Anda di halaman 1dari 5

Nama : Anggraini Dewi Indahyani

NIM : 043835121

1. Pokok-pokok pemikiran tentang Teori Spiral Of Silence. Fenomena spiral


keheningan (spiral of silence) secara teori dapat menjelaskan sebagai sebuah
dampak dari media massa dalam proses terbentuk opini publik.
Teori spiral keheningan memiliki tiga asumsi dasar yang membahas tentang
bagaimana keberanian minoritas dipengaruhi oleh kelompok mayoritas dalam
mengemukakan pendapat. Orang yang berada pada posisi minoritas sering merasa
perlu menyembunyikan pendapatnya ketika berada dalam kelompok mayoritas,
begitu juga sebaliknya mereka yang berada dalam pihak mayoritas akan merasa
percaya diri dengan pengaruh dari pandangan mereka dan terdorong untuk
menyampaikannya pada orang lain. Oleh sebab itu, hal ini menyebabkan dari
asumsi akan adanya ketakutan dari individu-individu akan isolasi dari masyarakat.
Ketakutan itu muncul jika individu-individu mempunyai opini yang berbeda
bahkan berseberangan dengan opini mayoritas.
Spiral keheningan memiliki beberapa unsur pokok, yaitu, Media massa,
Komunikasi antar-pribadi dan jalinan interaksi sosial. Secara sosiologis, teori
spiral ini mengakui bahwa ketakutan individu akan isolasi ini hanya berlaku pada
masyarakat yang kurang terdidik dan tidak memiliki dedikasi untuk
mengemukakan pendapatnya secara bebas.
Elisabeth Noelle-Neumann menjelaskan 3 asumsi teori spiral keheningan (spiral of
silence) sebagai dasar pemikirannya. Asumsi tersebut membahas bagaimana
keheningan terbentuk pada kelompok minoritas yang berada pada kelompok
mayoritas.
1. Masyarakat mayoritas mengancam individu yang menyimpang dengan adanya
isolasi, akhirnya kelompok minoritas akan merasa takut terhadap isolasi orang-
orang yang berkuasa.
2. Rasa takut akan isolasi membuat individu untuk setiap saat mencoba menilai
iklim opini. Dan ketiga, perilaku publik dipengaruhi oleh penilaian akan opini
publik.
Sementara itu, dari segi media pengaruh media terhadap opini publik, Noelle-
Neumann bersikeras jika dampak media sering kali tidak langsung. Karena pada
dasarnya manusia punya sifat sosial yang memungkinkan mereka berbicara soal
pendapat atau pengamatan mereka terhadap suatu hal kepada orang lain. Noelle-
Neumann mempercayai bahwa orang tidak suka mendiskusikan topik yang tidak
punya dukungan mayoritas. Individu juga cenderung enggan mengungkapkan
pendapat pribadinya yang berbeda atau bertentangan dengan pendapat mayoritas.

2. Divusi Inovasi, Teori ini berkaitan dengan komunikasi massa karena dalam
berbagai situasi dimana efektivitas potensi perubahan yang berawal dari penelitian
ilmiah dan kebijakan publik, harus diterapkan oleh masyarakat yang pada dasarnya
berada di luar jangkauan pusat-pusat inovasi atau kebijakan publik. Teori ini pada
prinsipnya adalah komunikasi dua tahap. Jadi di dalamnya juga dikenal pula
adanya pemuka pendapat atau yang disebut juga dengan istilah agen perubahan.
Oleh karena itu, teori ini sangat menekankan pada sumber-sumber non media
(sumber personal, misalnya tetangga, teman, ahli dsb) mengenai gagasan-gagasan
baru yang dikampanyekan untuk mengubah perilaku melalui penyebaran informasi
dan upaya mempengaruhi motivasi dan sikap.
Difusi inovasi terjadi dalam suatu sistem sosial. Dalam suatu sistem sosial terdapat
struktur sosial, individu atau kelompok individu, dan norma-norma tertentu.
Berkaitan dengan hal ini, Rogers (1983) menyebutkan adanya empat faktor yang
mempengaruhi proses keputusan inovasi. Keempat faktor tersebut adalah :
1. Struktur sosial, Struktur sosial adalah susunan suatu unit sistem yang
memiliki pola tertentu. Struktur sosial menujukkan hubungan antar anggota
dari sistem sosial. Adanya sebuah struktur dalam suatu sistem sosial
memberikan suatu keteraturan dan stabilitas perilaku setiap individu dalam
suatu sistem sosial tertentu. Struktur sosial dapat memfasilitasi atau
menghambat difusi inovasi dalam suatu sistem. Penelitian yang dilakukan
oleh Rogers dan Kincaid (1981) di Korea menujukkan bahwa adopsi suatu
inovasi dipengaruhi oleh karakteristik individu itu sendiri dan juga sistem
sosial dimana individu tersebut berada.
2. Norma sistem, Norma adalah suatu pola perilaku yang dapat diterima oleh
semua anggota sistem sosial yang berfungsi sebagai panduan atau standar bagi
semua anggota sistem sosial. Hal ini sangat berhubungan dengan derajat
kesesuaian inovasi dengan nilai atau kepercayaan masyarakat dalam suatu
sistem sosial. Jadi, derajat ketidak sesuaian suatu inovasi dengan kepercayaan
atau nilai yang dianut oleh individu dalam suatu sitem sosial berpengaruh
terhadap penerimaan suatu inovasi tersebut.
3. Opinion leaders, dapat dikatakan sebagai orang-orang berpengaruh, yakni
orang-orang tertentu yang mampu mempengaruhi sikap orang lain secara
informasi dalam suatu sistem sosial. Dalam kenyataannya, orang yang
berpengaruh ini dapat menjadi pendukung inovasi atau sebaliknya, menjadi
penantang. Ia berperan sebagai model dimana perilakunya (baik mendukung
atau menantang) diikuti oleh para pengikutnya. Jadi, jelas disini bahwa orang
berpengaruh memainkan peran dalam proses keputusan inovasi.
4. Change agent, adalah suatu bagian dari sistem sosial yang berpengaruh
terhadap sistem lainnya. Mereka adalah orang-orang yang mampu
mempengaruhi sikap orang lain untuk menerima sebuah inovasi. Dengan
demikian, kemampuan atau keterampilan change agent berperan besar
terhadap diterima atau ditolaknya inovasi tertentu.
Terjadinya perubahan tingkah laku seseorang disebabkan karena terjadinya
ketidakseimbangan internal. Orang itu tidak selaras atau merasa dirinya tidak
sesuai yang disebut disonansi. Upaya agar mengurangi adanya disonansi dalam
difusi inovasi diantaranya adalah :
- Apabila seseorang menyadari akan sesuatu kebutuhan dan berusaha mencari
sesuatu untuk memenuhi kebutuhan misalnya dengan mencari informasi tentang
inovasi.
- Setelah seseorang menetapkan menerima dan menerapkan inovasi, kemudian
diajak untuk menolaknya. Hal ini dapat dikurangi dengan cara tidak melanjutkan
penerimaan dan penerapan inovasi.
- Apabila seseorang tahu tentang inovasi dan telah bersikap menyenangi inovasi
tersebut, tetapi belum menetapkan keputusan untuk menerima inovasi. Maka ia
akan berusaha untuk menerimanya, guna mengurangi adanya disonansi antara apa
yang disenangi dan diyakini dengan apa yang dilakukan.

