Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

ISU MEDIA MASSA

Disusun untuk Memenuhi Mata Kuliah Komunikasi Massa

Dosen Pengampu : Dra. Hj. Amelia Rahmi, M.Pd

Disusun Oleh :

Lina Hanifati Atika 2101026050

Nindia Shofiatun Nisa’ 2101026065

Muhammad Faisol Chibban 2101026082

Bagas Fernanda 2101026176

JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

2022
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam sebuah kehidupan sosial tidak terlepas dari adanya komunikasi. Komunikasi
memiliki peran besar untuk interaksi manusia khususnya dalam mempengaruhi mental
manusia dalam bermasyarakat. Menurut Willbur Schramm, komunikasi dan masyarakat
tidak dapat dipisahkan karena tanpa sebuah komunikasi, masyarakat tidak dapat
terbentuk. Begitu pula tanpa masyarakat, manusia tidak akan bisa berkomunikasi secara
efektif sebab tidak dapat mengembangkan komunikasinya. Kehidupan tanpa adanya
komunikasi merupakan sebuah keadaan statis di mana manusia tidak dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik. Dengan demikian, bagi kehidupan manusia komunikasi
merupakan kebutuhan dasar.
Komunikasi terdiri dari unsur-unsur atau komponen yang tidak bisa diabaikan
meliputi sumber (komunikator), pesan, media, penerima pesan (komunikan), dan efek
(feedback). Di setiap prosesnya, komunikasi saling berkaitan dengan media sebagaimana
yang kita ketahui saat ini yakni media massa. Setiap harinya, manusia yang bersosial
secara langsung maupun tidak langsung akan berhadapan dengan media massa dalam
menunjang komunikasinya terutama di era globalisasi.
Media massa juga telah menjadi saluran cepat dan tepat dalam menyampaikan
informasi tertentu khususnya oleh industri (pengelola). Media massa dapat berbentuk
surat kabar, majalah, televisi, film, radio, serta internet (new media).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan efek media massa?
2. Apa yang dimaksud dengan selektivitas individu?
3. Apa saja kekerasan yang digambarkan media?
4. Apa yang dimaksud agenda setting oleh media?
C. Tujuan
1. Menjelaskan tentang efek media massa.
2. Menjelaskan tentang selektivitas individu.
3. Menjelaskan kekerasan yang digambarkan media.
4. Menjelaskan agenda setting oleh media.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Efek Media Massa


