BAB I
PENDAHULUAN
Dunia periklanan saat ini telah menjadi dunia yang besar, dunia yang memiliki banyak
penggemar. Iklan telah menjadi media andalan bagi para produsen untuk memperkenalkan
produk mereka. Karena tidak dapat dipungkiri, iklan mampu menyihir banyak khalayak. Pada
dasarnya, periklanan merupakan sebuah bentuk komunikasi massa yang digunakan oleh
pengiklan untuk menyampaikan pesan-pesan atau informasi kepada khalayak melalui media
tertentu (Suhandang, 2005). Pesan yang terkandung dalam iklan memiliki pengaruh luar biasa
terhadap khalayak untuk memicu terjadinya konsumsi produk. Hingga akhirnya produk tersebut,
sadar tidak sadar, telah menjadi bagian dari kehidupan konsumen. Salah satu contohnya melalui
acara Indonesia Idol. dalam acara tersebut diperlihatkan bagaimana para idol (peserta Indonesian
Idol) selalu mengkonsumsi produk Indomie atau menggunakan atribut-atribut Indomie di segala
Iklan televisi memang telah menjadi kekuatan baru yang mampu mempengaruhi khalayak
untuk melakukan apa yang diinginkan pengiklan secara sukarela. Imbas dari suguhan iklan tak
lain telah mengkondisikan mengungkap kondisi yang sebenarnya khalayak untuk mengeluarkan
uang, hanya untuk sekedar mencoba suatu produk baru yang ditawarkan dalam iklan. Bahkan tak
jarang, semua itu dilakukan hanya untuk memenuhi tuntutan akan gaya hidup modern.
Media televisi yang sebagai salah satu media komunikasi massa memiliki keunggulan
teknologi menggabungkan antara audio dan visual sehingga para komunikan lebih mudah dan
lengkap dalam menerima suatu pesan. Televisi dapat menyajikan informasi seperti apa yang
terjadi sebenarnya (audio visual), yaitu informasi dengan gambar bergerak (motion picture).
Televisi merupakan medium yang paling akrab bagi keluarga.Sering dituduh bahwa penetrasi
Monaco seperti yang dikutip dalam Siregar, “Merupakan perangkat yang dapat dinikmati
bersama – sama (sharing), berbeda dengan media cetak yang penikmatannya bersifat
individual”. Televisi sebagai suatu sarana komunikasi massa yang memiliki peranan penting
dalam jumlah besar informasi baru tentang pembangunan disekitar daerahnya. Melalui televisi
keadaan suatu daerah akan tampak jelas dan tergambar seolah-olah dalam siaran itu adalah
Karena itulah isi berita media elektronik televisi yang memberi informasi dapat
mempengaruhi sikap masyarakat, baik sikap, perilaku, dan hal – hal lainnya.Termasuk dalam hal
mempengaruhi kepedulian, kecemasan pemirsa terhadap situasi yang ada.Sikap sendiri terdiri
dari kognitif, afektif, dan konatif, sedangkan kecemasan merupakan bagian dari sikap afektif.
Menurut Yuliandri (2000 : 18), salah satu efek dari penerimaan pesan (informasi) adalah
perasaan cemas yang berkaitan dengan efek afektif. Disini peneliti ingin mengetahui efek
tayangan iklan kartu perdana AS di televisi sebagai salah satu bentuk efek media massa terhadap
1. Bagaimanakah karakteristik tayangan iklan di media televisi yang ditonton oleh remaja?
2. Sejauh mana pengaruh tayangan iklan kartu perdana telkomsel di media televisi terhadap
perilaku remaja?
2. Secara metodeologis , penelitian ini diharapkan dapat menambah rujukan keilmuan dalam
3. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan wawasan bagi
penelitian ilmu komunikasi khususnya mengenai iklan televisi dalam komunikasi massa.
4. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi masyarakat, pengelola
stasiun televisi yang membutuhkan pengetahuan berkenaan dengan penelitian ini. Penelitian ini
juga diharapkan dapat bermanfaat dan memberikan rujukan bagi para remaja, orang tua serta
1.3.3. Hipotesis
Dalam penelitian ini, penulis mengambil hipotesis yang akan di teliti yaitu:
H1 : Tayangan Iklan Di Media Televisi Tidak Mempengaruhi Perilaku Remaja Di Kota Kendari
2.3 Sistematika Penulisan
BAB I : Pada bab ini terdapat latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian. Pada latar belakang dijelaskan mengenai perkembangan televisi dan juga mengenai
terpaan media televisi kepada remaja. Rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian dibuat
BAB II : Bab ini berisi tinjauan pustaka. Di bagian bab ini, dijelaskan menganai permasalahan
yang diambil peneliti dengan mencantumkan konsep-konsep dan teori-teori sesuai dengan
BAB III : Pada bab ini terdapat metode penelitian dalam bagian ini peneliti menggunakan
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Komunikasi Massa
Mulyana (2001 : 75) menyatakan bahwa, “komunikasi massa adalah komunikasi yang
menggunakan media massa, baik cetak (surat kabar, majalah) atau elektronik(radio, televisi)
yang dikelola suatu lembaga atau orang yang dilembagakan yang ditujukan kepada sejumlah
besar orang yang tersebar di banyak tempat, anonim,dan heterogen”. Sedangkan Wright, dalam
Severin dan Tankard (2005 : 4) bahwa komunikasi massa dapat didefinisikan dalam tiga ciri
yaitu :
1. Komunikasi massa diarahkan kepada audiens yang relatif besar, heterogen, dan anonim.
2. Pesan – pesan yang disebarkan secara umum sering dijadualkan untuk bisa mencapai sebanyak
3. Komunikator cenderung berada atau beroperasi dalam sebuah organisasi yang kompleks yang
2. Sifat media massanya yang serempak cepat, maksudnya pesan yang disampaikan kepada
4. Sifat komunikannya, ditujukan kepada khalayak yang jumlahnya relatif besar, heterogen dan
anonim.
5. Sifat efek dari komunikasi massa yang timbul pada komunikan bergantung pada tujuan
komunikasi yang dilakukan oleh komunikator. Apakah tujuannya agar komunikan hanya tahu
Definisi komunikasi massa yang paling sederhana dikemukakan oleh Bittner, yakni
komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah
number of people). Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi massa itu harus
Ahli komunikasi massa lainnya Joseph A Devito merumuskan definisi komunikasi masa
yang pada intinya merupakan penjelasan tentang massa serta tentang media yang digunakannya.
Devito mengemukakan definisinya dalam dua item yakni yang pertama adalah komunikasi
massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa
banyaknya. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-
Efek komunikasi massa adalah bagaimana media massa dapat menambah pengetahuan,
mengubah sikap dan menggerakkan perilaku khalayak” (Rakhmat, 2005 : 219). Ada tiga macam
Efek ini terjadi apabila komunikasi massa memberikan perubahan pada apa yang
diketahui, dipahami ataupun dipersepsi oleh khalayak. Efek ini berkaitan dengan transmisi
2. Efek Afektif
Efek ini terjadi apabila komunikasi massa memberikan perubahan pada apa yang
dirasakan, disenangi ataupun dibenci oleh khalayak. Efek ini ada hubungannya dengan emosi,
3. Efek Behavorial
Efek behavorial merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati, seperti pola-pola
tindakan, kegiatan dan kebiasaan berperilaku. Afektif ini berkaitan dengan perasaan atau emosi
yang timbul sebagai respon dari stimulus yang diterima (Rakhmat, 2005 : 219).
Televisi adalah sebuah media telekomunikasi terkenal yang berfungsi sebagai penerima
siaran gambar bergerak beserta suara, baik itu yang monokrom (hitam-putih) maupun berwarna.
