Anda di halaman 1dari 25

BAB II

KAJIAN PUSTAKA
2.1 Film sebagai Media Komunikasi Massa

Film adalah media hiburan yang dapat dinikmati oleh masyarakat.


Seiring berjalannya waktu film bukan lagi dilihat sebagai hiburan namun
dapat dijadikan sebagai alat propaganda. Di sisi lain, jika melihat sejarahnya
film termasuk dalam media massa. Yang mana film adalah tontonan yang
dapat dinikmati oleh khalayak banyak dalam satu waktu. Film sebagai media
massa menjadi sebuah gagasan ide untuk menyalurkan berbagai kreatifitas
yang beragam dari pembuat film itu sendiri. Di masa sekarang film memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap penontonnya. Adanya pengaruh tersebut
menyebabkan munculnya proses negoisasi dalam diri penonton dalam
menerima pesan di film. Apakah pesan tersebut dapat diterima atau tidak
oleh penonton, tergantung dari penonton itu sendiri. Jika pesan dalam film
dapat mempengaruhi negosiasi pesan dalam film dengan mudah, maka
dampak pengaruh film sangat besar (McQuail D. , 2011).
Film dikatakan sebagai media massa, dan termasuk dalam
komunikasi massa dikarenakan film memiliki jangkauan yang luas. Film
mampu menjangkau populasi dengan jumlah yang besar dan waktu yang
cepat. Film merupakan respons dari penemuan waktu luang, waktu libur dari
aktivitas kerja masyarakat yang sifatnya mudah dijangkau dan terhormat.
McQuail menejelaskan dalam bukunya bahwa film berhasil memberikan
keuntungan bagi para pekerja budaya yang dapat menikmati kehiduapan
sosial mereka yang cukup baik (McQuail, 2011). Di masa sekarang film
digunakan sebagai ladang bisnis dalam bentuk baru bagi pasar beberapa
orang dan lembaga.
Terdapat tiga elemen dalam sejarah film sebagai media komunikasi
massa yaitu: sebagai alat propaganda, munculnya sekolah seni, dan
munculnya gerakan film dokumenter. Film sebagai alat propaganda benar-
benar signifikan, dilihat dari sifat film itu sendiri yang memiliki jangkauan
luas, memiliki dampak emosional dan popularitas yang tinggi dan bersifat

10
rill yang jika digunakan untuk kepentingan nasional atau kebangsaan akan
menimbulkan dampak yang besar. Kembali lagi bahwa fungus dari film
selain tentang hiburan adalah tentang pembelajaran dan propagandis.
Bahkan pemerintah Amerika Serikat pernah mengadakan pertemuan dengan
petinggi di industri film untuk membahas bagaiaman film dapat
berkonstribusi dalam serangan teroris setelah peristiwa 11 September
(McQuail, 2011).

2.1.1 Komunikasi Massa

Komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan


kepada khalayak banyak melalui media massa. Dalam komunikasi
massa para komunikator memiliki tujuan untuk mengirim pesan
kepada khalayak dalam jumlah besar dan melalui media massa juga
seperti majalah, TV, koran, radio, dan film. Sosial media juga
termasuk dalam media massa namun masih dalam media baru. Dulu,
yang dapat menyebarkan pesan melalui media massa hanyalah
sebuah instansi perusahaan atau organisasi saja. Mulyana
mengatakan komunikasi massa adalah komunikasi yang
menggunakan media massa baik cetak atau elektronik yang
dilakukan oleh suatu lembaga yang disebarluaskan kepada khalayak
dengan jumlah banyak, di berbagai tempat, dan memiliki pesan yang
bersifat umum yang cara penyampaiannya serentak dan cepat
(Mulyana, 2000).
1) Ciri-ciri Komunikasi Massa
Komunikasi massa memiliki sifat tersendiri jika dibandingkan
dengan jenis komunikasi lain, karena ciri utama dari komunikasi
massa adalah memiliki jangkauan yang luas. Berikut ciri-ciri
komunukasi massa menurut Romli (Romli, 2016)
a. Pesan bersifat umum
Berisfat umum maksudnya adalah terbuka yang dapat
dijangkau oleh siapapun dan pesan tidak ditujukan untuk

11
kelompok tertentu. Bentuk pesan dalam komunikasi massa
berupa, opini, fakta, dan peristiwa. Namun dengan sifatnya
yang umum dan terbuka bukan berarti secara gampang pesan
dapat dimuat di media massa. Media massa memiliki
peraturan tersendiri agar isi pesan dapat dimuat lalu
disebarkan. Pesan dalam komunikasi masa harus dikemas
secara menarik agar lebih mendapatkan perhatian dari banyak
khalayak.
b. Komunikan Anonim dan Heterogen
Komunikan dalam komunikasi massa adalah komunikan yang
menggunakan media untuk menerima pesan. Berbeda dengan
komunikasi antarpersonal, di mana komunikator mengetahui
komunikannya, komunikasi massa justru tidak mengetahui
siapa komunikannya. Karena mereka tidak berkomunikasi
secara lang sung dengan bertatap muka. Bersifat hetergen
karena komunikan dari komunikasi massa yang memiliki
jumlah besar, dan berasal dari berbagai kalangan. Komunikan
heterogen dapat dikelompokkan menurut usia, faktor jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, latar belakang budaya,
agama, dan tingkat ekonomi.
c. Komunikasi Massa menimbulkan Keserempakan
Kembali ke ciri utama dari komunikasi massa yang memiliki
jangkauan dengan jumlah besar. Hal ini akan menimbulkan
keserempakan dari komunikan karena pesan yang
disampaikan melalui media massa juga. Dalam satu waktu
dengan jumlah audience yang besarakan serempak mendapat
pesan yang sama.
d. Lebih Mengutamkan Isi daripada Hubungan
Prinsip dari komunikasi salah satunya yaitu dimensi isi dan
dimensi hubungan. Dimensi isi menunjukkan muatan atau isi
komunikasi. Yaitu apa yang dikatakan dan apa yang