Para ahli komunikasi mempunyai pendapat yang berbeda mengenai kekuatan
pengaruh dari media massa. Beberapa penelitian beranggapan bahwa pengaruh media
massa sangat berpotensi merubah diri khalayak. Sementara penelitian lainnya
beranggapan sebaliknya, bahwa media massa tidak begitu mempengaruhi khalayak.
Media massa dinilai hanya bisa meneguhkan saja, bukan mengubah diri khalayak. Hal
ini juga didukung dengan adanya cara pandang yang berbeda dalam kecenderungan
khalayak saat mengonsumsi pesan-pesan media massa. Ada kalanya khalayak dinilai
pasif dalam menerima pesan dari media, dimana khalayak hanya menerima begitu
saja tanpa berusaha memeriksa kebenaran isi pesan. Kecenderungan sikap pasif
khalayak inilah yang diasumsikan sebagai jalan masuk bagi kuatnya pengaruh media
massa atas diri khalayak.
Adanya efek media juga dikuatkan lagi dengan adanya penggunaan media
massa seperti televisi untuk iklan komersial dan juga politik. Penggunaan media
massa sabagai iklan yang terus meningkat ini menunjukkan bahwa kekuatan media
massa memang berpotensi besar dalam mempengaruhi khalayak. Efek komunikasi
massa diidentifikasikan dengan adanya perubahan yang terjadi pada khalayak setelah
mengonsumsi pesan-pesan dari media massa. Perubahan ini dikaitkan dengan
perubahan yang berdimensi kognitif, afektif, dan konatif.
1. Efek kognitif berkenaan dengan fungsi informasi media massa. Informasi media
massa yang dipandang sebagai tambahan pengetahuan oleh khayalak.
Pengonsumsian informasi media massa dapat menambah dan memperluas
wawasan pengetahuan khalayak.
2. Efek afektif berkenaan dengan emosi, perasaan, serta sikap. Pesan media massa
yang dikonsumsi khalayak dapat membangkitkan emosi, perasaan, atau sikap
tertentu. Faktor yang mempengaruhi efek afektif adalah suasana emosional, skema
kognitif, dan situasi terpaan media. Kecenderungan sikap dan perasaan dari
khalayak tergantung dengan caranya mengidentifikasi sosok-sosok yang ada
dalam isi media tersebut.
3. Efek konatif berkenaan pada niat dan perilaku melakukan sesuatu dengan cara
tertentu. Setelah menerima informasi media massa, kemudian khalayak
terpengaruh dalam bentuk tindakan nyata.
Menurut Steven M. Chaffe ( Ardianto dkk, 2004) efek media massa dapat dilihat dari
beberapa pendekatan, yaitu:
a. Efek media massa yang berkaitan dengan pesan atau media itu sendiri.
b. Melihat jenis perubahan yang terjadi pada diri khalayak yaitu komunikasi massa
yang berupa perubahan sikap, perasaan dan perilaku atau dengan istilah lain
dikenal sebagai perubahan kognitif, afektif, behavioral.
B. Selektivitas Individu
Dunia virtual akhirnya membawa bayang – bayang semu, tentang terpaan isu
realita bagi setiap pengguna yang tak memiliki kendali diri. Konsep diri merupakan
sebuah pemikiran atau persepsi yang relatif stabil yang dipercaya seseorang mengenai
dirinya sendiri. Mead berpendapat bahwa karena manusia memiliki konsep diri, maka
mereka memiliki mekanisme untuk berinteraksi dengan dirinya. Artinya ketika
konsep diri seseorang bahwa dia adalah orang yang memegang etika dalam
berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain, maka orang tersebut akan mampu
mengendalikan dirinya untuk tidak menerjang batasan etika yang ada.
Mekanisme terkait konsep diri ini digunakan untuk menuntun perilaku dan
sikap yang ditampilkannya. Walau memang tak bisa dipungkiri pengaruh lingkungan
sosial dan budaya juga berperan dalam menentukan bagaimana seseorang akan
berperilaku dan bersikap.
Akhir sosial juga ditandai oleh transparasi sosial, yaitu satu kondisi lenyapnya
kategori sosial, batas sosial, hirarki sosial yang sebelumnya membentuk suatu
masyarakat. Jaringan informasi menjadi bersifat transparan dan virtual tatkala tak ada
