Anda di halaman 1dari 6

Pengaruh Komunikasi Massa Terhadap

Individu
Selasa, Juli 22nd, 2008 in Teori Komunikasi by [kuliah-omith]

Pada umumnya studi mengenai komunikasi massa berkaitan dengan persoalan efek komunikasi
massa.  Efek atau pengaruh ini telah menjadi pusat perhatian bagi berbagai pihak dalam
masyarakat yang melalui pesan-pesa yang hendak disampaikan berusaha untuk menjangkau
khalayak yang diinginkan.  Oleh karenanya mereka berusaha untuk menemukan saluran yang
paling efektif untuk dapat mempengaruhi audience.  Dalam konteks inilah pembahasan bagian
ini akan ditujukan pada tiga teori, yaitu stimulus respon, two step flow dan difusi inovasi.

Stimulus-Respon (S-R).

Prinsip stimulus respon pada dasarnya merupakan suatu prinsip belajar yang sederhana, di mana
efek merupakan suatu reaksi terhadap stimuli tertentu.  Dengan demikian seseorang
mengharapkan atau memperkirakan suatu kaitan erat antara pesan-pesan media dan reaksi
audience.  Elemen-elemen utama dari teori ini adalah :

a)       Pesan (stimulus),

b)       Penerima/receiver (organisme), dan

c)       Efek (respon).

Prinsip S-R ini merupakan dasar dari teori jarum hipodermik, teori klasik mengenai terjadinya
efek media massa yang sangat berpengaruh.  Dalam teori ini isi media dipandang sebagai obat
yang disuntikan ke dalam pembuluh darah audience, yang kemudian diasumsikan akan bereaksi
seperti yang diharapkan.  Di balik konsepsi ini sesungguhnya terdapat dua pemikiran yang
mendasarinya:

1.       gambaran suatu masyarakat modern yang merupakan agregasi dari individu-individu yang
relatif terisolasi yang bertindak berdasarkan kepentingan pribadinya, yang tidak terlalu
terpengaruh oleh kendala dan ikatan sosial.

2.       suatu pandangan yang dominan mengenai media massa yang seolah-olah sedang
melakukan kampanye untuk memobilisasi perilaku sesuai dengan tujuan dari berbagai kekuatan
yang ada dalam masyarakat (biro iklan, pemerintah, parpol, dsb).

Dar pemikiran tersebut, dikenal apa yang disebut masyarakat massa, di mana prinsip stimulus
respon mengasumsikan bahwa pesan disiapkan dan didistribusikan secara sistematik dan dalam
skala yang luas.  Sehingga secara serempak pesan tersebut dapat tersedia bagi sejumlah besar
individu, dan bukannya ditujukan pada orang perorang.  Pengunaan teknologi untuk reproduksi
dan distribusi diharapkan dapat memaksimalkan jumlah penerimaan dan respon khalayak. 
Dalam hal ini tidak diperhitungkan adanya intervensi dari struktur sosial atau kelompok dan
seolah-olah tedapat kontak langsung antara media dan individu.  Konsekuensinya seluruh
inidividu yag menerima pesan dianggap sama/seimbang. Jadi hanya agregasi jumlah yang
dikenal seperti konsumen, suporter, dsb.  Selain itu diasumsikan juga bahwa pesan-pesan media
dalam tingkat tertentu akan menghasilkan efek.  Jadi kontak dengan media cenderung diartikan
adanya pengaruh tertentu dari media, sedangkan individu yang tidak terjangkau oleh terpaan
media tidak akan terpengaruh.

Pada tahun 1970, Melvin DeFleur melakukan modifikasi terhadap teori stimulus respon dengan
teorinya yang dikenal sebagai perbedaan individu dalam komunikasi massa (individual
differences).  Di sini diasumsikan bahwa pesan-pesan media berisi stimulus tertentu yang
berinteraksi secara berbeda-beda dengan karakteristik pribadi dari para anggota khalayak.  Teori
DeFleur ini secara eksplisit telah mengakui adanya intervensi variabel-variabel psikologis yang
berinteraksi dengan terpaan media massa dalam menghasilkan efek.

Berangkat dari teori perbedaan individu dan stimulus respon ini, DeFleu mengembangkan 
model psiko-dinamik yang didasarkan pada keyakinan bahwa kunci dari persuasi yang efektif
terletak modifikasi struktur psikologis internal dari individu.  Melalui modifikasi inilah respon
tertentu yang diharapkan muncul dalam perilaku individu akan tercapai.  Esensi dari model ini
adalah fokus pada variabel-variabel yang berhubungan dengan individu sebagai penerima pesan,
suatu kelanjutan dari asumsi sebab akibat dan mendasarkan pada perubahan sikap sebagai ukuran
bagi perubahan perilaku.

