Anda di halaman 1dari 18

ANALISIS BERITA SATU KELUARGA ALAMI DEMAM USAI NEKAT BUKA

PLASTIK DAN MANDIKAN JENAZAH PDP COVID-19 DENGAN TEORI


KOMUNIKASI PERBEDAAN INDIVIDU

Disusun oleh :

Kelompok 6

Aprida Nur Saifatul A. 101911133029

Meytri Dinda Mustika 101911133037

Moch. Rafli Ali Abdillah 101911133103

Esti Ningtyas Ardiningrum 101911133107

Fayza Nur Iswardini 101911133108

Kurnia Fitri Eksanti 101911133114

IKM 2B 2019

PROGRAM SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2020
TEORI KOMUNIKASI PERBEDAAN INDIVIDU

A. Pengertian Perbedaan Individu

Individu diambil dari bahas yunani yang berarti “individium” yang artinya “tidak
terbagi”. Individu merupakan kesatuan yang terbatas yaitu sebagai manusia yang sendiri
bukan manusia yang berkelompok. Individu adalah manusia yang memiliki Sifat yang
khas dalam kepribadiannya. Dalam individu terdapat 3 aspek penting yaitu aspek sosial
,aspek psikis rohaniah, dan aspek organik jasmaniah. Dimana aspek-aspek tersebut saling
berhubungan. Apabila salah satu rusak maka akan merusak aspek lainnya. Antara
individu yang satu dengan yang lain jelas akan berbeda karena setiap individu pasti
mempunyai kepribadian dan jati diri yang berbeda karena setiap orang berlatar belakang
berbeda.

Menurut Lindgren (1980) makna “perbedaan” dan “perbedaan individual”


menyangkut tentang variasi yang terjadi, baik variasi pada aspek fisik dan psikilogis.
Perbedaan Individual menurut Chaplin (1995:244) adalah “sebarang sifat atau perbedaan
kuantitatif dalam suatu sifat, yang bisa membedakan satu individu dengan individu
lainnya”. Sedangkan Gerry (1963) dalam buku Perkembangan Peserta Didik karya
Sunarto dan B. Agung Hartono mengategorikan perbedaan individual seperti berikut:

1. Perbedaan fisik, tingkat dan berat badan, jenis kelamin, pendengaran, penglihatan,
dan kemampuan bertindak.

2. Perbedaan sosial termasuk status ekonomi, agama, hubungan keluarga, dan suku.

3. Perbedaan kepribadian termasuk watak, motif, minat, dan sikap.

4. Perbedaan inteligensi dan kemampuan dasar.

5. Perbedaan kecakapan atau kepandaian di sekolah.

Adanya perbedaan individu memunculkan sebuah teori, yaitu teori komunikasi


perbedaan individu. Teori ini diperkenalkan oleh Melvin L.Defleur yang secara
lengkapnya adalah “Individual Differences Theory of Mass Communication Effect”. Teori
ini menelaah tentang perbedaan-perbedaan diantara individu-individu sebagai sasaran
media massa ketika mereka diterpa sehingga menimbulkan efek tertentu.

Menurut teori perbedaan individu, variabel-variabel perbedaan kepribadian


menghasilkan perbedaan reaksi terhadap stimuli yang sama. Dengan kata lain, mekanisme
psikologis individu menentukan reaksi individu terhadap pesan-pesan media. Dalam
artian, reaksi terhadap isi media akan berbeda bagi setiap individu bergantung pada
motivasi anggota khalayak, posisi individu untuk menerima atau menolak pesan yang
diberikan, intelektualias, kepercayaan, pendapat, nilai-nlai, kebutuhan, suasana hati,
prasangka, persepsi, dan lain-lain.
Dalam teori perbedaan individu ini, terdapat dua jenis perbedaan individu yaitu
perbedaan dalam hal fisik dan psikis. Perbedaan fisik merupakan perbedaan yang terlihat
seperti bentuk dan struktur tubuh. Sedangkan perbedaan psikis atau psikologis itu
merupakan hal-hal yang tidak dapat dilihat secara langsung oleh panca indera. Psikis
merupakan kata lain dari jiwa, mental, atau psikologis. Contoh psikis ialah perilaku, isi
pikiran, alam perasaan, kebiasaan, dan pengetahuan, kepribadian dan minat. Selain itu,
juga terdapat perbedaan dalam kemampuan, yaitu potensial dan nyata. Potensial
merupakan potensi terpendam dalam diri seseorang, conthnya bakat dalam olahraga,
melukis, IQ tinggi. Sedangkan nyata, contohnya adalah prestasi belajar.

