Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
Bahasan pokok pada tulisan Todd Gitlin yang berjudul Media Sociology: the
Dominant Paradigm adalah menunjukkan bagaimana paradigma efek media ini didasarkan
pada asumsi yang salah. Paradigma dominan yang muncul pada era Perang Dunia II ini
terkait dengan teori Elihu Katz dan Paul F Lazarsfeld, two-step flow of communication.
Gitlin menyatakan menemukan paradigma dominan penelitian pada media massa ini
bermasalah karena mengaburkan isu penting terutama pada tingkat struktural dan
institusional analisis. Dia menegaskan bahwa pandangan behavioris, ditambah
keterbatasan metodologis, menyebabkan temuan efek media sangat terbatas dan kekuatan
individu berlebihan.
Gitlin menilai, paradigma dominan terlalu sempit menilai efek media. Menurut
Gitlin, efek media bukanlah sesuatu yang sempit dan bisa diukur. Gitlin menunjukkan
bahwa paradigma dominan yang ditunjukkan melalui penelitian dan survei bahwa
penonton mempertahankan kekuasaan dan kontrol apa pesan yang dikirim kepada mereka
melalui perangkat komunikasi massa seperti televisi, radio dan media cetak.
Gitlin menyimpulkan dari temuannya, Paul F. Lazarsfeld dan rekan-rekannya ingin
menunjukkan "media tidak sangat penting dalam pembentukan opini publik". Kegagalan
dari teori itu yang paling mendasar adalah pengabaian terhadap kekuatan media. Media
juga dipengaruhi oleh kekuasaan politik dan ekonomi.
Pandangan alternatif dari paradigma dominan ini mengakui ideologi dan kekuasaan
sebagai hal yang patut menjadi fokus perhatian daripada faktor-faktor seperti sikap
individual untuk membuktikan efek media massa.
Menurut Gitlin, media memiliki kekuasaan untuk memengaruhi khalayak. Dampak
itu pun tidak hanya jangka pendek, tapi jangka panjang. Media massa membentuk
khalayak yang patuh dan bisa dimanipulasi. Akibatnya, ada kesamaan efek.
Hal yang paling penting dalam pengujian efek media massa adalah membongkar
siapa yang memengaruhi produksi media massa. Gitlin menyebutkan, media massa
dikendalikan perusahaan dan peraturan negara. Paradigma alternatif ini bisa menunjukkan
dampak kuat media massa pada pembentukan sosial dengan pertanyaan sistem yang ada
kepemilikan, kontrol dan tujuan.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendekatan Efek Komunikasi
Donald K Robert mengungkapkan, efek hanyalah perubahan perilaku manusia
setelah diterpa pesan media massa. Oleh karena fokusnya adalah pesan, maka efek harus
berkaitan dengan pesan yang disampaikan oleh media massa.
Dalam proses komunikasi, pesan dalam media massa dapat menerpa seseorang baik
secara langsung mapun tidak langsung. Oleh karena itu, Stamm menyatakan efek
komunikasi massa terdiri atas primary effect dan secondary effect.
Menurut Steven M Chaffee, efek media massa dapat dilihat dari tiga pendekatan.
Pendekatan pertama adalah efek dari media massa yang berkaitan dengan pesan ataupun
media itu sendiri. Pendekatan kedua adalah dengan melihat jenis perubahan yang terjadi
pada diri khalayak komunikasi massa yang berupa perubahan sikap, perasaan dan perilaku
atau atau dengan istilah lain dikenal sebagai observasi terhadap khalayak (individu,
kelompok, organisasi, masyarakat atau bangsa) yang dikenai efek komunikasi massa.1
B.Konsep Masyarakat Massa
Gagasan Teori Masyarakat Massa menyatakan bahwa media sedang mengkorupsi
pengaruh-pengaruh order sosial melalui pengaruh mereka terhadap kepasrahan rata-rata
orang. Perkembangan teori ini seiring dengan berkembangnya masyarakat industri, dimana
masyarakat industri dipandang sebagai masyarakat yang dipengaruhi (kadang-kadang
negatif) oleh media. Media dilihat mempunyai kekuatan yang sangat besar untuk
membentuk persepsi-persepsi dunia sosial dan memanipulasi tindakan-tindakan secara
tidak kentara tetapi sangat efektif. Teori ini menganggap bahwa media mempunyai
pengaruh buruk yang dapat merusak kehidupan sosial masyarakat. Sehingga masyarakat
memerlukan pertahan terhadap pengaruh-pengaruh media tersebut.2
Asumsi-asumsi teori masyarakat massa, adalah sebagai berikut:

1 Siti Karlinah, Komunikasi Massa (Jakarta : Penerbit UT, 1999), hal. 8


2 Baran & Davies, Mass Communication Theory: Foundations, Ferment and Future,
(California: Wadsworth Publishing, Company, 2000), hal. 39.
2

1. Media dipandang sebagai sesuatu yang membahayakan, mempunyai kekuatan yang


besar dalam masyarakat dan oleh karena itu harus dibersihkan atau dilakukan
restrukturasi total.
2. Media mempunyai kekuatan menjangkau dan mempengaruhi secara langsung terhadap
pemikiran rata-rata orang.
3. Ketika pemikiran orang sudah dirusak oleh media, semua bersifat jelek, konsekuensi
panjangnya adalah kehancuran kehidupan individu dan juga problem-problem sosial
pada skala luas.
4. Rata-rata orang mudah mengecam media karena mereka sudah diputus atau diisolir dari
institusi sosial tradisional yang sebelumnya memproteksi mereka dari tindakan
manipulasi.
5. Situasi sosial yang chaos yang diucapkan oleh media akan menjadi sesuatu yang tidak
terelakkan, karena terjadi perubahan terhadap kuatnya kontrak sosial pada sistem
totaliter.
6. Media massa menurunkan nilai bentuk-bentuk budaya tertinggi dan membawa pada
kemunduran peradaban secara umum.
7. Teori Masyarakat Massa sangat erat kaitannya dengan budaya massa, dan teori-teori
baru menekankan ide-idenya tentang budaya pop. Media sebenarnya tidak
menghilangkan budaya, tetapi justru dapat bermain di dalamnya dan kadang-kadang
peranannya kontra produktif dengan perubahan budaya.
Terdapat dua konsep sosiologi yang erat dengan kaitannya dengan masyarakat
massa, konsep ini dikemukan Ferdinant Tonnies, yaitu konsep gemeinschaft yang
mewakili budaya-budaya tradisional, dan gesellschaft yang mewakili masyarakat industrial
modern.
Sementara Emile Durkheim membuat dikotomi yang sama dengan Tonnies tetapi
dengan perbedaan mendasar berdasarkan interpretasi kontrak-kontrak sosial modern.
Konsepnya adalah mechanical solidarity dan organic solidarity. Solidaritas mekanik
merupakan konsep tentang batasan budaya-budaya rakyat dengan melakukan konsensus
dan peranan-peranan sosial tradisional. Sedangkan solidaritas organik adalah konsep
batasan kontrak sosial modern melalui peranan negosiasi sosial kultural. Solidaritas
organik ini dihubungkan dengan manifes demokrasi dan perkembangan teknologi.

Perkembangan teknologi baru yang ditunjang oleh information superhighway merupakan


akses mediasi bagi masyarakat yang merupakan bentuk representasi demokrasi.3
McQuail, menganalisa teori ini direlevansikan dengan konsep kekuasaan dan integrasi.4
1.Relevansi dengan konsep integrasi. Teori masyarakat massa berpangkal dari pandangan
bahwa para anggota masyarakat tidak terintegrasi, atau setidak-tidaknya tidak
terintegrasi secara sehat. Inti konsep massa yang sebenarnya mengandung dimensi
nonintegrasi, tidak saling mengenal satu sama lain, dan diorganisasi secara
serampangan.
2. Relevansi dengan konsep kekuasaan. Teori ini menunjukkan bahwa media dapat
dikendalikan atau dikelola secara monopolistik untuk dijadikan sebagai alat utama yang
efektif mengorganisasi massa. Media massa biasanya menjadi corong penguasa,
pemberi pendapat dan instruksi, serta kepuasan jiwani. Media bukan saja membentuk
hubungan ketergantungan warga masyarakat terhadap media dalam penciptaan
pendapat, tetapi juga dalam hal penciptaan identitas dan kesadaran.
Baran dan Davis, menyatakan bahwa kekuatan teori ini adalah sebagai berikut:5
1.Spekulasi tentang efek-efek penting.
2. Menyoroti konflik dan perubahan struktural penting di (dalam) kultur modern.
3. Menarik perhatian ke isu etika dan kepemilikan media.6
C.Pendekatan Difusi Inovasi
Rogers dan sejumlah ilmuwan komunikasi lainnya mengidentifikasi 5 kategori
pengguna inovasi :7
1.Inovator: Adalah kelompok orang yang berani dan siap untuk mencoba hal-hal baru.
Hubungan sosial mereka cenderung lebih erat dibanding kelompok sosial lainnya.
3 Ibid, hal. 42
4 McQuail, Mass Communication Theory, (London: SAGE, 1987), hal. 125
5 Baran & Davies, Mass Communication Theory: Foundations, Ferment and Future hal.
39.
6 https://oneofmyway.wordpress.com/tag/era-teori-masyarakat-massa/, diakses pada
tanggal 11 November 2016
7 http://yogaahasbi.blogspot.com/2012/05/difusi-inovasi.html, diakses pada tanggal 11
November 2016
4