Two Step Flow dan Pengaruh Antarpribadi

Teori ini berawal dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Paul Lazarsfeld et.al., mengenai efek
media massa dalam suatu kampanye pemilihan presiden Amerika Serikat pada tahun 1940.  studi
tersebut dilakukan dengan asumsi bahwa proses stimulus respon bekerja dalam menghasilkan
efek media massa.  Namun hasil penelitian menunjukan sebaliknya.  Efek media massa ternyata
rendah, dan asumsi S-R tidak cukup menggambarkan realitas khalayak media massa dalam
penyebaran arus informasi dan pembentukan pendapat umum.

Dalam analisisnya terhadap penelitian tersebut, Lazarsfeld kemudian mengajukan gagasan


mengenai ‘komunikasi dua tahap’ (two step flow) dan konsep pemuka pendapat (opinion
leader).  Temuan mereka mengenai kegagalan media massa dibandingkan dengan pengaruh
kontak antarpribadi telah membawa gagasan bahwa seringkali informasi mengalir dari radio dan
suratkabar kepada para pemuka pendapat, dan dari mereka kepada orang-orang lain yang kurang
aktif dalam masyarakat.

Teori dan penelitian-penelitian two step flow memiliki asumsi-asumsi sebagai berikut:

1.       individu tidak terisolasi dari kehidupan social, tetapi merupakan anggota dari kelompok-
kelompok social dalam berinteraksi dengan orang lain.

2.       respond an reaksi terhadap pesan dari media tidak akan terjadi secara langsung dan segera,
tetapi melalui perantaraan dan dipengaruhi oleh hubungan-hubungan social tersebut.
3.       ada dua proses yang berlangsung;

a.       mengenai penerimaan dan perhatian,

b.       berkaitan dengan respon dalam bentuk persetujuan atau penolakan terhadap upaya
mempengaruhi atau penyampaian informasi.

4.       individu tidak bersikap sama terhadap pesan/kampanye media, melainkan memiliki
berbagai pesan yang berbeda dalam proses komunikasi, dan khususnya, dapat dibagi atas mereka
yang secara aktif menerima dan meneruskan/menyebarkan gagasan dari media, dan semata-mata
mereka hanya mengandalkan hubungan personal dengan orang lain sebagai panutannya.

a.       individu-individu yang berperan lebih aktif (pemuka pendapat) ditandai dengan
-penggunaan media massa lebih besar, tingkat pergaulan yang lebih tinggi, aggapan bahwa
dirinya berpengaruh terhadap orang-orang lain, dan memiliki pesan sebagai sumber informasi
dan panutan.

Secara umum menurut teori ini media massa tidak bekerja dalam suatu situasi kevakuman social,
tetapi memiliki suatu akses ke dalam jaringan hubungan social yang sangat kompleks dan
bersaing dengan sumber-sumber gagasan, pengetahuan, dan kekuasaan.

Difusi Inovasi

Salah satu aplikasi komunikasi massa terpenting adalah berkaitan dengan proses adopsi inovasi. 
Hal ini relevan untuk masyarakat yang sedang berkembang maupun masyarakat maju, Karen
terdapat kebutuhan terus menerus dalam perubahan social dan teknologi untuk mengganti cara-
cara lama dengan teknik-teknik baru.  Teori ini berkaitan dengan komunikasi massa karen
adalam berbagai situasi di mana efektivitas potensi perubahan yang berawal dari penelitian
ilmiah dan kebijakan publik, harus diterapkan oleh masyarakat yang pada dasarnya berada di luar
jangkauan langsung pusat-pusat inovasi atau kebijakan publik.  Dalam pelaksanaannya, sasaran
dari upaya difusi inovasi umumnya petani dan anggota masyarakat pedesaan.  Praktik awal difusi
inovasi dilakukan di AS pada tahun 1930-an dan sekarang banyak digunakan untuk program-
program pembangunan di negara-negara yang sedang berkembang.

Teori ini pada prinsipnya adalah komunikasi dua tahap.  Jadi di dalamnya juga dikenal pula
adanya pemuka pendapat atau yang disebut juga dengan instilah agen perubahan (agent of
change).  Oleh karena itu teori ini sangat menekankan pada sumber-sumber non media (sumber
personal, misalnya tetangga, teman, ahli dsb) mengenai gagasan-gagasan baru yang
dikampanyekan untuk mengubah perilaku melalui penyebaran informasi dan upaya
mempengaruhi motivai dan sikap.  Everett M. Rogers dan Floyd G. Shoemaker (1973)
merumuskan teori ini dengan memberikan asumsi bahwa sedikitnya ada empat tahap dalam suatu
proses difusi inovasi, yaitu:

1.       Pengetahuan. Kesadarn individu akan adanya inovasi dan adanya pemahaman tertentu
tentang bagaimana inovasi tersebut berfungsi.
2.       persuasi.  Individu memiliki/membentuk sikap yang menyetujui atau tidak menyetujui
inovasi tersebut.