12
dilakukan, sedangkan dimensi hubungan menunjukkan
bagaimana cara mengatakannya,
e. Komunikasi bersifat satu arah
Selain mempunyai beberapa kelebihan, komunikasi massa
juga mempunyai kelemahan yakni bersifat satu arah.
Komunikator dan komunikannya tidak dapat melakukan
kontak secara langsung karena proses komunikasinya melalui
media massa. Dalam prosesnya, sebenarnya komunikator dan
komunikan dalam komunikasi massa berperan aktif namun
keduanya tidak dapat berdialog atau berkomunikasi secara
langsung seperti komunikasi antarpersonal. Inilah yang
membuat komunikasi massa bersifat satu arah.
f. Stimulasi Alat Indra yang Terbatas
Alat indra yang terbatas termasuk dalam salah satu kelemahan
dari komunukasi massa. Semua bergantung pada media massa
yang digunakan. Seperti contoh dalam radio, komunikan
hanya dapat mendengar saja, dalam surat kabar audien hanya
dapat melihat. Dalam televisi dan film audein dapat melihat
dan mendengar.
g. Umpan Balik Tertunda atau Tidak Langsung
Umpan balik dalam komunikasi adalah yang terpenting. Ada
tidaknya umpan balik, menandakan apakah pesan yang
disampaikan oleh komunikator sudah tersalurkan dengan baik
kepadan komunikan. proses penyampaian feedback
komunikasi massa bersifat indirect. Sedangkan waktu yang
dibutuhkan untuk menggunakan telepon, e-mail, atau media
sosial menunjukkan bahwa feedback dalam komunikasi
massa bersifat tertunda.
2) Elemen Komunikasi Massa

13
Tidak jauh berbeda dari jenis komunikasi yang lain elemen
komunikasi massa terdapat beberapa hal (Halik, 2013) sebagai
berikut:
a. Komunikator
Komunikator yang ada pada komunikasi massa berbeda
dengan komunikator lainnya. Komunikator pada komunikasi
massa merupakan individu-individu yang berada pada suatu
lembaga media massa. Karena sumber utama dari komunkasi
massa adalah suatu lembaga/organisasi seperti perusahaan
stasiun televisi, stasiun radio, rumah produksi, perusahaan
media cetak dan lain sebagainya.
b. Pesan/Isi
Pesan dan isi dari komunikasi massa dapat berupa film, iklan,
musik. Semua sifat dari pesan tersebut adalah umum
siapapun dapat menjangkaunya. Pesan yang disampaikan
oleh komunikan dalam komunikasi massa sudah ditentukan
oleh lembaga yang mengatur.
c. Media
Media dalam hal ini juga dapat disebut dengan saluran yaitu
tempat untuk pesan dari komunikator dapat tersampaikan
kepada komunikan. Dalam komunikasi massa media yang
dimaksud adalah televisi, radio, majalah, koran, film, dan
lain sebagainya.
d. Khalayak/Komunikan
Khalayak dalam media massa merupakan sasaran dalam
penyebaran pesan komunikasi massa. Khalayak disini tidak
terbatas pada tempat tertentu tetapi tersebar luas dalam
jumlah yang sangat banyak. Khalayak media massa adalah
orang-orang yang menikmati berbagai media massa seperti
pembaca koran, penonton televisi, penikmat film, pengguna

14
media sosial, dan lain sebagainya. Menurut Charles Wright
dalam (Halik, 2013) jenis khalayak komunikasi massa, yaitu:
a) Large, jumlah khalayak komunikasi massa sangat banyak
dan tersebar dalam berbagai lokasi.
b) Heterogen, khalayak komunikasi massa berasal dari
berbagai lapisan masyarakat, memiliki aktivitas atau
pekerjaan, umur, jenis kelamin, latar belakang
pendidikan, kemampuan ekonomi, pilihan politik,
agama, kelompok etnik,dan standar etis yang beragam.
c) Anonim, khalayak komunikasi massa umumnya tidak
saling kenal secara pribadi dengan komunikatornya.
Mereka terpisah satu sama lain (tidak mengumpul) serta
tidak berinteraksi satu sama lainnya.
e. Gatekeeper
Gatekeeper merupakan orang-orang atau suatu lembaga
yang memutuskan terbitnya atau rilisnya sebuah media
massa. Seperti contohnya adalah production house yang
menaungi sebuah produksi film akan memantau semua
proses kegiatan pembuatan film sebelum akhirnya film dapat
didistribusikan kepada khalayak. Para gatekeepers dalam
menjalankan tugasnya dipengaruhi oleh sejumlah faktor,
yakni ekonomi, pembatasan hukum, batas waktu (deadline),
etika pribadi dan profesionalisme, kompetisi antarmedia,
nilai berita, dan reaksi terhadap feedback yang tertunda.
f. Efek
Seperti halnya komunikasi yang lain, komunikasi massa
memiliki elemen efek yaitu, dampak dari hasil
mengkonsumsi media massa. Karena jumlah komunikan
yang banyak, dampak yang ditimbulkan dari hasil
mengkonsumsi media jelas berbeda tergantung pada latar
belakang komunikan. pesan media massa dibedakan dari