Kata "televisi" merupakan gabungan dari kata tele (τῆλε, "jauh") dari bahasa Yunani dan visio
("penglihatan") dari bahasa Latin, sehingga televisi dapat diartikan sebagai “alat komunikasi
Kotak televisi pertama kali dijual secara komersial sejak tahun 1920-an, dan sejak saat itu
televisi telah menjadi barang biasa di rumah, kantor bisnis, maupun institusi, khususnya sebagai
sumber kebutuhan akan hiburan dan berita serta menjadi media periklanan. Sejak 1970-an,
kemunculan kaset video, cakram laser, DVD dan kini cakram Blu-ray, juga menjadikan kotak
televisi sebagai alat untuk untuk melihat materi siaran serta hasil rekaman. Dalam tahun-tahun
terakhir, siaran televisi telah dapat diakses melalui Internet, misalnya melalui iPlayer dan Hulu.
tampilan visual yang tidak memiliki perangkat penerima sinyal biasanya disebut sebagai
monitor, bukannya televisi. Sebuah sistem televisi dapat dipakai dalam berbagai penggunaan
teknologi seperti analog (PAL, NTSC, SECAM), digital (DVB, ATSC, ISDB dsb.) ataupun
definisi tinggi (HDTV). Sistem televisi kini juga digunakan untuk pengamatan suatu peristiwa,
pengontrolan proses industri, dan pengarahan senjata, terutama untuk tempat-tempat yang
Penggunaan kata "Televisi" sendiri juga dapat merujuk kepada "kotak televisi", "acara
televisi", ataupun "transmisi televisi". Penemuan televisi disejajarkan dengan penemuan roda,
karena penemuan ini mampu mengubah peradaban dunia. Di Indonesia 'televisi' secara tidak
Walaupun terdapat bentuk televisi lain seperti televisi sirkuit tertutup, namun jenis
televisi yang paling sering digunakan adalah televisi penyiaran, yang dibuat berdasarkan sistem
penyiaran radio yang dikembangkan sekitar tahun 1920-an, menggunakan pemancar frekuensi
televisi.
Penyiaran TV biasanya disebarkan melalui gelombang radio VHF dan UHF dalam jalur
frekuensi yang ditetapkan antara 54-890 megahertz. Kini gelombang TV juga sudah
memancarkan jenis suara stereo ataupun bunyi keliling di banyak negara. Hingga tahun 2000,
siaran TV dipancarkan dalam bentuk gelombang analog, tetapi belakangan ini perusahaan siaran
Sebagai media massa, televisi memang memiliki kelebihan dalam penyampaian pesan
dibandingkan dengan media massa lain. Pesan-pesan melalui televisi disampaikan melalui
gambar dan suara bersama (sinkron) dan hidup, sangat cepat (actual) terlebih lagi dalam siaran
langsung (live broadcasting) dan menjangkau ruang yang sangat luas (Wahyudi, 1986:3). Hal
yang sama diungkapkan oleh Yacob Utomo mengemukakan bahwa televisi merekam kejadian
dengan gambar dan suara serentak, mentah seperti apa adanya. Televisi merekam atau memotret
kejadian secara hidup dan langsung menyiarkan kepada penonton. Mungkin saja masih ada jarak
waktu, misalnya jika tidak siaran langsung . Meskipun demikian keserentakan lebih terasa, lebih
nyata, lebih hidup dan mencekam. Alat-alat audio visual (televisi) juga membuat suatu
pengertian atau informasi menjadi lebih berarti. Kita lebih mudah dan lebih cepat belajar dengan
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa televisi itu mempunyai kemampuan yang lebih
dibandingkan dengan media massa lainnnya, seperti suratkabar. Televisi dapat merangsang orang
untuk bertahan lama dihadapannya hanya karena untuk menyaksikan siaran audiovisual yang
ditayangkan secara hidup seperti kejadian yang sebenarnya. Dengan teknologi yang dimilikinya
informasi, mendidik, menghibur dan mempengaruhi, sudah dapat dipastikan bahwa komunikasi
akan memberikan dampak atau pengaruh terhadap komunkannya. Begitu juga dengan televisi
yang merupakan media komunikasi massa. Televisi akan memberikan pengaruh, baik pengaruh
positif maupun pengaruh positif. Menurut Ma’rat yang dikutip oleh Onong Uchyana( 2006:27)
penontonnya.Dan ini adalah wajar. Jadi apabila ada hal-hal yang mengakibatkan penonton
terharu, terpesona atau latah bukanlah suatu hal yang istimewa. Sebab salah satu pengaruh
hanyut salam keterlibatan pada kisah atau peristiwa yang ditayangkan.Karena besarnya pengaruh
tersebut, pemilihan program acara yang tepat harus dilakukan. Dalam hal ini, pengaruh televisi
ada tiga macam, yaitu efekkognitif, efek afektif dan efek behavioral.