2. Pengguna awal: Kelompok ini lebih lokal dibanding kelompok inovator. Kategori
adopter seperti ini menghasilkan lebih banyak opini dibanding kategori lainnya, serta
selalu mencari informasi tentang inovasi.
3. Mayoritas awal: Kategori pengadopsi seperti ini merupakan mereka yang tidak mau
menjadi kelompok pertama yang mengadopsi sebuah inovasi. Sebaliknya, mereka akan
dengan berkompromi secara hati-hati sebelum membuat keputusan dalam mengadopsi
inovasi, bahkan bisa dalam kurun waktu yang lama.
3. Mayoritas akhir: Kelompok yang ini lebih berhati-hati mengenai fungsi sebuah inovasi.
Mereka menunggu hingga kebanyakan orang telah mencoba dan mengadopsi inovasi
sebelum mereka mengambil keputusan.
5. Laggard: Kelompok ini merupakan orang yang terakhir melakukan adopsi inovasi.
Mereka bersifat lebih tradisional, dan segan untuk mencoba hal hal baru. Kelompok ini
biasanya lebih suka bergaul dengan orang-orang yang memiliki pemikiran sama dengan
mereka. Sekalinya sekelompok laggard mengadopsi inovasi baru, kebanyakan orang
justru sudah jauh mengadopsi inovasi lainnya, dan menganggap mereka ketinggalan
zaman.8
Proses dimana, individu mengambil keputusan untuk mengadopsi atau menolak inovasi
mulai dari ketika ia menyadari adanya inovasi tersebut. Lima tahap proses adopsi:9
1.Tahap pengetahuan: Dalam tahap ini, seseorang belum memiliki informasi mengenai
inovasi baru. Untuk itu informasi mengenai inovasi tersebut harus disampaikan melalui
berbagai saluran komunikasi yang ada, bisa melalui media elektronik, media cetak ,
maupun komunikasi interpersonal di antara masyarakat
2. Tahap persuasi: Tahap kedua ini terjadi lebih banyak dalam tingkat pemikiran calon
pengguna. Seseorang akan mengukur keuntungan yang akan ia dapat jika mengadopsi
inovasi tersebut secara personal. Berdasarkan evaluasi dan diskusi dengan orang lain, ia
mulai cenderung untuk mengadopsi atau menolak inovasi tersebut.
3. Tahap pengambilan keputusan: Dalam tahap ini, seseorang membuat keputusan akhir
apakah mereka akan mengadopsi atau menolak sebuah inovasi. Namun bukan berarti