15
pengetahuan, sikap, dan perilaku. Berbagai sudutpandang
pun akan muncul dalam efek komunikasi massa.
3) Media Massa
Media massa adalah media untuk menyalurkan pesan dengan
sasaran audien yang besar. Menurut Mulyana (2000), media
massa adalah saluran/alat komunukasi dan informasi yang
digunakan untuk penyebaran informasi secara massal dan dapat
diakses oleh masyarakat secara massal pula. Halik (2013)
membagi media massa sebagai berikut:
a. Media Cetak
Bisa berupa surat kabar, majalah, dan buku. Pesannya
disampaikan melalui bahasa tertulis dengan dukungan
gambar/foto. Khalayak media cetak berifat aktif dan melek
akan huruf sebagai syarat utamanya.
b. Radio
Merupakan media elektronik yang pesannya disampaikan
melalui pendengaran. Audiens atau khalayak radio biasanya
cenderung bersifat pasif. Radio biasanya akan lebih bermain
dengan efek suara dan musik yang digunakan untuk
membangun suasana agar pesan yang disampakan menjadi
lebih dramatis.
c. Televisi
Merupakan media elektronik dalam bentuk audio visual
yang paling banyak diminati pada jamannya. Diantara jenis-
jenis komunikasi massa yang lain, kepopuleran televisi
menjadi pilihan bagi para pengiklan. Televisi menjadi
favorit dijamannya karena kemudahannya dalam mengakses
dalam mencari pesan di media massa.
d. Film
Merupakan salah satu produk media digital yang memiliki
karakter tersendiri diantara media massa lainnya. Pesan-

16
pesan yang terdapat dari film tidak hanya berfungsi sebagai
media penghibur saja tetapi juga mengandung makna
tersirat maupun tersurat, atau bisa juga digunakan untuk
menyampaikan sarana program tertentu. Dengan
perkembangan teknologi seperti sekarang ini, film tidak
hanya dapat dinikmati di bioskop dan televisi saja, tetapi
juga sudah dapat dinikmati secara online menggunakan
internet.
e. Media Online
Medai online adalah hasil dari perkembangan teknologi
komunikasi dan informasi yang pesat sehingga sarana
komunikasi ini merupakan bentuk sarana komunikasi yang
modern dan canggih. Kehadiran internet sangat membantu
dalam percepatan penyebaran informasi kepada khalayak
yang lebih luas lagi. Selain itu keunggunlan media online
tidak hanya terletak pada kecepatan penyebaran
informasinya saja, tetapi juga sifat interaktif dan
multimedianya. Para penggunanya dapat mengakses apa
saja seperti media sosial, video live secara online, dan lain
sebagainya.

2.1.2 Film

Pengertian dasar dari film adalah potongan gambar yang


dijadikan satu kesatuan yang menghasilkan sebuah cerita. Film
adalah hasil budaya juga sebagai ekspresi dari kesenian. Film adalah
sebuah karya yang menggabungkan beberapa unsur antara teknologi
dan kesenian di antaranya ilmu fotografi dan audio serta kesenian
yang mengandung seni teater, seni musik, sastra hingga arsitektur.
Film adalah sebuah hiburan, dan hanya tontonan biasa bagi
masyarakat. Namun dalam ilmu komunikasi film adalah sebuah
media yang dapat dijadikan sebagai pengantar pesan. Film termasuk

17
dalam komunikasi massa, di mana film ini memiliki audiens dengan
jumlah yang banyak dalam satu waktu. Tahun 1902 Edwin S. Porter
adalah orang yang pertama kali membuat film dengan judul “The
life of an American Fireman”, dan Ferdinan Zecca pada tahun 1901
membuat film juga yang berjudul “The Story of Crime” di Prancis.
Film memiliki sejarah yang panjang. Awal munculnya film
dan masuknya film pertama kali di Indonesia jelas berbeda. Negara
adidaya Amerika, tentu dengan kemajuan dalam segala bidang pada
zamannya yang membuat film untuk pertama kalinya. Muncul
pertama kali pada akhir abad ke-19 yang dijadikan teknologi baru.
Amerika menggunakan film sebagai alat propaganda untuk
kepentingan negaranya sendiri. Awalnya film hanyalah dijadikan
sebagai hiburan semata, namun dampak dari perang dunia II
menyebabkan Amerika kuwalahan dengan hal yang menimpanya.
Terutama dengan kemunculan pesawat televisi yang bisa dilihat di
rumah-rumah penduduk. Hal tersebut membuat orang-orang film
harus mencari jalan keluar agar tidak semakin merosot. Pada tahun
1952 Fred Waller memperkenalkan sistem cinerama yang mana
mana sistem tersebut memiliki layer enam kali lebih lebar (Effendy
& Heru, 2009). Hingga akhirnya film-film Amerika yang awalnya
memiliki jalan cerita tentang kehidupan sosial, sekarang berisi
pahlawan super yang menunjukkan bahwa orang-orang Amerika
adalah yang paling kuat di dunia.
Itulah mengapa film dijadikan sebagai alat propaganda untuk
mempengaruhi masyarakat yang melihatnya. Menurut McQuail
dalam bukunya Teori Komunikasi Massa, setelah film sebagai
sebuah bisnis munculal elemen penting yang tertulis dalam sejarah
yang salah satunya adalah sebagai propaganda yang diterapakan
untuk kepentingan nasional atau kebangsaaan. Elemen lain yang
muncul adalah dengan munculnya beberapa sekolah seni film serta
munculnya gerakan film dokumenter (McQuail D. , 2011). Hingga

18
saat ini masih banyak ditemukan film dijadikan sebagai alat
propaganda, meskipun film didominasikan sebagai hiburan oleh
masyarakat, namun masih saja ada elemen propaganda di dalamnya.
Film memiliki tiga kategori yaitu film pendek, film cerita
panjang, dan film documenter (Effendy H. , Mari Membuat Film, 2009).
a. Film Pendek (short movie)
Film pendek adalah film yang memliki durasi pendek,
umumnya 5-30 menit. Menurut Effendy Heru film pendek adalah
film yang memiliki durasi kurang dari 60 menit. Film pendek
memiliki jalan cerita yang jelas, singkat, dan padat. Orang-orang film
umumnya membuat film pendek terlebih dahulu sebelum terjun
langsung untuk memproduksi film dengan durasi yang lebih panjang.
Bisa dikatakan bahwa film pendek dapat dijadikan sebagai batu
loncatan dan menjadi sebuah portofolio untuk memproduksi film
cerita panjang. Sekaligus untuk latihan bagi orang yang memang
ingin mendalami tentang produksi film. Mahasiswa dengan jurusan
perfilman ataupun audio visual biasanya banyak memproduksi film
pendek sebagai tugas mereka yang dapat didistribusikan melalui
festival film.
b. Film Cerita Panjang (Feature Length Film)
Adalah film berdurasi lebih dari 60 menit atau biasanya
memiliki durasi 90-100 menit. Di Indonesia sendiri umumnya film
panjang memiliki durasi 90 menit. Sebagai contoh lain film India bisa
berdurasi hingga 180 menit. Berbeda dengan film pendek, jalan cerita
film panjang lebih mengandung unsur dramatis untuk menggiring
penonton ke dalam cerita agar penonton lebih terbawa perasaan dan
suasana. Film yang dijumpai dan tayang di bioskop adalah termasuk
dalam film cerita panjang. Pembuatan film cerita panjang lebih
banyak memakan waktu, biaya, dan tenaga. Dikerjakan dengan lebih
professional. Bukan berati pembuatan film pendek tidak dilakukan
dengan professional, namun lebih kepada latihan. Dilihat dari segi

