Anda di halaman 1dari 18

1

MODUL PERKULIAHAN

W522100005
SOSIOLOGI
MEDIA DAN
KOMUNIKASI
Organisasi Media, Sistem
Sosial & Komunikasi Massa

Abstrak Sub-CPMK 5

Modul ini menjelaskan Mampu menjelaskan tentang organisasi


organisasi media, sistem sosial, media dan sistem sosial, sistem sosial &
dan komunikasi massa dengan komunikasi massa, sistem kerja organisasi
membahas system kerja media dan keterkaitan secara sosiologis
organisasi media dan
keterkaitannya secar sosiologis serta Interaksi sistem sosial media dengan
termasuk media massa dan sistem-sistem lain
interaksi sistem sosial media
dengan sistem lainnya.

Fakultas Program Studi Tatap Muka Disusun Oleh

05
Dr. Achmad Jamil, M.Si
Ilmu Komunikasi Magister Ilmu Komunikasi
Organisasi Media, Sistem Sosial &
Komunikasi Massa

Setelah kita membahas terkait perkembangan media komunikasi dan teknologi


komunikasi di mana diskusi lebih jauh juga telah membahas media konvergensi, cyber
community, serta pemanfaatan aplikasi siber dalam kehidupan masyarakat, modul ini
akan berfokus pada organisasi media, system sosial dan komunikasi massa. Keterkaitan
kerja organisasi media dilihat secara sosiologis akan dibahas, termasuk juga sistem
media massa, sistem sosial dan media massa, serta interaksi sistem sosial media dengan
sistem-sistem lain yang ada.

KOMUNIKASI MASSA
Kita sudah mempelajari dan memahami apa yang dimaksud dengan komunikasi massa.
Untuk memberikan konteks perbincangan, dapat dinyatakan bahwa komunikasi massa
yaitu sebagai proses komunikasi yang dilakukan melalui media massa dengan berbagai
tujuan komunikasi dan untuk menyampaikan informasi kepada khalayak luas (Bungin,
2017). Pihak komunikator dalam komunikasi massa adalah (i) pihak yang mengandalkan
media massa dengan teknologi telematika modern agar pesan yang disampaikan cepat
dapat ditangkap oleh publik, (ii) komunikator dalam penyebaran informasi mencoba
berbagi informasi, pemahaman, wawasan dan solusi-solusi dengan jutaan assa yang
tersebar, dan (iii) komunikator juga berperan sebagai sumber pemberitaan yang mewakili
institusi formal yang sifatnya mencari keuntungan dari penyebaran informasi tersebut
(Bungin, 2017: 72). Sementara itu, media massa dalam konteks komunikasi massa
adalah media komunikasi dan informasi yang melakukan penyebaran informasi secara
massal dan dapat diakses oleh masyarakat secara massal pula. Dengan begitu, informasi
yang disebarkan dapat disebut sebagai informasi massa yang mana diperuntukkan
kepada masyarakat secara massal.
Berbicara mengenai media dan pesan, tentu tidak terlepas dari pentingnya
pemahaman terkait audiens atau khalayak massa dalam konteks komunikasi ini.
Khalayak massa memiliki sifat-sifat seperti (i) berjumlah besar, (ii) jumlah massa yang
besar menyebabkan massa tidak bisa dibedakan satu dengan lainnya, (iii) sebagian besar
anggota massa memiliki negative image terhadap pemberitaan media massa, (iv) massa
sukar diorganisir, (5) massa merupakan refleksi dari kehidupan sosial secara luas.

2021 Sosiologi Media dan Komunikasi


2 Dr. Achmad Jamil, M.Si
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Massa yang berkumlah besar terdiri dari masyarakat yang menyebar di mana-
mana, di mana satu dengan lainnya tidak saling mengenal dan tidak pernah bertemu
sehingga hubungan interpersonal tidak ada. Sementara jumlah yang besar menyebabkan
mereka undifferentiated, atau tidak bisa dibedakan antara satu dengan lainnya. Dengan
konsep massa yang demikian, maka segmentasi sulit untuk diprediksi dengan angka-
angka pasti.
Sementara itu, sebagian besar anggota massa memiliki negative image terhadap
pemberitaan media massa, di mana massa senantiasa mencurigai pemberitaan yang ada
di media sebagai sesuatu yang benar, bahkan untuk hal-hal tertentu cenderung skeptis
dan berpikir negatif. Bahkan apabila ada pemberitaan yang baik, tidak jarang disikapi
dengan kecurigaan. Karena jumlah yang besar pula, maka massa sukar diorganisir di
mana mereka cenderung bergerak sendiri-sendiri. Interaksi antara kelompok massa dapat
terjadi sangat emosional, sehingga memungkinkan untuk bersikap destruktif.
Kemudian, massa merupakan refleksi kehidupan sosial secara luas di mana setiap
bentuk kehidupan sosial yang ada dalam sebuah masyarakat adalah refleksi dari kondisi
sosial masyarakat itu sendiri, begitu pula dengan massa adalah refleksi dari keadaan
sosial masyarakat secara keseluruhan.
Berdasarkan pemahaman komunikasi massa dan ciri khalayaknya, proses
komunikasi tentu saja berbeda dengan proses komunikasi tatap muka. Sifat komunikasi
massa lebih banyak melibatkan orang, maka proses komunikasinya sangat kompleks dan
rumit. Berikut adalah proses komunikasi massa yang dijelaskan oleh McQuail (1992) yang
dikutip oleh Bungin (2017, 74-75):
a. melakukan distibusi dan penerimaan informasi dalam skala besar
b. proses komunikasi massa dilakukan satu arah, yaitu dari komunikator kepada
komunikan
c. proses komunikasi massa berlangsung secara asimetris di antara komunikator
dan komunikan, menyebabkan komunikasi di antara mereka berlangsung datar
dan bersifat sementara
d. proses komunikasi massa juga berlangsung impersonal dan tanpa nama
e. proses komunikasi massa berlangsung berdasarkan pada hubungan-hubungan
kebutuhan di masyarakat