3.       keputusan. Individu terlibat dalam aktivitas yan membawa pada suatu pilihan atau
mengadopsi atau menolak inovasi.

4.       konformasi.  Individu akan mencari pendapat yang menguatkan keputusan yang telah
diambilnya, namun dia dapat berubah dari keputusan sebelumnya jika pesan-pesan mengenai
inovasi yang diterimanya berlawanan satu dengan yang lainnya.

Teori ini mencakup sejumlah gagasan mengenai proses difusi inovasi sebagai berikut:

1.       teori ini membedadakan tiga tahapan utama dari keseluruhan proses ke dalam tahapan
anteseden, proses dan konsekuensi.

a.       Tahapan anteseden mengacu pada situasi atau karakteristik dari orang yang terllibat yang
memungkinkannya untuk diterpa informasi tetntang suatu inovasi dan relevansi informasi
tersebut terhadap kebutuhan-kebutuhannya. Misalnya adopsi inovasi biasanya lebih mudah
terjadi pada mereka yang terbuka terhadap perubahan, menghargai kebutuhan akan informasi dan
selalu menari informasi baru.

b.       Tahap proses berkaitan dengan proses mempelajari, perubahan sikap dan keputusan. 
Disini nilai inovatif yang dirasakan akan memainkan peran penting, demikian pula dengan
norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam sistem sosialnya. Jadi kadangkala peralatan
yang secara teknis dapat bermanfaat, tidak diterima oleh suatu masyarakat hanya karena alasan
moral atau kultural atau dianggap membahayakan struktur hubungan sosial yang telah ada.

c.        Tahapan konsekuensi terutama mengacu pada keadaan selanjutnya jika terjadi difusi
inovasi.  Keadaan tersebut dapat berupa terus menerima dan menggunakan inovasi, atau
kemudian berhenti menggunakannya lagi.

2.       perlu dipisahkannya fungsi-fungsi yang berbeda dari pengetahuan, keputusan, dan
konfirmasi, yang terjadinya dalam tahapan proses, meskipun tahapan tersebut tidak harus selesai
sepenuhnya/lengkap.  Dalam hal ini, proses komunikasi lainnya dapat juga diterapkan.  Misalnya
beberapa karakteristik yang berhubungan dengan tingkat persuasi.  Orang yang tahu lebih awal
tidak harus pemuka pendapat.  Beberapa penelitian menunjukan bahwa ‘tahu lebih awal’ atau
‘tahu belakangan’ berkaitan dengan tingkat isolasi-isolasi tertentu.  Jadi, kurangnya integrasi
sosial seseoranng dapat dihubungkan dengan ‘kemajuannya’ atau ketertinggalanya delam
masyarakat.

3.       difusi inivasi biasanya melibatkan sumber komunikasi yang berbeda (media masa,
peiklanan, penyuluhan atau kontak-kontak sosial yang informal), dan efektivitas sumber-sumber
tersebut akan berbeda pada tiap tahap, serta untuk fungsi yang berbeda pula.  Jadi media massa
dan periklanan dapat berperan dalam menciptakan kesadaran dan pengetahuan, penyuluhan
berguna untuk mempersuasi, pengaruh antarpribadi bagi keputusan untuk menerima atau
menolak inovasi, dan pengalaman dalam menggunakan  inovasi dapat menjadi sumber
konfirmasi untuk terus menerapkan inovasi atau sebaliknya.

4.       teori ini melihat adanya variabel-variabel penerima yang berfungsi pada tahapan pertama
(pengetahuan), karena diperolehnya pengetahuan akan dipengaruhi oleh kepribadian atau
karakteristik sosial.  Meskipun demikian, setidaknya sejumlah variabel penerima akan
berpengaruh pula pada tahap-tahap berikutnya dalam proses difusi inovasi.  Ini terjadi juga
dengan variabel-variabel sistem sosial yang berperan utama pada tahap awal (pengetahuan) dan
tahap-tahap berikutnya.

Pengaruh Komunikasi Massa Terhadap Masyarakat dan Budaya.

