggunakan media
untuk memenuhi kebutuhannya, baik itu kebutuhan kognitif unuk mencari informasi, kebutuhan
afektif (perasaan) supaya merasa terhibur ataupun kebutuhan-kebutuhan yang lainnya.

Jadi, media massa dianggap sebagai salah satu cara memenuhi kebutuhan individu dan individu
boleh memenuhi kebutuhan melalui media massa atau dengan cara lain. Individu secara aktif
mencari media tertentu dan muatan tertentu untuk menghasilkan kepuasan tertentu. Efek tidak lagi
diartikan bahwa media mampu mengkontrol khalayak. Namun pada teori ini, efek komunikasi massa
terjadi lewat serangkaian faktor-faktor perantara, kemudian “efek media didefiinisikan sebagai
situasi Ketika pemuasan kebutuhan tercapai”

Contoh kasus: pandemi Covid 19 membuat seluruh masyarakat belajar dan bekerja dari rumah serta
merubah segala kegiatan sosial dan apapun aktifitas di luar rumah diberhentikan semetara. Dengan
hal ini masyarakat merasa sulit untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti makanan untuk
dikonsumsi atau sekedar stok di rumah. Muncul beragam media daring yang membantu masyarakat
dalam memenuhi kebutuhan tersebut seperti TaniHub, SayurBox dan Yellowkendi. Dalam hal ini,
media tersebut bisa mempersuasi atau mempengaruhi khayalak yang mengalami kesulitan dalamm
memenuhi kebutuhan pokoknya.

DEPEDENCY THEORY

Dikemukakan oleh Sandra Ball-Rokeach dan Melvin Defleur (1976)

Sejalan dengan uses and gratifications theory, teori ini memprediksikan bahwa khalayak bergantung
pada informasi yang berasal dari media massa untuk memenuhi kebutuhan khalayak serta mencapai
tujuan tertentu dari proses konsumsi media massa. Khalayak tidak memiiki ketergantungan yang
sama terhadap semua media. Khalayak menjadi lebih bergantung pada media yang telah memenuhi
berbagai kebutuhan khalayak bersangkutan dibandingkan dengan media yang menyediakan hanya
beberapa kebutuhan. Sandra dan Melvin memandang bahwa bertemunya media dengan khalayak
didasarkan atas 3 prespektif yaitu perspektif perbedaaan individual, prespektif perbedaan kategori
sosial dan prespektif hubungan sosial.

Teori ini menyatakan bahwa media bergantung pada konteks sosial. Dependency theory
menunjukkan sistem media dan institusi sosial saling berhubungan dengan khalayak dalam
menciptakan kebutuhan dan minat. Hal tersebutlah yang akan mempengaruhi khalayak untuk
memilih berbagai media sehingga bukan sumber media massa yang menciptakan ketergantungan,
melainkan kondisi sosial. Asumsi teori ini juga memandang bahwa rasa ketergantungan khalayak
relatif terhadap sumber media massa jika dibandingkan dengan sumber informasi lainnya. Semakin
besar kadar ketergantungan khalayak terhadap media massa yang bisa dilihat dari segi perolehan
informasi, maka akan semakin besar pula kekuasaan yang dapat dimiliki oleh media.

Presentase ketergantungan juga ditentukan oleh stabilitas sosial saat itu, contoh: bila negara dalam
keadaan tidak stabil, anda akan lebih bergantung / percaya pada koran untuk mengetahui informasi
jumlah korban bentrok fisik antara pihak keamanan dan pengunjuk rasa. Sedangkan bila keadaan
negara stabil, ketergantungan seseorang akan media bisa turun dan indivudu akan lebih bergantung
pada institusi-institusi negara atau masyarakat untuk informasi.

Anda mungkin juga menyukai