8 Ibid.
9 http://yogaahasbi.blogspot.co.id/2012/05/difusi-inovasi.html, diakses pada tanggal 11
November 2016
5

setelah melakukan pengambilan keputusan ini lantas menutup kemungkinan terdapat


perubahan dalam pengadopsian.
4. Tahap implementasi: Seseorang mulai menggunakan inovasi sambil mempelajari lebih
jauh tentang inovasi tersebut.
5. Tahap konfirmasi: Setelah sebuah keputusan dibuat, seseorang kemudian akan mencari
pembenaran atas keputusan mereka. Apakah inovasi tersebut diadopsi ataupun tidak,
seseorang akan mengevaluasi akibat dari keputusan yang mereka buat. Tidak menutup
kemungkinan seseorang kemudian mengubah keputusan yang tadinya menolak jadi
menerima inovasi setelah melakukan evaluasi.10
D.Difusi Inovasi dan Modernisasi
1. Difusi Inovasi
Definisi Katz mengenai difusi adalah proses penyebaran suatu gagasan atau praktik
baru, secara terus menerus, melalui saluran saluran tertentu, melalui struktur sosial seperti
disuatu lingkungan masyarakat, pabrik atau disuatu suku tertentu.11
Sedangkan difusi Inovasi menurut Everett Rogers :
a. Inovasi adalah gagasan yang dianggap baru oleh penerima
b. Dikomunikasikan melalui saluran saluran tertentu
c. Diantara anggota-anggota sistem sosial
d Secara terus menerus
Inovasi merupakan ide, praktik, atau objek yang dianggap baru oleh manusia atau
unit adopsi lainnya. Teori ini meyakini bahwa sebuah inovasi terdifusi ke seluruh
masyarakat dalam pola yang bisa diprediksi. Beberapa kelompok orang akan mengadopsi
sebuah inovasi segera setelah mereka mendengar inovasi tersebut. Sedangkan beberapa
kelompok masyarakat lainnya membutuhkan waktu lama untuk kemudian mengadopsi
inovasi tersebut. Ketika sebuah inovasi banyak diadopsi oleh sejumlah orang, hal itu
dikatakan exploded atau meledak.
Model teori difusi inovasi digunakan untuk pendekatan dalam komunikasi
pembangunan, terutama di negara berkembang seperti Indonesia atau dunia ketiga.
10 Ibid
11 http://telekomunikasi-habica.blogspot.com/2012/12/teori-difusi-inovasikomunikasi.html, diakses pada tanggal 11 November 2016
6

Tokohnya Everett M. Rogers mendefinisikan difusi sebagai proses dimana suatu inovasi
dikomunikasikan melalui saluran tertentu dalam jangka waktu tertentu dari para anggota
suatu sistem sosial.12
Difusi adalah suatu jenis khusus komunikasi yang berkaitan dengan penyebaran pesan
pesan sebagai ide baru, sedangkan komunikasi didefinisikan sebagai proses di mana para
pelakunya menciptakan informasi dan saling bertukar informasi tersebut untuk mencapai
pengertian bersama. Didalam pesan itu terdapat keermasaan (newness) yang memberikan
ciri khusus kepada difusi yang menyangkut ketakpastian (uncertainty). Derajat ketidak
pastian seseorang akan dapat dikurangi dengan jalan memperoleh informasi.13
2.Modernisasi
Modernisasi diartikan sebagai proses transformasi dan perubahan dalam masyarakat
yang meliputi segala aspek kehidupan, baik ekonomi, industry, social, budaya dan lainnya.
a. Ciri-Ciri Pokok Teori Modernisasi
1) Modernisasi merupakan proses bertahap
2) Modernisasi dapat dikatakan sebagai proses homogenisis
3) Modernisasi terkadang mewujudkan ke dalam bentuk lainnya. Sebagai proses
eropanisasi dan amerikanisasi (modernisasi sama dengan barat)
4) Modernisasi dilihat sebagai proses yang tidak bergerak
5) Modernisasi merupakan perubahan Progresif
6) Modernisasi memerlukan waktu panjang.
Orang harus melewati proses yang panjang dan lama. Sebelum era reformasi ada
tahapan-ahapan pembangunan, contohnya adalah REPELITA. Negara Indonesia
sudah mengalami proses yang panjang untuk menuju kearah yang lebih maju.
Indonesia ingin maju dan seta dengan Negara-negara maju di dunia. Perbedaan
anatara ndonesia dengan singapura adalah idonesia cenderung melakukan
pembangunan secara fisik sedangkan singapura melakukan pembangunan SDM.
7) Moderrnisasi sebagai proses evolusioner bukan perubahan revolusioner
b. Tahapan Tahapan Masyarakat
1) Masyarakat Tradisional atau Masyarakat Pertanian :
12 Ibid
13 Rogers, E. M (Ed), Komunikasi dan Pembangunan: Perspektif Kritis. (Jakarta : LP3S,
1989), hal. 88
7