ORGANISASI MEDIA MASSA


Penjelasan teoretis tentang organisasi dan kegiatan media harus memperhatikan
sejumlah hubungan yang berbeda dalam dan pada batas-batas organisasi. Hubungan ini
sering sekali berupa perundingan yang aktif dan pertukaran, serta terkadang konflik,

2021 Sosiologi Media dan Komunikasi


3 Dr. Achmad Jamil, M.Si
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
laten, ataupun aktual (McQuail, 2011). Model komunikasi massa yang berpengaruh
dibangun oleh Westley dan MacLean (1957) merepresentasikan peran komunikator
sebagai broker antara. Di satu sisi, calon ‘advokat’ dalam masyarakat dengan pesan
untuk dikirm, dan di sisi lain pula, publik yang berusaha memuaskan kepentingan dan
kebutuhannya akan informasi dan komunikasi lain.
Gerbner (1969) menggambarkan komunikator massa bekerja di bawah tekanan
dari berbagai ‘peran kekuasaan’ luar, termasuk klien (misalnya pengiklan), pesaing
(media lain serta keseluruhan), pihak berwenang (terutama hukum dan politik), para ahli,
institusi lain, dan khalayak. Terkait hal tersebut, McQuail (2011) mengutip pernyataan
Gerbner sebagai berikut:
“meskipun secara analitis berbeda, jelas peranan kekuatan maupun jenis
pengaruh dalam realitas tidak ada yang terpisah atau terisolasi. Sebaliknya,
mereka sering berkominasi, tumpang tindih, dan menerobos…akumulasi peranan
kekuatan dan kemungkinan pengaruh memberikan beberapa institusi posisi yang
dominan dalam komunikasi massa masyarakat mereka.”

Dengan menggunakan gagasan tersebut, dan mengandalkan dukungan luas untuk


pandangan seperti itu dalam pustaka riset, kita dapat menggambarkan posisi organisasi
media dalam pengertian umum berikut ini. Mereka yang ada di dalamnya harus membuat
keputusan di pusat medan yang batasan, tuntutan dan upaya penggunaan kekuatan dan
pengaruhnya berbeda-beda. Dalam Gambar 2 terdapat pandangan terkait aktor dan
agensi dalam lingkungan sebuah organisasi media. Penyajian ini terutama diperoleh dari
riset atas media berita (terutama surat kabar), tetapi gambaran tersebut akan sama bagi
banyak media serupa yang serba guna dan ‘mandiri’, termasuk juga televisi penyiaran.
Tekanan dan tuntutan yang digambarkan pada Gambar 2 ini tidak selalu
mengekang organisasi media. Sebagian dapat menjadi sumber pembebasan, misalnya
dengan menjadi sumber pendapatan alternatif, atau perlindungan kebijakan pemerintah
untuk tugas mereka. Sebagian kekuatan saling mengurungkan atau menyeimbangkan
(misalnya dukungan khalayak melawan tekanan pengiklan, atau prestise atas tekanan
dari sumber atau institusional luar. Kurangnya tekanan dari luar mungkin akan
mengindikasikan keterpinggiran sosial atau kecilnya artinya secara sosial.
Engwal (1978) melibatkan pembagian internal organisasi media menjadi tiga
budaya kerja yang dominan yaitu manajemen, teknis dan profesional, di mana
menunjukkan sumber-sumber utama tegangan dan garis batas yang ditemukan ada
dalam organisasi media. Penyajian ini memungkinkan kita untuk mengidentifikasi lima
jenis utama hubungan---dengan masyarakat, dengan kelompok, dengan pemilik, klien dan
sumber, dengan khalayak, dan juga hubungan internal yang ditelaah agar diperoleh suatu

2021 Sosiologi Media dan Komunikasi


4 Dr. Achmad Jamil, M.Si
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
pemahaman tentang kondisi yang memengaruhi aktivitas organisasional dan peranan
komunikator massa.

Peristiwa ditambah informasi konstan


dan pasokan budaya (sumber)

Kompetitor Kontrol
Agen
hukum/
Manajemen Teknis
berita/ politik
informasi,
Tekanan pengiklan Kelompok
Tekanan
ekonomi penekan sosial dan
pemilik politik
serikat
Lembaga
buruh
sosial
lainnya
Profesional
media

Saluran distribusi khalayak


kepentingan/tuntutan

Gambar 1. Organisasi media dalam medan kekuatan-kekuatan sosial


Sumber: McQuail (2011: 10)

KOMUNIKASI MASSA SEBAGAI SISTEM SOSIAL


Kata sistem berasal dari bahasa Yunani, yaitu systema yang berarti sehimpunan dari
bagian atau komponen yang saling berhubungan satu sama lain secara teratur dan
merupakan suatu keseluruhan (Narwoko dan Suyatno, 2004: 123 dalam Bungin, 2017).
Dalam ilmu sosial, sistem dapat diartikan sebagai sebuah himpunan kehidupan sosial
yang terdiri dari komponen-komponen yang saling berhubungan satu dengan yang
lainnya secara teratur dan sistematis, serta membentuk suatu kehidupan yang
menyeluruh (Bungin, 2017: 81). Di masyarakat, sistem digunakan untuk beberapa
pengertian berikut:
(1) sistem ditujukan sebagai gagasan atau ide yang tersusun, terorganisir dan
membentuk suatu kesatuan yang sistematis dan logis, umpamanya adalah filsafat,
nilai, pemerintahan, demokrasi, kekerabatan dan sebagainya
(2) sistem yang merujuk pada penertian sebuah kesatuan, kelompok, sebuah
himpunan dari beberapa unit atau komponen yang terpisah-pisah, memiliki
hubungan-hubungan khusus sehingga membentuk sebuah keseluruhan yang utuh