lagi kategorikategori moral yang mengikatnya dan ukuran-ukuran nilai yang
membatasinya. Party-line merupakan gambaran masyarakat cyber kita yang
tenggelam di dalam ekstasi komunikasi. Orang yang terbuai dalam komunikasi di
dalam dunia cyber bisa tenggelam di dalamnya dan terbawa arus gaya komunikasi
yang ada, hingga tak jarang bisa seolah menjadi sosok lain, yang jauh beda dengan
dunia nyatanya.
Selektivitas individu sendiri perlu di kuatkan dengan beberapa golongan yang
bisa meninjau baik dan buruknya,salah dan benarnya. Faktor umur akan membentuk
stimulus pemikiran yang matang juga faktor sosial yang akan membentuk kebiasaan
individu tersebut
C. Kekerasan yang Digambarkan Media
Media merupakan salah satu alat atau sarana yang berpengaruh di dalam
kehidupan masyarakat, yang mana media memiliki dampak yang begitu serius bagi
perkembangan pola pikir dan sudut pandang konsumennya. Jika konten-konten yang
disajikan di dalam media tersebut tidak difilter terlebih dahulu, maka akan banyak
sekali konten-konten yang ditampilkan dalam suatu media tersebut yang mengandung
unsur kekerasan.
Media dipandang sebagai suatu pencerita yang hebat, menggantikan institusi
tradisional seperti agama, keluarga dan lingkungan. Menurut Morgan dan Signorielli
(1990),”Analisis kultivasi adalah komponen ketiga dari sebuah paradigma penelitian
cultural indicators yang menginvestigasi (1) proses-proses institusional produksi dari
isi media, (2) image media content (3) hubungan antara tingkat terpaan televisi
dengan kepercayaan dan perilaku audience.(Kusniasari,2009)
1. Pengertian Kekerasan
Menurut P. Lardellier (2003:18) dalam buku Etika Komunikasi :
Manipulasi Media, Kekerasan, dan Pornografi, kekerasan bisa didefinisikan
sebagai prinsip tindakan yang mendasarkan diri pada kekuatan untuk memaksa
pihak lain tanpa persetujuan. Dalam kekerasan terkandung unsur dominasi
terhadap pihak lain dalam berbagai bentuknya seperti fisik, verbal, moral,
psikologis atau melalui gambar. Sedangkan Menurut Francois Chirpaz
(2000:226), kekerasan adalah kekuatan yang sedemikian rupa dan tanpa aturan
yang memukul dan melukai baik jiwa maupun badan, kekerasan juga mematikan
entah dengan memisahkan orang dari kehidupannya atau dengan menghancurkan
dasar kehidupannya. Melalui penderitaan atau kesengsaraan yang diakibatkannya,
kekerasan tampak sebagai representasi kejahatan yang diderita manusia, tetapi
bisa juga ia lakukan terhadap orang lain. Jadi, kekerasan itu tidak harus dalam
bentuk fisik seperti memukul, meninju, dan sebagainya. Tetapi bisa
menghancurkan dasar kehidupan seseorang.
2. Bahayana Kekerasannya Kekerasan dalam Media
Menurut hasil studi tentang kekerasan dalam media televisi di Amerika
Serikat oleh American Psychological Association pada tahun 1995, yang dikutip
Hrayatmoko dalam dalam bukunya, ada 3 kesimpulan menarik yang perlu
mendapat perhatian serius:
a. Mempresentasikan program kekerasan meningkatkan perilaku agresif.
b. Mempertontonkan tayangan kekerasan secara berualang ulang sehingga dapat
menyebabkan ketidakpekaan terhadap kekerasan dan penderitaan dari korban.
c. Tayangan kekerasan dapat meningkatkan rasa takut sehingga akan
menciptakan representasi dalam diri pemirsa: betapa berbahayanya dunia.
3. Bentuk-Bentuk Kekerasan Menurut Noel Nel
Selain pengertian kekerasan dalam media tersebut, terdapat bentuk-bentuk
yang bisa diklasifikasikan menjadi kekerasan. Seperti bentuk-bentuk kekerasan
fiksi, simulasi pada game dan yang lainnya. Menurut Noel Nel (2003:38-41) ada
tiga bentuk kekerasan diantaranya.
a. Kekerasan dokumen yang merupakan penampilan gambar kekerasan yang
dipahami pemirsa atau pembaca dengan mata telanjang sebagai rekaman fakta
