Anda di halaman 1dari 13

MODUL PERKULIAHAN

PSIKOLOGI
KOMUNIKASI

Efek Media Massa

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

12
FIKOM Broadcasting Riswandi

Abstract Kompetensi
Mahasiswa mampu memahami teori-
Media massa secara teoritis memiliki fungsi sebagai teori dalam komunikasi massa:
saluran informasi, saluran pendidikan dan saluran 1. Efek kehadiran media massa
hiburan, namun kenyataannnya media massa memberi 2. Efek pesan komunikasi massa
efek lain di luar fungsinya.
EFEK KOMUNIKASI MASSA

Marshall McLuhan—Sense Extension Theory: media adalah perluasan dari alat

indera manusia. “Secara operasional dan praktis, medium adalah pesan. Ini berarti bahwa

akibat-akibat personal dan sosial dari media—yakni karena perpanjangan diri kita—timbul

karena skala baru yang dimasukkan pada kehidupan kita oleh perluasan diri kita atau oleh

teknologi baru…..media adalah pesan karena media membentuk dan mengendalikan skala

serta bentuk hubungan dan tindakan manusia.”

Steven H. Chafee menyebut lima hal akibat dari kehadiran media massa:

1. Efek ekonomis. Menggerakkan berbagai usaha—produksi, distribusi, dan konsumsi

“jasa” media massa.

2. Efek sosial berkenaan dengan perubahan pada struktur atau interaksi sosial akibat

kehadiran media massa.

3. Efek pada penjadwalan kegiatan. Sebelum ada televisi, orang biasanya pergi tidur

malam sekitar pukul 8 dan bangun pagi sekali karena harus berangkat kerja di

tempat yang jauh. Sesudah ada televise, banyak di antara mereka, terutama muda-

mudi yang sering menonton televise sampai malam, telah mengubah kebiasaan rutin

mereka.

4. Efek pada penyaluran/penghilangan perasaan tertentu. Sering terjadi, orang juga

menggunakan media untuk menghilangkan perasaan tidak enak—misalnya

kesepian, marah, kecewa, dan sebagainya.

12 Psikologi Komunikasi
2 Sofia Aunul, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
5. Efek pada perasaan orang terhadap media. Kita memiliki perasaan positif atau

negative pada media tertentu. Tumbuhnya perasaan senang atau percaya pada

media massa tertentu mungkin erat kaitannya dengan pengalaman individu bersama

media massa tersebut; boleh jadi factor isi pesan mula-mula amat berpengaruh,

tetapi kemudian jenis media itu yang diperhatikan, apa pun yang disiarkan.

Efek pesan media massa meliputi aspek:

1. Kognitif terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, atau

dipersepsi khalayak dan berkaitan dengan transmisi pengetahuan, keterampilan,

kepercayaan, atau informasi.

2. Afektif timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi, atau dibenci

khalayak dan berkaitan dengan emosi, sikap atau nilai.

3. Behavioral merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati; meliputi pola-pola

tindakan, kegiatan, atau kebiasaan berperilaku.

Efek Kognitif

Efek kognitif adalah akibat yang timbul pada diri komunikan yang sifatnya informatif

bagi dirinya. Dalam efek kognitif ini akan dibahas tentang bagaimana media massa dapat

membantu khalayak dalam mempelajari informasi yang bermanfaat dan mengembangkan

keterampilan kognitif.

Wilbur Schramm mendefinisikan informasi sebagai segala sesuatu yang mengurangi

ketidakpastian atau mengurangi jumlah kemungkinan alternatif dalam situasi. Informasi akan

menstruktur dan mengorganisasikan realitas.

Realitas akan mempunyai makna—citra. Citra (image) menurut Robert menunjukkan

keseluruhan informasi tentang dunia ini yang telah diolah, diorganisasikan, dan disimpan

12 Psikologi Komunikasi
3 Sofia Aunul, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
individu. Citra adalah dunia menurut persepsi kita. Citra adalah gambaran tentang realitas

dan tidak selalu sesuai dengan realitas.

