Teori
Komunikasi
1. Teori Sistem Ketergantungan Media (Media Systems Dependency Theory atau
Dependency Theory)
a. Isi Teori
Teori ini menyatakan bahwa media bergantung pada konteks sosial dan pertama kali
dirumuskan oleh Sandra Ball-Rokeach dan Melvin DeFleur (1976). Mereka
memandang bahwa bertemunya media dengan khalayak didasarkan atas tiga
perspektif, yaitu perspektif perbedaan individual, perspektif kategori sosial, dan
perspektif hubungan sosial (Rakhmat, 2001 : 203)
b. Asumsi Teori
Asumsi teori ini memandang bahwa dependensi relatif khalayak terhadap sumber
media massa jika dibandingkan dengan sumber informasi lainnya merupakan suatu
variabel yang harus ditentukan secara empiris. Semakin besar kadar dependensi
khalayak terhadap media massa dilihat dari segi perolehan informasi dan semakin
tinggi kadar kritis serta ketidakstabilan masyarakat, maka akan semakin besar pula
kekuasaan yang dapat dimiliki oleh media (atau kekuasaan yang dikaitkan dengan
peranannya) (McQuail, 1987 : 84-85).
c. kelompok teori
d. Kedalaman Teori
Teori ini memprediksikan bahwa khalayak tergantung kepada informasi yang berasal
dari media massa dalam rangka memenuhi kebutuhan khalayak bersangkutan serta
mencapai tujuan tertentu dari proses konsumsi media massa. Namun perlu digaris
bawahi bahwa khalayak tidak memiliki ketergan-tungan yang sama terhadap semua
media. Teori ini pada dasarnya merupakan suatu pendekatan struktur sosial yang
berangkat dari gagasan mengenai sifat suatu masyarakat modern (atau masya-rakat
massa), di mana media massa dapat dianggap sebagai sistemi nformasi yang memiliki
peran penting dalam proses pemeliharaan, perubahan, dan konflik pada tataran
masyarakat, kelompok atau individu dalam aktivitas sosial. Pemikiran terpenting dari
teori ini adalah bahwa dalam masyarakatmodern,audiencemenjadi tergan-tung pada
media massa sebagai sumber informasi bagi pengetahuan tentang dan orientasi
kepada apa yang terjadi dalam masyarakatnya. Jenis dan tingkat ketergantungan akan
dipengaruhi oleh sejumlah kondisi struktural, meskipun kondisi terpenting terutama
berkaitan dengan tingkat perubahan, konflik atau tidak stabilnya masyarakat tersebut.
Berkaitan dengan apa yang dilakukan media yang pada dasar-nya melayani berbagai
fungsi informasi. Sesuai dengan teori-teori sebelumnya yang menekankan pada
pengguna sebagai penentu media, teori ini memperlihatkan bahwa individu
bergantung pada media untuk pemenuhan kebutuhan atau untuk mencapai
tujuannya,tetapi mereka tidak bergantung pada banyak media dengan porsi yang sama
besar. Mereka tetap dapat memilih media mana yang akan mereka gunakan untuk
memenuhi keinginanya.
1)Seseorang akan lebih bergantung pada media yang dapat memenuhi sejumlah
kebutuhannya sekaligus dibandingkan dengan media yang hanya mampu memenuhi
beberapa kebutuhan saja
e. Fenomena Kasus
Generasi Z (rentang umur 10-19 tahun) sebanyak 97% menonton TV, 50%
Akses Internet, 33% Radio, 7% TV kabel dan 4% Media cetak
Generasi Milenial (rentang umur 20-34 tahun) sebanyak 96% menonton
TV, dan 58% Akses Internet.
Generasi X (rentang umur 35-49 tahun) sebanyak 97% menonton TV, 37%
Radio, dan 33% Akses Internet.
Generasi Baby Boomers (rentang umur 50-64 tahun) sebanyak 95%
Melvin Lawrence DeFleur lahir di Portland, Oregon pada tanggal 27 April 1923.
