Anda di halaman 1dari 24

1

`BAB II
KERANGKA TEORI
II.1 Kerangka Teori
II.1.1 Efek TV Dalam Membentuk Kontruksi Realitas di Benak Khalayak
Efek adalah perubahan-perubahan yang terjadi di dalam diri audience sebagai
akibat terpaan pesan-pesan media. Perubahan yang terjadi pada audience meliputi
aspek perubahan seperti gagasan dan pemikiran (kognitif), rasa (afektif) dan perilaku
(konatif).1 Bahwa media massa bersifat ubiquity yang artinya serba ada. Media massa
mampu mendominasi lingkungan informasi yang berada di mana-mana. Karena
sifatnya yang serba ada, agak sulit orang menghindari pesan media massa.2
Media massa mampu mendominasi lingkungan informasi dan berada dimana-
mana. Karena sifatnya yang serba ada (ubiquity), agak sulit orang untuk menghindari
media massa karena pesan-pesan media massa bersifat kumulatif. Berbagai pesan
yang terpotong bergabung menjadi satu kesatuan setelah lewat waktu tertentu.
Pengulangan pesan yang berkali-kali dapat memperkokoh efek media massa.3
Perkembangan televisi sebagai media massa elektronik pada awalnya dimulai
dengan hadirnya kamera televisi yang ditemukan Vladimir Zworykin pada tahun
1923. Televisi merupakan media dalam komunikasi massa atau yang biasa disebut
media massa elektronik pandang-dengar (audio-visual).4J.B Wahyudi yang
menyatakan “komunikasi massa media televisi ialah proses komunikasi antara
komunikator dengan komunikan (massa) melalui sebuah sarana, yaitu televisi”. 5 Isi
pesan televisi, disampaikan dalam bentuk program televisi. Dimana program acara
televisi ini ada dalam berbagai macam sesuai dengan pesan yang akan disampaikan
kepada khalayak. Televisi memiliki dampak positif sekaligus negatif bagi

1
jalaludin Rakhmat. 1984. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya.hal. 189.
2
Wiryanto. 2000. Teori Komunikasi Massa. Jakarta : Grasindo. Hal. 5.
3
Ibid.
4
Alo Liliweri.MS. 1997. Memahami Peran Komunikasi Massa Dalam Masyarakat. Bandung : PT
Remaja Rosdakarya. Hal. 3.
5
Wawan Kuswandi. 1996. Op. Cit. Hal. 16.
2

penontonnya, dan lewat televisi orang menjadi lebih mudah mendapatkan informasi
dan hiburan.6
Beberapa efek komunikasi massa terjadi lewat serangkaian faktor-faktor
sementara, temasuk proses selektif (persepsi selektif, terpaan selektif, dan ingatan
selektif)7 Isi pesan yang disampaikan televisi, dampaknya berbeda bagi setiap
pemirsanya. Ada tiga efek yang ditimbulkan acara televisi terhadap pemirsanya,
diantaranya adalah :8
1. Efek kognitif, yaitu membawa perubahan pada apa yang diketahui, dipahami,
atau persepsi khalayak. Dampak ini berkaitan dengan penyampaian informasi,
pengetahuan, keterampilan, maupun kepercayaan oleh media massa.
2. Efek afektif, yaitu dampak yang terjadi bila pesan yang disebarkan media
massa mengubah pada apa yang dirasakan, disenangi atau dibenci khalayak.
Dampak ini berkaitan dengan perasaan, rangsangan emosional, sikap atau
nilai.
3. Efek konatif, yaitu dampak yang terjadi bila pesan yang disebarkan media
massa menimbulkan pola-pola tindakan, kegiatan atau perilaku nyata yang
dapat diamati.
Ada tiga karakteristik dari komunikasi massa, yakni commulation (bertumpu),
ubiquity (ada dimana-mana) dan consonance (kecocokan) secara bersama-sama
menghasilkan efek yang kuat (powerfull effect) atas pendapat umum. Consonance
dapat diartikan sebagai gambaran yang sama mengenai suatu kejadian atau peristiwa
yang seringkali disampaikan lewat koran, televisi dan media lainnya.9
Media massa secara sengaja dan tidak sengaja mempengaruhi dan mengubah
cara fikir masyarakat, “The medium is the message”, bahwa kekuatan televisi berasal
dari kekuatan simbolis drama kehidupan masyarakat.10 Televisi dianggap sebagai
6
http://www.republika.co.id, diakses 13 April 2009 pkl 20.00 WIB.
7
Klaper,joseph, 1960, “the effect of mass communication” , Washington DC, hal 192
8
jalaludin Rakhmat. 1984. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya.hal. 245
9
Ibid. Hal. 61.
10
Rivers, William L., Jay W. Jensen, & Theodore Peterson (2003), Media Massa &
Masyarakat Modern, edisi kedua, Prenada Media, Jakarta, 2003.
3

pendominasi yang menampilkan kehidupan masyarakat awam. Efek media adalah


perubahan kesadaran,sikap,emosi atau tingkah laku yang merupakan hasi dari
interaksi dengan media. Istilah tersebut sering digunakan untuk menjelaskan
perubahan individu atau masyarakat yang disebabkan oleh efek media.
Perkembangan pemikiran dan teori tentang dampak media mempunyai sejarah
alamiah Karen dipengaruhi oleh setting waktu, tempat, faktor lingkungan, perubahan
teknologi, peristiwa sejarah, kegiatan kelompok penekan, para propagandis,
kecenderungan opini publik, serta beragam penemuan-penemuan dan kecenderungan
yang berkembang dalam kajian ilmu sosial.11
Diskusi mengenai efek media merupakan akibat dari apa yang dilakukan oleh
media baik secara sengaja atau tidak sengaja. Berkaitan dengan tingkat dan jenis efek
media, Klapper membedakan efek media ke dalam jenis : conversion, minor change
dan reinforcement yang secara berturut-turut merepresentasikan perubahan pendapat
atau keyakinan menurut maksud komunikator, perubahan dalam bentuk atau
intensitaskesadaran, keyakinan atau perilaku dan peneguhan atas keyakinan yang
telah ada, pendapat atau pola-pola perilaku. Selain itu dampak media juga dapat
dibedakan ke dalam dampak yang bersifat kognitif, efektif dan perilaku. Dimensi lain
diskusi media mengenai dampak media adalah menyangkut dampak media dalam
jangka pendek (short term effect) dan dampak jangka panjang (long term effect).12
Pandangan-pandangan mengenai dampak jangka pendek ini meliputi tipe-tipe sebagai
berikut : respond an reaksi individu (individual respons and reaction), media dan
kekerasan, model dampak perilaku (a model of behavioural effect) dampak reaksi
kolektif (collective reaction effects), kampanye dan propaganda.13