Realitas yang disampaikan media adalah realitas yang sudah diseleksi—realitas

tangan kedua (second-hand reality). Payahnya, karena kita tidak dapat—tidak sempat—

mengecek peristiwa-peristiwa yang disajikan media, kita cenderung memeroleh informasi itu

semata-mata berdasarkan pada apa yang dilaporkan media massa. Informasi yang akan

disajikan media massa melalui proses “gatekeeping” oleh pihak media massa yang

bersangkutan.

Names makes news dan news makes names. Orang yang tidak dikenal mendadak

melejit namanya, karena ia diungkapkan besar-besaran dalam media massa. Orang yang

terkenal sebaliknya, perlahan-lahan akan dilupakan orang bila tidak pernah dilaporkan

media massa.

Karena media massa melaporkan dunia nyata secara selektif, sudah tentu media

massa mempengaruhi pembentukan citra tentang lingkungan sosial yang timpang, bias, dan

tidak cermat—stereotip. Stereotip menurut Emil Doviat sebagai gambaran umum tentang

individu, kelompok, profesi, atau masyarakat yang tidak berubah-ubah, bersifat klise, dan

seringkali timpang dan tidak benar.

Van den Haag berpendapat media massa menimbulkan depersonalisasi dan

dehumanisasi. Media massa menyajikan bukan saja realitas kedua, tetapi karena distorsi,

media massa juga “menipu” manusia; memberikan citra dunia yang keliru.

C. Wright Mills mengemukakan bahwa media massa memberikan rumus hidup

didasarkan pada pseudoworld (dunia pulasan) yang tidak serasi dengan perkembangan

manusia.

Lee Loevinger—reflective-projective theory beranggapan bahwa media massa

adalah cermin masyarakat yang mencerminkan suatu citra yang ambigu sehingga pada

media massa setiap orang memproyeksikan atau melihat citranya.

12 Psikologi Komunikasi
4 Sofia Aunul, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Media massa mencerminkan citra khalayak, dan khalayak memproyeksikan citranya

pada penyajian media massa. Bila dalam citra kita, pembangunan Indonesia sekarang ini

telah berhasil, berita-berita dalam Suara Karya atau “Laporan Pembangunan” pada siaran

TVRI akan mempertahankan citra kita.

Klapper melihat bahwa media bukan saja mempertahankan citra khalayak: media

cenderung mempertahankan status quo ketimbang perubahan. Informasi dipilih yang

sedapat mungkin tidak terlalu menggoncangkan status quo.

Roberts menganggap kecenderungan ini timbul karena tiga hal:

1. Reporter dan editor memandang dan menafsirkan dunia sesuai dengan

citranya tentang realitas—kepercayaan, nilai dan norma. Karena citra itu

sesuai dengan norma yang ada, maka ia cenderung tidak melihat atau

mengabaikan alternatif lain untuk mempersepsi dunia.

2. Wartawan selalu memberikan respons pada tekanan halus yang merupakan

kebijaksanaan pemimpin media.

3. Media massa sendiri cenderung menghindari hal-hal yang kontroversial,

karena khawatir akan menurunkan volume khalayaknya. Dengan begitu, yang

paling aman ialah menampilkan dunia sedapat mungkin seperti yang

diharapkan oleh kebanyakan khalayak.

Kemampuan media massa tentang apa yang dianggap penting disebut dengan

agenda setting. Teori agenda setting dimuai dengan suatu asumsi bahwa media massa

menyaring berita, artikel, atau tulisan yang akan disiarkannya. Secara selektif “gatekeepres”

seperti penyunting, redaksi, bahkan wartawan sendiri menentukan mana yang pantas

diberitakan dan mana yang harus disembunyikan. Setiap kejadian atau isu diberi bobot

tertentu dengan panjang penyajian (ruang dalam surat kabar, waktu pada televise dan radio)

12 Psikologi Komunikasi
5 Sofia Aunul, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
dan cara penonjolan (ukuran judul, letak pada surat kabar, frekuensi pemuatan, posisi dalam

surat kabar).