- Ilmu pengetahuan masih belum banyak dikuasai


- Penerapan teknologi belum terlalu banyak
2) Prakondisi Untuk Lepas Lepas Landas
Masyarakat tradisional terus bergerak walaupun sangat lambat menuju posisi untuk
lepas landas. Contohnya adanya campur tangan untuk meningkatkan tabungan
masyarakat dan dimanfaatkan untuk sektor produktif yang mnguntungkan seperti
pendidikan. (inpres pendidikan).
3) Lepas Landas
Ditandai dengan tersingkirnya hambatan-hambatan yang mengalami proses
pertumbuhan ekonomi. (kebijakan deregulasi dan debirokratisasi)
4) Bergerak Ke Kedewasaan
Teknologi diadopsi secara meluas di masyarakat. (contohnya adalah masyarakat
perkotaan)
5) Jaman Konsumsi Masal Yang Tinggi
6) Pada tahapan ini pembagunan sudah berkesinambungan. (Contohnya adalah Negara
jepang, beberapa Negara eropa dan amerika).14
c.Pendekatan-Pendekatan Modernisasi
Selain membahas masalah pertumbuhan ekonomi dan perubahan sosial dalam rangka
teori modernisasi dan tanpa diintegrasikan dalam teori modernisasi, dilakukan berbagai
penelitian yang berangkat dari berbagi pendekatan:
1) Pendekatan sosial psikologis; studi mengenai motivasi prestasi, kepribadian yang
mobil dan masyarakat yang mobil, serta motivasi inovatif.
2) Pendekatan teori komunikatif; studi mengenai perubahan komunikasi masyarakat
tradisional dan modern, perubahan komunikasi personal dan langsung dilakukan dengan
media komunikasi tidak langsung (radio, pers, televisi).
3) Pendekatan nation building; studi pembangunan bangsa negara berkembang dan
pengalihan loyalitas lokal pada tingkat lebih luas, artinya menciptakan sebuah
kesadaran nasional.

14 http://nuswantorotejo.blogspot.com/2013/04/teori-dan-pendekatanmodernisasi.html#.U0ZJ 5ahdUk0, diakses pada tanggal 11 November 2016


8

4) Pendekatan political culture; studi untuk penyesuaian kultural sistem politik pada
tuntutan-tuntutan modern dalam berbagai kemampuan dan kriteria hasil yang
diperlukan, kapasitas usaha, kapasitas kemakmuran.
Diantara pendekatan tersebut dibahas pula subteori modernisasi yang kontradiktif,
yang tidak perlu dibahas seccara gamblang disini. Sebagai contoh partisipasi politik, yang
dilihat bahwa keikutsertaan politik termasuk diferensiasi lanjut yang perlu dari sistemsistem politik dalam proses modernisasi. Di lain pihak Samuel Huntington mengatakan:
jika partisipasi politik telah demikian melangkah, akan mengakibatkan ketidakstabilan
politik dan rezim-rezim militer (baca: otoriter). Rezim militer disatu pihak bertentangan
dengan kultur politik demokrasi Barat yang digunakan sebagai panutan negara
berkembang.
Kontroversi sub-sub teori yang ada berdiri atas landasan definisi pengetahuan yang
empiris-analitis dibagi-bagi oleh teoritikus modernisasi. Arah teori modrnisasi berangkat
dari penelitian mikro-sosiologi dan perilaku (behaviour) berbeda dengan teori
dependencia yang berorientasi makro-sosiologi dan masalah struktur (penghapusan sistem
kelas proletariasi, borjuasi, bangsawan dsb menuju sosialisme penuh).
Modernisasi menekankan peran panutan (yang sering tidak hanya bersifat ekonomi )
diharapkan mampu merangsang kegiatan elite, serta dimensi sosio-kultural yang
didalamnya berlangsung perubahan masyarakat. Berbagai studi teori modrnisasi
membahas orientasi nilai perubahan sosial, mengangkat momen-momen kultural, religius
(Max Weber) bahkan mitologis yang relevan untuk pembentukan keseluruhan pandangan
sosio-politis. Di dalam struktur-struktur yang kompleks tersebut pembangunan ekonomi
memang mempunyai peranan penting, tetapi bukan yang menentukan karena proses
sejarah secara umum ditentukan oleh banyak variabel yang menjalin.
Teori modernisasi terlihat berguna pada pembahasan masalah yang berada dibatas
bidang antara sosiologi, antropologi dan sosiopsikologi. Pengambilalihan teknologi dan
perilaku dari negara industri telah menimbulkan fenomena-fenomena kultur-, Kulturdefensi, keruntuhan politik kelembagaan.15
E.Media Massa dan Pendekatan
15 http://sdislamarrahmahsuruh.blogspot.com/2012/08/teori-modernisasi.html, diakses
pada tanggal 11 November 2016
9