3. Pokok-pokok pemikiran dalm teori Agenda Setting, Teori agenda setting


membicarakan tentang peran besar media massa dalam menunjukkan agenda
individu atau kelompok, khususnya mereka yang terkena informasi dari siaran
media massa. Dikutip dari jurnal Teori agenda setting dalam Ilmu Komunikasi
(2018) karya Elfi Yanti Ritonga, Bernard C. Cohen mendefinisikan teori agenda
setting ialah teori yang akan menyatakan bahwa media massa merupakan pusat
penentuan kebenaran, yang mampu mentransfer dua elemen, yakni kesadaran serta
informasi ke dalam agenda publik. Caranya dengan mengarahkan kesadaran dan
perhatian publik pada isu yang dianggap penting oleh media massa. Selanjutnya,
Littlejohn dan Karen A.Foss mengungkapkan bahwa saluran berita sebagai
penjaga gerbang informasi dapat membuat pilihan tentang apa dan bagaimana
yang harus dilaporkan. Intinya apa yang diketahui masyarakat pada waktu tertentu,
merupakan hasil dari penjagaan gerbang oleh media.
Asumsi teori agenda setting adalah jika media memberi tekanan pada sebuah
peristiwa, media tersebut akan mempengaruhi khalayak agar menganggap
peristiwa itu sebagai hal yang penting. Ada dua asumsi mendasar dari teori agenda
setting, yakni:
1. Pers dan media massa tidak mencerminkan kenyataan, melainkan mereka
menyaring dan membentuk sebuah isu.
2. Media massa menyediakan sejumlah isu, dan memberi penekanan lebih pada
beberapa isu, yang selanjutnya memberi kesempatan kepada publik untuk
menentukan isu mana yang dirasa lebih penting dibanding isu lainnya.
Tiap media punya potensi masing-masing untuk membentuk serta membangun
potensi agenda setting. Rongers dan Dearing menggambarkan bagaimana jenis
pengaturan agenda setting sebagai berikut:
 “Pengaturan agenda kebijakan”. Model studi ini berfokus pada bagaimana
agenda para pembuat kebijakan elit dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.
Misalnya agenda pembuat kebijakan diperlakukan sebagai variabel dependen.
 “Pengaturan agenda media”. Model studi ini berfokus pada bagaimana agenda
media dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, yaitu agenda media diperlakukan
sebagai variabel dependen.
 “Penentuan agenda publik/khalayak”. Model studi ini berfokus pada
bagaimana audiens atau agenda publik dipengaruhi oleh faktor-faktor lain
seperti nilai-nilai pribadi, agama, dan budaya.
Cara lain untuk melihatnya bisa dikatakan organisasi media massa tidak memberi
tahu kita apa yang harus dipikirkan atau bagaimana perasaan kita tentang suatu
cerita atau masalah, tetapi memberi kita cerita atau masalah tertentu yang harus
lebih dipikirkan orang. Ada manfaat psikologis dan ilmiah untuk teori pengaturan
agenda. Semakin banyak sebuah cerita dipublikasikan di media massa, semakin
jelas tersimpan dalam ingatan individu ketika mereka diminta untuk
mengingatnya, bahkan jika itu tidak secara khusus mempengaruhi mereka atau
mendaftar sebagai masalah yang menonjol di benak mereka.

Referensi :
https://www.kompas.com/skola/read/2021/12/27/080000469/teori-spiral-keheningan-
asumsi-dan-penjelasannya?page=all#page2
https://www.glngirwn.com/blog/teori-spiral-keheningan/
https://strategikomunikasi.blogspot.com/2011/12/difusi-inovasi.html?m=1
https://penyuluhperikanankotabontang.blogspot.com/2018/05/aspek-aspek-terkait-
proses-difusi.html?m=1
https://www.kompas.com/skola/read/2021/12/14/100000469/teori-agenda-setting-
dalam-komunikasi-massa?amp=1&page=2

Anda mungkin juga menyukai