Karena pembaca, pemirsa, dan pendengar memperoleh kebanyakan informasi

melaui media massa, maka agenda media tertentu berkaitan dengan agenda masyarakat

(public agenda).

Agenda masyarakat diketahui dengan menanyakan kepada anggota-anggota

masyarakat apa yang mereka pikirkan, apa yang mereka bicarakan dengan orang lain, atau

apa yang mereka anggap sebagai masalah yang tengah menarik perhatian masyarakat

(community salience)

Efek prososial kognitif adalah bagaimana media massa memberikan manfaat yang

dikehendaki masyarakat. Contoh efek prososial kognitif adalah tayangan sesame street

yang ditujukan untuk membantu mempermudah proses belajar pada anak-anak. Siaran

pendidikan televisi—tentu saja yang menggabungkan unsur hiburan dengan informasi, dan

bukan hanya ceramah yang membosankan—telah berhasil menanamkan pengetahuan,

pengertian, dan keterampilan.

Efek Afektif

Dalam hubungannya dengan pembentukan dan perubahan sikap, pengaruh media

massa dapat disimpulkan dengan lima prinsip umum (Joseph Klapper): pengaruh

komunikasi massa diantarai oleh faktor-faktor seperti predisposisi personal, proses selektif,

keanggotaan kelompok.

Karena faktor-faktor ini, komunikasi massa biasanya berfungsi memperkokoh sikap

dan pendapat yang ada, walaupun kadang berfungsi sebagai media pengubah (agent of

change).

12 Psikologi Komunikasi
6 Sofia Aunul, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Bila komunikasi massa menimbukan perubahan sikap, perubahan kecil pada

intensitas sikap lebih umum terjadi daripada konversi (perubahan seluruh sikap) dari satu

sisi masalah ke sisi yang lain.

Komunikasi massa cukup efektif dalam mengubah sikap pada bidang-bidang dimana

pendapat orang lemah, misalnya pada iklan komersial. Komunikasi massa cukup afektif

dalam menciptakan pendapat tentang masalah-masalah baru bila tidak ada predisposisi

yang harus diperteguh.

Kegagalan media massa sering kali gagal dalam mengubah sikap yang berarti dari

khalayaknya, diasumsikan karena:

 Media massa sebenarnya efektif dalam mengubah sikap dan perilaku, tetapi alat

ukur yang digunakan gagal mendeteksi perubahan tersebut.

 Adanya terpaan selektif yang menyebabkan orang cenderung menerima hanya

informasi yang menunjang konsepsi yang telah ada sebelumnya.

 Adanya efek media massa yang saling menghapus; orang menerima bukan saja

media massa mengkampanyekan hal tertentu, tetapi media juga menentang hal

tersebut.

 Media hanya memperkokoh kecenderungan yang sudah ada, sehingga setiap pihak.

Dengan kampanye, berusaha menghindari pindah ke pihak yang lain.

 Umunya kita mengukur efek media massa pada sikap-sikap politik yang didasarkan

pada keyakinan yang dipegang teguh; bukan yang dangkal.

 Mereka yang diterpa media massa adalah orang-orang yang lebih terpelajar,

sehingga mereka menerima pesan media dengan gagasan yang sudah terumus

lebih tegas.

 Media massa tidak berpengaruh langsung pada khalayak, tetapi melewati pemuka

pendapat terlebih dahulu (two-step flow).

12 Psikologi Komunikasi
7 Sofia Aunul, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
 Media massa tidak mengubah pendapat, tetapi—seperti yang dijelaskan pada

agenda setting—memengaruhi penonjolan suatu isu di atas isu yang lain.