19
durasi dan pengemasannya saja sudah berbeda. Tak sedikit pula film
panjang ini memiliki cerita lanjutan atau sequel.
c. Film Dokumenter (Documentary Films)
Film dokumenter adalah film yang memiliki jalan cerita
berdasarkan relalita yang dibuat untuk memenuhi sebuah tujuan
tertentu entah untuk menghormati sebuah peristiwa dan tokoh atau
hanya sekedar dijadikan sebagai dokumentasi kenang-kenangan.
Namun tetap ada tujuan yang lain yaitu penyebaran informasi yang
juga melibatkan propaganda bagi individu dan kelompok tertentu.
Naskah yang dibuat dalam film dokumenter tentu lebih condong
kepada hal-hal yang nyata, dan para orang-orang pembuat film ini
akan melakukan riset yang jauh lebih dalam daripada riset yang
dilakukan ketika membuat film pemdek dan film panjang.
Pengemasan dari film dokumenter juga disajikan dengan senyata
mungkin agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Ketika
membuat film dokumenter para pembuat film juga dapat
bereksperimen dengan hal-hal yang baru. Tentu hal tersebut dapat
dijadikan pembelajaran tentang suatu budaya dan komunikasi baru
ketika proses produksi.

2.2 Film sebagai Media Kampanye

Film adalah salah satu sarana komunikasi untuk penyebaran suatu


hiburan, cerita, konflik, drama kepada masyarakat. Fungsi utama film
adalah untuk menghibur masyarkat dengan jumlah banyak. Film juga
memberikan suatu edukasi yang bisa saja belum diketahui oleh
penontonnya. Bukan hanya itu isi pesan dalam film dapat berupa informasi-
informasi yang bahkan dapat menjadi persuasi ke penonton. Dari sifat film
tersebut, dapat dimanfaatkan sebagai media kampanye dengan menggiring
masyarakat untuk melakukan sesuatu yang lebih baik. Selain itu film dapat

20
juga berfungsi sebagai media pembelajaran yaitu sebagai media kampanye
perubahan sosial (Suryani, 2014).
Melihat perkembangan teknologi yang semakin memudahkan
aktivitas masyarakat, media pun terbantu untuk mengumpulkan massanya.
Termasuk film, saat awal masa pandemi industri perfilman mulai turun
drastis. Namun dengan adanya platform online akibat perkembagna
teknologi, membantu para pelaku di industri film memutar otak untuk
menayangkan karyanya melalui portal online. Begitupun dengan
pemerintah memanfaatkan teknologi untuk melakukan kampanye demi
kepentingan masyarakat di masa pandemi. Salah satu contohnya dengan
memproduksi sebuah film pendek yang bertemakan kondisi masyarakat di
masa pandemi. Upaya pemerintah ini adalah untuk mempersuasif
masyarakat, memberikan pemahaman dan edukasi serta mengandung
informasi yang memang penting diterapkan dalam masa pandemi.
Disebut dengan film sebagai media kampanye karena memang film
ini berisi tentang himbauan agar masyarakat tetap patuh akan anjuran dari
pemerintah tentang protokol kesehatan dan tidak meremehkan adanya virus
yang berbahaya ini. Juga sasaran dari film ini adalah untuk seluruh lapisan
masyarakat yang terdampak akan adanya Covid-19. Pada saat pandemi
seperti ini masayarakat banyak melakukan aktivitasnya dari rumah,
menghabiskan waktu bersama keluarga di rumah. Akhirnya banyak waktu
luang karena semua serba online dan digital. Untuk mengisi waktu luang
tersebut masyarakat dapat mengerjakan sesuatu yang belum pernah mereka
lakukan secaar rutin misal, memasak dengan menemukan inovasi terbaru,
menonton film, streaming series di portal online dan lain sebagainya.
Film pendek “Positif” adalah salah satu upaya pemerintah yang
dirilis saat masa pandemi dan karantina mandiri dari rumah. Dengan begitu
masyarakat dapat menonton film pendek ini tanpa datang ke bioskop
ataupun ke festival film yang memang tidak diperbolehkan, cukup
menonton dari rumah. Film pendek “Positif” merupakan strategi kreatif
kampanye dari pemerintah yang dilakukan untuk kepentingan masyarakat

21
bersama. Dengan menggandeng sutradara ternama Hanung Bramantyo dan
Jeihan Angga yang mana mereka telah melalang buana di indutri perfilman
agar lebih menarik perhatian dari masyarakat itu sendiri.