2021 Sosiologi Media dan Komunikasi


5 Dr. Achmad Jamil, M.Si
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
(3) sistem ditujukan untuk menyebutkan sebuah metode, cara, teknik yang digunakan,
seperti sistem belajar, sistem pelatihan, sistem bertindak, dan sebagainya.
Sementara itu Talcott Parson membagi karakter sistem sosial menjadi dua, sebagai
berkut:
(1) karakter himpunan, yaitu sistem terdiri dari beberapa komponen yang terdapat
dalam kehidupan masyarakat keseharian
(2) karakter ekuilibrium, yaitu sistem merupakan sebuah kehidupan yang seimbang
diatur oleh norma dan aturan-aturan dalam masyarakat tersebut (Ritzer dan
Goodman, 2003: 240, dikutip dalam Bungin, 2017).

Sementara itu, terdapat beberapa hal yang dapat dimanfaatkan dari teori sistem, sebagai
berikut:
(1) sistem sebagai suatu teori dapat digunakan untuk semua ilmu sosial
(2) sistem mengandung banyak tingkatan dan dapat diaplikasikan pada aspek dunia
sosial berskala besar maupun kecil, ke aspek ruang paling subjektif dan objektif
(3) teori sistem tertarik pada keragaman hubungan dari berbagai aspek dunia sosial
(4) pendekatan sistem cenderung menganggap melihat semua aspek sosiokultural
dari segi proses, khususnya jaringan informasi dan komunikasi
(5) teori sistem bersifat inheren dan integratif (Ritzer dan Goodman, 2003: 238, dikutip
dalam Bungin, 2017).

Komunikasi massa sebagai sistem sosial tidak terlepas dari adanya hubungan
antara isi media massa dengan selera khalayak atau publik. Terdapat beberapa
komponen yang menjadikan komunikasi massa sebagai suatu sistem, yaitu (i) sumber
informasi bagi media massa, (ii) publik yang mengkonsumsi isi media massa, (iii) media
massa sebagai suatu saluran, (iv) aturan hukum dan perundangan, (v) organisasi yang
tumbuh karena kegiatan komunikasi massa, dan (vi) pihak-pihak yang mengendalikan
komunikasi massa berlangsung.
Sumber informasi adalah sumber berita bagi media massa yang terdiri dari nara
sumber berupa pakar pada suatu bidang, tokoh masyarakat, politisi, pemerintah atau
birokrat, perwakilan LSM, dan sebagainya. Sumber informasi lainnya bagi media massa
dapat berupa peristiwa atau kejadian yang menarik minat media massa untuk
pemberitaan seperti bencana alam, antrian penerima vaksinasi, dan banyak lagi.
Sementara khalayak massa adalah individu atau kelompok masyarakat yang
mengkonsumsi media massa; membaca surat kabar, majalah atau media cetak lainnya,
mendengar radio, pemirsa televisi, maupun mereka yang mengakses internet.

2021 Sosiologi Media dan Komunikasi


6 Dr. Achmad Jamil, M.Si
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Media massa sebagai suatu saluran dapat dilihat berdasarkan organisasinya,
personalianya, fasilitas produksi di dalam organisasi tersbut, sistem distribusinya,
kebijakan-kebijakan yang dimiliki, ide yang diperjuangkan, termasuk juga besarnya
kekuatan finansial organisasi media tersebut. Aturan hukum dan perundangan, termasuk
juga norma dan nilai-nilai yang mengatur operasinya menjadi bagian dari suatu organisasi
media.
Dengan keberadaan organisasi media massa, dapat dilihat juga bahwa banyak
lembaga atau organisasi yang tumbuh karena kegiatan media massa ini. Dapat dilihat
bagaimana perusahaan percetakan ikut terlibat dalam industri ini, termasuk juga bidang
periklanan, badan sensor dan lain sebagainya. Sementara itu organisasi media massa ini
berada di bawah beberapa pihak terkait permodalan, penguasa, kekuatan politik, serta
kelompok kepentingan. Selain itu juga terdapat unsur-unsur penunjang yang
memungkinkan berlangsungnya kegiatan komunikasi massa (Nasution 2003 dalam
Bungin, 2017: 83-84).
Dari penjelasan di atas, Talcott Parsons (1966: 238) seperti dikutip oleh Bungin
(2017) menjelaskan Sistem Sosial AGIL yang terkait dengan komponen-komponen
komunikasi massa yang telah dijelaskan di atas melalui gambar berikut:

Gambar 2. Sistem Sosial AGIL


Sumber: https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-teori-adaptation-goal-
attainment-integration-dan-latency-agil-dari-talcott-parsons/119385

A adalah adaptation, di mana sistem beradaptasi dengan lingkungannya.