B. Sejarah

Kelahiran teori perbedaan individu dalam komunikasi massa tidak dapat dilepaskan
dari sejarah penelitian efek komunikasi massa dan sejarah perkembangan teori efek
komunikasi dalam komunikasi massa. Ketika penelitian efek komunikasi massa dimulai
pada tahun 1920an dan 1930an, teori peluru atau teori jarum hipodermik begitu
mendominasi konsep kekuatan media massa pada masa itu. Media massa dipandang sangat
perkasa, memiliki efek yang bersifat langsung dan segera pada khalayak. Konsep ini
mengasumsikan khalayak bersifat pasif dan homogen. Asumsi ini sejatinya tidak
didasarkan pada studi empiris namun berdasarkan sifat manusia. Beberapa hasil penelitian
efek komunikasi massa dalam sistem komunikasi massa pada periode ini tampaknya
menunjukkan dukungan citra keperkasaan media massa. Namun, seiring dengan semakin
banyaknya berbagai penelitian yang dilakukan oleh para ahli, semakin jelaslah bahwa teori
peluru atau teori jarum hipodermik tidak dapat membuktikan keperkasaan efek media
massa sebagaimana yang diyakini sebelumnya.

Konsep yang menggambarkan kuatnya efek media massa terhadap khalayak yang
pasif dan tak berdaya sebagaimana yang dijelaskan dalam teori jarum hipodermik mulai
bergeser dan digantikan dengan konsep yang memandang khalayak aktif dalam memilih
isi media massa. Model atau teori stimulus-respon dalam komunikasi massa (teori S-R)
yang menekankan pada efek media massa yang bersifat langsung dan segera dalam
merubah sikap, kepercayaan, dan perilaku pun mulai digantikan oleh model atau teori S-
O-R yang lebih menekankan pada adanya berbagai faktor yang menyebabkan pengaruh
selektif terhadap perilaku individu.

Pengaruh selektif inilah yang menyebabkan media massa dipandang memiliki efek
yang terbatas atau minimal terhadap perilaku individu. Perspektif teori peluru pun mulai
digantikan dengan perspektif teori-teori pengaruh selektif. Menurut perspektif teori-teori
pengaruh selektif, media memiliki pengaruh yang sangat selektif atau tidak seragam
terhadap khalayak.

Banyak faktor yang menyebabkan orang mendedahkan diri secara selektif terhadap
media. Faktor-faktor ini meliputi organisasi personal-psikologis individu seperti potensi
biologis, sikap, nilai, kepercayaan, serta bidang pengalaman; kelompok-kelompok sosial
dimana individu menjadi anggota; dan hubungan-hubungan interpersonal pada proses
penerimaan, pengelolaan, dan penyampaian informasi (Rakhmat, 2001 : 204). Faktor-
faktor inilah yang coba dijelaskan lebih rinci oleh sang penggagas teori dependensi dalam
komunikasi massa yaitu Melvin DeFleur dan Sandra Ball-Rokeach melalui teorinya
tentang pertemuan khalayak dengan media.