2.3 Pemaknaan Film

Dalam komunikasi, pemaknaan adalah tentang pengekspresian


pemaknaan terhadap sebuah pesan. Istilah yang digunakan untuk
menganalisis pesan dari komunikator kepada komunikan melalui teks media.
Sebuah komunikasi terjadi ketika maksud pesan dari teks media dapat
dipahami oleh pengirim dan penerima pesan. Teks media yang dilihat oleh
banyak orang (media massa) tentu memiliki pesan yang ingin disampaikan
kepada audiensnya, namun audiens tersebut memiliki pendapat tentang
makna pesan yang diterima. Dalam proses komunikasi, komunikator
memiliki pikiran bagaimana pesan yang ingin disampaiakan kepada
komunikan tersampaikan dan menimbulkan dampak atau efek tertentu.
Ada dampak kognitif, afektif, dan behavioral. Dalam proses tersebut
munculah sebuah pemaknaan yang dilakukan oleh audiens. Dampak yang
ditimbulkan dapat diklasifikasikan menurut kadarnya, yakni:
a. Dampak Kognitif, yang menimbulkan dan meningkatkan pengetahuan
dari komunikan.
b. Dampak Afektif, komunikan yang hanya sekedar timbul rasa emosi
terhadap suatu pesan teks media.
c. Dampak Behavioral, di mana komunikan atau audiens di sini lebih
kepada melakukan tindakan dan kegiatan.

Dengan klasifikasi dampak atau efek di atas dapat diketahui bahwa


audeins yang menjadi yang subjek penelitian ini memiliki karakteristik yang
berbeda. Proses komunikasi yang dialami oleh audiens pun berbeda. Itulah
kenapa ada pemaknaan pesan tersendiri dalam sebuah teks media.
Pemaknaan adalah seperti sebuah rekaman akademis mengenai teks media
yang diproduksi oleh audiens. Di dalam penelitian ilmiah pemaknaan pesan
terdapat teorinya yakni encoding & decoding teori milik Stuart Hall yang

22
menjelaskan bagaimana teks media diterima oleh audiens dan bagaiamana
pula audies memaknai pesan dari teks media tersebut. Pemaknaan film yang
dilakukan oleh audiens nantinya akan memiliki kesamaan dan perbedaan
tergantung bagaimana latar belakang dari audiens itu sendiri. Di penelitian
ini peneliti ingin berfokus pada tanggapan audiens dalam memaknai pesan
dalam film.

2.4 Studi Resepsi

Metode analisis resepsi adalah metode penelitian yang digunakan


untuk menganalisis khalayak audiens. Dalam penelitian ini khalayak yang
dimaksud adalah penonton dari film pendek “POSITIF”. Dalam analisis
resepsi tentu melibatkan audiens dan teks media yang merupakan bagian dari
komunikasi massa. Teks media memiliki karakteristik yang berbeda dan
memiliki sejumlah makna serta pesan di dalamnya (Pujarama & Rizki
Yustisia, 2020). Terutama film yang menjadi teks media memiliki pesan dan
makna yang berbeda di setiap genrenya. Namun makna yang dikirim oleh
pengirim teks media dengan pesan yang ditangkap oleh audiens bisa saja
berbeda. Itulah kenapa adanya analisis resepsi, untuk mengetahui resepsi
dari audiens dalam memaknai sebuah teks media.
Tahapan dalam studi resepsi dibilang cukup rumit karena
mengharuskan untuk menganalisis dan menemukan pemaknaan dari
khalayak yang menjadi subjek penelitian. Dikatakan rumit dan mustahil
dilakukan sebelum mengetahui kode-kode mengenai objek yang akan
diteliti. Maka dari itu dibutuhkan tahapan yang akan membantu untuk
kelancaran proses penelitian yang pertama adalah diperlukannya sebuah
kode-kode yang mana dalam studi resepsi terdapat 2 tahapan yaitu encoding
dan decoding. Menurut Tunshorin dalam Pujarama & Yustisia (2020)
terdapat 5 tahapan dalam menulis studi resepsi yang meliputi:
1) mengidentifikasi dan mempertimbangkan tujuan dari analisis resepsi
2) pengumpulan data
3) analisis data

23
4) melakukan pemetaan atau kategorisasi khalayak
5) menarik kesimpulan

Namun ada tahapan yang lebih sederhana menurut Jensen & Jankowski
(2002) yang hanya terdiri dari 3 tahapan yaitu:

1) tahap pengumpulan data


2) tahap analisisi data
3) tahap interpretasi data

Resepsi dari audiens dalam kajian ini dapat dikatakan sebagai efek
atau umpan balik dari teks media itu sendiri. Resepsi dari audiens bukan
berasal dari definisi dan teori yang ada, namun terletak pada asumsi dan
pendapat dasar dari audiens. Namun demikian bukan berarti teks media
dapat dinilai dengan sembarangan hanya saja teks yang dimaksud memiliki
banyak makna yang menimbulkan beberapa pemaknaan dari audiens.
Dalam analisis resepsi mampu mengetahui dan mengungkapkan bagaimana
karakteristik yang dimiliki oleh beragam audiens di mana audiens tersebut
memiliki penafsiran sendiri terhadap pesan dari sebuah teks media.s

2.4.1 Khalayak sebagai Penonton Film

Khalayak adalah seorang komunikan dari teks media.


Khalayak adalah orang-orang yang menerima pesan yang dikirim
oleh komunikator. Khalayak memiliki beragam sifat dan
interpretasinya masing-masing dan dapat memilih akan
mengkonsumsi media mana yang mau dilihat. Mereka tidak dapat
diarahkan untuk memilih, karena khalayaklah yang menentukan
terpaan media yang harus dipilih. Dalam hal ini audiens yang
mengkonsumsi sebuah teks media memiliki kemampuan untuk
memberikan penilaian baik itu negatif maupun positif.
Umumnya khalayak adalah para penikmat dan pengguna
media. Kembali lagi dengan perkembangan teknologi, istilah
pengguna media pun dapat berubah. Sebagaimana dalam ilmu