 Perkembangan Televisi di Indonesia

11
Ibid
12
Klaper,joseph, 1960, “the effect of mass communication” , Washington DC, hal 196
13
Ibid. hal 424.
4

Menurut A. Alatas Fahmi, televisi mempunyai beberapa keunggulan yang


dapat dilihat dari sisi pragmatis yaitu : 14
a. Menyangkut isi dan bentuk, media televisi meskipun direkayasa mampu
membedakan fakta dan fiksi, relitas dan tidak terbatas.
b. Memiliki khalayak yang tetap, memerlukan keterlibatan tanpa perhatian
sepenuhnya dan intim.
c. Memiliki tokoh berwatak, sementara media lain hanya memiliki bintang yang
direkayasa.
Televisi juga mempunyai kelemahan. Mengenai kelemahan televisi
diantaranya: 15
a. Televisi nerupakan medium transitory, begitu terlihat, begitu pula ia
menghilang, terbatas oleh waktu dan tidak dapat diulang (kecuali dengan
menggunakan alat khusus).
b. Untuk perlengkapan dalam penyiaran memerlukan biaya yang besar, serta
pesawat penerimanya masih merupakan barang yang mahal atau mewah di
Negara-negara yang sedang berkembang.
Komunikasi massa media televisi bersifat periodik. Dalam komunikasi massa
media tersebut, lembaga penyelenggara komunikasi bukan secara perseorangan,
melainkan melibatkan banyak orang dengan organisasi yang kompleks serta
pembiayaan yang besar. Karena media televisi bersifat transistory (hanya
meneruskan) maka pesan-pesan yang disampaikan melalui komunikasi massa media
tersebut, hanya dapat didengar dan dilihat secara sekilas. Pesan-pesan televisi bukan
hanya didengar, tapi juga dilihat dalam gambar yang bergerak (audio visual). 16
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kelebihan media massa
televisi antara lain memiliki tokoh yang berwatak, mempunyai gambaran tentang
suatu peristiwa dan memiliki khayalaknya tersendiri. Sedangkan kelemahannya

14
A. Alatas Fahmi. 1997. Bersama Televisi Merenda Wajah Bangsa. Jakarta : YPKMI. Hal. 30.
15
ibid.
16
Wawan Kusnadi. 1996. Komunikasi Massa Analisis Media Televisi. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Hal.
16.
5

antara lain memerlukan biaya yang mahal untuk peralatan dan produksinya, serta
bersifat selintas maksudnya tidak bisa diulang kecuali dengan alat khusus.
Televisi sekarang telah menjelma sebagai sahabat yang aktif mengunjungi
anak-anak. Bahkan di lingkungan keluarga yang para orang tuanya sibuk bekerja di
luar rumah, televis telah berfungsi ganda, yaitu sebagai penyaji hiburan sekaligus
sebagai pengganti peran orang tua dalam mendampingi keseharian anak-anak.17

II.1.2 Teori Kultivasi


Media massa seperti televisi telah menjadi sumber informasi dan hiburan saat
ini. Media misalnya telah menjadi kiblat bagi remaja putri untuk mengidentifikasikan
dirinya dengan orang-orang yang menjadi bintang dalam sebuah tayangan, hal ini
senada dengan Teori Kultivasi (Cultivation Analysis) yang berpendapat bahwa
televisi berfungsi menanamkan ideologi, semakin tinggi intensitas dan frekuensi
seseorang menonton televisi, maka akan semakin mirip persepsinya tentang realitas
sosial dengan apa yang disajikan televisi. 18 Dalam teori tersebut, audiences dianggap
sebagai target rentan yang dengan mudah dipengaruhi oleh pesan-pesan dari
komunikasi massa.19 . Teori kultivasi, yang beranggapan bahwa televisi tidak hanya
disebut sebagai jendela atau refleksi kejadian sehari-hari di sekitar kita tetapi dunia
itu sendiri.20
Dalam ilmu komunikasi massa, teori yang bisa menjelaskan kaitan antara televisi
dengan perilaku remaja adalah teori kultivasi (Cultivation Analysis). Televisi menjadi
media atau alat utama di mana para penonton televisi itu belajar tentang masyarakat
dan budaya di lingkungannya. Dengan kata lain, persepsi apa yang terbangun dalam
benak remaja tentang masyarakat dan budaya sangat ditentukan oleh televisi. Ini

17
Bryant, Jennings & Susan Thomson. 2002. Fundamental of Media Effect. New York : Mc
Growhill. Hal 29
18
Jalaludin Rakhmat, Op. Cit, hal. 250
19
Werner J. Severin & James W.Tankard, Jr. 2005. Teori Komunikasi, Sejarah, Metode dan Terapan
di Dalam Media Massa Edisi Kelima. Jakarta : Kencana, hal. 14.
20
McQuail, Dennis & Sven Windahl. 1993. Communication Models For Study Of Mass
Communication. London : Longman. Hal.417
6

artinya, melalui kontak remaja dengan televisi, remaja belajar tentang dunia, orang-
orangnya, nilai-nilainya serta kebiasaannya. Televisi karenanya mampu menanamkan
sikap dan nilai tertentu pada diri remaja itu sendiri.21
Menurut Gerbner, dunia simbolis yang ditampilkan media terutama televisi
akan membentuk dan memelihara (cultitative) konsepsi audience mengenai dunia
nyata dengan kata lain, membentuk dan mempertahankan konstruksi audience
mengenai realitas.22
Dalam teori kultivasi berpendapat bahwa pecandu berat televisi akan
menganggap bahwa apa yang terjadi di televisi itulah dunia kenyataan. Misalnya
menanggapi perilaku kekerasan yang terjadi di masyarakat dan para pecandu televisi
akan mengatakan bahwa sebab utama munculnya kekerasan karena masalah sosial.
Dan bagi pecandu berat televisi, memikirkan bahwa apa yang terjadi di televisi adalah
kenyataan yang sebenarnya.23 Menurut penelitian yang dilakukan Gerbner, televisi
dipercaya sebagai agen penghomogen dalam kebudayaan karena teori kultivasi sangat
menonjol dalam kajian mengenai dampak media televisi terhadap khalayak.24
Mungkin memang ada hubungan yang saling mempengaruhi sebuah realitas sosial
yang dikonstruksi dengan cara tertentu, tetapi bisa jadi konstruksi itu muncul
disebabkan oleh perilaku penonton itu sendiri.25
Diantara berbagai media, televisi adalah mesin ideologi yang paling ideal.
Televisi yang telah memasuki semua rumah mempunyai pelajaran tersembunyi yang
menggambarkan apa yang terjadi, apa yang penting dalam berbagai kejadian. Dan
menjelaskan hubungan-hubungan serta makna yang ada diantara kejadian-kejadian
itu. Dengan cara itu media massa membentuk lingkaran simbolis. Untuk menganalisa

