Anda di halaman 1dari 26

Nama : Suci Fatimah Fitri

Nim : 200114474 (42)

Teori
Komunikasi
1. Teori Sistem Ketergantungan Media (Media Systems Dependency Theory atau
Dependency Theory)

a. Isi Teori

Teori ini menyatakan bahwa media bergantung pada konteks sosial dan pertama kali
dirumuskan oleh Sandra Ball-Rokeach dan Melvin DeFleur (1976). Mereka
memandang bahwa bertemunya media dengan khalayak didasarkan atas tiga
perspektif, yaitu perspektif perbedaan individual, perspektif kategori sosial, dan
perspektif hubungan sosial (Rakhmat, 2001 : 203)

b. Asumsi Teori

Asumsi teori ini memandang bahwa dependensi relatif khalayak terhadap sumber
media massa jika dibandingkan dengan sumber informasi lainnya merupakan suatu
variabel yang harus ditentukan secara empiris. Semakin besar kadar dependensi
khalayak terhadap media massa dilihat dari segi perolehan informasi dan semakin
tinggi kadar kritis serta ketidakstabilan masyarakat, maka akan semakin besar pula
kekuasaan yang dapat dimiliki oleh media (atau kekuasaan yang dikaitkan dengan
peranannya) (McQuail, 1987 : 84-85).

c. kelompok teori

= teori komunikasi massa

d. Kedalaman Teori

Teori ini memprediksikan bahwa khalayak tergantung kepada informasi yang berasal
dari media massa dalam rangka memenuhi kebutuhan khalayak bersangkutan serta
mencapai tujuan tertentu dari proses konsumsi media massa. Namun perlu digaris
bawahi bahwa khalayak tidak memiliki ketergan-tungan yang sama terhadap semua
media. Teori ini pada dasarnya merupakan suatu pendekatan struktur sosial yang
berangkat dari gagasan mengenai sifat suatu masyarakat modern (atau masya-rakat
massa), di mana media massa dapat dianggap sebagai sistemi nformasi yang memiliki
peran penting dalam proses pemeliharaan, perubahan, dan konflik pada tataran
masyarakat, kelompok atau individu dalam aktivitas sosial. Pemikiran terpenting dari
teori ini adalah bahwa dalam masyarakatmodern,audiencemenjadi tergan-tung pada
media massa sebagai sumber informasi bagi pengetahuan tentang dan orientasi
kepada apa yang terjadi dalam masyarakatnya. Jenis dan tingkat ketergantungan akan
dipengaruhi oleh sejumlah kondisi struktural, meskipun kondisi terpenting terutama
berkaitan dengan tingkat perubahan, konflik atau tidak stabilnya masyarakat tersebut.
Berkaitan dengan apa yang dilakukan media yang pada dasar-nya melayani berbagai
fungsi informasi. Sesuai dengan teori-teori sebelumnya yang menekankan pada
pengguna sebagai penentu media, teori ini memperlihatkan bahwa individu
bergantung pada media untuk pemenuhan kebutuhan atau untuk mencapai
tujuannya,tetapi mereka tidak bergantung pada banyak media dengan porsi yang sama
besar. Mereka tetap dapat memilih media mana yang akan mereka gunakan untuk
memenuhi keinginanya.

Menurut DeFleur dan Rokeachderajat ketergantungan terhadap media merupakan


kunci dalam memahami kapan dan mengapa pesan media massa dapat mengubah
kepercayaan, perasaan dan perilaku audiensi. Dalam masyarakat industri modern,
orang semakin tergantung pada media untuk :

 Memahami dunia sosial mereka


 Bertindak secara bermakna dan efektif dalam masyarakat
 Untuk menemukan fantasi dan pelarianDerajat ketegantungan khalayak
terhadap media di tentukan oleh:
 Tingkat kepentingan informasiyang disampaikan media
 Derajat perubahan dan konflikyang terjadi dalam masyarakat Kedua ahli ini
setuju dengan gagasan awal teori penggunaan dan kepuasan bahwa orang
bergantung pada informasi yang diberikan media untuk memenuhi kebutuhan
tertentu atau untuk mencapai tujuan tertentu, tetapi orang tidak bergantung
pada semua media secara sama dan merata.

Rokeach dan De Fleur mengemukakan dua faktor yang menentukan


ketergantunganseseorang terhadap media :

1)Seseorang akan lebih bergantung pada media yang dapat memenuhi sejumlah
kebutuhannya sekaligus dibandingkan dengan media yang hanya mampu memenuhi
beberapa kebutuhan saja

2)Perubahan sosial dan konflik yang terjadi di masyarakat dapat menyebabkan


perubahan pada institusi, kepercayaan dan kegiatan yang sudah mapan. Situasi sosial
yang bergejolak (perang,bencana, dan kerusuhan)dapat menimbulkan perubahan pada
konsumsi media. Misal-nya, orang jadi lebih bergantung pada media untuk
mendapatkan informasi atau berita.Pada situasi sosial yang stabil kebutuhan media
juga akan berubah dimana orang lebih menyukai program hiburan Dengan demikian,
ketergantungan pada media merupakan hasil dari 2 faktor penting yaitu motif
audiensi untuk mendapatkan kepuasan dan ketersediaan alternative tontonan. Masing-
masing faktor dipengaruhi oleh sejumlah karak-teristik. Misalnya, seseorang yang
memiliki gangguan kesehatan dan karenanya tidak bisa pergi kemana-mana akan
bergantung pada media seperti televisi untuk mendapatkan hiburan

e. Fenomena Kasus

Nielsen dalam studinya mengemukakan bahwa konsumsi antara media


digital dan konvensional saling melengkapi, akan tetapi ada perbedaan dalam
pengkonsumsian informasi tersebut dipandang dari berbagai generasi. Sebagai
contoh:

 Generasi Z (rentang umur 10-19 tahun) sebanyak 97% menonton TV, 50%
Akses Internet, 33% Radio, 7% TV kabel dan 4% Media cetak
 Generasi Milenial (rentang umur 20-34 tahun) sebanyak 96% menonton
TV, dan 58% Akses Internet.
 Generasi X (rentang umur 35-49 tahun) sebanyak 97% menonton TV, 37%
Radio, dan 33% Akses Internet.
 Generasi Baby Boomers (rentang umur 50-64 tahun) sebanyak 95%

 menonton TV, 32% Radio dan 9% Akses Internet.