24
komunikasi yang memunculkan pengetahuan dan ilmu baru seiring
berjalannya waktu dan perubahan teknologi. Menurut Nightingale
dalam Hapsari, audiens dikategorikan menjadi empat. Pertama,
audiens adalah seorang publik yang memiliki tujuan dan
kepentingan dalam politik. Kedua, audiens sebagai target pasar yang
mana audiens adalah seorang yang menjadi target dari sebuah
perusahaan untuk produk mereka. Ketiga, saat audiens menjadi
sebuah komunitas dalam hal kebudayaan. Di mana audiens dapat
menunjukkan dirinyay dalam menanggapi sebuah teks media.
Keempat, ketika audiens dipandang sebagia fans, yang mana audiens
ini menunjukkan sikap dan tingkah laku yang dilakukannya atas
pengaruh oarng lain atau idolanya (Hapsari, 2013).
Dalam penelitian ini kategori audiensnya adalah penonton
film yang termasuk dalam kategori audeins sebagai komunitas. Di
mana biasanya sebuah film memiliki pesan yang ingin disampaikan,
pembuat film ingin menonjolkan sudut pandang suatu fenomena
yang diharapkan akan sampai kepada penonton. Dalam hal ini
pembuat film mengetahui teknik komunikasi mana yang akan
digunakan. Maksudnya seorang komunikator pasti sudah
mengetahui bagaimana caranya agar pesan yang ingin disampaikan
tercapai dengan baik. komunikator paham akan jenis pesannya, pasti
sudah melakukan riset terdahulu untuk mengetahui kepada siapa
pesan ini akan dituju.

2.4.2 Teks Media

Teks media adalah isi media. Media yang mengandung pesan


dari komunikator ke komunikan dapat dikatakan media adalah alat
untuk penyampaian pesan. Teks media memberikan gambaran
tentang semua hal, tentang dunia yang diterima dan diproses oleh
khalayak yang kemudian digunakan untuk memberikan penafsiran
terhadap isi media tersebut. Meneliti isi teks media membantu untuk

25
mengetahui adakah dan bagaimana pengaruh sebuah media terhadap
khalayaknya.
Teks media adalah sebuah produk negara yang dapat juga
dikatakan sebagai aset dalam bidang ekonomi dan budaya. Dalam
bidang ekonomi rata-rata teks media yang dibuat menghasilkan
profit baik lokal maupun secara global, tentu teks media yang
diproduksi memuat isu-isu yang tak jauh dari kehidupan dan
kejadian yang ada dilingkungan kita sendiri. Dalam bidang budaya
yang mana muncul hal baru dari pembacaan atas cara pandang
khalayak dan kehidupan para masyarakat (Pujarama & Rizki
Yustisia, 2020). Teks media memiliki pengaruh yang signifikan
untuk perilaku masyarakat. Dikatakan bahwa teks media memiliki
kekuatan yang besar untuk mempengaruhi. Itulah kenapa teks media
dikatakan sebagai golongan budaya yang memiliki ikatan terhadapa
kehidupan masyarakat sehari-hari (Baran, 2012).

2.5 Basis Teori

2.5.1 Melvin deFleur (Dependences Media Theory)

Teori pertama yang digunakan dalam penelitian ini adalah


teori dari Melvin deFleur. Melvin menjelaskan dalam bukunya
bahwa individu di masayarakat adalah makhluk sosial yang sangat
berbeda tergantung bagaimana mereka tumbuh dan besar di
lingkungan mereka masing-masing. Teori perbedaan individu dari
Melvin deFleur menelaah individu dari sekelompok orang
(khalayak) yang menjadi sasaran media massa ketika mereka
mengkonsumsi media sehingga muncul efek tertentu. Dalam teori
ini individu yang menjadi sasaran media massa menaruh perhatian
terhadap pesan, terutama jika berfokus pada kepentingannya,
konsisten, dan sesuai dengan kepercayaan yang didukung oleh
nilainya. Yang mana dalam hal tersebut menimbulkan pendapat
terhadap suatu pesan diubah oleh psikologisnya. Dengan demikian,

26
efek dari media massa akan berbeda di setiap individunya
disebabkan individual masing-masing memiliki struktur kejiwaan
yang berbeda (Effendy, 2003).
Menurut Melvin deFleur dan Rokeach (1988), terdapat tiga
proses yang menggantikan asumsi bagaimana kuatnya media massa
pada abad ke-20. Dalam bukunya dijelaskan ada beberapa teori lagi
yang mengatakan bahwa setiap individu berbeda, persamaanya
hanya pada rangsangan tertentu.
A. Individual Differences
Dijelaskan bahwa efek yang ditimbulkan oleh individu setelah
mengkonsumsi media massa berbeda. Kembali lagi dengan ciri
komunikasi massa yang memiliki komunikan anonim dan
heterogen, pesan yang tersampaikan kepada komunikan akan
berbeda sesuai dengan latar belakang secara sosial, ekonomi, ras,
dan agama dari individu itu sendiri. Dari lingkungannya akan
berbentuk sikap, nilai-nilai, serta kepercayaan yang mendasari
kepribadian mereka.
B. Social Category
Berbeda dengan individual differences, social category lebih
kepada persamaan sifat dari masyarakat. Maksud persamaan dari
teori ini adalah tentang efek masyarakat terhadap rangsangan
tertentu yang didasarkan pada seks, tingkat pendidikan,
penghasilan, agama, dan tempat tinggal. Dasar dari kategori
sosial adalah teori sosiologi yang berhubungan dengan
kemajemukan masyarakat modern, yang menyatakan
masyarakat memiliki sikap tertentu yang sama sehingga
membentuk sikap yang sama dalam menghadapi rangsangan
tertentu. Contohnya jika dihubungkan dengan teks media adalah
sebuah majalah mode yang kebanyakan dibeli oleh wanita dan
majalah sport yang dibeli oleh kebanyakan pria.
C. Culture Norms

27
Dalam Culture Norms, melihat bagaimana media mempengaruhi
perilaku sebagai suatu produk budaya. Hakekatnya, bahwa
media massa menyampaikan pesannya dengan cara tertentu
sehingga menimbulkan kesan oleh audiens itu sendiri sesuai
dengan norma-norma budayanya. Perilaku individu biasanya
didasarkan pada norma budaya yangdisesuaikan dengan sutuasi
dihadapannya, yang mana dalam hal ini media massa secara
tidak langsung akan mempengaruhi sikap dari audiens. Media
massa dapat menjadi kontrol dari perubahan atas sikap atau
perilaku indivudu tertentu, jika terdapat teks media yang
bertentangan dari norma budaya yang berlaku.
DeFleur dan Rokeach kemudian menyimpulkan bahwa dari
banyaknya isi yang tersedia di media massa, individu dari
anggota khalayak secara selektif akan memilih, menafsirkan, dan
mengingat pesan media massa khususnya jika pesan-pesan
tersebut berkaitan dengan minat mereka, konsisten dengan sikap
mereka, sesuai dengan kepercayaan mereka, dan mendukung
nilai-nilai yang mereka miliki.