Dipelopori oleh DeFleur yang selalu mengembangkan teori tentang efek.  Pengembangan awal
yang dilakukan oleh DeFleur adalah memperhitungkan variabel psikologis dalam proses efek,
maka selanjutnya dia mengembangkan teorinya dengan memasukan variabel norma budaya
dalam efek media massa. Teori yang disebut ‘Cultural Norms’ ini beranggapan bahwa media
tidak hanya memiliki efek langsung terhadap individu, tetapi juga mempengaruhi kultur,
pengetahuan kolektif dan norma serta nilai-nilai dari suatu masyarakat. Media massa telah
menghadirkan seperangkat citra (images), gagasan dan evaluasi dari mana khalayak dapat
memilih dan menjadikan acuan bagi perilakunya.  Misalnya dalam hal perilaku seskual, media
massa memberikan suatu pandangan komulatif mengani apa yang dianggap normal dan apa yang
disetujui dan tidak.

Pergeseran pemikiran yang ditandai oleh perbedaan antara model psikodinamik dan teori norma
budaya ini terlihat ari karakteristik efek pada kedua pemikiran tersebut.  Pada model
psikodinamik efek adalah sesuatu yang diinginkan oleh pengirim pesan; berlangsung secara
singkat (segera dan sementara); berkaitan dengan perubahan sikap, informasi dan perilaku pada
individu; dan relatif terjadi tanpa melalui media.  Secara umum efek-efek itu relevan dengan
gagasan kampanye, suatu usaha secara sadar direncanakan dengan menggunakan publisitas
untuk kepentingan memberi informasi dan memotivasi.

Karakteristik efek dalam pandangan ini berbeda dengan sebelumnya, yaitu efek yang
berlangsung dalam waktu yang lama, umumnya tidak terencana, lebih bersifat tidak langsung
dan kolektif.  Sebagai tambahan, fokus perhatian dalam pendekatan ini tidak pada pesan yang
terpisah atau berdiri sendiri, melainkan pada keseluruhan sistem pesan yang serupa. Dengan
demikian kita akan mengacu pada hal-hal seperti sosialisasi, transmisi dan dukungan terhadap
nilai-nilai sosial, kecenderungan media untuk menyiratkan ideologi tertentu, pembentukan situasi
bagi pendapat umum; perbedaan distribusi pengetahuan dalam masyarakat, perubahan ajangka
panjang dalam hal budaya, kelembagaan atau bahkan struktur masyarakat.  Adapun teori besar
yang masuk dalam pendekatan ini adalah teori agenda Setting, teori Dependensi, spiral of
silence, dan Information Gaps.

Teori agenda Setting

Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa jika media massa memberikan perhatian pada issue
tertentu dan mengabaikan isu lainnya, maka akan memiliki pengaruh terhadap pendapat umum. 
Orang akan cenderung mengetahui tentang hal-hal yang diberitakan media massa dan menerima
susunan prioritas yang diberikan media massa terhadap issu-issu yang berbeda.

Teori ini dikembangkan oleh Maxwell McCombs dan Donald Shaw.  Menurut mereka khalayak
tidak hanya mempelajari berita-berita dan hal-hal lainnya melalui media massa, tetapi juga
mempelajari seberapa besar arti penting diberikan pada suatu  isu atau topik dari cara media
massa memberikan penekanan pada topik tersebut.  Misalnya dalam merefleksikan apa yang
dikatakan oleh para kandidat dalam suatu kampanye pemilu, media massa menentukan mana
topik yang penting.  Dengan demikian media masa menetapkan “agenda” kampanye tersebut. 
Kemampuan untuk mempengaruhi perubahan kognitif individu ini  merupakan aspek terpenting
dari kekuatan media massa.

Asumsi agenda setting ini memiliki kelebihan karena mudah dipahami dan relatif mudah diuji. 
Dasar pemikirannya adalah di antara berbagai topik yang dimuat di media massa, topik yang
mendapat lebih banyak perhatian dari media akan menjadi lebih akrab bagi pembacanya dan
akan dianggap penting dalam suatu periode waktu tertentu.  Sebaliknya, bagi topik yang kurang
mendapat perhatian media.

Teori Dependensi Efek

Dikembangkan oleh Sandra Ball-Rokeach dan Melvin L. DeFleur (1976), memfokuskan


perhatian pada kondisi sruktural suatu masyarakat yang mengatur kecenderungan terjadinya
suatu efek media massa.  Teori ini pada dasarnya merupakan suatu pendekatan struktur sosial
yang berangkat pada gagasan mengenai sifat suatu masyarakat modern (masyarakat massa), di
mana media massa dianggap sebagai sistem informasi yang memiliki peran penting dalam proses
pemeliharaan, perubahan, dan konflik pada tataran masyarakat, kelompok atau individu dalam
aktivitas sosial.

Anda mungkin juga menyukai