21
Ibid.
22
James Full. 1996. Media Komunikasi Kebudayaan. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Hal. 104.
23
Melvin De Fleur.1989. Theories Of Mass Communication 5th Edition. New York. Hal 201.
24
Elvinaro Ardianto, Dr. Lukiati Komala Erdiyani. 2004. Komunikasi Massa Suatu Pengantar.
Simbiosa Rakatama Media. Hal. 64.
25
Dennis McQuail & Sven Windahl. 1993. Communication Models For Study Of Mass
Communication. London : Longman. Hal. 120.
7

efek media massa, kita menggunakan alat analisa yang disebut Gerbner sebagai
indicator cultural. 26
Televisi telah menjadi orang tua kedua bagi anak-anak, guru bagi
penontonnya dan pemimpin spiritual yang dengan halus menyampaikan nilai-nilai
dan mitos tentang lingkungan. Televisi berfungsi menanamkan ideologi. Usaha untuk
menganalisa akibat-akibat penanaman ideologi ini disebut Cultivation Analiysis27
yang berasumsi bahwa semakin sering seseorang menonton televisi, makin mirip
persepsinya tentang realitas sosial dengan apa yang disajikan televisi, begitu pula,
pembaca surat kabar tertentu akan cenderung memandang realitas sosial sebagaimana
cara memandang surat kabat tersebut.
Hipotesis kultivasi dikembangkan sebagai salah satu cara untuk menjelaskan
pengaruh televisi terhadap masyarakat. Hipotesis ini pertama kali diperkenalkan oleh
George Gerbner dan koleganya dari Universitas Pennyslavia – Amerika Serikat, pada
tahun 1960-an. Hipotesis kultivasi menyatakan bahwa khalayak yang mengkonsumsi
televisi dengan waktu yang lama (heavy viewer), memandang dunia nyata sesuai
dengan apa yang mereka lihat di televisi. Konsumsi siaran televisi dalam waktu yang
lama (heavy viewer) dapat mengkultivasi persepsi seseorang akan realitas sehingga
sesuai dengan gambaran yang ditampilkan oleh program televisi.28
Bila yang disajikan televisi ternyata juga cocok dengan apa yang disaksikan
pemirsa pada lingkungannya, daya penanaman ideologi dari televisi ini semakin kuat.
Gerbner menyebutnya dengan Resonance. Penonton televisi yang tinggal di daerah
penuh kejahatan akan semakin yakin bahwa dunia yang disajikan televisi adalah
dunia yang sebenarnya.29
Kata “kultivasi” atau yang dalam bahasa Inggris “cultivation” berarti “to
foster the growth of something”30 atau membantu perkembangan sesuatu, bila
26
Jalaludin Rakhmat. Op. Cit. Hal. 249.
27
Ibid. Hal. 250.
28
Ibid.
29
Ibid.
30
Jennings Bryant dan Susan Thompson. 2002. Fundamental Of Media Effect. New York : Mc
Growhill. Hal. 101.
8

seseorang mendapatkan pemberitaan mengenai kejahatan, berarti siaran televisi


dianggap dapat membantu perkembangan nilai-nilai dalam diri individu yang dapat
mempengaruhi pandangannya pada suatu fenomena di lingkungan sekitar.
Kultivasi itu sendiri biasanya lebih digambarkan sebagai hipotesis dibanding
teori efek media yang formal. Hal ini dikarenakan kurangnya bukti-bukti empiris
yang dapat menunjukkan bagaimana proses kultivasi itu terjadi pada kenyataannya.
Penelitian-penelitian belum dapat menyingkap dimensi psikologis dari kultivasi.
Yaitu bagaimana khalayak belajar untuk mengkonstruksikan pandangan mereka
tentang realitas sosial, namun tetap saja hipotesis atau teori kultivasi ini masih
dianggap relevan untuk menjelaskan efek kognitif terhadap khalayaknya.31
Menurut teori Kultivasi, televisi ketika sedang menceritakan suatu kisah, lebih
menekankan untuk menyalurkan suatu sistem pesan yang sama dan berulang kali.
Televisi membuat dan merefleksikan opini, citra dan kepercayaan yang dipengaruhi
oleh kebutuhan institusional mengenai keseluruhan cerita. 32
Televisi juga membuat
masyarakat menjadi terus menerus memberikan perhatiannya pada isi media tersebut
dimana sepertinya televisi berusaha memberikan suatu kepercayaan, citra yang
disajikan sebelumnya, melalui proses sunting.
Hasil penelitian kultivasi memang sangat mengagumkan karena bisa
memberikan perspektif yang berbeda dalam melihat efek media terhadap masyarakat.
Namun ada pertimbangan dalam melihat penelitian ini, 33
yaitu (1) Sulit menentukan
mana yang menjadi penyebab dan mana yang menjadi akibat, (2) Kebiasaan
menyaksikan televisi antara dua kelompok penonton televisi ini berbeda sehingga
memungkinkan adanya perbedaan persepsi dan tingkah laku.
Disini, Gerber mengembangkan konsep “mainstreaming” yang artinya
mengikuti arus. Mainstreaming dimaksudkan sebagai kesamaan di antara pemirsa
berat (heavy viewers) pada berbagai kelompok demografis, dan perbedaan dari

31
ibid
32
Roger wimmer and Joseph R. Dominick. 2002. Mass Media research An Introducton Third Edition.
California : Wodsworth Publishing Company. Hal. 199.
33
Jennings Bryant. Op. Cit.102
9