Charles K. Atkin meninjau berbagai literatur tentang komunikasi dan sosialisasi

politik menyimpulkan bahwa berbagai kumpulan penemuan menunjukkan bahwa media

massa secara berarti mempengaruhi orientasi afektif, walaupun dampaknya tidak sebesar

pada orientasi kognitif.

Semua sikap bersumber pada organisasi kognitif, informasi dan pengetahuan yang

khalayak miliki. Sikap selalu diarahkan pada obyek, kelompok atau orang. Hubungan media

dengan khalayak pasti didasarkan pada informasi yang khalayak peroleh tentang sifat-sifat

media.

Sikap pada seseorang atau sesuatu tergantung pada citra khalayak tentang orang

atau obyek tersebut. Sebagai contoh, setelah khalayak mendengar atau membaca informasi

mengenai artis kawakan Roy Marten dipenjara karena kasus penyalahgunaan narkoba,

maka dalam diri khalayak akan muncul perasaan jengkel, iba, kasihan, atau bisa jadi,

senang. Perasaan sebal, jengkel atau marah dapat diartikan sebagai perasaan kesal

terhadap perbuatan Roy Marten. Sedangkan perasaan senang adalah perasaan lega dari

para pembenci artis dan kehidupan hura-hura yang senang atas tertangkapnya para public

figure yang cenderung hidup hura-hura. Adapun rasa iba atau kasihan dapat juga diartikan

sebagai keheranan khalayak mengapa dia melakukan perbuatan tersebut.

Rangsangan Emosional

Berikut ini faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas rangsangan emosional pesan

media massa:

1. Suasana emosional. Dari contoh-contoh di atas dapat disimpulkan bahwa respons

khalayak terhadap sebuah film, iklan, ataupun sebuah informasi, akan dipengaruhi

oleh suasana emosional khalayak. Film sedih akan sangat mengharukan apabila

khalayak menontonnya dalam keadaan sedang mengalami kekecewaan. Adegan-

12 Psikologi Komunikasi
8 Sofia Aunul, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
adegan lucu akan menyebabkan khalayak tertawa terbahak-bahak bila khalayak

menontonnya setelah mendapat keuntungan yang tidak disangka-sangka.

2. Skema kognitif. Skema kognitif merupakan naskah yang ada dalam pikiran khalayak

yang menjelaskan tentang alur peristiwa. Khalayak tahu bahwa dalam sebuah film

action, yang mempunyai lakon atau aktor/aktris yang sering muncul, pada akhirnya

akan menang. Oleh karena itu khalayak tidak terlalu cemas ketika sang pahlawan

jatuh dari jurang. Khalayak menduga pasti akan tertolong juga.

3. Situasi terpaan (setting of exposure). Khalayak akan sangat ketakutan menonton film

Suster Ngesot, misalnya, atau film horror lainnya, bila khalayak menontonnya

sendirian di rumah tua, ketika hujan lebat, dan tiang-tiang rumah berderik. Beberapa

penelitian menunjukkan bahwa anak-anak lebih ketakutan menonton televisi dalam

keadaan sendirian atau di tempat gelap. Begitu pula reaksi orang lain pada saat

menonton akan mempengaruhi emosi khalayak pada waktu memberikan respons.

4. Faktor predisposisi individual. Faktor ini menunjukkan sejauh mana orang merasa

terlibat dengan tokoh yang ditampilkan dalam media massa. Dengan identifikasi

penonton, pembaca, atau pendengar, menempatkan dirinya dalam posisi tokoh. Ia

merasakan apa yang dirasakan tokoh. Karena itu, ketika tokoh identifikasi (disebut

identifikan) itu kalah, ia juga kecewa. Ketika identifikan berhasil, ia gembira.

RANGSANGAN SEKSUAL

 SEM (sexually explicit materials)—erotika.