DeFleur menerima gelar Ph.D. dalam psikologi sosial dari University of Washington
pada tahun 1954. Tesisnya, studi eksperimental tentang hubungan respons stimulus
dalam komunikasi selebaran, diambil dari sosiologi, psikologi, dan komunikasi,
untuk mempelajari bagaimana informasi menyebar melalui komunitas Amerika.
DeFleur menikah dengan Margaret DeFleur, Associate Dean for Graduate Studies
and Research.
a. Isi Teori
Inklusi merujuk pada kebutuhan manusia untuk diketahui serta dikenal dalam
sebuah interaksi antar manusia sebagai partisipan.
Kontrol merujuk pada keinginan manusia untuk membuat sebuah perbedaan
dalam lingkungan sosialnya.
Afeksi merujuk pada kebutuhan dasar manusia yaitu merasakan kehangatan
hubungan interpersonal atau perasaan ingin dicintai.
b. Asumsi Dasar
Diutarakan oleh William Schutz (1958) dengan Postulat Schutz-nya yang berbunyi
bahwa setiap manusia memiliki tiga kebutuhan antarpribadi yang disebut dengan
inklusif, kontrol dan afeksi. Asumsi dasar teori ini adalah bahwa manusia dalam
hidupnya membutuhkan manusia lain (manusia sebagai makhluk sosial).
Konsep antarpribadi menjelaskan tentang adanya suatu hubungan yang terjadi antara
manusia. Sedangkan konsep kebutuhan menjelaskan tentang suatu keadaan atau
kondisi dari individu, apabila tidak dihadirkan atau ditampilkan akan menghasilkan
suatu akibat yang tidak menyenangkan bagi individu. Ada tiga macam kebutuhan
antarpribadi, yaitu kebutuhan antarpribadi untuk inklusi, kebutuhan antarpribadi
untuk kontrol, dan kebutuhan antarpribadi untuk afeksi.
INCLUSION / KEIKUTSERTAAN
Kebutuhan Inklusi adalah kebutuhan yang berdasarkan pada kesadaran pribadi yang
ingin mendapatkan kepuasan dengan cara berkontribusi penuh/berguna bagi
kelompok atas dasar kesadaran sendiri setelah berinteraksi dalam kelompok.
Kebutuhan inklusi berorientasi pada keinginan untuk pengakuan sebagai seseorang
yang berkemampuan dalam suatu kondisi. Pada dimensi ini ada kecenderungan orang
untuk ingin dijadikan “sandaran” untuk berkonsultasi, bertanya dan dimintai pendapat
dan sarannya. Intensitas kebutuhan pemenuhan dimensi ini bagi tiap individu tidaklah
sama. Kebutuhan inklusi yang terlalu tinggi akan mengakibatkan seseorang di posisi
oversocial. Sedangkan kebutuhan inklusi yang terlalu rendah mengakibatkan
seseorang dikategorikan dalam kelompok undersocial.
Tingkah laku inklusi yang negatif misalnya menyendiri dan menarik diri.
Ada juga tipe inklusi yang patologis yaitu seseorang yang mengalami pemuasan
kebutuhan antarpribadi secara patologis. Jika hal ini terjadi maka orang tersebut
terbilang gagal dalam usahanya untuk berkelompok.
Undersocial
Dalam berinteraksi, individu ini cenderung menolak dalam kelompok. Di sisi lain jika
sudah bergabung dalam kelompok, individu undersocial lebih memilih menghindar
dari interaksi interpersonal. Individu undersocial lebih memilih “membangun” dunia
sendiri dibanding menanggung risiko ditolak dalam berinteraksi dalam kelompok.