Menurut Alex Sobur, media (pers) sering disebut banyak orang sebagai the fourth
estate (kekuatan keempat) dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik. Hal ini terutama
disebabkan oleh suatu persepsi tentang peran yang dapat dimainkan oleh media dalam
kaitannya dengan pengembangan kehidupan sosial-ekonomi dan politik masyarakat.
Bahkan, media, terlebih dalam posisinya sebagai suatu institusi informasi, dapat pula
dipandang sebagai faktor yang paling menentukan dalam proses-proses perubahan sosialbudaya dan politik. Oleh karena itu, dalam konteks media massa sebagai institusi
informasi, Karl Deutsch, menyebutnya sebagai urat nadi pemerintah (the nerves of
government).
Alex Sobur sendiri mendefinisikan media massa sebagai: Suatu alat untuk
menyampaikan berita, penilaian, atau gambaran umum tentang banyak hal, ia mempunyai
kemampuan untuk berperan sebagai institusi yang dapat membentuk opini publik, antara
lain, karena media juga dapat berkembang menjadi kelompok penekan atas suatu ide atau
gagasan, dan bahkan suatu kepentingan atau citra yang ia representasikan untuk diletakkan
dalam konteks kehidupan yang lebih empiris.16
Berdasarkan pendefinisian media massa menurut Alex Sobur, saya memahami bahwa
media massa merupakan suatu alat yang digunakan untuk menyebarkan pendapat umum
(opini publik) dari pihak-pihak dominan, misalnya saja pemerintah. Biasanya kelompok
dominan menggunakan media massa untuk melakukan pengkonstruksian realitas yang
berujung pada upaya legitimasi masyarakat terhadap suatu wacana.
Louis Althusser, menulis bahwa, Media, dalam hubungannya dengan kekuasaan,
menempati posisi strategis, terutama karena anggapan akan kemampuannya sebagai saran
legitimasi. Media massa sebagimana lembaga-lembaga pendidikan, agama, seni, dan
kebudayaan, merupakan bagian dari alat kekuasaan negara yang bekerja secara ideologis
guna membangun kepatuhan khalayak terhadap kelompok yang berkuasa (ideological
states apparatus).
Namun, pandangan Althusser tentang media ini dianggap Antonio Gramsci, dalam
Al-Zastrouw, mengabaikan resistensi ideologis dari kelas tersubordinasi dalam ruang
media. Bagi Gramsci, media merupakan arena pergulatan antarideologi yang saling
berkompetisi (the battle ground for competing ideologies).
16 http://yodha-sarasvati.blogspot.com/2006/08/analisis-wacana-paradigma-kritismedia.html, diakses pada tanggal 11 November 2016
10

Antonio Gramsci dalam Alex Sobur melihat, Media sebagai ruang di mana berbagai
ideologi di representasikan. Ini berarti, di satu sisi media bisa menjadi sarana penyebaran
ideologi penguasa, alat legitimasi, dan kontrol atas wacana publik. Namun di sisi lain,
media juga bisa menjadi alat resistensi terhadap kekuasaan. Media bisa menjadi alat untuk
membangun kultur dan ideologi dominan bagi kepentingan kelas dominan, sekaligus juga
bisa menjadi instrumen perjuangan bagi kaum tertindas untuk membangun kultur dan
ideologi tandingan.
Dari semua penjabaran mengenai media massa, saya menyimpulkan, media massa
merupakan alat atau sarana penyebaran ideologi kelompok dominan, alat legitimasi, dan
alat kontrol sosial atas wacana publik. Sehingga tidak menutup kemungkinan terjadinya
praktek diskursif oleh media terhadap kelompok-kelompok marjinal, yang ditekan oleh
kelompok dominan (penguasa). Bahkan, praktek diskursif tadi dapat dimanfaatkan media
sebagai alat legitimasi atau pembenaran-pembenaran terhadap suatu konteks permasalahan
yang tidak sesuai dengan ideologi dominan.
Alex Sobur berpendapat, bahwa isi media pada hakekatnya adalah hasil konstruksi
realitas dengan bahasa sebagai perangkat dasarnya. Begitu juga media cetak, isi media
cetak menggunakan teks dan bahasa.Guy Cook menyebut tiga hal yang sentral dalam
pengertian wacana, yaitu teks, konteks, dan wacana. Eriyanto kemudian menjelaskan
ketiga makna tersebut, Teks adalah semua bentuk bahasa, bukan hanya kata-kata yang
tercetak di lembar kertas, tetapi juga semua jenis ekspresi komunikasi, ucapan, musik
gambar, efek suara, citra, dan sebagainya. Konteks memasukkan semua situasi dan hal
yang berada di luar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa, seperti partisipan dalam
bahasa, situasi dimana teks tersebut diproduksi. Wacana disini, kemudian dimaknai
sebagai teks dan konteks bersama-sama.17
F.Peranan Media Massa Dalam Perkembangan
Media massa dapat merubah gaya hidup atau budaya lokal setempat, dengan cara
mempengaruhi (persuade) cara berfikir suatu kelompok atau kalangan masyarakat tertentu
agar menyukai atau mengikuti suatu hal yang baru atau asing bagi mereka. Pengaruh dari
media massa tersebut dapat berdampak positif maupun negatif dan dapat berwujud dalam
suatu proses modernisasi ataupun westernisasi.
17 Ibid.
11