Dalam penelitian sebelumnya yaitu DzPola Konsumsi Remaja (Anak SMA/SMK)


dalam Menggunakan Internet atau Media Barudz terdapat faktor penting yang bisa
dikemukakan, yaitu: Pendidikan Orang Tua, Perangkat, Biaya dan Tempat untuk
mengakses Internet. Dari keempat aspek ini, belum dilakukan analisis yang
menghubungkan keempat aspek tersebut dengan tingkat penggunaan internet anak
atau siswa SMA/SMK. Padahal penting untuk mengetahui apakah anak-anak
SMA/SMK tingkat penggunaannya tinggi atau rendah. Dampak-dampak apa yang
mungkin terjadi apabila anak memiliki tingkat penggunaan internet yang tinggi. Hal
ini dirasa penting karena tingkat penggunaan internet yang tinggi akan mengarah
kepada yang namanya Nomophobia

f. Biografi Penggagas Teori

Melvin Lawrence DeFleur lahir di Portland, Oregon pada tanggal 27 April 1923.
DeFleur menerima gelar Ph.D. dalam psikologi sosial dari University of Washington
pada tahun 1954. Tesisnya, studi eksperimental tentang hubungan respons stimulus
dalam komunikasi selebaran, diambil dari sosiologi, psikologi, dan komunikasi,
untuk mempelajari bagaimana informasi menyebar melalui komunitas Amerika.

Dia telah mengajar di Universitas Indiana (1954–1963), Universitas Kentucky (1963–


1967), Universitas Negeri Washington (1967–1976), Universitas New Mexico (1976–
1980), Universitas Miami (1981–1985 ), Syracuse University (1987–1994) dan
University of Washington sebelum mengambil posisi terakhirnya sebagai profesor
komunikasi di Departemen Komunikasi Massa, Periklanan dan Hubungan
Masyarakat Universitas Boston. Selain itu, ia dua kali menjadi Profesor Fulbright di
Argentina: dan berafiliasi dengan Argentine Sociological Society dan Ibero-
Interamerican Sociological Society, di mana ia menjabat sebagai Sekretaris Jenderal.

DeFleur menikah dengan Margaret DeFleur, Associate Dean for Graduate Studies
and Research.

DeFleur meninggal pada 13 Februari 2017, dalam usia 93.


2. Fundamental Interpersonal Relationship Orientation atau FIRO

a. Isi Teori

Teori Fundamental Interpersonal Relationship Orientation atau FIRO merupakan


sebuah teori yang dikenalkan oleh William Schutz pada tahun 1958. Teori ini
menekankan pada 3 (tiga) macam kebutuhan manusia yaitu kebutuhan inklusi,
kebutuhan untuk memegang kontrol, dan kebutuhan afeksi.

 Inklusi merujuk pada kebutuhan manusia untuk diketahui serta dikenal dalam
sebuah interaksi antar manusia sebagai partisipan.
 Kontrol merujuk pada keinginan manusia untuk membuat sebuah perbedaan
dalam lingkungan sosialnya.
 Afeksi merujuk pada kebutuhan dasar manusia yaitu merasakan kehangatan
hubungan interpersonal atau perasaan ingin dicintai.

Menurut Schutz, teori  Fundamental Interpersonal Relationship Orientation atau


FIRO merupakan teori yang humanis karena teori ini memiliki kredibilitas intitusi,
masuk akal, dan merupakan komunikasi praktis yang kita sering alami sehari-hari.

b. Asumsi Dasar

Fundamental Interpersonal Relationship Orientation mengasumsikan bahwa ada


tiga kebutuhan penting yang menyebabkan (orientasi) adanya interaksi dalam suatu
kelompok. Ketiga aspek itu adalah keikutsertaan (inclusion), pengendali (control)
dan kasih sayang (affection).

Diutarakan oleh William Schutz (1958) dengan Postulat Schutz-nya yang berbunyi
bahwa setiap manusia memiliki tiga kebutuhan antarpribadi yang disebut dengan
inklusif, kontrol dan afeksi. Asumsi dasar teori ini adalah bahwa manusia dalam
hidupnya membutuhkan manusia lain (manusia sebagai makhluk sosial).
Konsep antarpribadi menjelaskan tentang adanya suatu hubungan yang terjadi antara
manusia. Sedangkan konsep kebutuhan menjelaskan tentang suatu keadaan atau
kondisi dari individu, apabila tidak dihadirkan atau ditampilkan akan menghasilkan
suatu akibat yang tidak menyenangkan bagi individu. Ada tiga macam kebutuhan
antarpribadi, yaitu kebutuhan antarpribadi untuk inklusi, kebutuhan antarpribadi
untuk kontrol, dan kebutuhan antarpribadi untuk afeksi.

INCLUSION / KEIKUTSERTAAN

Kebutuhan Inklusi adalah kebutuhan yang berdasarkan pada kesadaran pribadi yang
ingin mendapatkan kepuasan dengan cara berkontribusi penuh/berguna bagi
kelompok atas dasar kesadaran sendiri setelah berinteraksi dalam kelompok.
Kebutuhan inklusi berorientasi pada keinginan untuk pengakuan sebagai seseorang
yang berkemampuan dalam suatu kondisi. Pada dimensi ini ada kecenderungan orang
untuk ingin dijadikan “sandaran” untuk berkonsultasi, bertanya dan dimintai pendapat
dan sarannya. Intensitas kebutuhan pemenuhan dimensi ini bagi tiap individu tidaklah
sama. Kebutuhan inklusi yang terlalu tinggi akan mengakibatkan seseorang di posisi
oversocial. Sedangkan kebutuhan inklusi yang terlalu rendah mengakibatkan
seseorang dikategorikan dalam kelompok undersocial.

Kebutuhan Antarpribadi untuk Inklusi

Yaitu kebutuhan untuk mengadakan dan mempertahankan komunikasi antarpribadi


yang memuaskan dengan orang lain, sehubungan dengan interaksi dan asosiasi.
Tingkah laku inklusi adalah tingkah laku yang ditujukan untuk mencapai kepuasan
individu. Misalnya keinginan untuk asosiasi, bergabung dengan sesama manusia,
berkelompok.
Tingkah laku inklusi yang positif memiliki ciri-ciri: ada persamaan dengan orang
lain, saling berhubungan dengan orang lain, ada rasa menjadi satu bagian kelompok
dimana ia berada, berkelompok atau bergabung.