Oversocial
CONTROL/MENGENDALIKAN
Kebutuhan kontrol akan sangat terlihat ketika kelompok tengah mengerjakan suatu
proposal. Ketika gagasan individu diterima, dan individu tersebut merasa
berpengaruh dalam kelompok disanalah kebutuhan kontrol seorang individu
terpenuhi. Kepuasan yang dihasilkan terwujud karena individu yang berkompetensi
dalam kepemimpinan bisa mengasah kemampuannya dengan bergabung dalam
pengambilan keputusan kelompok. Sama halnya dengan kebutuhan inklusi, intensitas
kebutuhan pemenuhan dimensi ini bagi tiap individu tidaklah sama.
1. Tipe kontrol yang berlebihan (authocrat); seseorang menunjukkan
kecenderungan untuk bersikap dominan terhadap orang lain dalam tingkah
laku antarpribadinya. Karakteristiknya adalah seseorang selalu mencoba untuk
mendominasi orang lain dan berkeras hati untuk mendudukkan dirinya dalam
suatu hirarki yang tinggi.
Tipe kontrol yang patologis; seseorang yang tidak mampu atau tidak dapat menerima
control dalam bentuk apapun dari orang lain.
Autocrat
Abdicrat
Abdicrat sama sekali kebalikan dari autocrat. Individu abdicrat tidak ingin turut
campur dalam pengambilan keputusan. Pribadi abdicrat masuk dalam kelompok
karena adanya individu lain yang akan mengemban tanggung jawab.
Kebutuhan afeksi pada posisi paling dasar merupakan kebutuhan untuk disukai,
kesempatan untuk membangun hubungan pribadi yang dekat (intim) dengan individu
lain. Kebutuhan ini adalah bagian dari keinginan untuk dekat dengan orang lain dan
juga bagian dari keinginan individu lain untuk dekat dengan seorang individu. Kedua
pribadi sangat membutuhkan pengakuan dan keramahan emosional dengan individu
lainnya.
Tingkah laku afeksi adalah tingkah laku yang ditujukan untuk mencapai kebutuhan
antarpribadi akan afeksi. Tingkah laku afeksi menunjukkan akan adanya hubungan
yang intim antara dua orang dan saling melibatkan diri secara emosional.
Afeksi hanya akan terjadi dalam hubungan antara dua orang (diadic – Frits Heider,
1958)). Tingkah laku afeksi yang positif: cinta, intim/akrab, persahabatan, saling
menyukai. Tingkah laku afeksi yang negatif: kebencian, dingin/tidak akrab, tidak
menyukai, mengambil mengambil jarak emosional.
1. Tipe afeksi yang ideal (personal); seseorang yang mendapat kepuasan dalam
memenuhi kebutuhan antarpribadi untuk afeksinya.
2. Tipe afeksi yang kekurangan (underpersonal); seseorang dengan tipe ini
memiliki kecenderungan untuk selalu menghindari setiap keterikatan yang
sifatnya intim dan mempertahankan hubungan dengan orang lain secara
dangkal dan berjarak.
3. Tipe afeksi yang berlebihan (overpersonal); seseorang yang cenderung
berhubungan erat dengan orang lain dalam tingkah laku antarpribadinya.
Tipe afeksi yang patologis; seseorang yaang mengalami kesukaran dan hambatan
dalam memenuhi kebutuhan antarpribadi afeksinya, besar kemungkinan akan jatuh
dalam keadaan neorosis.
Sama dengan dua dimensi sebelumnya, tingkat afeksi dari tiap pribadi berbeda.
Kebutuhan afeksi yang terlalu tinggi akan mengakibatkan seseorang di posisi
overpersonal. Sedangkan kebutuhan inklusi yang terlalu rendah mengakibatkan
seseorang dikategorikan dalam kelompok underpersonal.
Overpersonal
Underpersonal
c. Kelompok Teori
= teori intrapersonal
d. Fenomena Kasus
Pada dasarnya setiap kita memulai hidup dalam suatu lingkungan tatanan tertentu
kita pasti akan berkeinginan untuk bisa berhubungan interpersonal dengan orang lain.