kekerasan . kekerasan ini merupakan bagian dari dunia riil atau factual
b. Kekerasan fiksi yang menunjukkan kepemilikan pada dunia yang mungkin
ada; misalnya dalam kisah fiksi, film, kartun, komik, dan iklan.
c. Kekerasan simulasi yang berasal dari dunia virtual seperti dalam video games
dan permainan online.
4. Pengaruh Tindakan Kekerasan Media Terhadap Tumbuh Kembang Anak Menurut
Ahli
Sophie Jehel (2003:123) meyakinkan betapa merusak pengaruh presentasi
kekerasan dalam media bagi anak. Menurutnya, anak membutuhkan rasa aman
supaya bisa menemukan tempatnya dalam masyarakat. Meskipun ada ekspresi
senang, puas atau tertarik terhadap kekerasan dalam media, sering tanpa disadari
anak sebetulnya bergulat dalam suatu perjuangan, kegelisahan dan ditatapkan
pada berbagai pertanyaan. Dalam situasi itu, anak terpaksa harus melindungi diri
dengan mengembangkan mekanisme pertahanan yang berakibat bahwa anak lebih
banyak berhadapan dengan stres atau kegelisahan. Dengan demikian, seluruh
energi anak harus dikerahkan untuk mempertahankan diri.
Dampaknya, energi tersita sehingga justru kurang kesempatan untuk
membangun identitas secara positif. Investasi dalam kegiatan konstrtuktif dan
pemenuhan akan minatnya menjadi terhambat (Riski Firmanto,2020). Terlebih
lagi, dalam masa pertumbuhan, gambar kekerasan bisa mempengaruhi perilaku
dan persepsi anak tentang dunia.
5. Menentukan Batas-Batas Kekerasan
a. Dari dimensi persepsi, masalahnya terumus dalam pertanyaan sejauh mana
terkait dengan visual, pendengaran dan interaktif
b. Dari dimensi afeksi, sejauh mana kekerasan dalam media bisa menyebabkan
traumatisme, kegelisahan, dan stres.
c. Dari dimensi estetika, bisakah ditentukan ukuran mana yang indah dan mana
yang jelek atau kumuh.
d. Dari dimensi moral, mana yang bisa dipercaya, diterima, dan berpengaruh
jahat.
D. Agenda Setting Oleh Media
Teori agenda setting membicarakan tentang peran besar media massa dalam
menentukan agenda individu atau kelompok, khususnya mereka yang terkena
informasi dari siaran media massa. Dalam komunikasi massa, teori agenda setting
cukup sering digunakan untuk membahas bagaimana efek media massa terhadap
publik atau khalayak luas.
Menurut Khoirul Muslimin dalam Buku Ajar Komunikasi Politik (2020), teori
agenda setting diperkenalkan oleh Maxwell McCombs dan Donald L. Shaw, pada
1968, dalam penelitian tentang kampanye pemilihan presiden Amerika Serikat.
Penelitian tersebut berhasil menemukan hubungan antara penekanan berita dengan
bagaimana berita tersebut dinilai tingkatannya oleh pemilih. Hasil penelitian ini
kemudian menjadi hipotesis teori agenda setting, dan menjadi awal mula kelahiran
teori ini.
1. Pengertian Teori Agenda Setting
Sebagaimana mengutip dari Jurnal Teori Agenda Setting dalam Ilmu
Komunikasi (2018) karya Elfi Yanti Ritonga, Bernard C. Cohen mendefinisikan
teori agenda setting sebagai berikut: “Teori agenda setting adalah teori yang
menyatakan bahwa media massa merupakan pusat penentuan kebenaran, yang
mampu mentransfer dua elemen, yakni kesadaran serta informasi ke dalam
agenda publik. Caranya dengan mengarahkan kesadaran dan perhatian publik
pada isu yang dianggap penting oleh media massa.”
Sementara itu, menurut Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss, teori
agenda setting adalah teori yang menyatakan bahwa media membentuk
gambaran atau isu penting dalam pikiran, karena media harus selektif dalam
melaporkan berita. Selanjutnya, Littlejohn dan Karen A. Foss mengungkapkan
bahwa saluran berita sebagai penjaga gerbang gatekeeping informasi dapat
membuat pilihan tentang apa dan bagaimana yang harus dilaporkan.Intinya,
apa yang diketahui masyarakat pada waktu tertentu, merupakan hasil dari
penjagaan gerbang (gatekeeping) oleh media.