Tingkah laku inklusi yang negatif misalnya menyendiri dan menarik diri.

Beberapa tipe dari Inklusi, yaitu:

1. Tipe Sosial; seseorang yang mendapatkan pemuasan kebutuhan antarpribadi


secara ideal.
2. Tipe Undersosial; tipe yang dimiliki oleh seseorang yang mengalami
kekurangan dalam derajat pemuasan kebutuhan antarpribadinya.
Karakteristiknya adalah selalu menghindar dari situasi antar kesempatan
berkelompok atau bergabung dengan orang lain. Ia kurang suka berhubungan
atau bersama dengan orang lain.
3. Tipe Oversosial; seseorang mengalami derajat pemuasan kebutuhan
antarpribadinya cenderung berlebihan dalam hal inklusi. Ia cenderung
ekstrovert. Ia selalu ingin menghubungi orang lain dan berharap orang lain
juga menghubunginya.

Ada juga tipe inklusi yang patologis yaitu seseorang yang mengalami pemuasan
kebutuhan antarpribadi secara patologis. Jika hal ini terjadi maka orang tersebut
terbilang gagal dalam usahanya untuk berkelompok.

Undersocial

Dalam berinteraksi, individu ini cenderung menolak dalam kelompok. Di sisi lain jika
sudah bergabung dalam kelompok, individu undersocial lebih memilih menghindar
dari interaksi interpersonal. Individu undersocial lebih memilih “membangun” dunia
sendiri dibanding menanggung risiko ditolak dalam berinteraksi dalam kelompok.

Oversocial

Sikap oversocial merupakan kebalikan sikap dari undersocial. Sikap oversocial


merupakan kecenderungan sikap yang diakibatkan oleh berlebihannya tingkat
kebutuhan inklusi seseorang. Individu demikian adalah individu yang memiliki
keinginan besar untuk “eksis” dalam kelompok. Namun, dengan tingkat yang
berlebihan tersebut, membuat individu tersebut kehilangan kredibilitas. Hal ini
disebabkan karena selalu ingin “eksis” individu tersebut tidak memahami suatu
kegiatan/interaksi dalam kelompok. Secara umum, baik undersocial maupun
oversocial dilatarbelakangi oleh kegelisahan/ketakutan yang sama walaupun mereka
menghadapi dua keadaan yang berbeda. Kegelisahan tersebut adalah ketakutan jika
mereka tidak bermanfaat bagi kelompok.

CONTROL/MENGENDALIKAN

Kebutuhan Kontrol adalah kebutuhan yang berdasarkan pada kesadaran pribadi


yang ingin mendapatkan kepuasan dengan cara mengendalikan dalam artian
memimpin interaksi dalam kelompok. Kontrol pada dasarnya merepresentasikan
keinginan pribadi untuk mempengaruhi dan memiliki “suara” dalam penentuan
sikap/keputusan dalam kelompok.

Kebutuhan kontrol akan sangat terlihat ketika kelompok tengah mengerjakan suatu
proposal. Ketika gagasan individu diterima, dan individu tersebut merasa
berpengaruh dalam kelompok disanalah kebutuhan kontrol seorang individu
terpenuhi. Kepuasan yang dihasilkan terwujud karena individu yang berkompetensi
dalam kepemimpinan bisa mengasah kemampuannya dengan bergabung dalam
pengambilan keputusan kelompok. Sama halnya dengan kebutuhan inklusi, intensitas
kebutuhan pemenuhan dimensi ini bagi tiap individu tidaklah sama.

Kebutuhan kontrol yang terlalu tinggi akan mengakibatkan seseorang di posisi


autocrat. Sedangkan kebutuhan kontrol yang terlalu rendah mengakibatkan seseorang
dikategorikan dalam kelompok abdicrat.

Kebutuhan Antar Pribadi untuk Kontrol

Adalah kebutuhan untuk mengadakan serta mempertahankan komunikasi yang


memuaskan dengan orang lain berhubungan dengan kontrol dan kekuasaan. Proses
pengambilan keputusan menyangkut boleh atau tidaknya seseorang untuk melakukan
sesuatu perlu ada suatu kontrol dan kekuasaan. Tingkah laku kontrol yang positif,
yaitu: mempengaruhi, mendominasi, memimpin, mengatur. Sedangkan tingkah laku
kontrol yang negatif, yaitu: memberontak, mengikut, menurut.

Beberapa tipe dari kontrol, yaitu:

1. Tipe kontrol yang ideal (democrat); seseorang akan mengalami pemuasan


secara ideal dari kebutuhan antarpribadi kontrolnya. Ia mampu memberi
perintah maupun diperintah oleh orang lain. Ia mampu bertanggung jawab dan
memberikan tanggung jawab kepada orang lain.
2. Tipe kontrol yang kekurangan (abdicrat); seseorang memiliki
kecenderungan untuk bersikap merendahkan diri dalam tingkah laku
antarpribadinya. Seseorang cenderung untuk selalu mengambil posisi sebagai
bawahan (terlepas dari tanggungjawab untuk membuat keputusan).

 
1. Tipe kontrol yang berlebihan (authocrat); seseorang menunjukkan
kecenderungan untuk bersikap dominan terhadap orang lain dalam tingkah
laku antarpribadinya. Karakteristiknya adalah seseorang selalu mencoba untuk
mendominasi orang lain dan berkeras hati untuk mendudukkan dirinya dalam
suatu hirarki yang tinggi.

Tipe kontrol yang patologis; seseorang yang tidak mampu atau tidak dapat menerima
control dalam bentuk apapun dari orang lain.

Autocrat

Autocrat merupakan penggolongan individu yang membutuhkan keinginan control


terlalu tinggi. Keberadaan individu seperti ini cenderung mendominasi interaksi
dalam kelompok, baik interaksi interpersonal maupun dalam interaksi pengambilan
keputusan. Kecenderungan dominasi ini membuat seseorang terkesankan sebagai
orang yang otoriter dan pemaksaan keinginan,gagasan maupun ide individu tersebut.