Menurut DeFleur dan Rokeach, terdapat tiga proses yang menggantikan asumsi
kuatnya media massa di medio abad 20. Proses tersebut adalah perbedaan individu,
kategori sosial, dan hubungan sosial. Menurut DeFleur terdapat beberapa faktor yang
mungkin saja terjadi antara media dan massa. Misalnya, faktor perbedaan individu yang
berpendapat bahwa pesan-pesan media massa yang identik bisa jadi mempengaruhi
khalayak yang heterogen secara berbeda sejalan dengan latar belakang sosial ekonomi
khalayak. Lebih jauh dinyatakan bahwa setiap individu merupakan bagian dari budaya
yang berbeda dan memiliki hubungan sosial yang berbeda dengan anggota lain dalam
budaya yang sama. Karena itu, pemilihan pesan juga bergantung pada perbedaan sosial
khalayak.

DeFleur dan Rokeach kemudian menyimpulkan bahwa dari banyaknya isi yang
tersedia di media massa, individu dari anggota khalayak secara selektif akan memilih,
menafsirkan, dan mengingat pesan media massa khususnya jika pesan-pesan tersebut
berkaitan dengan minat mereka, konsisten dengan sikap mereka, sesuai dengan
kepercayaan mereka, dan mendukung nilai-nilai yang mereka miliki.

C. Konsep Teori Perbedaan Individu

Teori perbedaan individu berpendapat bahwa meskipun pesan yang sama disampaikan
kepada khalayak melalui media massa namun setiap anggota khalayak akan menerima dan
menafsirkan pesan-pesan media dalam berbagai macam cara yang berbeda.

Temuan hasil studi yang dilakukan oleh Carl Hovland menunjukkan bahwa khalayak
media massa pada dasarnya bersifat sangat selektif ketika menerima pesan-pesan media
massa. Khalayak media massa yang bersifat heterogen mengikuti proses selektifitas seperti
terpaan selektif, perhatian selektif, persepsi selektif, dan retensi selektif.

Berdasarkan kajian psikologis, terdapat tiga macam konsep penting dalam teori
perbedaan individu yaitu terpaan selektif, persepsi selektif, dan retensi selektif. Baik
terpaan selektif maupun persepsi selektif bertindak sebagai hambatan antara pesan dan
efek sehingga membatasi dampak langsung komunikasi massa terhadap individu.

1. Terpaan selektif atau selective exposure

Terpaan selektif mengacu pada kecenderungan orang-orang untuk mengekspos


dirinya sendiri secara selektif hanya pada pesan-pesan yang sesuai dengan
kepercayaan dan sikap mereka. Mereka juga berkecenderungan untuk menolak pesan-
pesan yang dianggap bertentangan dengan kepercayaannya. Konsep terpaan selektif
menyatakan bahwa kita akan memilih media yang mendukung kepercayaan kita dan
media yang memiliki progam serta informasi yang sesuai dengan minat kita.

2. Persepsi selektif atau selective perception

Persepsi selektif mengacu pada perbedaan dalam menerima pesan yang sama
oleh anggota khalayak. Konsep ini berpendapat bahwa karakteristik audiens dalam
komunikas massa yang bersifat heterogen menyebabkan setiap anggota khalayak akan
menerima pesan yang disampaikan oleh media massa berdasarkan disposisi khalayak.
Dengan kata lain, individu hanya akan menerima pesan yang sesuai dengan
kebutuhannya. Persepsi selektif berimplikasi pada kecenderungan anggota khalayak
media untuk menyalahartikan atau salah menafsirkan pesan-pesan persuasif sesuai
dengan predisposisi khalayak.

3. Retensi selektif atau selective retention

Retensi selektif mengacu pada individu yang hanya memilih pesan-pesan yang
mendukung kepercayaan dan sikap mereka. Pesan-pesan yang tidak konsisten dengan
pandangan mereka tidak akan dianggap oleh inidvidu.