kesamaan itu pada pemirsa ringan (light viewers). Bila televisi sering kali menyajikan
adegan kekerasan, maka penonton berat akan melihat dunia ini dipenuhi kekerasan.
Sementara itu penonton ringan akan melihat akan melihat dunia tidak sesuram seperti
penonton berat.34
Bila yang disajikan televisi juga cocok dengan apa yang disajikan pemirsanya
pada lingkungannya, daya penananman ideology ini makin kuat. Ini disebut Gerber
sebagai “Resonance”. Penonton televisi yang tinggal didaerah yang penuh kejahatan
akan makin yakin bahwa dunia yang disajikan televisi adalah dunia yang
sebenarnya.35 Realitas televisi dan realitas yang sesungguhnya menghasilkan
koherensi yang kuat dan pesan budaya, memunculkan image bahwa televisi dapat
mengkultivasi kepercayaan ideology dan pandangan dunia.
Selain itu ada faktor lain yang berpengaruh misalnya, usia, pendidikan, jenis
kelamin dan demografis yang justru kadang kala menjadi faktor yang dapat
menguatkan atau melemahkan hubungan yang diukur, dalam hal usia dan jenis
kelamin. Media biasanya lebih mudah mempengaruhi anak-anak dan wanita yang
merupakan individu yang lebih rentan. Secara psikologis, wanita memiliki tingkat
emosional yang lebih tinggi, akibatnya media dengan mudah mempengaruhi perilaku
dan tanggapan para wanita tersebut dan ini berdampak pada konstruksi realitas
subjektif. 36
Gerbner menyatakan bahwa kepercayaan khalayak masuk dalam kategori
heavy viewer, hal ini disebabkan karena khalayak percaya terhadap yang disajikan
oleh media dalam bentuk tingkat kekerasan maupun sebaliknya dan juga yang terjadi
pada diri mereka37. Para pemirsa berat akan berpegang pada realita seperti yang
ditanyangkan televisi. Mereka yang sangat sering melihat adegan kekerasan akan
melihat dunia begitu kejam dan berbahaya, nyaris tidak ada orang yang dapat

34
Jalaludin rakhmat op cit hal 250
35
ibid
36
Jennings Bryant dan Susan Thompson. 2002. Fundamental Of Media Effect. New York : Mc
Growhill. Hal. 102
37
Griffin,W,Ricky, 2002 mass communication theory, erlangga hal 181
10

dipercaya dan berbahaya, nyaris tidak ada orang yang dapat dipercaya dan sebagai
orang hanya mementingkan dirinya sendiri.38
Gerber juga menyatakan bahwa terpaan program yang sma secara konstan dan
symbol – symbol yang terus diulang menyebabkan khalayak semakin percaya bahwa
yang dilihatnya adalah benar. Misalnya dalam tayangan kekerasan, tayangan
kekerasan adalah ekpresi terang – terangan dari kekuatan fisik (dengan atau tanpa
senjata, melawan diri sendiri atau orang lain) atau aksi pemaksaan melawan
seseorang hingga tersakiti dan atau terbunuh atau mengancam untuk menjadi korban
sebagai bagian dari alur cerita.39 Dan dapat disimpulkan bahwa televisi merupakan
system utama dari story telling. Televisi merupakan bagian dari kehidupan sehari –
hari. Drama, iklan, dan program lainnya membawa dunia relatif sama untuk setiap
rumah.
Dari gambaran di atas, bisa dipahami bahwa media memiliki kekuatan yang
besar untuk memberikan efek bagi khalayak. Hal ini tentunya menjadi dasar bagi
studi atau penelitian ini yang akan menguji sejauh mana tingkat kepercayaan
masyarakat remaja putri kalangan bawah terhadap program reality show “Uya Emang
Kuya.”
II.1.2 Realisme TV
Jika kita melihat realism pada sudut pandang media merupakan konsep yang
sulit, tetapi kita dapat memulai dari sudut pandang televisi dan penonton. Penonton
dan televisi perlu mengenal dan mengidentifikasikan teks media yang terhubung,
maka akan mendapatkan sesuatu yang sulit untuk dipahami atau yang biasa disebut
dengan “pleasure of the text”.40
Realism saat ini adalah salah satu kategori yang luas sejak usaha untuk
memahami apa yang telah dialami menjadi pertanyaan sebenarnya dalam hubungan

38
Littlejohn, Stephen, W, 2002, teori kumunikasi, salemba humanika, hal 128
39
Jalaludin Rakhmat op cit hal 186
40
Representation and Realism, http://.litnotes.co.uk/realism.htm, SkripsiAnindita
Rahayuningtyas,2008,Jakarta : media realism pada pemberitaan metro realitas di metro tv, universitas
al-azhar indonesia, hlm 38-39
11

pada bidang – bidang di dalam ilmu estetika, kognitif, dan emosi, tentunya hubungan
dalam semua genre yang di pelajari pada waktu yang bersamaan.
Menilai teks – teks yang terdapat pada media dan terkaut dengan kenyataan
sangatlah sulit, karena terdapat beberapa jenis dari kenyataan atau “reality”, yaitu.41
1. Surface realism ( permukaan realism ), yang dikenal sebagai “getting
the detail right” atau “making it so real”. Kita dapat melihat teks dalam
lokasi, setting, kostum, props, atau bahkan aksen yang diucapkan oleh
pemain.
2. Batin atau emosi dalam realism ( karakter ), yaitu penonton
mengetahui karakter dan mengidentifikasikan dengan dirinya karena
karakter perilaku dalam realitas atau dapat dikenal sebagai tanggapan
emosi.
3. Hal yang masuk akal dari cerita atau plot, yaitu apa yang terjadi
didalam teks yang memiliki kredibilitas, dapat terjadi didalam kehidupan.
4. Teknik kode dan symbol, yaitu kesesuaian isi media dengan apa yang
diharapkan dan diakui oleh penonton, seperti latar belakang musik.

Media telah menjadi sumber domain bukan saja bagi induvidu untuk
mengubah gambaran dan citra realitas, tetapi juga bagi masyarakat dan kelompok
secara kolektif. Dalam hal ini, media ikut berperan aktif sebagai penyalur
informasi.42 Media sering kali dipandang sebagai alat kekuasaan yang efektif karena
kemampuannya untuk membujuk pendapat dan anggapan serta mendefinisikan dan
membentuk persepsi terhadap realitas. Apa pun yang terjadi bisa dibentuk bahkan
diatur dan selanjutnya disebarluaskan media ke dalam berbagai relung kehidupan
anggota masyarakat sehingga akan mempengaruhi setiap ide dan pandangannya
tentang sesuatu yang terjadi.43

41
ibid
42
Dennis McQuail, 1996, Op. Cit,. hlm 3-4
43
Representation and Realism, http://.litnotes.co.uk/realism.htm, Skripsi Anindita
Rahayuningtyas,2008,Jakarta : media realism pada pemberitaan metro realitas di metro tv, universitas
12