Sementara G adalah Goal attainment di mana sistem memiliki tujuan-tujuan yang akan
dicapai. Seterusnya I adalah Integration di mana setiap bagian sistem berhubungan satu
dengan lainnya secara erat dan saling mendukung fungsi masing-masing. Terakhir adalah
L yaitu Latency (pattern maintenance). Sistem juga secara laten memiliki kemampuan
untuk mempertahankan pola-pola, aturan-aturan yang ada, bahkan memiliki kemampuan

2021 Sosiologi Media dan Komunikasi


7 Dr. Achmad Jamil, M.Si
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
untuk memperbaiki sistem yang rusak apabila ada serangan dari luar sistem. Media
massa sebagai sistem sosial memiliki sistem AGIL itu sebagai sistemnya.
SISTEM MEDIA MASSA

Sulit dibayangkan masyarakat modern tanpa media massa, ditambah lagi dengan
keberadaan internet sebagai media yang kerap digunakan pada masa sekarang. Media
massa memiliki arti yang bermacam-macam bagi masyarakat, dan memiliki banyak
fungsi, bergantung pada jenis sistem politik dan ekonomi di media mana itu berfungsi,
tingkat perkembangan masyarakat, dan minat serta kebutuhan individu tertentu (Severin
& Tankart, 2005). Kita akan coba mengeksplorasi beberapa pandangan tentang makna
dan kewajiban media dalam berbagai ragam masyarakat dan mengamati bagaimana
sebenarnya media berfungsi.
Teori komunikasi yang utuh memerlukan pemahaman peran komunikasi dalam
masyarakat. Salah satu tujuan teori komunikasi adalah untuk secara akurat
memperkirakan pengaruh media massa. Kekuatan politik, sosial, dan ekonomi
berpengaruh langsung terhadap isi media. Kepemilikan dan pengendalian media
memengaruhi isi media, dan isi media menentukan pengaruh media terhadap
masyarakat.
Salah satu pengelompokan sistem pers yang terkenal disajikan dalam buku Four
Theories of the Press yang ditulis oleh Siebert, Peterson dan Schramm pada tahun 1956.
Dalam buku tersebut, teori pers dibagi menjadi kategori yaitu otoriter, liberal, tanggung
jawab sosial, dan totaliter-Soviet yang kesemuanya merupakan Normative Theory. Berikut
penjelasannya:

EMPAT TEORI PERS


Authoritarian Theory. Teori pers otoriter ini merupakan teori yang mendukung dan
menjadi perpanjangan tangan kebijakan pemerintah yang sedang berkuasa mendukung
dan melayani negara. Mesin cetak harus memperoleh izin dan dalam beberapa kondisi
harus mendapat hak pemakaian khusus dari kerasjaan atau pemerintah agar bisa
digunakan dalam penerbitan. Melalui penerapan hak khusus, lisensi, sensor langsung,
dan peraturan yang diterapkan sendiri dalam tubuh serikat pemilik mesin cetak, individu
dijauhkan dari kemungkinan mengkritik pemerintah yang berkuasa. Dalam sistem otoriter,
pers bisa dimiliki baik secara publik atau perorangan; namun demikian, tetap dianggap
sebagai alat untuk menyebarkan kebijakan pemerintah. Berikut beberapa catatan
mengenai kelebihan dan kekurangan teori pers otoriter (Triyono, 2017):

2021 Sosiologi Media dan Komunikasi


8 Dr. Achmad Jamil, M.Si
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Kelebihan Kekurangan
 Konflik dalam masyarakat cenderung  Adanya penekanan terhadap keinginan
berkurang karena adanya pengawasan hal- untuk bebas mengemukakan pandangan
hal yang dianggap dapat menggoncangkan atau pendapat
masyarakat  Mudah terjadi pembredelan penerbitan
 Mudah membentuk penyeragaman dan media yang cenderung menghancurkan
konsensus yang diharapkan pada negara suasana kerja dan lapangan penghasilan
sedang membangun yang memerlukan yang telah mapan
kestabilan  Tertutupnya kesempatan untuk berkreasi

Libertarian Theory. Teori pers liberal ini berkembang sebagai dampak dari masa
pencerahan dan teori umum tentang rasionalisai serta hak-hak alamiah dan berusaha
melawan pandangan yang otoriter. Dari tulisan Milton, Locke, dan Mill dapat dimunculkan
pemahaman bahwa pers harus mendukung fungsi membantu menemukan kebenaran
dan mengawasi pemerintah sekaligus sebagai media yang memberikan informasi,
menghibur, dan mencari keuntungan. Di bawah teori liberal, pers bersifat swasta, dan
siapa pun yang mempunyai uang yang cukup dapat menerbitkan berita.
Teori pers liberal dengan paham kebenarannya yang diterima secara luas,
berguna dan terus berkembang sampai akhirnya revolusi industri juga memengaruhi
dunia penerbitan dan penyiaran. Ketika teknologi memungkinkan distribusi koran dengan
cepat dan luas, nilai ekonomi produksi massal menjadi sangat penting. Perusahaan
penerbit koran yang besar mulai membeli atau bergabugn dengan yang kecil sampai
akhirnya kini tak banyak kota yang memiliki lebih dari satu surat kabar yang bersaing satu
sama lain. Hal ini menyebabkan banyak orang, baik di dalam dan luar media, mulai
mempertanyakan manfaat teori liberal dalam masyarakat yang demokratis. Pada saat itu
pandangan yang tidak populer, walaupun penting, sulit diterima. Triyono (2017) mengutip
dari Baran & Davis (2012: 120) terkait rangkuman sederhana mengenai kelebihan dan
kekurangan teori pers tanggung jawab sosial:

Kelebihan Kekurangan
 Media memiliki kebebasan  Sangat optimis bahwa media dengan sadar
 Menghindari kontrol pemerintah terhadap memiliki tanggung jawab
media  Sangat optimis bahwa tiap individu memiliki
rasionalitas dan etikanya sendiri
 Mengabaikan konflik yang muncul dari
kebebasan mencari kebenaran; misal
kebegbasan pers vs. ruang privat

Social Responsibility Theory. Pada abad ke-20 di Amerika Serikat ada gagasan yang
berkembang menyatakan bahwa media, satu-satunya industri yang dilindungi Piagam
Hak Asasi Manusia, harus memenuhi tanggung jawab sosial. Teori pers tanggung jawab