Menurut McQuail bahwa, the mass media are largely responsible for what we call
either mass culture or popular culture, and they have colonized other cultural forms in
the process (media massa bertanggung jawab atau mempunyai peran besar terhadap apa
yang disebut kebudayaan massa atau budaya populer, dan dalam prosesnya media massa
telah menjajah bentuk budaya lain).18 Dengan demikian media massa dapat
mensosialisasikan dan menanamkan budaya populer negara Barat di negara Asia,
contohnya: berbagai produk ataupun gaya hidup Barat dengan mudahnya diterima oleh
masyarakat Asia seperti minuman kaleng Coca Cola, makanan cepat saji (seperti:
McDonalds, KFC, Pizza Hut), celana jeans, musik dan para penyanyi Barat (seperti:
Madonna, Justin Timberlake, atau Rihanna). Melalui televisi dan majalah, penyebarluasan
budaya atau gaya hidup yang berlaku di negara Barat dilakukan dengan cara yang sangat
menarik di negara-negara Asia. Ditayangkannya berbagai film barat yang mengangkat
gaya hidup Barat yang bebas dan individualis mampu merubah kelakuan (attitude) dan
perilaku (behavior) masyarakat timur di negara-negara Asia, khususnya para remaja.
Bisa dikatakan, sebagian besar remaja Asia juga menganggap bahwa kebudayaan asing
seperti mengkonsumsi produk Barat atau mengikuti gaya hidup masyarakat barat adalah
sesuatu yang modern dan dapat menambah wawasan mereka. Saat ini, gaya hidup
masyarakat di Indonesia pun menunjukkan suatu transisi, karena kebudayaan Timur yang
berlaku telah terjajah oleh kebudayaan asing yang dianggap lebih modern, praktis dan
bebas. Hal ini tentunya memberikan dampak negatif bagi perkembangan budaya lokal
setempat (budaya timur) yang seharusnya dilestarikan dan diterapkan oleh remaja
Indonesia pada umumnya. Dari cara berpakai, ragamnya restoran franchise asing, selera
musik hingga cara berbahasa di Indonesia sudah banyak dipengaruhi oleh budaya barat.
Sangatlah jelas bahwa proses ini termasuk dalam unsur westernisasi.19
Di lain hal, media massa pun mempunyai dampak yang positif apabila arahnya menuju
proses modernisasi, misalnya: sosialisasi gaya hidup yang positif dan modern yang tidak
menimbulkan pengikisan budaya lokal setempat. Dalam kehidupan sehari-hari, contoh
kongkritnya ialah fungsi media dalam menginformasikan ilmu pengetahuan, inovasi
pendidikan maupun teknologi terbaru. Perusahaan asing dunia yang bergerak pada bidang
18 McQuail, Mass Communication Theory, hal. 102
19 http://arriwp97.blogspot.co.id/2010/06/peranan-media-massa-dalam-kehidupan.html,
diakses pada tanggal 11 November 2016
12

teknologi (misalnya: komputer, peralatan rumah tangga dan kendaraan) menggunakan


media massa untuk memperkenalkan inovasi terbaru dari produk mereka, baik berbentuk
iklan komersil ataupun liputan berita. Secara tidak langsung, informasi yang ditayangkan
memberikan pengetahuan baru bagi masyarakat luas dan mampu membuat masyarakat
luas untuk segera menggunakan barang-barang tersebut. Masyarakat yang dulunya
membersihkan lantai rumah dengan cara menyapu, sekarang sudah dapat menggunakan
vacuum cleaner. Teknologi komunikasi pun semakin marak dengan adanya iklan-iklan
televisi maupun majalah yang menampilkan perkembangan inovasi yang dimiliki produkproduk telepon genggam ataupun internet. Dengan mudahnya masyarakat terpengaruh oleh
media massa untuk menggunakan produk-produk terbaru demi untuk mengikuti
perkembangan teknologi yang semakin hari semakin cepat.