Jika media dapat menyampaikan kesan tentang prioritas dan mengarahkan


perhatian pada berbagai isu dan masalah secra selektif, maka media dapat berbuat
lebih banyak. Seperti apa yang diungkapkan oleh W.I. Thomas bahwa “apabila orang
memandang sebagai situasi yang nyata, maka konsekuensi situasi itu pun nyata”.44
Media televisi mempunyai andil yang cukup besar dalam mengkonstruksi
realitas. Selain sebagai sebuah karya desain yang berbentuk fisik dicirikan dengan
beragam jenis, bentuk dan merk, media televisi juga mampu memsubsversi ruang dan
suasana dengan tayangan-tayangan yang disungguhkan ke ruang-ruang pemirsa yang
menontonnya. Lewat acara-acara yang ditayangkan, media televisi memberikan suatu
ruang-ruang konstruksi ke kehidupan pemirsa.45
Iklan dalam media televisi mengkonstruksi realitas kepada pemirsanya lewat
wacana-wacana yang bersifat persuasif dengan membangun ideologi tertentu. Seperti
dalam iklan pemutih kulit, ideologi yang dibangun adalah bahwa kulit yang putih
lebih baik dari kulit berwarna. Berita-berita televisi, membangun ideologi tentang
kejahatan akan mendapatkan hukuman lewat tayangan kriminal dan juga tentang
gambaran kekuasaan dari kepolisian. Opera sabun atau lebih dikenal dengan sinetron
membangun ideologinya lewat narasi-narasi yang diciptakan, serta olah raga dengan
wacana-wacananya. Semua itu merupakan bagian-bagian dari cara media televisi
mengkonstruksi realitas pada pemirsanya.46
Realitas televisi sering dapat pendidikan, baik bagi orang-orang yang
berpartisipasi di dalamnya dan untuk orang-orang yang menonton mereka. Tentu saja,
dalam kebanyakan kasus realitas televisi menunjukkan tidak benar-benar terbuka
untuk anak-anak dan ini berarti bahwa anak-anak yang tersisa untuk menonton acara
televisi. Acara-acara ini akan menunjukkan bagaimana orang dapat bereaksi ketika
dimasukkan ke dalam situasi stres tinggi dan menunjukkan diri mereka juga dapat

al-azhar indonesia, hlm 36-37


44
ibid
45
Hill, Annete. 2005. Reality TV : Audience and Popular Factual Television. New York :
Routledge. Hal 86
46
Jeffkins, F.(1997).Periklanan.Jakarta:Erlangga, hlm 25
13

menampilkan persis bagaimana orang dapat bereaksi ketika mereka akhirnya licik
dan merencanakan terhadap orang lain dalam rangka untuk sampai ke puncak dan
menjadi orang terakhir yang berdiri.47

II.2 Kerangka Konsep


II.2.1 Remaja Sebagai Khalayak Media
Semua jenis media, baik itu film, televisi, musik maupun majalah,
berpengaruh besar terhadap gaya hidup kita masa kini. Kebanyakan media
menginformasikan tentang gaya hidup remaja kota, yang notabene meniru gaya hidup
modern yang juga meniru gaya hidup orang barat baik dari segi penampilan maupun
teknologi canggih yang digunakan. Maka tidak heran jika kita digiring menjadi
sangat konsumtif.48 Sebelum lebih jauh membahas, ada baiknya kita mengetahui siapa
itu remaja dan bagaimana kedekatan remaja dengan media.
Audiens memiliki karakteristik tersendiri, dengan sifat-sifatnya sebagai berikut:
1. Heterogen
Artinya pendengar adalah massa, yaitu sejumlah orang yang sangat banyak,
dengan sifatnya yang heterogen dan terpencar di berbagai tempat yang
berbeda. Disamping itu perbedaan juga terletak pada jenis kelamin, tingkat
pendidikan, frame of references, dan field of experience.49

2. Pribadi
Karena audiens berada dalam keadaan heterogen, maka isi pesan akan
dapat diterima dan dimengerti bila sifatnya pribadi sesuai dengan situasi
dimana audiens itu berada. Pemirsa televisi aktif, terutama menemui
sesuatu yang menarik dari sebuah stasiun televisi, mereka akan berfikir dan
melakukan interpretasi. Selain memeiliki karakteristik yang berbeda,

47
Ibid
48
http://www.jokosupriyanto.com/dampak-media-bagi-remaja-perempuan/ , diakses 20 Mei 2009 pkl
23.13 WIB.
49
Ibid hal 102
14

audiens juga dikelompokkan dalam tiga segmen yang berbeda yaitu


segmentasi demografis, segmentasi geografis dan segmentasi
geodemografis yaitu agar program yang disajikan dapat lebih representatif
dengan kebutuhan audiens.50

Dalam salah satu artikel yang dimuat dalam Republika Online, remaja adalah
sosok manusia yang belum matang atau labil. Belum matang dalam berkata-kata,
berfikir, bersikap dan bertindak. Akibatnya, remaja akan mudah untuk dipengaruhi.
Remaja sering disebut juga sebagai ABG, istilah ini baru muncul kira-kira pada awal
1980-an. Entah siapa pencetusnya, tapi yang pasti istilah ABG merupakan
kependekan dari Anak Baru Gede.51
Masa remaja adalah masa yang paling indah, karena di masa remaja banyak
terjadi perubahan yang kita alami, mulai dari perubahan fisik sampai psikologi dan ini
dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk masyarakat. Masa remaja yang kita alami
ini merupakan suatu periode dalam rentang kehidupan manusia. Mau tidak mau kita
pasti mengalaminya. Pada masa ini, berlangsung proses-proses perubahan secara
biologis juga perubahan psikologis yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk
oleh masyarakat, teman sebaya dan juga media massa. Kita yang berada di masa
remaja ini juga belajar meninggalkan sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan dan
pada saat yang bersamaan kita mempelajari perubahan pola perilaku dan sikap baru
orang dewasa. Selain itu, remaja juga dihadapkan pada tuntutan yang terkadang
saling bertentangan, baik dari orang tua, guru, teman sebaya maupun masyarakat
sekitar. Remaja bisa-bisa menjadi bingung karena masing-masing memberikan
tuntutan yang berbeda-beda tergantung pada nilai, norma atau standar yang
digunakan.52
Remaja putri adalah seorang anak perempuan yang telah memasuki usia
belasan tahun (11-18 tahun) dan telah memasuki masa pubertas dan secara biologis
50
Effendi, 2003, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung : Citra Aditya Bakti hal 102
51
Republika Online – http://www.republika.co.id, diakses 14 April 2009 pkl 07.30 WIB.
52
http://www.remajadanaspekpsikologi.co.id, diakses 14 April 2009 pkl 10.00 WIB.
15