2.5.2 Denis McQuail (Perception of mediation roles)

Teori selanjutnya adalah teori dari Denis McQuail yang menjelaskan


tentang persepsi dari media massa. Dalam hal ini terdapat enam
perspektif untuk melihat media massa.
a. Window
Sebagai Window on events and experiences, yang memperluas
visi dari diri individu, memungkinkan untuk melihat apa yang
sedang terjadi tanpa gangguan dari orang lain. Maksudnya
adalah ketika seseorang melihat media massa sebagai sarana
untuk melihat peristiwa di luar sana. Mejadikan media massa
sebagai jendela apa saja yang sedang terjadi.
b. Mirror

28
Sebagai Mirror of events in society and the world,
mengisyaratkan refleksi yang setia, meskipun sudut dan arah dari
cermin tersebut ditentukan oleh orang lain, yang menjadikan
individu menjadi kurang bebas untuk melihat apa yang
diinginkan. Memiliki arti bahwa setiap individu dapat melihat
dirinya sendiri dalam media massa. Media massa dijadikan
sebagai cermin untuk melihat realitas pengalaman pribadi dari
individu itu sendiri. Media massa memiliki sudut dan arah yang
sudah ditentukan oleh para pelaku media massa itu sendiri
sehingga menjadikan para audien tidak merasa bebas untuk
mengetahui apa yang mereka inginkan.
c. Filter or Gatekeeper
Sebagai Filter or Gatekeeper acting to select part of experiences.
bertindak untuk memilih bagian dari pengalaman untuk
perhatian khusus dan menutup suara pandangan lain, baik
sengaja atau tidak. Seperti namanya penjaga gawang, gunanya
adalah untuk menyeleksi media massa yang layak atau tidak
untuk dikonsumsi oleh khalayak.
d. Guide
Sebagai Signpost, Guide, or Interpreter, pointing the way
making sense of what is otherwise puzzling or fragmentary.
Menunjukkan jalan dan memahami apa yang sebaliknya
membingungkan atau terpisah-pisah. Maksudnya media massa
sebagai penujuk jalan yang menerjemahkan dan menujukkan
sesuatu yang tidak pasti dan membingungkan atau media massa
sebagai alternatif yang beragam. Karena media massa memiliki
beragam isi mulai informasi penting, sebagai hiburan, sebagai
edukasi dan lain sebagainya.
e. Forum
Sebagai Forum or Platform for the presentation of information
and ideas to an audience, often with possibilities for response

29
and feedback. Untuk penyajian informasi dan ide kepada
audiens. Seringkali dengan kemungkinan untuk tanggapan dan
umpan balik. Media massa dugunakan sebagai forum untuk
mempersembahkan ide-ide untuk khalayak, sehingga
memungkinkan terjadinya umpan balik.
f. Interlocutor
Sebagai Interlocutor or Informed partner in conversation who
not only passes on information but responds to questions in s
quasi-interactive way. Menjadi lawan bicara atau mitra
informatif dalam percakapan, yang tidak hanya menyampaikan
informasi tetapi menanggapi pertanyaan. Media massa menjadi
lawan bicara dari khalayak juga menjadi partner komunikasi
yang menimbulkan terjadinya komunikasi interaktif.

2.5.3 Stuart Hall (Teori Penerimaan Pesan) Encoding & Decoding

Selain dua di atas, peneliti Menggunakan teori dari Stuart Hall yakni
Encoding & Decoding. Dalam teori yang dikemukakan oleh Stuart Hall ini
menekankan komunikasi adalah deskripsi dari pengertian proses terjadinya
komunikasi itu sendiri yang saling bertukar pesan melalui code dan code.
Code tersebut berada dalam sistem satuan tanda-tanda yang sudah memiliki
makna tersendiri (Pujarama & Rizki Yustisia, 2020). Sistem Encoding
memiliki fokus yang merujuk pada teks media itu sendiri yang dalam
penelitian ini adalah sebuah film pendek dengan judul “positif”. Juga
melihat pada proses produksi film yang di dalamnya terdiri dari semua unsur
dari film, termasuk semua pesan yang ingin disampaikan dalam film
tersebut yang diwujudkan melalui kode Bahasa dan visual yang disajikan.
Encoding bukan hanya perihal pembuatan teks media melainkan juga proses
pendistribusian termasuk dalam proses encoding.
Sedangkan Decoding adalah proses yang terjadi terhadap khalayak
setelah penyajian teks media. Di mana dalam proses Decoding merujuk
pada pemaknaan kode bahasa yang terdapat pada tesk media yang dilakukan

30
oleh khalayak (Pujarama & Rizki Yustisia, 2020). Lebih singkatnya
Decoding adalah aktivitas penerimaan pesan oleh khalayak, lebih lanjutnya
adalah proses penerjemahan atau menginterpretasikan pesan yang terdapat
dalam teks media (film) yang memiliki sebuah makna bagi khalayak.