Retensi selektif dipengaruhi oleh berbagai macam faktor diantaranya adalah


pentingnya pesan, sejauh mana pesan-pesan itu bertepatan dengan predisposisi,
intensitas pesan, dan transmisi pesan.
BERITA
Sumber:
https://suar.grid.id/read/202082473/soroti-satu-keluarga-alami-demam-usai-nekat-buka-
plastik-dan-mandikan-jenazah-pdp-covid-19-nafa-urbach-geram-dan-ingatkan-hal-ini
ANALISIS

Dapat diketaui bahwa oleh WHO Covid-19 telah menjadi pandemik yang melintasi
bebagai banyak negara yaitu sekitar 181 negara terpapar oleh virus corona. Berbagai upaya
sudah dilakukan baik Presiden Republik Indonesia, Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan,
Kementerian Kesehatan, Pemerintah dan masyarakat dalam menanggulangi pandemik virus
corona yaitu dengan adanya pembatasan interaksi antar anggota masyarakat atau disebut
social distancing. Berdasarkan undang-undang nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan
Kesehatan, pembatasan sosial berskala besar merupakan bagian dari respon
kedaruratan dan bertujuan mencegah meluasnya penyebaran penyakit. Tetapi dapat
diketahui masih terdapat masyarakat yang tidak mengikuti anjuran yang telah
ditetapkan. Salah satunya, banyak masyarakat yang memilih untuk tetap bekerja dalam
mencukupi kebutuhan keluarganya.

Sebagai mitigasi darurat ketika terdapat salah satu masyarakat yang


berinteraksi dengan seseorang yang terpapar atau positif covid-19 dan seseorang yang
mengunjungi wilayah terinfeksi wabah, maka akan dilakukan karantina rumah atau
karantina wilayah serta akan dipantau kondisinya selama tahap masa inkubasi virus.
Apabila sudah dibuktikan kondisinya sehat dengan tenaga medis, maka bisa tetap
berada di rumah dan mengurangi aktivitas di luar. Apabila sebaliknya, ketika
seseorang tersebut dinyatakan positif maka akan segera dirawat ke rumah sakit
rujukan yang sudah disiapkan khusus oleh pemerintah dalam menanggulangi virus
covid-19. Setelah itu, akan dilakukan isolasi di ruangan khusus. Apabila kondisi
pasien semakin memburuk dan akhirnya meninggal, maka perawatan jenazah juga
harus dilakukan secara khusus.

Di dalam berita yang telah dikutip dari suar.id yang mempublikasikan bahwa
adanya aksi dari keluarga yang bertempat di Makasar yang hendak membuka plastik
dan memaksa untuk memandikan jenazah keluarganya yang meninggal akibat dari
virus corona. Hal tersebut, sangat berdampak bagi keluarga yang akhirnya terkena
demam setelah memandikan jenazah. Hal ini berhubungan dengan adanya teori
perbedaan individu yang diungkapkan oleh Melvin D.Fleur. Teori ini membahas
tentang perbedaan individu satu dengan yang lain dalam menanggapi pesan media
massa yang berkaitan dengan kepentingannya. Dalam berita ini, terjadi kesenjangan
atau ketidakefektifan komunikasi karena terjadi perbedaan pandangan dalam
menanggapi pesan media yang sedang marak beredar. Pesan ini berisi tentang larangan
untuk memandikan jenazah postif covid-19 dengan tanpa pengawasan pihak medis dan
harus sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP). Namun, individu di dalam keluarga
tersebut memiliki reaksi atau respon tersendiri dalam menanggapi pesan media.
Mereka cenderung memiliki perbedaan pandangan karena dipengaruhi faktor
lingkungan seperti lingkungan dimana individu tersebut dibesarkan sehingga akan
mempengaruhi pengetahuan, sikap, dan nilai-nilai individu. Oleh karena itu, dalam
pesan media yang menghimbau masyarakat agar menguburkan dan memandikan
jenazah sesuai dengan SOP yang berlaku tidak diindahkan oleh mereka karena
individu atau keluarga tersebut memiliki perbedaan pandangan sendiri dan mereka
kurang memahami sosialisasi dari pesan media yang disampaikan, sehingga
menimbulkan ketidakefektifan dalam komunikasi antara media massa dan individu.