Hal itu tidak lain karena memang kita ini adalah makhul sosial, yang pastinya selalu
membutuhkan orang lain dalam hidup. Hal itu guna tak lain juga kebutuhan
antarpribadi kita terpenuhi yaitu kebutuhan untuk berasosiasi, kebutuhan mengontrol
perilaku kita, kebutuhan untuk akrab atau hasrat mempunyai teman.
Contoh aplikasi dalam kasus. Ketika ada murid baru masuk ke kelas kita, ketika kita
masih di sekolah menengah, misalnya, dia sebagai anak baru tentu merasa atau
setidaknya berkeinginan mempunyai teman, ingin diakui oleh teman-teman, dan juga
ingin dihargai oleh mereka yang sudah lebih dahulu ada di kelas. Kebutuhan-
kebutuhan untuk semua itu merupakan aspek pokok yang pertama kali dirasakan oleh
anak baru tadi. Selanjutnya, setelah itu semua terpenuhi, maka segala kemungkinan
terjadinya proses komunikasi bisa berlangsung, bergantung kepada keinginan dari
anak tadi atau malahan adanya keinginan dari salah seorang murid di kelas itu untuk
mengajaknya bergabung dalam bidang tertentu
e. Biografi penggagas
Schutz lahir di Chicago, Illinois. berpraktik di Esalen Institute pada 1960-an. Dia
kemudian menjadi presiden BConWSA International. Dia menerima gelar Ph.D. dari
UCLA. Pada 1950-an, dia adalah bagian dari kelompok sebaya di Pusat Konseling
Universitas Chicago yang mencakup Carl Rogers, Thomas Gordon, Abraham Maslow
dan Elias Porter. Dia mengajar di Universitas Tufts, Universitas Harvard, Universitas
California, Berkeley dan Fakultas Kedokteran Albert Einstein, dan menjadi ketua
departemen studi holistik di Universitas Antioch hingga tahun 1983.
Schutz juga menciptakan FIRO-B, alat ukur dengan skala yang menilai aspek
perilaku dari tiga dimensi. Kemajuannya atas Teori FIRO di luar alat FIRO-B terlihat
paling jelas dalam perubahan skala "Afeksi" ke skala "Keterbukaan" dalam "Elemen
FIRO-B". Perubahan ini menyoroti teori barunya bahwa perilaku berasal dari
perasaan ("FIRO Element-F") dan konsep diri ("FIRO Element-S"). "Yang mendasari
perilaku keterbukaan adalah perasaan disukai atau tidak disukai, dicintai atau tidak
dicintai. Saya menganggap Anda menyenangkan jika saya menyukai diri saya sendiri
di hadapan Anda, jika Anda menciptakan suasana di mana saya menyukai diri saya
sendiri."
W. Schutz menulis lebih dari sepuluh buku dan banyak artikel. Karyanya dipengaruhi
oleh Alexander Lowen, Ida Pauline Rolf dan Moshe Feldenkrais. Sebagai seorang
terapis tubuh, ia memimpin lokakarya kelompok pertemuan yang berfokus pada
penyebab penyakit dan mengembangkan pengobatan alternatif yang berpusat pada
tubuh. Buku-bukunya, "Kesederhanaan yang Mendalam" dan "Opsi Kebenaran,"
membahas tema ini. Dia membawa pendekatan baru untuk terapi tubuh yang
mengintegrasikan kebenaran, pilihan (kebebasan), tanggung jawab (diri), harga diri,
harga diri dan kejujuran ke dalam pendekatannya.
Dalam bukunya, seseorang menemukan konsep siklus energi (misalnya Schutz 1979)
yang dilalui atau diminta oleh seseorang untuk diselesaikan. Langkah-langkah
tunggal dari siklus energi adalah: motivasi - persiapan - tindakan - perasaan.
3. Teori Kultivasi
a. Isi Teori
Teori kultivasi atau analisis kultivasi atau kultivasi adalah salah satu teori efek
kumulatif media massa yang memandang hubungan antara terpaan media massa yaitu
televisi terhadap kepercayaan serta sikap khalayak massa tentang dunia di sekitarnya.