2021 Sosiologi Media dan Komunikasi


9 Dr. Achmad Jamil, M.Si
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
sosial yang merupakan evolusi gagasan praktisi media, undang-undang media, dan hasil
kerja Komisi Kebebasan Pers (The Hutchin Commission), berpandangan bahwa selain
bertujuan untuk memberi informasi, menghibur, mencari untung (seperti halnya teori
liberal), juga bertujuan untuk membawa konflik ke dalam arean diskusi (Siebert, Peterson,
dan Schramm 1956, dikutip dalam Severin & Tankard, 2005).
Teori tanggung jawab sosial menyatakan bahwa setiap orang yang memiliki
sesuatu yang penting untuk dikekukakan harus diberikan hak dalam forum, dan jika media
dianggap tidak memenuhi kewajibannya, maka ada pihak yang harus memaksanya. Di
bawah teori ini, media dikontrol oleh pendapat masyarakat, tindakan konsumen, kode etik,
profesional, dan dalam hal penyiaran, dikontrol oleh badan pengatur mengingat
keterbatasan tekniks pada jumlah saluran frekuensi yang tersedia (Siebert, Peterson, dan
Schramm 1956, dikutip dalam Severin & Tankard, 2005). Teori ini memunculkan banyak
perbedaan pendapat mengenai siapa yang memastikan kalau media bertanggung jawab
terhadap masyarakat dan bagaimana memutuskan apakah suatu pendapat cukup penting
untuk diberi cukup ruang dan waktu dalam media. Triyono (2017) mengutip dari Baran &
Davis (2012: 121) terkait rangkuman sederhana mengenai kelebihan dan kekurangan
teori pers tanggung jawab sosial:

Kelebihan Kekurangan
 Menjungjung tanggung jawab media  Terlalu optimis terhadap kesadaran media
 Menjunjung tanggung jawab khalayak terhadap tanggung jawabnya
 Membatasi ikut campur pemerintah dalam  Terlalu optimis terhadap tanggung jawab
media individu
 Memberi ruang pemerintah mengawasi  Meremehkan kekuatan motivasi ekonomi,
media profit dan kompetisi
 Menjunjung perbedaan dan pluralisme  Melegitimasi status quo
 Memberikan ruang kaum “powerless”
 Menarik “insting” kreatif praktis media dan
audiens

Soviet-Totalitarian Theory. Teori otoriter pers di banyak negara berubah menjadi teori
Totaliter-Soviet. Soviet berpandangan bahwa tujuan utama media adalah membantu
keberhasilan dan kelangsungan sistem Soviet. Media dikontrol oleh tindakan ekonomi dan
politik dari pemerintah dan badan pengawas, dan hanya anggota partai yang loyal dan
anggota partai yang ortodoks saja yang bisa menggunakan emdia secara reguler. Media
dalam sistem Soviet dimiliki dan dikontrol oleh negara dan ada hanya sebagai
perpanjangan tangan negara. Secara singkat, teori ini dapat dipahami sebagai berikut:
a. Media seyogyanya melayani kepentingan dari dan berada di bawah pengendalian,
kelas pekerja
b. Media seyogyanya tidak dimiliki secara pribaedi

2021 Sosiologi Media dan Komunikasi


10 Dr. Achmad Jamil, M.Si
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
c. Media harus melakukan fungsi positif bagi masyarakat dengan sosialisasi
terhadap norma yang diinginkan, pendidikan, informasi, motivasi dan mobilisasi
d. Dalam tugas menyeluruhnya bagi masyarakat, media seyogyanya tanggap
terhadap keinginan dan kebutuhan audiensnya
e. Masyarakat berhak melakukan sensor dan tindakan hukum lainnya untuk
mencegak atau menghukum setelah terjadinya peristiwa, publikasi, anti
masyarakat
f. Media perlu menyediakan pandangan yang lengkap dan objektif tentang
masyarakat dan dunia dalam batas prinsip marxisme-leninisme

2021 Sosiologi Media dan Komunikasi


11 Dr. Achmad Jamil, M.Si
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
g. Wartawan adalah ahli yang bertanggung jawab yang tujuan dan cita-citanya
seyogyanya serupa dengan kepentingan terbaik masyarakat
h. Media hendaknya mendukung gerakan progresif di dalam dan luar negeri
(Triyono, 2017: 199-200)

Secara ringkas, The Four Theories of the Press dapat dijelaskan seperti dalam Tabel 1.
berikut:

Tabel 1. The Four Theories of the Press


Sumber: Siebert, Peterson, & Schramm (1956) dalam Severin & Tankard (2005: 378)

Tanggung jawab
Otoriter Liberal Soviet-otoriter
sosial
Abad ke-16 dan 17 di Diadopsi di Inggris setelah Di Amerika Serikat di Di Uni Soviet, meskipun
Inggris; banuak diadopsi 1688, dan di Amerika abad ke-20 sebagian idenya juga
Dikembangkan
dan masih diterapkan di Serikat; berpengaruh di dilakukan oleh penguasa
banyak tempat tempat lain Nazi dan Italia
Siapa yang berhak Siapapun yang memiliki Siapa pun yang secara Setiap orang yang Anggota partai yang setia
menggunakan hak khusus dari kerajaan ekonomi mampu memiliki pendapat dan ortodoks
media atau izin serupa melakukannya
Hak khusus dari Melalui proses Pendapat masyarakat, Pengawasan dan nilai
pemerintah, serikat pembuktian kebenaran tindakan konsumen, etika ekonomi tindakan politis
Bagaimana media
profesi, lisensi, kadang dalam tempat pertukaran profesional pemerintah
dikendalikan
juga penyensoran gagasan yang bebas dan
melalui pengadilan
Mengkritik mekanisme Tindakan fitnah, tindakan Gangguan serius Kritikan terhadap tujuan
politik atau pejabat yang tidak senonoh, terhadap hak-hak pribadi partai yang berbeda
Apa yang dilarang berkuasa ketidaksopanan, hasutan yang diakui dan terhadap dengan taktik
dalam masa peperangan kepentingan sosial yang
vital
Swasta atau umum Umumnya swasta Swasta, kecuali Umum
pemerintah harus
Kepemilikan mengambil alih untuk
menjamin kelangsungan
layanan umum
Perpanjangan tangan Alat untuk mengawasi Media harus mengemban Media yang dimiliki
kebijakan pemerintah, pemerintah dan tugas tanggung jawab pemerintah dan
Perbedaan dari
sekalipun bukan milik memenuhi kebutuhan lain sosial; dan bila tidak, dikendalikan dengan ketat
yang lain
pemerintah masyarakat suatu pihak harus yang murni membela
memaksanya kepentingan negara