Seharusnya dalam kasus tersebut, jenazah tersebut harus dimandikan dan


dimakamkan sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) yang telah ditetapkan. Selain
itu, akan didampingi oleh tim medis dengan menggunakan baju APD dengan lengkap.
Dalam menanggapi hal ini, seharusnya dilakukan sosialisasi secara langsung mengenai
dampak yang terjadi apabila memandikan jenazah dengan tidak melakukan prosedur
yang sudah ditetapkan, sehingga komunikasi yang disampaikan dapat di pahami oleh
masyarakat. Selain itu prosedur-prosedur mengenai jenazah yang meninggal akibat
dari covid-19 juga harus diketahui masyarakat agar pola penyebaran penyakit corona
virus dapat berhenti.

Maka dari itu diperlukan komunikasi secara efektif dan jelas kepada
masyarakat mengenai cara penularan coronavirus 19 dan diharuskan untuk melakukan
social distancing bahwa harus berjarak paling sedikit satu meter dan tidak boleh
berkerumun. Terlebih lagi terhadap pasien positif corona yang telah meninggal
tersebut, seharusnya masyarakat harus menjaga jarak aman dan tidak berdekatan
kepada orang yang telah meninggal tersebut, terlebih mencium-cium pasien atau
jenazah positif covid-19. Kemudian perlu diperjelaskan kembali bahwa jika
berhubungan secara langsung dengan orang lain yang belum pasti positif corona saja
tidak boleh, apalagi dengan orang yang jelas-jelas sudah positif corona lebih-lebih
hingga orang tersebut meninggal karena hal ini akan menyebabkan penularan
coronavirus 19. Jaga jarak ini bukan hanya berlaku di tempat umum, tetapi juga
berlaku di seluruh rumah tangga di setiap keluarga. Sekarang istilah yang sebelumnya
dipakai social distancing ini dirubah menjadi physical distancing. Ini sudah jelas
bahwa benar-benar dibutuhkan komunikasi yang efektif kepada masyarakat agar
menerapkan physical distancing tersebut dan benar-benar harus diberikan pengertian
yang baik agar masyarakat menaati aturan yang ada karena di antara keluarga belum
tentu semuanya itu negatif, belum tentu seluruh anggota keluarga itu aman dari virus
corona, terlebih di dalam artikel tersebut keluarganya positif corona, maka sudah
dapat dipastikan bahwa anggota keluarga yang didekatnya menjadi orang dalam
pantauan.
PERAN SKM

Peran SKM untuk mengaplikasikan teori komunikasi tersebut untuk menghindari


permasalahan yang sama terulang kembali yaitu dengan memperhatikan audien atau
masyarakat yang menerima informasi atau pesan yang disampaikan, memahamai latar
belakang masyarakat yang meliputi tradisi, adat istiadat, budaya, serta pendidikan dari
masing-masing individu yang menjadi pembeda di masyarakat.

1. Pendidikan
Masyarakat memiliki tingkatan pendidikan yang berbeda yang berpengaruh
terhadap pengetahuan dan wawasan yang dimilikinya. Pengetahuan dan wawasan
yang dimiliki akan mempengaruhi infomrasi yang diterima, apalagi informasi itu
adalah informasi yang baru yang memerlukan pemahaman lebih. Oleh karena itu,
diperlukan komunikasi yang efektif untuk meingkatkan pemahaman masyarakat agar
tidak terjadi kesalahpahaman dalam penyampaian dan penerimaan informasi. SKM
perlu memperhatikan tingkatan pendidikan masyarakat agar tidak memukul rata
penyampaian komunikasi. Cara berkomunikasi yang dilakukan haruslah menarik
perhatian yang nantinya akan mempengaruhi pemahaman masyarakat. Komunikasi
yang disampaikan harus jelas dan transparan agar masyarakat mudah untuk menerima
informasi yang disampaikan.