Program as
“Meaningful Discoruse”

encoding decoding

Meaning Meaning
structures 1 structures 2

Frame of Frame of
Knowladge Knowladge

Relation of Relation of
Production Production

Technical Technical
Infrastructure Infrastructure

Gambar 2. 1 Struktur Encoding-Decoding dalam Produksi Teks Media


diadaptasi dari: Hall, 2006.
Penerjemahan atau pemaknaan pesan dalam proses Decoding yang
akan dilakukan oleh khalayak tentunya tidak akan merata sama dan
memiliki makna pesan yang sama. Semua tergantung kondisi latar belakang
dan pengalaman pribadi dari khalayak masing-masing. Para khalayak tentu
memiliki pendapat dalam memaknai pesan yang akan menghasilkan hasil
yang berbeda, Hall pernah mengatakan dalam During “The codes of
encoding dan decoding may not be perfectly symmetrical” (During, 1993).

31
Dilihat dari karakter masing-masing juga akan mempengaruhi juga dengan
kehidupan sosial budaya akan sangat menunjukkan perbedaan dalam
memberikan pemakanaan pesan. Menurut Hall (dalam Morrisan 2013)
proses decoding nantinya akan menghasilkan 3 posisi audiens/penonton
yang disebut dengan preffered reading yaitu: posisi dominan (hegemonic
reading), posisi negosiasi (negotiated reading), dan posisi oposisi
(oppotional reading) (Morrisan, 2013).
1. Posisi Dominan (hegemonic reading)
Adalah posisi di mana khalayak menerima pesan dari media. Posisi
dominan adalah posisi di mana media dan audiens memiliki cara
pandang yang sama yaitu kode budaya dominan dari masyarakat.
Media harus memberikan pesan yang sesuai dengan budaya dominan
di masyarakat. Jika audiens menginterpretasikan pesan sesuai dengan
cara yang digunakan oleh pmebuat pesa, maka posisi audiens dalam
hal ini adalah menggunakan ideologi dominan.
2. Posisi Negosiasi (negotiated reading)
Posisi khalayak dalam negosiasi adalah secara umum menerima
ideologi secara dominan, namun khalayak menolak penerapannya
dalam kasus tertentu. Khalayak melakukan pengecualian untuk
penerapannya yang disesuaikan dengan budaya setempat. Intinya
khalayak cukup memahami pesan yang ingin disampaikan oleh media,
namun menolak untuk penerapannya, dan tidak seluruhnya dimaknai
sama.
3. Posisi Oposisi (oppotional reading)
Adalah posisi ketika khalayak dengan tegas mengubah kode atau pesan
yang ingin disampaikan oleh media. Dengan cara kritis, khalayak
memiliki cara berpikir sendiri untuk memaknai pesan darri media.
Hakikatnya media memiliki kemampuan agar khalayak mengetahui
batasan dalam memaknai pesan implisit tertentu. Namun dalam teori
resepsi, khalayak memiliki kepekaan untuk menolak idelogo dominan
yang dirangkai oleh media itu sendiri.

32
Dari sini dapat disimpulkan bahwa pemaknaan pesan bersifat cair.
Proses tersebut sangat lumrah terjadi, perbedaan dalam pemberian makan
pesan tentu menjadi tolak ukur apakah pesan yang terdapat dalam teks
media dapat tersampaikan dengan baik atau tidak.

2.6 Fokus Penelitian

Fokus penelitian adalah terletak pada resepsi penonton terhadap


makna pesan film pendek “Positif”. Hal ini dikarenakan peneliti ingin
mengetahui sejauh mana khalayak yang dalam penelitian ini disebut sebagai
penonton memaknai sebuah pesan dari film yang nantinya terbagi menjadi
3 kelompok. Maka fokus dari penelitian ini penting untuk menguji apakah
penonton film pendek “Positif” dapat memaknai pesan dalam film dan
memberikan respon (feedback).
2.7 Asumsi Dasar

Berdasarkan teori di atas bahwa studi tentang analisis resepsi


merujuk pada perbedaan pendapat adalah hal yang biasa, namun proses
dalam berpendapat dalam memaknai sesuatu tentu berdasarkan pada latar
belakang yang dimiliki oleh khalayak. Resepsi yang dikemukakan oleh
khalayak nantinya pasti memiliki makna yang berbeda-beda.
2.8 Penelitian Terdahulu

Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian


Agistian Fathurizki Pornografi dalam Penelitian ini menggunakan
& Ruth Mei Ulian Film: “Man, Women, unit analasis yaitu 10 scene
Malau and Children” dari film, melalui FGI
(Focus Group Interview). 8
scene di antaranya
menunjukkan posisi
penonton mutlak pada
oppotional reading. 2 scene
lainnya meghasilkan
masing-masing 1 penonton
pada posisi negotiated
reading dan 2 penonton
pada posisi oppotinoal
reading

33
Perbedaan:
Fokus penelitian yang dilakukan oleh Agistian dan Malau adalah resepsi
penonton terhadap isu yang menjadi topik utama dalam film “Men,
Women, and Children” yakni tentang pornografi. Sedangkan fokus
penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah tentang resepsi penonton
dalam memaknai pesan film “Positif”.
Tabel 2. 1 Penelitian Terdahulu 1
Sumber: hasil kajian penulis (Fathurizki Agistian & Malau, 2018)

Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian


Lala Nur Pratiwi INTERPRETASI Peneliti menggunakan
PENONTON metode FGD (Focus
TERHADAP MUSIK Group Discussion) untuk
DANGDUT PADA pengumpulan data
TELEVISI dengan 6 informan yang
(Analisis Resepsi menghasilkan 3 di
Penonton Mahasiswa antaranya berada dalam
UIN Alauddin posisi hegemonic
terhadap Tayangan reading. 2 informan yang
Program D’ Academy lain berada dalam posisi
Indosiar) negotiated reading, dan 1
informan terakhir berada
dalam posisi oppotinoal
reading.
Perbedaan:
Penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi adalah pada interpretasi
penonton terhadap tayangan program musik yang ditayangkan di TV,
sedangkan penelitian yang dilakukan penulis oleh penulis adalah tentang
resepsi penonton dalam memaknai pesan film “Positif”.
Tabel 2. 2 Penelitian Terdahulu 2
Sumber: hasil kajian penulis (Pratiwi, 2018)

34

Anda mungkin juga menyukai