Abdicrat

Abdicrat sama sekali kebalikan dari autocrat. Individu abdicrat tidak ingin turut
campur dalam pengambilan keputusan. Pribadi abdicrat masuk dalam kelompok
karena adanya individu lain yang akan mengemban tanggung jawab.

AFFECTION / KASIH SAYANG

Kebutuhan kasih sayang ini dimaksudkan akan kebutuhan seseorang dengan


lingkungan sosial. Sehingga seorang individu membutuhkan kasih sayang dan cinta
(kedekatan dalam berinteraksi) sebagai pemuas kebutuhannya dalam kelompok.
Dalam ketegori ini, kebutuhan inilah yang menyebabkan seseorang ikut dan berperan
aktif dalam kelompok.

Kebutuhan afeksi pada posisi paling dasar merupakan kebutuhan untuk disukai,
kesempatan untuk membangun hubungan pribadi yang dekat (intim) dengan individu
lain. Kebutuhan ini adalah bagian dari keinginan untuk dekat dengan orang lain dan
juga bagian dari keinginan individu lain untuk dekat dengan seorang individu. Kedua
pribadi sangat membutuhkan pengakuan dan keramahan emosional dengan individu
lainnya.

Kebutuhan Antarpribadi untuk Afeksi

Yaitu kebutuhan untuk mengadakan serta mempertahankan komunikasi antarpribadi


yang memuaskan dengan orang lain sehubungan dengan cinta dan kasih sayang.
Afeksi selalu menunjukkan hubungan antara dua orang atau dua pihak.

Tingkah laku afeksi adalah tingkah laku yang ditujukan untuk mencapai kebutuhan
antarpribadi akan afeksi. Tingkah laku afeksi menunjukkan akan adanya hubungan
yang intim antara dua orang dan saling melibatkan diri secara emosional.

Afeksi hanya akan terjadi dalam hubungan antara dua orang (diadic – Frits Heider,
1958)). Tingkah laku afeksi yang positif: cinta, intim/akrab, persahabatan, saling
menyukai. Tingkah laku afeksi yang negatif: kebencian, dingin/tidak akrab, tidak
menyukai, mengambil mengambil jarak emosional.

Beberapa tipe dari Afeksi:

1. Tipe afeksi yang ideal (personal); seseorang yang mendapat kepuasan dalam
memenuhi kebutuhan antarpribadi untuk afeksinya.
2. Tipe afeksi yang kekurangan (underpersonal); seseorang dengan tipe ini
memiliki kecenderungan untuk selalu menghindari setiap keterikatan yang
sifatnya intim dan mempertahankan hubungan dengan orang lain secara
dangkal dan berjarak.
3. Tipe afeksi yang berlebihan (overpersonal); seseorang yang cenderung
berhubungan erat dengan orang lain dalam tingkah laku antarpribadinya.

Tipe afeksi yang patologis; seseorang yaang mengalami kesukaran dan hambatan
dalam memenuhi kebutuhan antarpribadi afeksinya, besar kemungkinan akan jatuh
dalam keadaan neorosis.

Sama dengan dua dimensi sebelumnya, tingkat afeksi dari tiap pribadi berbeda.
Kebutuhan afeksi yang terlalu tinggi akan mengakibatkan seseorang di posisi
overpersonal. Sedangkan kebutuhan inklusi yang terlalu rendah mengakibatkan
seseorang dikategorikan dalam kelompok underpersonal.

Overpersonal

Overpersonal merupakan penggolongan individu yang membutuhkan keinginan


afeksi terlalu tinggi. Individu overpersonal selalu menginginkan kedekatan yang
sangat personal dalam berinteraksi dengan individu lain. Selalu ingin mengetahui
personal individu lain secara mendalam, terlalu mendalam. Individu ini dalam
menjalin hubungan cenderung terlalu terbuka, sehingga hampir tidak ada rahasia dan
di lain kata, bisa dikatakan individu ini tidak mengenal adanya kawasan bersama dan
kawasan privasi dalam berhubungan.

Underpersonal

Sebaliknya, pribadi underpersonal sangat memperhatikan batasan antara kawasan


pribadi dan bersama. Individu underpersonal tidak menyukai apabila terjadi interaksi
antarpersonal yang sudah memasuki kawasan yang menurutnya merupakan wilayah
pribadi. Individu ini cenderung menolak bahkan marah dan kesal jika interaksi yang
terjadi sudah memasuki wilayah personal.

c. Kelompok Teori

= teori intrapersonal

d. Fenomena Kasus

Pada dasarnya setiap kita memulai hidup dalam suatu lingkungan tatanan  tertentu
kita pasti akan berkeinginan untuk bisa berhubungan interpersonal dengan orang lain.
Hal itu tidak lain karena memang kita ini adalah makhul sosial, yang pastinya selalu
membutuhkan orang lain dalam hidup. Hal itu guna tak lain juga kebutuhan
antarpribadi kita terpenuhi yaitu kebutuhan untuk berasosiasi, kebutuhan mengontrol
perilaku kita, kebutuhan untuk akrab atau hasrat mempunyai teman.

     Contoh aplikasi dalam kasus. Ketika ada murid baru masuk ke kelas kita, ketika kita
masih di sekolah menengah, misalnya, dia sebagai anak baru tentu merasa atau
setidaknya berkeinginan mempunyai teman, ingin diakui oleh teman-teman, dan juga
ingin dihargai oleh mereka yang sudah lebih dahulu ada di kelas. Kebutuhan-
kebutuhan untuk semua itu merupakan aspek pokok yang pertama kali dirasakan oleh
anak baru tadi. Selanjutnya, setelah itu semua terpenuhi, maka segala kemungkinan
terjadinya proses komunikasi bisa berlangsung, bergantung kepada keinginan dari
anak tadi atau malahan adanya keinginan dari salah seorang murid di kelas itu untuk
mengajaknya bergabung dalam bidang tertentu

e. Biografi penggagas
Schutz lahir di Chicago, Illinois. berpraktik di Esalen Institute pada 1960-an. Dia
kemudian menjadi presiden BConWSA International. Dia menerima gelar Ph.D. dari
UCLA. Pada 1950-an, dia adalah bagian dari kelompok sebaya di Pusat Konseling
Universitas Chicago yang mencakup Carl Rogers, Thomas Gordon, Abraham Maslow
dan Elias Porter. Dia mengajar di Universitas Tufts, Universitas Harvard, Universitas
California, Berkeley dan Fakultas Kedokteran Albert Einstein, dan menjadi ketua
departemen studi holistik di Universitas Antioch hingga tahun 1983.