akan mengalami perubahan yang sangat besar. Pubertas menjadikan seorang anak
memiliki kemampuan bereproduksi. Anak perempuan akan mendapat menstruasi
pertama sebagai tanda bahwa sistem reproduksinya sudah aktif, selain itu terjadi juga
perubahan fisik. Bentuk fisik mereka akan berubah sejak awal pubertas dan akan
membawa mereka pada dunia remaja.53
Dewasa ini remaja perempuan semakin mudah menikmati berbagai tampilan
yang disediakan media. Mulai dari yang sifatnya mendidik sampai dengan suatu hal
yang hanya bersifat hiburan. Peran media massa yang hampir setiap saat
mensosialisasikan sebuah gaya hidup remaja, baik berupa tayangan sinetron, reality
show maupun tayangan lainnya tentu membuat para remaja perempuan tidak bisa
lepas dari media. Media massa telah begitu rupa membentuk sebuah gaya hidup
remaja perempuan yang seolah-olah wajib hukumnya untuk diikuti. Sebuah penelitian
menunjukkan remaja perempuan mempunyai sikap tersendiri akan gaya hidupnya,
tetapi remaja perempuan tidak ada pilihan lain untuk tidak mengikuti tawaran yang
selama ini disosialisasikan oleh media.54
Media memang tidak setengah-setengah dalam mempromosikan sebuah nilai-
nilai yang dibentuk sehingga menjadi ukuran ideal sebagian orang. Seperti figur-figur
remaja yang ditampilkan di media sangat gencar mewarnai kehidupan mereka.
Anehnya bidikan media ini memang tidak pernah keliru. Dari 100 responden remaja
perempuan hanya 9 orang saja yang tidak suka menonton tayangan remaja di televisi.
Media memang telah menciptakan sebuah gaya hidup yang pada akhirnya
mempengaruhi para remaja, tapi hal itu tidak selalu mutlak terjadi karena remaja
perempuan juga mempunyai kepribadian yang telah mereka yakini sehingga tidak
selalu terjebak dengan gaya hidup yang disodorkan oleh media. Media memang pisau
bermata ganda, tidak dipungkiri media juga telah memberikan ruang bagi perempuan
untuk menyalurkan kreatifitasnya, memperoleh informasi, membuka cakrawala
perempuan muda dan membentuk persepsinya tersendiri tentang media.55
53
www.google.com Setiono, e-psikologi diakses 14 April 2009 pkl 17.34 WIB.
54
Subiantoro. Jurnal Perempuan 37. Dilemma Remaja Perempuan Menyikapi Media. 2008. Hal. 104.
55
Ibid.
16

Reality televisi cukup sulit untuk didefinisikan. Hal yang paling mendasar itu
berarti program yang menunjukkan hal-hal yang sebenarnya sedang terjadi, bukan
drama atau komedi yang mengikuti script. Biasanya program reality TV melibatkan
sekelompok orang yang tidak terlatih aktor yang difilmkan dalam situasi yang tidak
biasa selama periode waktu. Olahraga dan berita program tidak dianggap TV realitas.
Dokumenter yang mengeksplorasi aspek masyarakat adalah wilayah abu-abu, dengan
beberapa lebih dekat dengan pemberitaan dan lain-lain kabur ke TV kenyataan karena
mereka membuat situasi yang tidak sudah ada. Baru-baru ini selebriti versi reality
show telah membuat definisi lebih keras lagi, karena mereka menunjukkan kehidupan
pribadi.56
Realitas televisi sering dapat pendidikan, baik bagi orang-orang yang
berpartisipasi di dalamnya dan untuk orang-orang yang menonton mereka. Tentu saja,
dalam kebanyakan kasus realitas televisi menunjukkan tidak benar-benar terbuka
untuk anak-anak dan ini berarti bahwa anak-anak yang tersisa untuk menonton acara
televisi. Acara-acara ini akan menunjukkan bagaimana orang dapat bereaksi ketika
dimasukkan ke dalam situasi stres tinggi dan menunjukkan diri mereka juga dapat
menampilkan persis bagaimana orang dapat bereaksi ketika mereka akhirnya licik
dan merencanakan terhadap orang lain dalam rangka untuk sampai ke puncak dan
menjadi orang terakhir yang berdiri.57
Orang mungkin mengejek dan meletakkan pada sikap terkejut ketika mereka
datang di jenis peristiwa di acara televisi realitas, tetapi hanya naif kebanyakan orang
akan benar-benar berpikir bahwa tak satu pun dari hal-hal ini tumpah keluar ke
kehidupan nyata. Realitas televisi adalah diberikan nama realitas khusus karena fakta
bahwa banyak hal-hal ini pergi di dalam kehidupan nyata juga dalam bidang seperti
sekolah, tempat kerja dan kantor58. Menonton menunjukkan sekarang akan

56
http://www.idebate.org/debatabase/topic_details.php?topicID=823, diakses 25 maret 2011, pkl
22.15 WIB
57
Hill, Annete. 2005. Reality TV : Audience and Popular Factual Television. New York :
Routledge. Hal 32
58
Ibid hal 13
17

mengekspos anak-anak untuk jenis perilaku dalam lingkungan yang relatif terkendali
yang tidak akan secara langsung mempengaruhi mereka dan oleh karena itu akan
memberi mereka kesempatan yang lebih baik memperhatikan dan mencegah perilaku
seperti ketika mulai mendapatkan diarahkan terhadap mereka nanti dalam hidup59.
Secara kasar reality show bukan lagi sebuah realita, melainkan produk hasil
rekayasa yang pencitanya lahir dari hukum permintaan dan penawaran. Pada akhirnya
reality show adalah panggung pertunjukan dengan inti konsepnya rekayasa kenyataan
yang jelas bertendensi untuk memancing perhatian pemirsa.60

II.2.2 Kepercayaan Terhadap Reality Show

Program itu sendiri berasal dari bahasa inggris (programme) atau program
yang berarti acara atau rencana. Undang-undang penyiaran Indonesia tidak
menggunakan kata program untuk acara tetapi menggunakan istilah “siaran” yang
didefinisikan sebagai pesan atau rangkaian pesan yang disajikan dalam berbagai
bentuk.Dengan demikian pengertian program adalah segala hal yang ditampilkan
stasiun penyiaran untuk memenuhi kebutuhan audiencenya . Program atau acara yang
disajikan adalah faktor yang membuat audience tertarik untuk mengikuti siaran yang
dipancarkan stasiun penyiaran apakah itu radio atau televisi.61
Adapun karakteristik Program Televisi
Suatu program televisi selalu mempertimbangkan agar program acara tersebut
itu digemari atau dapat diterima oleh audience. Berikut ini empat hal yang terkait
dalam karakteristik suatu program televisi :62
1. Product, yaitu materi program yang dipilih haruslah yang bagus dan
diharapkan akan disukai audience yang dituju.