13

BAB III
KESIMPULAN
Gagasan Teori Masyarakat Massa menyatakan bahwa media sedang mengkorupsi
pengaruh-pengaruh order sosial melalui pengaruh mereka terhadap kepasrahan rata-rata
orang. Perkembangan teori ini seiring dengan berkembangnya masyarakat industri, dimana
masyarakat industri dipandang sebagai masyarakat yang dipengaruhi (kadang-kadang
negatif) oleh media. Media dilihat mempunyai kekuatan yang sangat besar untuk
membentuk persepsi-persepsi dunia sosial dan memanipulasi tindakan-tindakan secara
tidak kentara tetapi sangat efektif. Teori ini menganggap bahwa media mempunyai
pengaruh buruk yang dapat merusak kehidupan sosial masyarakat. Sehingga masyarakat
memerlukan pertahan terhadap pengaruh-pengaruh media tersebut.
Definisi Katz mengenai difusi : Proses penyebaran suatu gagasan atau praktik baru,
secara terus menerus, melalui saluran saluran tertentu, melalui struktur sosial seperti
disuatu lingkungan masyarakat, pabrik atau disuatu suku tertentu
Menurut Alex Sobur, media (pers) sering disebut banyak orang sebagai the fourth
estate (kekuatan keempat) dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik. Hal ini terutama
disebabkan oleh suatu persepsi tentang peran yang dapat dimainkan oleh media dalam
kaitannya dengan pengembangan kehidupan sosial-ekonomi dan politik masyarakat.
Bahkan, media, terlebih dalam posisinya sebagai suatu institusi informasi, dapat pula
dipandang sebagai faktor yang paling menentukan dalam proses-proses perubahan sosialbudaya dan politik. Oleh karena itu, dalam konteks media massa sebagai institusi
informasi, Karl Deutsch, menyebutnya sebagai urat nadi pemerintah (the nerves of
government).
Modernisasi diartikan sebagai proses transformasi dan perubahan dalam masyarakat
yang meliputi segala aspek kehidupan, baik ekonomi, industry, social, budaya dan lainnya.
Media massa pun mempunyai dampak yang positif apabila arahnya menuju proses
modernisasi, misalnya: sosialisasi gaya hidup yang positif dan modern yang tidak
menimbulkan pengikisan budaya lokal setempat. Dalam kehidupan sehari-hari, contoh
kongkritnya ialah fungsi media dalam menginformasikan ilmu pengetahuan, inovasi
pendidikan maupun teknologi terbaru.

14

DAFTAR PUSTAKA
Baran & Davies, Mass Communication Theory: Foundations, Ferment and Future,
California: Wadsworth Publishing, Company, 2000
http://arriwp97.blogspot.co.id/2010/06/peranan-media-massa-dalam-kehidupan.html,
diakses pada tanggal 11 November 2016
http://nuswantorotejo.blogspot.com/2013/04/teori-dan-pendekatan-modernisasi.html#.U0
ZJ5ahdUk0, diakses pada tanggal 11 November 2016
http://reniekurniati.blogspot.com/2010/11/konsep-dan-model-komunikasi-massa.html,
diakses pada tanggal 11 November 2016
http://sdislamarrahmahsuruh.blogspot.com/2012/08/teori-modernisasi.html, diakses pada
tanggal 11 November 2016
http://telekomunikasi-habica.blogspot.com/2012/12/teori-difusi-inovasi-komunikasi.html
http://yodha-sarasvati.blogspot.com/2006/08/analisis-wacana-paradigma-kritismedia.html, diakses pada tanggal 11 November 2016
http://yogaahasbi.blogspot.com/2012/05/difusi-inovasi.html, diakses pada tanggal 11
November 2016
https://oneofmyway.wordpress.com/tag/era-teori-masyarakat-massa/, diakses pada tanggal
11 November 2016
http://yogaahasbi.blogspot.co.id/2012/05/difusi-inovasi.html, diakses pada tanggal 11
November 2016
McQuail, Mass Communication Theory, London: SAGE, 1987
Rogers, E. M (Ed), Komunikasi dan Pembangunan: Perspektif Kritis. Jakarta : LP3S, 1989
Siti Karlinah, Komunikasi Massa Jakarta : Penerbit UT, 1999

15

Anda mungkin juga menyukai