Pada tahun 1958, Schutz memperkenalkan teori hubungan interpersonal yang


disebutnya Fundamental Interpersonal Relations Orientation (FIRO). Menurut teori,
tiga dimensi hubungan interpersonal dianggap perlu dan cukup untuk menjelaskan
sebagian besar interaksi manusia: Inklusi, Kontrol, dan Kasih Sayang. Dimensi ini
telah digunakan untuk menilai dinamika kelompok.

Schutz juga menciptakan FIRO-B, alat ukur dengan skala yang menilai aspek
perilaku dari tiga dimensi. Kemajuannya atas Teori FIRO di luar alat FIRO-B terlihat
paling jelas dalam perubahan skala "Afeksi" ke skala "Keterbukaan" dalam "Elemen
FIRO-B". Perubahan ini menyoroti teori barunya bahwa perilaku berasal dari
perasaan ("FIRO Element-F") dan konsep diri ("FIRO Element-S"). "Yang mendasari
perilaku keterbukaan adalah perasaan disukai atau tidak disukai, dicintai atau tidak
dicintai. Saya menganggap Anda menyenangkan jika saya menyukai diri saya sendiri
di hadapan Anda, jika Anda menciptakan suasana di mana saya menyukai diri saya
sendiri."
W. Schutz menulis lebih dari sepuluh buku dan banyak artikel. Karyanya dipengaruhi
oleh Alexander Lowen, Ida Pauline Rolf dan Moshe Feldenkrais. Sebagai seorang
terapis tubuh, ia memimpin lokakarya kelompok pertemuan yang berfokus pada
penyebab penyakit dan mengembangkan pengobatan alternatif yang berpusat pada
tubuh. Buku-bukunya, "Kesederhanaan yang Mendalam" dan "Opsi Kebenaran,"
membahas tema ini. Dia membawa pendekatan baru untuk terapi tubuh yang
mengintegrasikan kebenaran, pilihan (kebebasan), tanggung jawab (diri), harga diri,
harga diri dan kejujuran ke dalam pendekatannya.

Dalam bukunya, seseorang menemukan konsep siklus energi (misalnya Schutz 1979)
yang dilalui atau diminta oleh seseorang untuk diselesaikan. Langkah-langkah
tunggal dari siklus energi adalah: motivasi - persiapan - tindakan - perasaan.

Schutz meninggal di rumahnya di Muir Beach, California pada tahun 2002.

3. Teori Kultivasi

a. Isi Teori

Teori kultivasi atau analisis kultivasi atau kultivasi adalah salah satu teori efek
kumulatif media massa yang memandang hubungan antara terpaan media massa yaitu
televisi terhadap kepercayaan serta sikap khalayak massa tentang dunia di sekitarnya.
Singkatnya, teori kultivasi memiliki hipotesis bahwa pemirsa televisi kelas berat akan
mempertahankan kepercayaan dan konsepsi tentang dunia di sekitarnya yang selaras
dengan apa yang mereka lihat melalui layar kaca. Misalnya, program televisi yang
banyak memperlihatkan tindakan kekerasan. Berdasarkan hipotesis teori kultivasi
maka pemirsa kelas berat akan cenderung melihat dunia di sekitarnya sebagai tempat
yang penuh dengan tindakan kekerasan.
b. Asumsi Teori