Singkatnya, teori kultivasi memiliki hipotesis bahwa pemirsa televisi kelas berat akan
mempertahankan kepercayaan dan konsepsi tentang dunia di sekitarnya yang selaras
dengan apa yang mereka lihat melalui layar kaca. Misalnya, program televisi yang
banyak memperlihatkan tindakan kekerasan. Berdasarkan hipotesis teori kultivasi
maka pemirsa kelas berat akan cenderung melihat dunia di sekitarnya sebagai tempat
yang penuh dengan tindakan kekerasan.
b. Asumsi Teori
c. Kelompok Teori
= Komunikasi Massa
d. Fenomena Kasus
1. Sinetron dan Reality Show
Sekarang ini banyak sekali program sinetron dan reality show yang yang ada
di TV yang setiap malam ditampilkan dan di tonton oleh semua masyarakat indonesia
karena masyarakat indonesia rata-rata semuanya suka akan program sinetron dan
reality show yang ada di RCTI, SCTV, INDOSIAR dan stasiun TV lainnya.
Tontonan seperti seperti acara sinetron maupun reality show yang sering
menunjukkan kekerasan,perselingkuhan ,kriminal,dll akan dianggap sebagai
Gambaran bahwa itu lah yang sering terjadi di kehidupan realita padahal belum tentu
semua yang terdapat pada tayangan itu adalah kejadian-kejadian yang sering terjadi
di kehidupan kita atau pun di mayarakat. Semua yang terdapat pada reality show atau
sinetron adalah hasil dari skenario belaka.
Di dalam teori kultivasi bahwa di jelaskan pada dasar nya ada 2 tipe penonton
televisi yang mempunyai karateristik saling bertentangan /bertolak belakang, yaitu
pecandu/penonton fanatik adalah mereka yang menonton televisi lebih dari 4 (empat)
jam setiap harinya. Kelompok penonton televisi ini sering juga di sebut khalayak
penonton/pecandu televisi, serta 2(dua) adalah penonton biasa yaitu mereka yang
menonton televisi@ jam atau kuarang dalam setiap harinya dan di dalamnya teori
kultivasi ini berlaku terhadap pecandu/penonton fanastik, karena mereka semua
adalah orang-orang yang lebih cepat percaya dan menganggap bahwa apa yang terjadi
di televisi itulah dunia senyatanya /fikti belakang dan televisi memang sudah melekat
di kehgidupan kita sehari-hari. Dari televisi lah kita belajar tentang kehidupan dan
budaya masyarakt di mana pun.
Semua tayangan televisi memiliki bahasa sendiri, yang dapat di pahami
dengan menganalisis secara seksama terhadap suara atau gambar, yang di gunakaan
untuk menympaikan pesan. Setiap penonton memiliki latar belakang pendidikan,
usia, pekerjaan , ras agama, suku, jenis kelamin dll yang berbeda. Mereka juga
mempunyai pengalaman hidup yang berbeda. Maka mereka menafsirkan tayangan tv
dengan cara yang berbeda. Meskipun munkin tayangan itu persis sama.
Perkembangan di bidang pertelevisian tersebut memungkinkan timbulnya persaingan
yang cukup ketat di antara stasiun-stasiun televisi untuk menarik perhatian pemirsa.
Sebagai akibatnya, dapat kita lihat dari banyaknya jenis acara yang menarik, mulai
dari film, sinetron, kuis, acara musik dan sebagainya. Dengan adanya program-
program yang menarik tersebut, pemirsa seperti dimanjakan, karena pemirsa tinggal
memilih acara apa yang ingin ditontonnya, dan pada saluran televisi yang aman.
Dengan banyaknya pilihan acara tersebut tidaklah mengherankan apabila hampir
setiap orang berada di depan pesawat televisi. Mulai dari bangun tidur, pulang
sekolah bahkan menjelang tidur kembali. Tingkat mengkonsumsi media khususnya
televisi pada masyarakat dan dalam melihat televisi terdapat pengaruh antara
intensitas menonton televisi terhadap kedisiplinan anak dalam mentaati waktu belajar.