2. Tradisi, adat istiadat dan budaya


Kita ketahui bahwa masyarakat memiliki banyak sekali perbedaan terutama
budaya. Masing-masing daerah memiliki budaya yang berbeda-beda. Perbedaan itu
menuntut SKM untuk mengenal, mengetahui dan memahami bagaimana budaya
masyarakat setempat. Dengan begitu, akan mudah SKM dalam memberikan informasi
yang dalam penyampaiannya disesuaikan dengan budaya. Sehingga masyarakat akan
menerima informasi tersebut tanpa adanya pertentangan dengan budaya yang
dimilikinya. Apabila bertentangan dengan budaya yang dimiliki, masyarakat justru
akan menolak dan memberontak bahkan melakukan perlawanan terhadap informasi
yang disampaikan. Akhirnya komunikasi tidak akan terjalin dengan baik,
kesalahpahaman akan menjadi penghambat SKM untuk melakukan komunikasi
kepada masyarakat. Komunikasi yang baik adalah komunikasi yang berjalan dengan
lancar dan masyarakat sebagai komunikator menerima informasi tersebut tanpa ada
penghambat dalam proses komunikasinya.

3. Sosial
Peran SKM di bidang sosial bisa berupa persiapan penyelidikan dan
penanggulangan pandemi virus covid-19. Hal ini meliputi persiapan administrasi, tim
penyelidikan epidemiologi, bahan logistik dan bahan laboratorium serta rencana kerja
penyelidikan epidemioligi kejadian luar biasa ini. Pelaksanaan penyelidikan
epidemiologi bekerjasama dengan unit kesehatan terkait setempat, dapat melakukan
pemeriksaan medis dan laboratorium terhadap penderita, pemeriksaan orang-orang
yang mendapat serangan penyakit, dan pemeriksaan sumber-sumber penyebaran
penyakit. Tentu dalam melakukan banyak pemeriksaan ini diperlukan komunikasi
yang efektif dan tepat. Dalam kasus berita yang diatas karena sudah terjadi, maka
SKM harus berusaha melakukan upaya preventif kepada orang-orang terdekat dari
keluarga yang demam usai memandikan jenazah.

Oleh karena itu, peran SKM yaitu meningkatkan pemahaman terhadap latar belakang
masyarakat terutama pendidikan dan budaya yang menjadi penentu pemahaman serta
penerimaan informasi yang disampaikan. Cara komunikasi yang digunakan harus disesuaikan
dengan kebutuhan masyarakat karena yang terpenting adalah pemahaman masyarakat
terhadap informasi yang disampaikan dan tidak terjadi kesalahpamahan serta penolakan
karena informasi tersebut bertentangan dengan budaya yang dimilikinya. SKM juga perlu
meningkatkan kemampuannya untuk memperluas pengetahuan dan wawasannya terhadap
informasi yang akan disampaikan. Hal ini untuk mengantisipasi adanya kebingungan atau
pertanyaan yang nantinya ditanyakan oleh masyarakat terkait informasi yang disampaikan.
Dengan begitu komunikasi akan terus terjadi dan tidak mengalami pemutusan informasi
karena kurangnya info yang diperoleh.

Permasalahan dalam berita tersebut adaalah kesalahpahaman dalam menyampaikan


dan menerima informasi terkait penyakit yang menjadi penyebab kematian. Apakah
kematiannya dikarenakan jenazah positif covid-19 atau tidak. Hal ini berawal dari petugas
tenaga kesehatan yang menginformasikan secara simpang siur, yaitu informasi yang tidak
pasti sehingga terjadi kebingungan dan kesalahpahamaan terkait penyebab kematiannya.
Langkah yang sebaiknya diambil oleh tenaga kesehatan yaitu mengedukasi keluarga dan
masyarakat sebelum jenazah dipulangkan untuk dimakamkan terkait penyebab kematiannya
disertai dengan bukti otentik untuk memperkuat data informasi yang akan disampaikan.
Setelah edukai dijalankan, keluarga khususnya harus menerima dengan lapang dada
penyebab dari kematiannya. Kemudian dengan persetujuan tersebut, jenazah akan
dimakamkan sesuai dengan penyebab kematiannya. Apabila benar jenazah tersebut positif
covid-19, maka harus dimakamkan sesuai dengan prosedurnya.

Anda mungkin juga menyukai