MEDIA SEBAGAI SISTEM SOSIOKULTURAL

Media sebagai bagian integral dari masyarakat---terutama pada negara-negara Barat


baru mendapatkan kajian secara sosiologis bersamaan dengan munculnya Revolusi
Industri di Inggris pada abad ke-18. Sebab, bersamaan dengan Revolusi Industri muncul
mesin cetak---salah satu penggerak Revolusi Industri. Mesin cetak melahirkan bisnis
surat kabar memunculkan dampak bagi masyarakat Eropa, yakni (1) kaum buruh bisa
menggunakan surat kabar sebagai media untuk menambah pengetahuan dan/atau
sebagai media untuk pemenuhan kegiatan rekreatif, (2) kaum pengusaha berbuat
sebaliknya, yakni menggunakan suart kabar sebagai media untuk melegitimasi posisinya
pada kelas atas yang sekaligus menguasai kelas buruh sebagai kelas bawah (Baran,
2011; McQuail, 2011).

2021 Sosiologi Media dan Komunikasi


12 Dr. Achmad Jamil, M.Si
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Kemunculan suart kabar segera diikuti oleh perkembangan media lainnya seperti
radio, film, TV dan internet dengan berbagai bentuk teknologi komunikasi yang berkaitan
dengan internet (McQuail, 2011). Aneka media ini baik secara terpisah maupun secara
bersinergi memunculkan dampak bagi masyarakat. Gagasan ini dapat dicermati pada
ungkapan Adorno dan Horkheimer (dalam Tester, 2009: 84) yang menyatakan bahwa
media telah berkembang menjadi industri budaya---misalnya bintang film atau selebriti
yang tampil lewat TV. Media kehilangan daya kritisnya karena dikoptasi oleh kepentingan
kaum kapitalis (Budiarto, 2001). Dengan demikian, kemajuan media di suatu sisi
memberikan kemudahan bagi manusia untuk memenuhi berbagai kebutuhannya akan
aneka informasi. Namun, di sisi lain terjadi perubahan sosial yang tidak selamanya
sejalan dengan cita-cita ideal dalam masyarakat, melainkan sebaliknya. Dengan kata lain,
meminjam gagasan McQuail (2011) media tidak selamanya berdampak positif bagi
masyarakat sehingga timbul kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang
mendorong orang untuk mengkajinya.
Apapun bentuk media,maka media adalah teknologi komunikasi yang berada
dalam masyarakat. Akibatnya, terjadi hubungan timbal balik secara berdialektika antara
media dan masyarakat. Begitu pula McLuhan menyatakan bahwa media sangat
menentukan kehidupan manusia, begitu pula sebaliknya sehingga hubungan manusia
dengan media tidak beku sebab manusia dan media selalu berinteraksi secara dialektis.
Masyarakat dan/atau “kebudayaan bergerak secara dialektis antara kekuatan untuk
pelestarian dan perubahan, antara tradisi dan inovasi. Bagaimana manusia mengelola
ketegangan-ketegangan budaya, itulah kunci untuk memahami stabilitas masyarakat
modern” (Lull, 1998: 180).
Dengan berpegang pada gagasan ini hubungan berdialektika antara media dan
masyarakat dapat memunculkan banyak masalah. Masalah inilah yang menjadi objek
materi sosiologi media. Jadi, sosiologi media adalah ilmu cabang dari sosiologi yang
mengkaji tentang hubungan media dan masyarakat. Hubungan ini tidak beku melainkan
berdialektika, yakni yang satu mengkonstruksi yang lainnya---media mengkonstruksi
masyarakat, dan masyarakat pun mengkonstruksi media. Apalagi adanya m edia baru
yang langsung masuk ke dalam masyarakat sehingga memunculkan dialektika, tidak saja
dialektika antara masyarakat dan media, tetapi juga antara media yang baru dengan
media yang lama. Kondisi ini tidak hanya mengakibatkan pergantian media, tetapi
memunculkan pula berbagai gejala sosial yang menarik dikaji secara sosiologis.
Struktur sosial merupakan pola-pola kehidupan sosial yang teratur yang dipakai
oleh para anggota dalam masyarakat. Hal ini berbentuk perilaku aktual dalam
masyarakat. Struktur sosial berisi enam subunit, pertama terkait ada tidaknya stratifikasi

2021 Sosiologi Media dan Komunikasi


13 Dr. Achmad Jamil, M.Si
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
berdasarkan kekayaan dan kekuasaan, kedua terkait tidak adanya stratifikasi
berdasarkan etnik dan ras, ketiga terkait sistem kepolitikan yang merujuk pada cara-cara
terorganisasi suatu masyarakat tidak saja dalam memelihara hukum dan aturan dalam
masyarakat, tetapi juga cara-cara mengatur dan melakukan hubungan antar masyarakat,
keempat terkait pembagian kerja secara seksual antara laki-laki dan perempuan—terkait
dengan gender, kelima terkait keluarga dan kekerabatan, dan keenam terkait pendidikan
di mana pendidikan dilihat sebagai sistem pengajaran kultural yang berlaku dalam
masyarakat dan/atau keluarga.