 Stimuli erotis adalah stimuli yang membangkitkan gairah seksual—internal

(perangsang yang timbul dari mekanisme dalam tubuh organisme) dan eksternal

(petujuk-petunjuk yang bersifat visual, bau-bauan, sentuhan atau gerakan).

 Objek netral dapat berubah menjadi stimuli erotis hanya karena proses pelaziman

atau peneguhan.

12 Psikologi Komunikasi
9 Sofia Aunul, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
 Selain pelaziman, manusia juga dapat terangsang karena imajinasi (eksperimen

Burne & Lamberth). Sering sekali efek imajinasi dibantu oleh memori yang ada.

Stimulus erotis pada media massa menimbulkan tingkat rangsangan yang berlainan

bagi orang yang mempunyai pengalaman berbeda.

Efek Behavioral

Efek behavioral merupakan akibat yang timbul pada diri khalayak dalam bentuk perilaku,

tindakan atau kegiatan. Program acara memasak bersama Farah Quinn atau Chef Juna,

misalnya, akan menyebabkan para ibu rumah tangga mengikuti resep-resep baru. Bahkan,

khalayak pernah mendengar kabar seorang anak sekolah dasar yang mencontoh adegan

gulat dari acara SmackDown yang mengakibatkan satu orang tewas akibat adegan gulat

tersebut. Namun, dari semua informasi dari berbagai media tersebut tidak mempunyai efek

yang sama.

Efek Prososial Behavioral

Radio, televisi atau film di berbagai negara telah digunakan sebagai media

pendidikan. Sebagian laporan telah menunjukkan manfaat nyata dari siaran radio, televisi

dan pemutaran film. Sebagian lagi melaporkan kegagalan. Misalnya, ketika terdapat

tayangan kriminal pada program “Buser” menyajikan informasi: anak SD yang melakukan

bunuh diri karena tidak diberi uang jajan oleh orang tuanya. Sikap yang diharapkan dari

berita kriminal itu ialah, agar orang tua tidak semena-mena terhadap anaknya namun apa

yang didapat, keesokan atau lusanya, dilaporkan terdapat berbagai tindakan sama yang

dilakukan anak-anak SD.

Inilah yang dimaksud perbedaan efek behavior. Tidak semua berita, misalnya, akan

mengalami keberhasilan yang merubah khalayak menjadi lebih baik, namun pula bisa

mengakibatkan kegagalan yang berakhir pada tindakan lebih buruk. Mengapa terjadi efek

yang berbeda? Belajar dari media massa memang tidak bergantung hanya ada unsur stimuli

12 Psikologi Komunikasi
10 Sofia Aunul, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
dalam media massa saja. Khalayak memerlukan teori psikologi yang menjelaskan peristiwa

belajar semacam ini.

Teori psikologi yang dapat menjelaskan efek prososial media massa adalah teori

belajar sosial dari Bandura. Menurutnya, khalayak belajar bukan saja dari pengalaman

langsung, tetapi dari peniruan atau peneladanan (modeling). Perilaku merupakan hasil

faktor-faktor kognitif dan lingkungan. Artinya, khalayak mampu memiliki keterampilan

tertentu, bila terdapat jalinan positif antara stimuli yang khalayak amati dan karakteristik

dirinya. Bandura (1977) menjelaskan proses belajar sosial dalam empat tahapan proses:

proses perhatian, proses pengingatan (retention), proses reproduksi motoris, dan proses

motivasional.

Permulaan proses belajar ialah munculnya peristiwa yang dapat diamati secara

langsung atau tidak langsung oleh seseorang. Peristiwa ini dapat berupa tindakan tertentu

(misalnya menolong orang tenggelam) atau gambaran pola pemikiran, yang disebut

Bandura sebagai “abstract modelling” (misalnya sikap, nilai, atau persepsi realitas sosial).

Khalayak mengamati peristiwa tersebut dari orang-orang di sekitarnya. Bila peristiwa itu

sudah diamati, terjadilah tahap pertama belajar sosial: perhatian.