Secara keilmuan, untuk menunjukkan bahwatelevisi sebagai media yang


memengaruhipandangan kita terhadap realitas sosial, parapeneliti cultivation analysis
bergantung kepadaempat tahap proses. Pertama, message systemanalysis yang
menganalisis isi program televisi.Kedua, formulation of question about
viewers’social realities, yaitu pertanyaan yang berkaitanseputar realitas sosial
penonton televisi. Ketiga,survey the audience, yaitu menanyakan kepadamereka
seputar apa yang mereka konsumsi darimedia. Keempat, membandingkan realitas
sosialantara penonton berat dan orang yang jarangmenonton televisi. Empat tahap itu
dapatdisederhanakan menjadi dua jenis analisis:(1) Analisis isi (content analysis),
yangmengidentifikasi atau menentukan tema-temautama yang disajikan oleh televisi.
(2) Analisis khalayak (audience research), yangmencoba melihat pengaruh tema-tema
tersebutpada penonton (www.aber.uk/media/docu-ments/short/cultiv.html) Langkah
pertama untuk pengujian teorikultivasi dalam studi awal adalah
menentukankandungan isi televisi melalui analisis isi. Gerbnerdan kawan-kawan
mulai memetakan kandungan isipada prime time dan program televisi bagi anak-anak
di akhir pekan (weekend).Di antara berbagai teori dampak media jangkapanjang,
cultivation analysis merupakan teoriyang menonjol. Gerbner menyatakan
bahwatelevisi, sebagai salah satu media modern, telahmemperoleh tempat sedemikian
rupa dansedemikian penting dalam kehidupan sehari-harimasyarakat, sehingga
mendominasi “lingkungansimbolik” kita dengan cara menggantikanpesannya tentang
realitas bagi pengalaman pribadidan sarana mengetahui dunia lainnya.Teori kultivasi
melihat media massa sebagaiagen sosialisasi dan menemukan bahwa penontontelevisi
dapat memercayai apa yang ditampilkanoleh televisi berdasarkan seberapa banyak
merekamenontonnya (www.asudayton/edu/com/ faculty/kenny/cultivation.html).
Berdasarkan banyaknyawaktu yang dihabiskan untuk menonton, makapenonton
televisi dikelompokkan ke dalam duakategori, yakni light viewer (penonton
ringan)dalam arti menonton rata-rata dua jam per hari ataukurang dan hanya tayangan
tertentu, dan heavyviewer (penonton berat), yaitu menonton rata-rataempat jam per
hari atau lebih dan tidak hanyatayangan tertentu ( Infante, et.al, 1990, 1993).Asumsi
dasar teori ini adalah:(1)Televisi merupakan media yang unik.(2)Semakin banyak
seseorang menghabiskanwaktu untuk menonton televisi, semakin kuatkecenderungan
orang menyamakan realitastelevisi dengan realitas sosial.(3)Light viewers (penonton
ringan) cenderungmenggunakan jenis media dan sumberinformasi yang lebih
bervariasi (baikkomunikasi bermedia maupun sumber per-sonal), sementara heavy
viewers (penontonberat) cenderung mengandalkan televisisebagai sumber informasi
mereka.(4)Terpaan pesan televisi yang terus menerusmenyebabkan pesan tersebut
diterimakhalayak sebagai pandangan consensus masyarakat.(5)Televisi membentuk
mainstreaming dan reso-nance(6)Perkembangan teknologi baru memperkuatpengaruh
televisi.(www.aber.ac.uk/media/documents/short/cultiv.html) Asumsi pertama teori
ini menyatakan bahwa“televisi merupakan media massa yang bersifatunik”. Keunikan
tersebut ditandai oleh karakteristiktelevisi yang bersifat pervasive (menyebar
dandimiliki hampir seluruh keluarga), assesible (dapatdiakses tanpa memerlukan
kemampuan literasi ataukeahlian lain) dan coherent (mempersentasikanpesan dengan
dasar yang sama tentangmasyarakat melintasi program dan waktu).Asumsi kedua
menyatakan bahwa “semakinbanyak seseorang menghabiskan waktu untukmenonton
televisi, semakin kuat kecenderunganorang tersebut menyamakan realitas televisi
denganrealitas sosial”. Jadi, dunia nyata (real world) disekitar penonton televisi
dipersamakan dengandunia rekaan yang disajikan media tersebut (sym-bolic world).
Dengan bahasa yang lebih sederhanadapat dikatakan bahwa penonton memersepsi
apapun yang disajikan televisi sebagai kenyataan yangsebenarnya, namun teori ini
tidak menggeneralisasipengaruh tersebut berlaku untuk semua penonton,melainkan
lebih cenderung pada penonton dalamkategori heavy viewer (penonton berat).Hasil
pengamatan dan pengumpulan datayang dilakukan Gerbner dan kawan-kawan
bahkankemudian menyatakan bahwa heavy viewercenderung memersepsi dunia ini
sebagai tempatyang lebih kejam dan menakutkan (the mean andscary world)
ketimbang kenyataan yangsebenarnya. Fenomena inilah yang kemudiandikenal
sebagai the mean world syndrome(sindrom dunia kejam)yang merupakan
sebentukkeyakinan bahwa dunia sebuah tempat yangberbahaya, sebuah tempat di
mana sulit ditemukanorang yang dapat dipercaya, sebuah tempat dimana banyak
orang di sekililing kita yang dapatmembahayakan diri kita sendiri. Untuk itu,
orangharus berhati-hati menjaga diri. Pembedaan danpembandingan antara heavy dan
light Viewer di sini dipengaruhi pula oleh latar belakangdemografis di antara
mereka.Asumsi ketiga menyatakan bahwa“light view-ers cenderung menggunakan
jenis media dansumber informasi yang lebih bervariasi (baikkomunikasi bermedia
maupun sumber personal),sementara heavy viewers cenderungmengandalkan televisi
sebagai sumber informasimereka”. Kelompok penonton yang termasukkategori berat
umumya memiliki akses dankepemilikan media yang lebih terbatas. Karena
itu,mereka mengandalkan televisi sebagai sumberinformasi dan hiburan mereka.
Karena keterpakuanpada satu media ini, keragaman dan alternatifinformasi yang
mereka miliki menjadi terbatas.Itulah sebabnya, kemudian, mereka
membentukgambaran tentang dunia dalam pikirannyasebagaimana yang digambarkan
televisi.Sebaliknya, kelompok penonton ligth viewersmemiliki akses media yang
lebih luas, sehinggasumber informsi mereka menjadi lebih variatif.Karena kenyataan
ini, maka pengaruh televisi tidakcukup kuat pada diri mereka.Menurut teori ini,
media massa, khususnyatelevisi, diyakini memiliki pengaruh yang besar atassikap
dan perilaku penontonya (behavioral effect).Pengaruh tersebut tidak muncul seketika
melainkanbersifat kumulatif dan tidak langsung. Inilah yangmembedakan teori ini
dengan the hypodermicneedle theory atau sering juga disebut the magicbullet theory,
agenda setting theory, spiral of si-lence theory. Lebih lanjut, dapat
dikemukakanbahwa pengaruh yang muncul pada diri penontonmerupakan tahap
lanjut setelah media ini terlebihdahulu mengubah dan membentuk keyakinan-
keyakinan tertentu pada diri mereka melaluiberbagai acara yang ditayangkan. Satu
hal yangperlu dicermati adalah bahwa teori ini lebihcenderung berbicara pengaruh
televisi pada tingkatkomunitas atau masyarakat secara keseluruhan danbukan pada
tingkat individual.Secara implisit teori ini juga berpendapatbahwa pemirsa televisi
bersifat heterogen danterdiri dari individu-individu yang pasif yang tidakberinteraksi
satu sama lain. Namun, mereka memilikipandangan yang sama terhadap realitas yang
diciptakan media tersebut.Asumsi keempat teori ini menyatakan “terpaanpesan
televisi yang terus-menerus menyebabkanpesan tersebut diterima khalayak
sebagaipandangan konsensus masyarakat”. Terpaantelevisi yang intens dengan
frekuensi yang kerapdan terus menerus membuat apa yang ada dalampikiran
penonton televisi sebangun dengan apayang disajikan televisi. Karena alasan ini,
kemudian,mereka menganggap bahwa apa pun yang munculdi televisi sebagai
gambaran kehidupan yangsebenarnya, gambaran kehidupan yang disepakatisecara
konsensual oleh masyarakat. Dalamkonteks ini, berarti, bila penonton melihat
orangmelakukan sumpah pocong di televisi atau melihatadegan ciuman di antara dua
orang yang masihpacaran dalam sebuah sinetron, maka penontontersebut
menganggap hal itu sesuatu yanglumrah saja, yang menggambarkan kehidupannyata
di lingkungannya. Asumsi kelima menegaskan bahwa “televisimembentuk
mainstreaming dan resonance”.Gerbner dan kawan-kawan memperkenalkan faktor-
faktor mainstreaming dan resonance (Gerbner,Gross, Morgan dan
Signorelly,1980).Mainstreaming diartikan sebagai kemampuanmemantapkan dan
menyeragamkan berbagaipandangan di masyarakat tentang dunia di sekitarmereka
(TV stabilizes and homogenize viewswithin a society). Dalam proses ini, televisi
pertamakali akan mengaburkan (blurring), kemudianmembaurkan (blending) dan
melenturkan (bend-ing) perbedaan realitas yang beragam menjadipandangan
mainstream tersebut. Sedangkan reso-nance mengimplikasikan pengaruh pesan
mediadalam persepsi realita dikuatkan ketika apa yangdilihat orang di televisi adalah
apa yang merekalihat dalam kehidupan nyata.Asumsi terakhir menyatakan
bahwa“perkembangan teknologi baru memperkuatpengaruh televisi”. Asumsi ini
diajukan Gerbnerpada tahun 1990, setelah menyaksikanperkembangan teknologi
komunikasi yang luarbiasa. Asumsi ini mengandung keyakinan bahwateknologi
pendukung tidak akan mengurangidampak televisi sebagai sebuah media, malahan
pada kenyataannya akan meneguhkan danmemperkuat.Bukti utama asumsi
cultivation analysisberasal dari analisis isi pesan televisi Amerika secarasistematis.
Analisis itu dilakukan selama beberapatahun dan menunjukkan distorsi realitas
yangkonsisten dalam hubungannya dengan keluarga,pekerjaan dan peran, usia lanjut,
mati dan kematian,pendidikan, kekerasan, dan kejahatan. Isu ini yangmemberikan
pelajaran tentang hal-hal yangdiharapkan dari kehidupan bukanlah pesan
yangmembesarkan hati, khususya bagi si miskin, kaumwanita, dan minoritas rasial
(Mc Quail, 1987: 254).Perkembangan dan pembahasan “pandangantelevisi” pada
dasarnya mengacu pada proses“penanaman”. Bukti kedua yang menopang
teoritersebut berasal dari survei opini dan sikap yangtampaknya mendukung
pandangan bahwa banyakpenonton televisi sejalan dengan jenis pandangandunia
yang ditemukan di televisi.Nancy Signorelly melaporkan studi tentangsindrom dunia
kejam. Pada aksi kekerasan di pro-gram televisi bagi anak, lebih dari 2000
programtermasuk 6000 karakter utama selama prime timedan akhir pekan dari 1967-
1985, menganalisisdengan hasil yang menarik, 70% prime time dan94% akhir pekan
termasuk aksi kekerasan. Analisisitu membuktikan heavy viewers memandang
duniamuram dan kejam dari pada orang yang jarangmenonton televisi. Tidak salah
jika kemudianGerbner dan kawan-kawan melaporkan bahwaheavy viewers melihat
dunia lebih kejam danmenakutkan seperti yang ditampilkan televisi daripada orang-
orang yang jarang menonton.Usia juga mempunyai pengaruh terhadap efekheavy
viewers. Studi tentang“penanaman”menemukan bahwa responden yang
usianyadibawah 30 tahun secara konsisten dilaporkanbahwa mereka lebih
dipengaruhi televisi dari padayang berusia di atas 30 tahun (Garbner dan Gross,dalam
Hanson & Maxcy, 1996).