1. Efek Kognitif
Penonton televisi banyak mendapatkan pengetahuan baru darikotak ajaib ini. Efek
kognitif terjadi bila ada perubahan pada apa yangdiketahui, dipahami atau dipersepsi khalayak.
Efek ini berkaitan dengan transmisi pengetahuan. awalnya tidak tahu menjadi tahu atau dari
semula tidak jelas menjadi jelas. Karena pesan televisi yang mudah dipahami, bahasanya pun
ringan sehingga televisi mempunyai kontribusi yang sangat besar terhadappengetahuan kognitif
seseorang. Efek kognitif adalah akibat yang timbul pada diri komunikan yang sifatnya
informative bagi dirinya. Dalam efek kognitif ini akan dibahas tentang bagaimana media massa
dapat membantu khalayak dalam mempelajari informasi yang bermanfaat dan mengembangkan
keterampilan kognitif. Melalui media massa, kita memperoleh informasi tentang benda, orang
Menurut Mc. Luhan, media massa adalah perpanjangan alat indera kita (sense extention
theory; teori perpanjangan alat indera). Dengan media massa kita memperoleh informasi
tentang benda, orang atau tempat yang belum pernah kita lihat atau belum pernah kita kunjungi
secara langsung. Realitas yang ditampilkan oleh media massa adalah relaitas yang sudah
diseleksi. Kita cenderung memperoleh informasi tersebut semata-mata berdasarkan pada apa
yang dilaporkan media massa. Televisi sering menyajikan adegan kekerasan, penonton televisi
cenderung memandang dunia ini lebih keras, lebih tidak aman dan lebih mengerikan.
Karena media massa melaporkan dunia nyata secara selektif, maka sudah tentu media
massa akan mempengaruhi pembentukan citra tentang lingkungan sosial yang bias dan timpang.
Oleh karena itu, muncullah apa yang disebut stereotip, yaitu gambaran umum tentang individu,
kelompok, profesi atau masyarakat yang tidak berubah-ubah, bersifat klise dan seringkali
timpang dan tidak benar. Sebagai contoh, dalam film India, wanita sering ditampilkan sebagai
makhluk yang cengeng, senang kemewahan dan seringkali cerewet. Penampilan seperti itu, bila
dilakukan terus menerus, akan menciptakan stereotipe pada diri khalayak Komunikasi Massa
tentang orang, objek atau lembaga. Di sini sudah mulai terasa bahayanya media massa. Pengaruh
media massa lebih kuat lagi, karena pada masyarakat modern orang memperoleh banyak
Media massa tidak memberikan efek kognitif semata, namun ia memberikan manfaat
yang dikehendaki masyarakat. Inilah efek prososial. Bila televisi menyebabkan kita lebih
mengerti bahasa Indonesia yang baik dan benar, televisi telah menimbulkan efek prososial
kognitif. Bila majalah menyajikan penderitaan rakyat miskin di pedesaan, dan hati kita tergerak
untuk menolong mereka, media massa telah menghasilkan efek prososial afektif. Bila surat kabar
membuka dompet bencana alam, menghimbau kita untuk menyumbang, lalu kita mengirimkan
wesel pos (atau, sekarang dengan cara transfer via rekening bank) ke surat kabar, maka terjadilah
Kognisi adalah semua proses yang terjadi di fikiran kita yaitu, melihat, mengamati,
pembentukan kognisi seseorang. Media memberikan informasi dan pengetahuan yang pada
Informasi akan menstruktur atau mengorganisasi realitas, sehingga realitas tampak sebagai
Realitas yang ditampilkan media adalah realitas yang sudah diseleksi atau realitas tangan-
kedua (second hand reality). Karena media massa melaporkan dunia nyata secara selektif,
dampaknya adalah memberikan status dan menciptakan stereotip. Para kritikus social
memandang media massa bukan saja menyajikan realitas kedua, tetapi karena distorsi, media
massa juga “menipu” manusia; memberikan citra dunia yang keliru. Tetapi pengaruh media
massa tidak berhenti sampai di situ. Media massa juga mempertahankan citra yang sudah
dimiliki khalayaknya.