2. Asumsi Teori Agenda Setting


Asumsi teori agenda setting adalah jika media memberi tekanan pada
sebuah peristiwa, media tersebut akan memengaruhi khalayak agar
menganggap peristiwa itu sebagai hal yang penting. Sederhananya, apa yang
dianggap penting oleh media, akan dianggap penting juga oleh masyarakat.
Wasis Sarjono dalam bukunya yang berjudul Komunikasi Penyuluhan
Pembangunan (2017), menuliskan bahwa dalam teori agenda setting, media
diasumsikan punya efek yang sangat kuat, terutama karena asumsi tersebut
berkaitan dengan proses belajar, dan bukan perubahan sikap serta pendapat.
Ada dua asumsi mendasar dari teori agenda setting, yakni:
a) Pers dan media massa tidak mencerminkan kenyataan, melainkan
mereka menyaring dan membentuk sebuah isu. Contohnya, berita teratas
diisi dengan kisah sensasional atau skandal, bukannya cerita baru atau
yang memengaruhi lebih banyak orang.
b) Media massa menyediakan sejumlah isu, dan memberi penekanan lebih
pada beberapa isu, yang selanjutnya memberi kesempatan kepada publik
untuk menentukan isu mana yang dirasa lebih penting dibanding isu
lainnya.
Tiap media punya potensi masing-masing untuk membentuk serta
membangun potensi agenda setting-nya. Pada intinya, kunci utama teori
agenda setting adalah penentuan porsi suatu isu atau peristiwa dalam
proses gatekeeping. Pembentukan persepsi publik diusahakan oleh pihak
media dengan memberi porsi pada tiap masalah. Misalnya menonjolkan
suatu isu. Penonjolan ini memperlihatkan perbedaan atensi yang
kemudian memberi pengaruh pada kognisi (pengetahuan dan citra)
sebuah peristiwa atau isu di mata khalayak.
3. Jenis-Jenis Agenda Setting
Mengutip Alvernia University, ada tiga jenis, yakni:
a. Agenda setting publik: ketika masyarakat menentukan agenda cerita mana
yang dianggap penting.
b. Agenda setting media: ketika media menentukan agenda cerita mana yang
dianggap penting.
c. Agenda setting kebijakan: ketika agenda publik dan media memengaruhi
keputusan pembuat kebijakan publik.
4. Faktor Penentu Agenda Setting
Sebelum media mempublikasikan sebuah berita, biasanya akan
gatekeeping yang dipakai demi menyaring kumpulan informasi.
a. Gatekeeping
Menurut Lumen, gatekeeping adalah serangkaian checkpoint yang
harus dilalui berita sebelum muncul di masyarakat. Melalui proses ini, ada
pihak yang memutuskan apakah sebuah kisah harus dilihat dan
didengarkan masyarakat. Gatekeeping juga bertujuan untuk menjaga
kedamaian dan stabilitas publik.
b. Faktor lain
Lebih lanjut, melansir Communication Theory, beberapa faktor lain
yang turut menentukan agenda setting adalah:
i. manajer dan pengaruh eksternal lain.
ii. sumber nonmedia seperti pemerintah, pakar, dan orang berpengaruh.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Media massa sangat berpengaruh terhadap kehidupan penggunanya. Salah satu seperti
sudut pandang dan pola pikir mereka dalam menyikapi suatu permasalahan dalam kehidupan.
Sehingga media massa memiliki beberapa efek diantaranya Efek kognitif, Efek afektif, dan
Efek konatif. Didalam penggunaan media juga perlu memperhatikan selektivitas individu
atau konsep diri. Konsep diri diartikan sebuah pemikiran atau persepsi yang relatif stabil yang
dipercaya seseorang mengenai dirinya sendiri. Selektivitas individu merupakan orang yang
memegang etika dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain,
Media dipandang sebagai suatu pencerita yang hebat, menggantikan institusi
tradisional seperti agama, keluarga dan lingkungan. Selain itu ada 3 bentuk kekerasan yang
digambarkan oleh media diantara lain kekerasan dokumen, kekerasan fiksi dan kekerasan
simulasi. Adapun mengenai Teori agenda setting membicarakan tentang peran besar media
massa dalam menentukan agenda individu atau kelompok, khususnya mereka yang terkena
informasi dari siaran media massa
DAFTAR PUSTAKA
Ardianto, Elvinaro, dkk. 2004. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa
Rekatama Media.

Arifin, A. 2006, Ilmu Komunikasi; Sebuah Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Firmanto R. 2020. Pengertian, Macam-Macam dan Bahaya Kekerasan dalam Media.


https://jurnal.diary.co.id/pengertian-kekerasan-dalam-media/.

Hamdani. 2011, Teori Agenda Setting. Teori Komunikasi Massa. Medan: Cita Pustaka Media
Perintis.

Kurniasari N,D. 2012 Kekerasan dalam Media. Jurnal ilmiah Ilmu Komunikasi FISIB
Universitas Trunojoyo Madura. Pamator, Volume 5, Nomor 1.

Rakhmat, Djalaludin. 2001. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya.

West, Richard dan Lynn H Turner. 2008. Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi
(Introduction Communication Theory: Analysis and Application). Jakarta: Salemba
Humanika

Anda mungkin juga menyukai