c. Kelompok Teori

= Komunikasi Massa

d. Fenomena Kasus
1.      Sinetron dan Reality Show
Sekarang ini banyak sekali program sinetron dan reality show yang yang ada
di TV yang setiap malam ditampilkan dan di tonton oleh semua masyarakat indonesia
karena masyarakat indonesia rata-rata semuanya suka akan program sinetron dan
reality show yang ada di RCTI, SCTV, INDOSIAR dan stasiun TV lainnya.
Tontonan seperti seperti acara sinetron maupun reality show yang sering
menunjukkan kekerasan,perselingkuhan ,kriminal,dll akan dianggap sebagai
Gambaran bahwa itu lah yang sering terjadi di kehidupan realita padahal belum tentu
semua yang terdapat pada tayangan itu adalah kejadian-kejadian yang sering terjadi
di kehidupan kita atau pun di mayarakat. Semua yang terdapat pada reality show atau
sinetron adalah hasil dari skenario belaka.
Di dalam teori kultivasi bahwa di jelaskan pada dasar nya ada 2 tipe penonton
televisi yang mempunyai karateristik saling bertentangan /bertolak belakang, yaitu
pecandu/penonton fanatik adalah mereka yang menonton televisi lebih dari 4 (empat)
jam setiap harinya. Kelompok penonton televisi ini sering juga di sebut khalayak
penonton/pecandu televisi, serta 2(dua) adalah penonton biasa yaitu mereka yang
menonton televisi@ jam atau kuarang dalam setiap harinya dan di dalamnya teori
kultivasi ini berlaku terhadap pecandu/penonton fanastik, karena mereka semua
adalah orang-orang yang lebih cepat percaya dan menganggap bahwa apa yang terjadi
di televisi itulah dunia senyatanya /fikti belakang dan televisi memang sudah melekat
di kehgidupan kita sehari-hari. Dari televisi lah kita belajar tentang kehidupan dan
budaya masyarakt di mana pun.
Semua tayangan televisi memiliki bahasa sendiri, yang dapat di pahami
dengan menganalisis secara seksama terhadap suara atau gambar, yang di gunakaan
untuk menympaikan pesan. Setiap penonton memiliki latar belakang pendidikan,
usia, pekerjaan , ras agama, suku, jenis kelamin dll yang berbeda. Mereka juga
mempunyai pengalaman hidup yang berbeda. Maka mereka menafsirkan tayangan tv
dengan cara yang berbeda. Meskipun munkin tayangan itu persis sama.
Perkembangan di bidang pertelevisian tersebut memungkinkan timbulnya persaingan
yang cukup ketat di antara stasiun-stasiun televisi untuk menarik perhatian pemirsa.
Sebagai akibatnya, dapat kita lihat dari banyaknya jenis acara yang menarik, mulai
dari film, sinetron, kuis, acara musik dan sebagainya. Dengan adanya program-
program yang menarik tersebut, pemirsa seperti dimanjakan, karena pemirsa tinggal
memilih acara apa yang ingin ditontonnya, dan pada saluran televisi yang aman.
Dengan banyaknya pilihan acara tersebut tidaklah mengherankan apabila hampir
setiap orang berada di depan pesawat televisi. Mulai dari bangun tidur, pulang
sekolah bahkan menjelang tidur kembali. Tingkat mengkonsumsi media khususnya
televisi pada masyarakat dan dalam melihat televisi terdapat pengaruh antara
intensitas menonton televisi terhadap kedisiplinan anak dalam mentaati waktu belajar.
Karena koefesien negatif artinya semakin tinggi intensitas menonton televisi maka
semakin berkurangnya kedisiplinan anak dalam mentaati waktu belajar.