individu-individu – telah dijuluki sebagai fungsi agenda setting dari komunikasi massa. Di
sinilah terletak efek komunikasi massa yang terpenting, kemampuan media untuk menstruktur
dunia buat kita (McCombs dan Shaw, 1974:1). Media massa mempengaruhi persepsi khalayak
tentang apa yang dianggap penting. Media massa memang tidak menentukan “what to think”,
tetapi mempengaruhi “what to think about”. Dengan memilih berita tertentu dan mengabaikan
yang lain, dengan menonjolkan satu persoalan dan mengesampingkan yang lain, media
membentuk citra atau gambaran dunia kita seperti yang disajikan dalam media massa.
Selain terbukti sanggup membentuk citra orang tentang lingkungan dengan
menyampaikan informasi, kita juga dapat menduga media massa tertentu berperan juga dalam
menyampaikan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang baik. Ini disebut efek prososial
kognitif dari media, yaitu bagaimana media massa memberikan manfaat yang dikehendaki oleh
masyarakat.
Media massa adalah penyampai informasi sekaligus penafsir informasi. Dengan media
massa kita memperoleh informasi tentang benda, orang, ruang atau waktu yang tidak kita alami
secara langsung. Namun media pun melakukan seleksi terhadap realitas yang hendak
individu-individu khalayaknya.
2. Efek Afektif
Efek afektif mengacu pada aspek emosional / perasaan. Efek ini kadarnya lebih tinggi
dibandingkan dengan efek kognitif. Maksudnya efek ini ditimbulkan bukan hanya penonton tahu
tentang benda atau punperistiwa, melainkan penonton ikut merasakan dampak dari satu peristiwa
tersebut. Tayangan peristiwa atau cerita yang sedih, seseorang juga akan terseret perasaan sedih.
Demikian juga sebaliknya, orang akan merasa gembira jika menonton peristiwa atau cerita lucu.
Disini televisi menimbulkan rangsangan emosional kepada penontonnya. Baron (1979); Fishbein
and Azjen 1975 (dalam Baron, 1979); Kiesler and Munson 1975 (dalam Baron, 1979)
kecenderungan berperilaku (behavior tendencies) terhadap orang lain, kelompok, faham, dan
atau orang;
3. perilaku, yaitu kecenderungan untuk bereaksi tertentu terhadap objek atau orang tersebut.
Dalam kaitannya dengan pembentukan dan perubahan sikap, pengaruh media massa
1. Pengaruh komunikasi massa diantarai oleh faktor-faktor seperti predisposisi personal, proses
selektif, keanggotaan kelompok (atau hal-hal yang berkenaan dengan faktor personal).
2. Karena faktor-faktor ini, komunikasi massa biasanya berfungsi memperkokoh sikap dan
pendapat yang ada, walaupun kadang-kadang berfungsi sebagai media pengubah (agent of
change).
3. Bila komunikasi massa menimbulkan perubahan sikap, perubahan kecil pada intensitas sikap
lebih umum terjadi daripada “konversi” (perubahan seluruh sikap) dari satu sisi masalah ke sisi
yang lain.
4. Komunikasi massa cukup efektif dalam mengubah sikap pada bidang-bidang di mana pendapat
5. Komunikasi massa cukup efektif dalam menciptakan pendapat tentang masalah-masalah baru
Artinya semua sikap bersumber pada organisasi kognitif – pada informasi dan
pengetahuan yang dimiliki seseorang (Asch, 1952:563-564). Singkatnya, sikap ditentukan oleh
citra. Pada gilirannya, citra ditentukan oleh sumber-sumber informasi. Di antara sumber
pengaruh media massa. Berbagai dalih dikemukakan, namun ada satu yang dapat menjelaskan
dengan lebih baik mengapa demikian. Menurut Asch, semua sikap bersumber pada organisasi
kognitif – pada informasi dan pengetahuan yang kita miliki. Sikap selalu diarahkan pada objek,
kelompok, atau orang. Tidak akan ada teori sikap atau aksi-sosial yang tidak didasarkan pada
Seperti yang dikemukakan Oskamp, pengaruh komunikasi massa diantarai oleh faktor-
faktor seperti predisposisi personal, proses selektif, keanggotaan kelompok. Khalayak tidaklah
seragam, mereka memiliki keunikan dan kesadaran individu. Bahkan dalam satu kelompok
mahasiswa.