Khalayak baru dapat mempelajari sesuatu bila khalayak memperhatikannya. Setiap

saat khalayak menyaksikan berbagai peristiwa yang dapat diteladani, namun tidak semua

peristiwa itu diperhatikan. Perhatian saja tidak cukup menghasilkan efek prososial. Khalayak

harus sanggup menyimpan hasil pengamatannya dalam benak-benaknya dan

memanggilnya kembali ketika mereka akan bertindak sesuai dengan teladan yang diberikan.

Untuk mengingat, peristiwa yang diamati harus direkam dalam bentuk imaginal dan

verbal. Yang pertama disebut visual imagination, yaitu gambaran mental tentang peristiwa

yang diamati dan menyimpan gambaran itu pada memorinya. Yang kedua menunjukkan

representasi dalam bentuk bahasa. Menurut Bandura, agar peristiwa itu dapat diteladani,

khalayak bukan saja harus merekamnya dalam memori, tetapi juga harus membayangkan

secara mental bagaimana khalayak dapat menjalankan tindakan yang diteladani.

Memvisualisasikan dirinya sedang melakukan sesuatu disebut sabagai “rehearsal”.

12 Psikologi Komunikasi
11 Sofia Aunul, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Selanjutnya, proses reproduksi artinya menghasilkan kembali perilaku atau tindakan yang

khalayak amati. Tetapi apakah khalayak betul-betul melaksanakan perilaku teladan itu

bergantung pada motivasi? Motivasi bergantung ada peneguhan. Ada tiga macam

peneguhan yang mendorong khalayak bertindak: peneguhan eksternal, peneguhan gantian

(vicarious reinforcement), dan peneguhan diri (self reinforcement).

Pelajaran bahasa Indonesia yang baik dan benar telah khalayak simpan dalam

memorinya. Khalayak bermaksud mempraktekkannya dalam percakapan sehari-hari.

Khalayak akan melakukan hanya apabila orang lain tidak akan mencemoohkannya atau bila

khalayak yakin orang lain akan menghargai tindakannya. Ini yang disebut peneguhan

eksternal. Jadi, kampanye bahasa Indoensia dalam TVRI dan surat kabar berhasil, bila ada

iklim yang mendorong penggunaan bahasa Indoensia yang baik dan benar.

Khalayak juga akan terdorong melakukan perilaku teladan baik apabila melihat orang

lain yang berbuat sama mendapat ganjaran karena perbuatannya. Secara teoritis, agak

sukar orang meniru bahasa Indonesia yang benar bila pejabat-pejabat yang memiliki

reputasi tinggi justru berbahasa Indonesia yang salah. Khalayak memerlukan peneguhan

gantian. Walaupun khalayak tidak mendapat ganjaran (pujian, penghargaan, status, dan

sebagainya), tetapi melihat orang lain mendapat ganjaran karena perbuatan yang ingin

diteladani membantu terjadinya reproduksi motoris. Akhirnya tindakan teladan akan

khalayak lakukan bila dirinya sendiri mendorong tindakan itu. Dorongan dari diri sendiri itu

mungkin timbul dari perasaan puas, senang, atau dipenuhinya citra diri yang ideal. Khalayak

akan mengikuti anjuran berbahasa Indonesia yang benar bila diyakini bahwa dengan cara

itu dapat memberikan kontribusi bagi kelestarian bahasa Indonesia.

Daftar Pusaka

 Rakhmat, Jalaluddin. 2009. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya,

12 Psikologi Komunikasi
12 Sofia Aunul, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
 www.polines.ac.id/ragam/.../paper_5%20des_2011. Inayah. Tinjauan Psikologis Efek
Komunikasi Massa. Ragam Jurnal Pengembangan Humaniora Vol. 11 No. 3,
Desember 2011

12 Psikologi Komunikasi
13 Sofia Aunul, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id

Anda mungkin juga menyukai