2.      KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga)


KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) adalah setiap perbuatan terhadap
seseorang terutama perempuan yang berkibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan secarafisik, seksual, psikologi dan atau perbuatan penelantaran rumah
tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan
kemerdekaan secara paksa.
KDRT terhadap istri adalah segala bentuk tindak kekerasan yang dilakukan
oleh suami terhadap istri yang berakibat menyakiti secara fisik, psikis, seksual dan
ekonomi, termasuk ancaman, perampasan kebebasan yang terjadi dalam rumah
tangga atau keluarga. Selain itu, hubungan antara suami dan istri diwarnai dengan
penyiksaan secara verbal, tidak adanya kehangatan emosional, ketidaksetiaan dan
menggunakan kekuasaan untuk mengendalikan istri. namun juga penyiksaan verbal
yang sering dianggap remeh namun akan berakibat lebih fatal dimasa yang akan
datang.
Akibat dari KDRT adalah merasa rendah diri, cemas, penuh rasa takut, sedih,
putus asa, terlihat lebih tua dari usianya, sering merasa sakit kepala, mengalami
kesulitan tidur, mengeluh nyeri yang tidak jelas penyebabnya, kesemutan, nyeri perut,
dan bersikap agresif tanpa penyebab yang jelas. Jika anda membaca gejala-gejala di
atas, tentu anda akan menyadari bahwa akibat kekerasan yang paling fatal adalah
merusak kondisi psikologis yang waktu penyembuhannya tidak pernah dapat
dipastikan.

Adapun faktor yang mendorong terjadinya kekerasan dalam rumah tangga adalah
- Pembelaan atas kekuasaan laki-laki Laki-laki dianggap sebagai prioritas utama
sumber daya dibandingkan dengan wanita, sehingga mampu mengatur dan
mengendalikan wanita.
- Diskriminasi dan pembatasan dibidang ekonomi
Diskriminasi dan pembatasan kesempatan bagi wanita untuk bekerja mengakibatkan
wanita (istri) ketergantungan terhadap suami, dan ketika suami kehilangan pekerjaan
maka istri mengalami tindakan kekerasan.
- Beban pengasuhan anak
Istri yang tidak bekerja, menjadikannya menanggung beban sebagai pengasuh anak. 
Ketika terjadi hal yang tidak diharapkan terhadap anak, maka suami akan menyalah-
kan istri sehingga tejadi kekerasan dalam rumah tangga.
-. Wanita sebagai anak-anak
konsep wanita sebagai hak milik bagi laki-laki menurut hukum, mengakibatkan kele-
luasaan laki-laki untuk mengatur dan mengendalikan segala hak dan kewajiban
wanita.  Laki-laki merasa punya hak untuk melakukan kekerasan sebagai seorang
bapak melakukan kekerasan terhadap anaknya agar menjadi tertib.
e. Penggagas Teori
Gerbner adalah seorang profesor Komunikasi dan pendiri teori kultivasi. Lahir di
Budapest, Hungaria, dia berimigrasi ke Amerika Serikat pada akhir tahun 1939. Gerbner
meraih gelar sarjana dalam jurnalisme dari Universitas California, Berkeley pada 1942. Ia
bekerja sebentar untuk San Francisco Chronicle sebagai penulis, kolumnis dan assisten
editor keuangan. Ia bergabung dengan Angkatan Darat Amerika Serikat pada tahun
1943. Ia bergabung dengan Office of Strategic Services sementara melayani dan
menerima Bintang Perunggu. Setelah perang ia bekerja sebagai penulis lepas dan
penerbit dan mengajar jurnalistik di El Camino College sambil mendapatkan (1951) dan
doktor master (1955) dalam komunikasi di University of Southern California. disertasi-
Nya, “Toward a General Theory of Communication,” memenangkan penghargaan USC
untuk “disertasi terbaik.”
Dikembangkan oleh George Gerbner dan Larry Gross dari University of Pennsylvania,
teori kultivasi ini berasal dari beberapa proyek penelitian skala besar berjudul 'Indikator
Budaya'. Tujuan dari proyek Indikator Budaya ini adalah untuk mengidentifikasi efek
televisi pada pemirsa.

Gerbner dan Stephen Mirirai (1976) mengemukakan bahwa televisi


sebagai media komunikasi massa telah dibentuk sebagai simbolisasi lingkungan umum
atas beragam masyarakat yang diikat menjadi satu, bersosialisasi dan berperilaku
SUMBER :

https://media.neliti.com/media/publications/232180-perilaku-konsumsi-media-
oleh-kalangan-re-9a678f21.pdf

http://ekonomi.kompas.com/read/2018/02/15/093533926/survei-nielsen-media-
digital
dan-media-konvensional-saling-melengkapi.

https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwjwkcC9gK
HvAhU-gtgFHd2sACEQFjAKegQICBAD&url=https%3A%2F%2Fjurnal.kwikkiangie.ac.id
%2Findex.php%2FJKB%2Farticle%2Fview
%2F639%2F408&usg=AOvVaw0DncVkV5GVluR_KPvvZdai

https://communicationdomain.wordpress.com/2010/12/18/fundamental-
interpersonal-relationship-orientation/

https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwj--
YHnr6LvAhUL7nMBHTdXCAAQFjABegQIARAD&url=https%3A%2F
%2Fid.wikipedia.org%2Fwiki
%2FTeori_kultivasi&usg=AOvVaw2Nna0osxB_DbI5rNokS7WW

Anda mungkin juga menyukai