Efek ini kadarnya lebih tinggi daripada Efek Kognitif. Tujuan dari komunikasi massa
bukan hanya sekedar memberitahu kepada khalayak agar menjadi tahu tentang sesuatu, tetapi
lebih dari itu, setelah mengetahui informasi yang diterimanya, khalayak diharapkan dapat
merasakannya. Berikut ini faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya efek afektif dari
komunikasi massa.
1. Suasana emosional
Dari contoh-contoh di atas dapat disimpulkan bahwa respons kita terhadap sebuah film, iklan,
ataupun sebuah informasi, akan dipengaruhi oleh suasana emosional kita. Film sedih akan sangat
Adegan-adegan lucu akan menyebabkan kita tertawa terbahak-bahak bila kita menontonnya
2. Skema kognitif
Skema kognitif merupakan naskah yang ada dalam pikiran kita yang menjelaskan tentang alur
eristiwa. Kita tahu bahwa dalam sebuah film action, yang mempunyai lakon atau aktor/aktris
yang sering muncul, pada akahirnya akan menang. Oleh karena itu kita tidak terlalu cemas ketika
sang pahlawan jatuh dari jurang. Kita menduga, asti akan tertolong juga.
Faktor ini menunjukkan sejauh mana orang merasa terlibat dengan tokoh yang
ditampilkan dalam media massa. Dengan identifikasi penontotn, pembaca, atau pendengar,
menempatkan dirinya dalam posisi tokoh. Ia merasakan apa yang dirasakan toko. Karena itu,
ketika tokoh identifikasi (disebut identifikan) itu kalah, ia juga kecewa; ketika ientifikan berhasil,
ia gembira
3. Efek Behavioral
Setelah mendapatkan pengetahuan lalu merasakan sesuatu dari efek pengaruh televisi
selanjutnya adalah mempengaruhi sikap. Bila televisi menyebabkan kita tahu ada musibah di
Sumatra misalnya, maka televisi telah menimbulkan efek kognitif pada kita. Waktu kita melihat
tayangan musibah tersebut, kita merasa sedih dan kasihan serta tergerak untuk membantu, maka
itu efek afektif. Tetapi bila kita telah mengirim sejumlah uang kepada korban bencana tersebut,
maka televisi telah mempengaruhi behavior kita. Efek prososial media massa dapat dijelaskan
oleh teori Belajar Sosial dari Bandura. Menurut Bandura, kita belajar bukan saja dari
pengalaman langsung, tetapi dari peniruan atau peneladanan (modeling). Perilaku merupakan
hasil factor-faktor kognitif dan lingkungan. Artinya, kita mampu memiliki keterampilan tertentu,
bila terdapat jalinan positif antara stimuli yang kita amati dan karakteristik diri kita.
Bandura menjelaskan proses belajar social dalam empat tahapan proses: proses perhatian,
proses pengingatan (retention), proses reproduksi motoris, dan proses motivasional. Proses
belajar diawali munculnya peristiwa yang dapat diamati secara langsung oleh seseorangtertentu
atau gambaran pola pemikiran, yang disebut Bandura sebagai abstract modelling – misalnya
sikap, nilai, atau persepsi realitas social. Melalui media massa, seseorang dapat mengamati orang
lain yang terlibat dalam perilaku tertentu di televisi, misalnya, dan dapat mempraktekkan
Menurut Bandura, peristiwa yang menarik perhatian ialah yang tampak menonjol dan
sederhana, terjadi berulang-ulang, atau menimbulkan perasaan positif pada pengamatnya. Selain
pengaruh factor personal, faktor-faktor lain sebagai penentu dalam pemilihan apa yang akan
pikiran untuk dipanggil kembali saat akan bertindak sesuai teladan yang diberikan. Kemudian
pada proses reproduksi motoris seseorang menghasilkan kembali perilaku teladan atau tindakan
yang diamatinya. Pelaksanaan perilaku teladan dapat terjadi ketika dikuatkan dengan suatu
Pembelajaran sosial terutama efektif dengan media massa seperti televisi, dimana kita
mendapatkan kekuatan yang berlipat ganda dari model tunggal yang mengirimkan cara-cara
berpikir dan berperilaku baru bagi banyak orang di lokasi yang berlainan.