59
http://www.indosiar.com/program/resensi. Reality Show Bagian Dari Pop Culture.
60
ibid
61
http://asiaaudiovisualra09setiyopujilaksono.com/2009/07/06/komponen-komponen-program-
televisi/diakses pada tanggal 10 agustus 2011, pukul 23:00
62
ibid
18

2. Price, yaitu biaya yang harus dikeluarkan untuk memproduksi atau membeli
program sekaligus menentukan tarif bagi pemasang iklan yang berminat
memasang iklan pada program bersangkutan.
3. Place, yaitu kapan waktu siaran yang tepat program itu. Pemilihan waktu siar
yang tepat bagi suatu program akan sangat membantu keberhasilan program
bersangkutan.
4. Promotion, yaitu bagaimana memperkenalkan dan kemudian menjual acara itu
sehingga dapat mendatangkan iklan dan sponsor .

Sementara itu, juga ada beragam jenis-jenis program televisi. Dari berbagai macam
program yang disajikan stasiun penyiaran jenis-jenis program terbagi menjadi dua
bagian yaitu :63 (1) Program informasi, adalah segala jenis siaran yang bertujuan
untuk memberitahuakan tambaha n pengetahuan (informasi) kepada khalayak
audience dan; (2) Program hiburan.
Program Hiburan, adalah segala bentuk siaran yang bertujuan untuk menghibur
audience dalam bentuk musik, lagu, cerita, dan permainan. Program yang temasuk
dalam ketegori hiburan adalah drama, musik, dan permainan (game).
a. Drama, adalah pertunjukan (show) yang menyajikan cerita mengenai kehidupan
atau karakter seseorang atau beberapa orang (tokoh) yang diperankan oleh pemain
(artis) yang melibatkan konflik dan emosi.64
1. Sinetron merupakan drama yang menyajika cerita dari berbagai tokoh secara
bersamaan. Masing-masing tokoh memiliki alur cerita mereka sendiri-sendiri
tanpa harus dirangkum menjadi suatu kesimpulan.
2. Film, televisi menjadi media paling akhir yang dapat menayangkan film
sebagai salah satu programnya karena pada awalnya tujuan dibuatnya film
untuk layar lebar. Kemudian film itu sendiri didistribusikan menjadi VCD
atau DVD setelah itu film baru dapat ditayangkan di televisi.

63
Ibid
64
ibid
19

b. Permainan atau (game show), adalah suatu bentuk program yang melibatkan
sejumlah orang baik secara individu atau kelompok yang saling bersaing untuk
mendapatkan sesuatu.65
c. Musik, Program ini merupakan pertunjukan yang menampilkan kemampuan
seseorang atau beberapa orang pada suatu lokasi baik di studio ataupun di luar studio.
Program musik di televisi sangat ditentukan artis menarik audience. Tidak saja dari
kualitas suara namun juga berdasarkan bagaimana mengemas penampilannya agar
menjadi lebih menarik.
d. Pertunjukan, merupakan program yang menampilkan kemampuan seseorang atau
beberapa orang pada suatu lokasi baik di studio ataupun di luar studio.66

Reality show merupakan jenis tayangan faktual, yang merujuk pada program
siaran yang menyajikan fakta non fiksi.67 Dalam penyajiannya acara reality show
terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:68
1. Docusoap (dokumenter dan soap opera) yaitu gabungan dari rekaman asli dan
plot. Di sini penonton dan kamera menjadi pengamat pasif dalam mengikuti
orang-orang yang sedang menjalani kegiatan sehari-hari mereka, baik yang
profesional maupun pribadi. Dalam hal ini produser menyiapkan plot
sehingga enak ditonton oleh pemirsa. Para kru dalam proses editing
menggabungkan setiap kejadian sesuai dengan yang mereka inginkan
sehingga akhirnya terbentuk cerita berdurasi 30 menit tiap episode.
Contohnya: MTV’s Real World, The Temptation Island, atau The Real
Cancun, dll.

65
ibid
66
ibid
67
Pedoman Perilaku Penyiaran Indonesia, 2004, BabII, Pasal 8, Ayat 1-2
68
http://ijenza.dagdigdug.com/2009/04/15/reality-swow/ , diakses 20 Mei 22.48 WIB.
20

2. Hidden Camera yaitu sebuah kamera tersembunyi merekam orang-orang


dalam situasi yang sudah di-set. Contohnya: spontan, ngacir, dan candid
camera.
3. Reality Game Show yaitu sejumlah kontestan yang direkam secara intensif
dalam suatu lingkungan khusus guna bersaing memperebutkan hadiah. Fokus
dari acara ini para kontestan menjalani kontes dengan penuh tipu muslihat,
sampai reaksi yang menang dan kalah. Contohnya: Survivor, Joy Millionare,
Fear Factor, dan Indonesian Idol.69

Individu yang semakin sering menonton televisi cenderung akan lebih


mempercayai realitas yang dikonstruksikan oleh televise dari pada mereka yang tidak
sering menonton televisi, dapat membentuk citra akan realitas yang tidak selamanya
konsisten dengan fakta yang ada diluar sana70 Light viewer mungkin memiliki lebih
banyak sumber informasi selain media massa jika dibandingkan dengan heavy
viewers. Oleh karena itu, analisis kultivasi berusaha untuk menganalissis kontribusi
yang bebas dari menonton televisi terhadap konsepsi khalayaknya mengenai
realitas.71
Televisi telah menjadi sumber bersama yang utama untuk sosialisasi dan
informasi sehari – hari72 Hal ini tentunya dapat berlaku dalam konteks efek tayangan.
TV seperti efek tayangan program Reality Show. Reality show adalah genre acara
televisi yang menggambarkan adegan seakan-akan benar-benar berlangsung tanpa
skenario dengan pemain yang umumnya khalayak atau masyarakat biasa dengan tema
yang beragam.73 Bet Rowen dalam artikelnya “History Of Reality TV” telah
menelusuri secara mendalam sampai pada kesimpulan bahwa reality show bukanlah