Karena koefesien negatif artinya semakin tinggi intensitas menonton televisi maka
semakin berkurangnya kedisiplinan anak dalam mentaati waktu belajar.
Adapun faktor yang mendorong terjadinya kekerasan dalam rumah tangga adalah
- Pembelaan atas kekuasaan laki-laki Laki-laki dianggap sebagai prioritas utama
sumber daya dibandingkan dengan wanita, sehingga mampu mengatur dan
mengendalikan wanita.
- Diskriminasi dan pembatasan dibidang ekonomi
Diskriminasi dan pembatasan kesempatan bagi wanita untuk bekerja mengakibatkan
wanita (istri) ketergantungan terhadap suami, dan ketika suami kehilangan pekerjaan
maka istri mengalami tindakan kekerasan.
- Beban pengasuhan anak
Istri yang tidak bekerja, menjadikannya menanggung beban sebagai pengasuh anak.
Ketika terjadi hal yang tidak diharapkan terhadap anak, maka suami akan menyalah-
kan istri sehingga tejadi kekerasan dalam rumah tangga.
-. Wanita sebagai anak-anak
konsep wanita sebagai hak milik bagi laki-laki menurut hukum, mengakibatkan kele-
luasaan laki-laki untuk mengatur dan mengendalikan segala hak dan kewajiban
wanita. Laki-laki merasa punya hak untuk melakukan kekerasan sebagai seorang
bapak melakukan kekerasan terhadap anaknya agar menjadi tertib.
e. Penggagas Teori
Gerbner adalah seorang profesor Komunikasi dan pendiri teori kultivasi. Lahir di
Budapest, Hungaria, dia berimigrasi ke Amerika Serikat pada akhir tahun 1939. Gerbner
meraih gelar sarjana dalam jurnalisme dari Universitas California, Berkeley pada 1942. Ia
bekerja sebentar untuk San Francisco Chronicle sebagai penulis, kolumnis dan assisten
editor keuangan. Ia bergabung dengan Angkatan Darat Amerika Serikat pada tahun
1943. Ia bergabung dengan Office of Strategic Services sementara melayani dan
menerima Bintang Perunggu. Setelah perang ia bekerja sebagai penulis lepas dan
penerbit dan mengajar jurnalistik di El Camino College sambil mendapatkan (1951) dan
doktor master (1955) dalam komunikasi di University of Southern California. disertasi-
Nya, “Toward a General Theory of Communication,” memenangkan penghargaan USC
untuk “disertasi terbaik.”
Dikembangkan oleh George Gerbner dan Larry Gross dari University of Pennsylvania,
teori kultivasi ini berasal dari beberapa proyek penelitian skala besar berjudul 'Indikator
Budaya'. Tujuan dari proyek Indikator Budaya ini adalah untuk mengidentifikasi efek
televisi pada pemirsa.
https://media.neliti.com/media/publications/232180-perilaku-konsumsi-media-
oleh-kalangan-re-9a678f21.pdf
http://ekonomi.kompas.com/read/2018/02/15/093533926/survei-nielsen-media-
digital
dan-media-konvensional-saling-melengkapi.
https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwjwkcC9gK
HvAhU-gtgFHd2sACEQFjAKegQICBAD&url=https%3A%2F%2Fjurnal.kwikkiangie.ac.id
%2Findex.php%2FJKB%2Farticle%2Fview
%2F639%2F408&usg=AOvVaw0DncVkV5GVluR_KPvvZdai
https://communicationdomain.wordpress.com/2010/12/18/fundamental-
interpersonal-relationship-orientation/
https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwj--
YHnr6LvAhUL7nMBHTdXCAAQFjABegQIARAD&url=https%3A%2F
%2Fid.wikipedia.org%2Fwiki
%2FTeori_kultivasi&usg=AOvVaw2Nna0osxB_DbI5rNokS7WW