Superstruktur Ideologi
Ideologi umum
Agama
Ilmu pengetahuan
Kesenian
Kesusasteraan

Struktur sosial/masyarakat
melalui komunikasi
Ada (atau tidak adanya)
stratifikasi sosial berbasis Infrastruktur material
kekuasaan dan kekayaan Media massa (teknologi
Ada (atau tidak adanya) komunikasi)
stratifikasi rasial dan etnis Ekonomi
Kepoliitikan Ekologi (ruang & waktu)
Pembagian kerja secara Demografi
seksual dan
ketidaksamaan secara
seksual
Keluarga dan kekerabatan
Pendidikan Teori Sosiologi
Fungsionalis structural
Konflik
Interaksionisme simbolik
Dramaturgi
Praktik sosial keseharian yang Teori kritis
disertai oleh pemakaian dan
pergantian penggunaan media
secara mewaktu dan meruang

Bagan 1. Pendekatan Sosiologi Terhadap Media


Sumber: Atmaja & Ariyani (2017: 23) yang mengadaptasi dari Sanderson (2011), Plummer (2012), Schaefer (2012), Craib (1986), Poloma
(2010), Littlejohn & Foss (2012), dan lainnya.

Permasalahan sosial sebagai akibat dari masuknya media ke dalam sistem


sosiobudaya ditandai oleh adanya gejala sosial yang menunjukkan kesenjangan antara
harapan ideal dan kenyataan. Harapan ideal mengacu pada—asas normatif,
pengetahuan dan/atau pengalaman (kebudayaan sebagai aspek evaluatif dan kognisi)—
tercakup dalam superstruktur ideologi. Teks sosial mengacu pada tindakan nyata
manusia sebagai agen sosial dalam struktur sosial. Aneka masalah sosial budaya ini

2021 Sosiologi Media dan Komunikasi


14 Dr. Achmad Jamil, M.Si
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
dapat berkaitan langsung maupun tidak, disadari maupun tidak dalam konteks masuknya
suatu media ke dalam sistem sosiokultural suatu masyarakat/komunitas.

MEDIA MASSA, SISTEM PEMERINTAHAN DAN SISTEM EKONOMI

Sistem media di sutau negara berkaitan dengan sistem politik yang digunakan di negara
tersebut. Sistem politik menentukan kepastian hubungan yang nyata antara media dan
pemerintah (Dominick, 2000). Memasuki era reformasi politik, kemer dekaan berekspresi
dan demo-kratisasi komunikasi, selalu mewar nai blantika retorika elite kekuasaan
negara, elite politik, pemilik modal dan pemegang otoritas sosial–budaya di masyarakat.
Susanto (2013) menyatakan bahwa secara umum, untuk menjalankan
pemerintahan demokratis yang adil dan makmur, terdapat 11 prinsip untuk memahami
dan mempraktekkan demokrasi secara nyata dalam peme-rintahan, yaitu: (1)
pemerintahan yang berdasarkan pada konstitusi, (2) pemilihan umum yang dilaksanakan
secara demokratis, (3) keberadaan pemerintahan lokal yang kuat didukung oleh potensi
setempat yang memadai dan dapat dipakai sebagai fondasi pembiayaan, (4) pembuatan
undang–undang yang berpihak kepada rakyat sebagai bentuk pertanggungjawaban
kepada rakyat yang memilih (5) sistem peradilan yang independen dan bebas dari
tekanan pihak manapun. Selain itu aspek lain yang diperlukan dalam menjalankan
pemerintahan adalah adalah (6) kekuasaan lembaga kepresidenan sebagai abdi yang
bekerja keras dan sepenuh hati untuk kepentingan publik dan bukan menjadi majikan bagi
rakyat, (7) peran media yang bebas, independen dan memiliki kemandirian (8) peran
kelompok-kelompok kepentingan yang membantu warga dalam kehidupan sosial,
ekonomi dan politik, (9) hak masyarakat untuk tahu terhadap berbagai masalah
kenegaraan termasuk kinerja pemerintahan, (10) melindungi hak–hak minoritas, (11)
terbuka upaya kontrol sipil terhadap peran militer.
Dilanjutkan oleh Susanto (2013) bahwa Semua aspek pendukung demokrasi
memiliki peran dan fungsi yang bermanfaat bagi jalannya pemerintahan yang ideal.
Secara spesifik dalam konteks peran media yang bebas dan independen, Anokwa, Lin
dan Salwen, (2005: 5), menekankan perlunya peran pers yang independen dalam
mendukung demokrasi kehidupan bernegara. Kebebasan pers sejalan dengan kebebasan
individual, yang mencakup pula bebas dari intervensi pihak luar maupun dari kekuasaan
negara”. Sehaluan dengan itu, Blake dan Haroldsen (2009:79) menegaskan, “dalam
masyarakat modern, media massa merupakan lembaga sosialisasi pesan–pesan baik
formal maupun informal yang penting dalam bermasyarakat”. Untuk itu, media harus
mengorganisasikan pesan yang bermanfaat dan mudah dipahami oleh khalayak. Dengan