69
Hill, Annete. 2005. Reality TV : Audience and Popular Factual Television. New York :
Routledge. Hal 150
70
Miller,2002, teori media dan masyarakat introduction media communication,gramedia pustaka
utama, hal 198
71
Ibid hal 199
72
Littlejohn, Stephen, W, 2002, teori kumunikasi, salemba humanika, hal 130
73
http://ijenza.dagdigdug.com/2009/04/15/reality-swow/ , diakses 20 Mei 22.48 WIB.
21

tayangan baru. PBS (Public Broadcasting Service) pertama kali menayangkan jenis
tayangan ini pada tahun 1973 dengan “An American Family”, sebuah acara yang
tanpa setting, merupakan dokumentasi berseri dan ditonton oleh 10 juta penonton.
Puncak popularitas reality show di capai FOX ketika menayangkan “America’s Most
Wanted ” tahun 1988. Reality show ini berisi tentang informasi para buronan dan
rekonstruksi kejahatan mereka dan ini menduduki rating tertinggi. Lalu kemudian di
tahun 1990 CBS (Columbia Broadcasting System) menayangkan “America’s
Funniest Home Video” dan dirilis berulang kali dengan format yang sama dan
popular di mancanegara.74
Gerbner menyatakan bahwa kepercayaan khalayak masuk dalam kategori
heavy viewer, hal ini disebabkan karena khalayak percaya terhadap yang disajikan
oleh media dalam bentuk penggaruh program yang berisi tayangan terhadap
kebenaran info oleh tayangan “Uya Emang Kuya” maupun sebaliknya dan juga yang
terjadi pada diri mereka75. Para pemirsa berat akan berpegang pada realita seperti
yang ditanyangkan televisi. Mereka yang sangat sering melihat adegan pada program
tayangan “Uya Emang Kuya” akan melihat kebenaran yang dapat dipercaya dan
nyaris tidak ada orang yang dapat dipercaya, sebagai orang hanya mementingkan
dirinya sendiri.76
Induvidu yang semakin sering menonton televisi terutama pada program
tayangan “uya Emang Kuya” cenderung akan lebih mempercayai realitas yang
dikonstruksikan oleh televisi dari pada mereka yang tidak sering menonton televisi,
dapat membentuk citra akan realitas yang tidak selamanya konsisten dengan fakta
yang ada diluar sana77 Light viewer mungkin memiliki lebih banyak sumber informasi
selain media massa jika dibandingkan dengan heavy viewers. Oleh karena itu, analisis

74
www.infoplace.com/spot/realitytv1.html, diakses 22 Maret 2009 pkl 16.12 WIB.
75
Griffin,2002 mass communication theory, hal 181
76
Littlejohn,2002, teori kumunikasi, hal 128
77
Miller,2002, teori media dan masyarakat introduction media communication, hal 198
22

kultivasi berusaha untuk menganalissis kontribusi yang bebas dari menonton televisi
terhadap konsepsi khalayaknya mengenai realitas.78
Gerber juga menyatakan bahwa terpaan program yang sama secara konstan
dan symbol – symbol yang terus diulang menyebabkan khalayak semakin percaya
bahwa yang dilihatnya adalah benar. Dia mendefinisikan tayangan program “Uya
Emang Kuya” terhadap kepercayaa sebagai ekpresi terang – terangan dari kekuatan
fisik (dengan atau tanpa senjata, melawan diri sendiri atau orang lain) sebagai bagian
dari alur cerita.79 Dan dapat disimpulkan bahwa televisi merupakan system utama dari
story telling. Televisi merupakan bagian dari kehidupan sehari – hari. Drama, iklan,
dan program lainnya membawa dunia relatif sama untuk setiap rumah. Televisi telah
menjadi sumber bersama yang utama untuk sosialisasi dan informasi sehari – hari 80
hal ini tentunya dapat berlaku dilihat konteks dari kebenaran tayangan program “Uya
Emang Kuya”.
Menilai teks – teks yang terdapat pada media dan terkaut dengan kenyataan
sangatlah sulit, karena terdapat beberapa jenis dari kenyataan atau “reality”, yaitu.81
1. Surface realism ( permukaan realism ) : kepercayaan responden
terhadap kebenara realitas, yang terkait dengan kepercayaan responden
terhadap lokasi, setting, kostum, props, atau bahkan aksen yang diucapkan
oleh pemain.
2. Batin atau emosi dalam realism ( karakter ), yaitu penonton
mengetahui karakter dan mengidentifikasikan dengan dirinya karena
karakter perilaku dalam realitas atau dapat dikenal sebagai tanggapan
emosi.
3. Hal yang masuk akal dari cerita atau plot, yaitu apa yang terjadi
didalam teks yang memiliki kredibilitas, dapat terjadi didalam kehidupan.

78
Ibid hal 199
79
Griffin,2002 op cit hal 186
80
Littlejohn,2002,teori komunikasi, hal 130
81
ibid
23

4. Teknik kode dan symbol, yaitu kesesuaian isi media dengan apa yang
diharapkan dan diakui oleh penonton, seperti latar belakang musik.

II.2.3 Terpaan Media (Media exposure)

Rosengren mengemukakan bahwa terpaan tayangan diartikan sebagai


penggunaan media oleh khalayak yang meliputi jumlah waktu yang digunakan dalam
berbagai media, jenis media, jenis isi media, media yang dikonsumsi dan berbagai
hubungan antara khalayak dengan isi media yang dikonsumsi atau dengan media
secara keseluruhan82.
Terpaan media berusaha mencari data khalayak tentang penggunaan media
baik jenis media, frekuensi penggunaan maupun durasi penggunaan atau longevity.
Frekuensi penggunaan media mengumpulkan data khalayak tentang berapa kali sehari
seorang menggunakan media dalam satu minggu (untuk meneliti program harian),
berapa kali seminggu seseorang menggunakan media dalam satu bulan (untuk
program mingguan) serta berapa kali sebulan seseorang menggunakan media dalam
satu tahun (untuk program bulanan), dalam penelitian ini program yang diteliti
merupakan program mingguan. Untuk pengukuran variabel durasi penggunaan media
menghitung berapa lama khalayak bergabung dengan suatu media (berapa jam sehari)
atau berapa lama (menit) khalayak mengikuti suatu program.83
Sedangkan hubungan antara khalayak dengan isi media meliputi attention atau
perhatia. Andersen mendefinisikan perhatian sebagai proses mental ketika stimuli
atau rangkaian stimuli menjadi menonjol atau kesadaran pada saat stimuli lainnya
melemah. intensitas menonton dapat dihitung memakai parameter- parameter baku
seperti frekuensi, durasi, dan atensi pemirsa.84
Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa terpaan media dapat
diukur melalui frekuensi, durasi, dan atensi. Berdasarkan pengertian terpaan media
82
jalaludin Rakhmat. 2004. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya.hal. 66
83
Ardianto & Erdinaya,2004,Komunikasi Massa,bandung; simbiosa, hal 164
84
ibid
24

yang telah dijelaskan oleh Rosengren dalam, maka cara mengukur terpaan media
85

dari program “Uya Emang Kuya” dengan melihat frekuensi, durasi dan atensi
menonton/ menyaksikan seseorang terhadap tayangan tersebut di televisi.

85
ibid

Anda mungkin juga menyukai