2021 Sosiologi Media dan Komunikasi


15 Dr. Achmad Jamil, M.Si
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
kata lain, media massa me-megang peran penting dalam mendi-fusikan jalannya
pemerintahan yang demokratis kepada rakyat. Menurut McQuail (2005: 58), “media
beroperasi di ruang publik sesuai kepentingan peng-guna, kegiatan utamanya adalah
mem pro-duksi, mendistribusikan konten simbolik, dan partisipasi bersifat professional,
terarah serta bebas nilai kepentingan.”
Tujuan suatu sistem ekonomi yang bergantung pada media sebagai sumber
informasi antara lain untuk menanamkan nilai-nilai kebebasan berusaha (free enterprise),
menegakkan dan memelihara pertautan penjual dan konsumen, menginformasikan dan
merangsang konsumen membeli produk tersebut, dan mengendalikan konflik internal
seperti antara manajemen dengan serikat pekerja. Dengan demikian sangat terlihat
bahwa media dan sistem ekonomi bergantung pada sumber masing-masing untuk
mencapai tujuan. Dalam berinteraksi dengan sistem ekonomi, dapat timbul pengaruh
yang tidak diinginkan oleh kedua belah pihak. Kehidupan media massa sedikit banyak
harus mengikuti prinsip-prinsip bisnis. Jika sistem ekonomi terpusat pada beberapa
tangan saja, maka media akan mengalami kesulitan dalam meraih iklan sebagai sumber
pemasukan yang mutlak ada guna menjalankan organisasi media.
Susanto (2013) merumuskan bahwa media mempunyai posisi strategis da lam
mendukung demokratisasi kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun untuk
membangun karakter media yang transparan dalam pembe-ritaaan, penyiaran
independen dan bebas dari kepentingan politik maupun bisnis, bukan pekerjaan yang
mudah. Mengingat hal ini diperlukan proses yang sangat panjang untuk menyesuaikan
antara etika demokrasi yang substantif dengan sejumlah kalangan maupun masyarakat
yang masih terperangkap dalam pelembagaan ketertutupan dan harmonisasi pemberitaan
sebagai dampak dari penggunaan media sebagai instrumen pemerintah dan politik yang
berkuasa.
Dalam konteks kepentingan bisnis yang dijalankan media, memang benar bahwa
media boleh menjalankan bisnis untuk menghidupi organisasinya agar mampu menjadi
sumber informasi yang kredibel, tetapi regulasi yang ada, yang sudah memberikan
kemerdekaan dan kebebasan berekspresi, namun tetap harus lebih mengedepankan
kepentingan untuk memberikan informasi yang bermanfaat dan faktual kepada khalayak.
Namun persolannya, kalaupun media sudah berupaya profesional dalam mengedepankan
idealisme dan bisnis, tetapi secara empirik tidak mudah untuk menjalankan pers bebas
untuk menuju masyarakat informasi.
Sebab masyarakat pada umumnya masih terbelenggu dalam budaya komunikasi
paternalistik, yang memposisikan komunitas maupun kelompok dominan atau yang
mempunyai karakteristik spesifik, melalui kekuasaanya, bisa mengontrol informasi. Alhasil

2021 Sosiologi Media dan Komunikasi


16 Dr. Achmad Jamil, M.Si
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
pemberitaan media yang sudah berusaha semaksimal mungkin berpijak kepada kaidah
jurnalistik yang beretika, dan didukung oleh profesionalisme wartawan, tetap saja
sewaktu–waktu akan menuai persoalan dengan masyarakat ataupun elite dalam
kekuasaan negara, yang terganggu dengan transparansi informasi yang disebarkan oleh
media. Hakikatnya, ketika kemerdekaan pers sudah menjadi rujukan dalam mengelola
media tetapi masyarakat semakin kritis dalam menyikapi kebebasan berekspresi yang
ditranformasikan media, tetapi persoalannya, sejumlah entitas di pemerintahan, politisi,
pemilik modal dan masyarakat pada umumnya, sering berlindung dibalik demokrasi
integralistik, yang ditafsirkan secara sepihak, ketika mengkritisi pemberitaan media dan
bukan mustaahil berujung kepada serangan fisik terhadap sejumlah praktisi media massa.

Diskusi
Setelah memahami modul ini, carilah rujukan pendukung untuk memahami dampak sosial
dari komunikasi/media massa. Diskusikanlah bagaimana sistem pers di Indonesia. Cari
rujukan yang relevan dengan pembahasan Anda. Diskusikan di kelas.

Daftar Pustaka

2021 Sosiologi Media dan Komunikasi


17 Dr. Achmad Jamil, M.Si
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Atmaja, N. B. & Ariyani, L. P. S. (2018). Sosiologi Media Perspektif Teori Kritis. Depok:
Rajawali Pers.
Bungin, Burhan. (2017). Sosiologi Komunikasi, Teori, Paradigma, dan Diskursus
Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Prenada Media.
DeFleur, M. & Ball-Rokeach, S. (1989). Theories of Mass Communication 5th Edition. New
York: Longman.
McQuail, D. (2011). Teori Komunikasi Massa Edisi ke-6 (Terj.). Jakarta: Salemba
Humanika.
Severin, W. J. & Tankard, Jr., J. W. (2005). Teori Komunikasi, Sejarah, Metode, dan
Terapan di dalam Media Massa. Edisi Kelima (Terj.). Jakarta: Kencana
Susanto, E. H. (2013). Media Massa, Pemerintah dan Pemilik Modal. Jurnal Komunikasi,
1(6), 477-484
Triyono, D. A. (2013). The Four Press Media Theories: Authoritarianism Media Theory,
Libertarianism Media Theory, Social Responsibility Media Theory, and Totalitarian
media Theory. Ragam: Jurnal Pengembangan Humaniora, 13(3), 194 – 201.

2021 Sosiologi Media dan Komunikasi


18 Dr. Achmad Jamil, M.Si
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/

Anda mungkin juga menyukai