Media massa mampu mempengaruhi perilaku khalayaknya. Menurut teori belajar sosial
dari Bandura, orang cenderung meniru perilaku yang diamatinya; stimuli menjadi teladan untuk
perilakunya. Hampir semua responden yang penulis amati berperilaku mengikuti trend yang
ditampilkan oleh televisi. Cara berbicara dengan menggunakan bahasa gaul, cara berpakaian artis
Seseorang juga akan terdorong melakukan perilaku teladan bila ia melihat orang lain
yang berbuat sama mendapat ganjaran karena perbuatannya. Kita memerlukan peneguhan
gantian. Walaupun kita tidak mendapat ganjaran (pujian, penghargaan, status dan sebagainya).
Tetapi melihat orang lain melihat orang lain mendapat gamjaran karena perbuatan yang ingin
Akhirnya tindakan teladan akan kita lakukan bila diri kita sendiri mendorong tindakan
itu. Dorongan dari diri sendiri itu mungkin timbul dari perasaan puas, senang, atau dipenuhinya
citra diri yang ideal. Kita akan melakukan demonstrasi bila kita yakin bahwa dengan cara itu kita
Efek behavioral merupakan akibat yang timbul pada diri khalayak dalam bentuk perilaku,
tindakan atau kegiatan. Namun, dari semua informasi dari berbagai media tersebut tidak
Mengapa terjadi efek yang berbeda? Belajar dari media massa memang tidak bergantung
hanya ada unsur stimuli dalam media massa saja. Kita memerlukan teori psikologi yang
menjelaskan peristiwa belajar semacam ini. Teori psikolog yang dapat mnejelaskan efek
prososial adalah teori belajar sosial dari Bandura. Menurutnya, kita belajar bukan saja dari
pengelaman langsung, tetapi dari peniruan atau peneladanan (modeling). Perilaku merupakan
hasil faktor-faktor kognitif dan lingkungan. Artinya, kita mampu memiliki keterampila tertentu,
bila terdapat jalinan positif antara stimuli yang kita amati dan karakteristik diri kita.
Bandura menjelaskan proses belajar sosial dalam empat tahapan proses: proses perhatian,
tidak langsung oleh seseorang. Peristiwa ini dapat berupa tindakan tertentu atau gambaran pola
pemikiran, yang disebut Bandura sebagai “abstract modeling” (misalnya sikap, nilai, atau
persepsi realitas sosial). Kita mengamati peristiwa tersebut dari orang-orang sekita kita.bila
peristiwa itu sudah diamati, terjadilah tahap pertama belajar sosial: perhatian. Kita baru dapat
Perhatian saja tidak cukup menghasilkan efek prososial. Khalayak harus sanggup
menyimpan hasil pengamatannya dalam benak benaknya dan memanggilnya kembali ketika
mereka akan bertindak sesuai dengan teladan yang diberikan. Untuk mengingat, peristiwa yang
diamati harus direkam dalam bentuk imaginal dan verbal. Yang pertama disebut visual
imagination, yaitu gambaran mental tentang peristiwa yang kita amati dan menyimpan gambaran
itu pada memori kita. Yang kedua menunjukkan representasi dalam bentuk bahasa. Menurut
Bandura, agar peristiwa itu dapat diteladani, kita bukan saja harus merekamnya dalam memori,
tetapi juga harus membayangkan secara mental bagaimana kita dapat menjalankan tindakan yang
kita teladani. Memvisualisasikan diri kita sedang melakukan sesuatu disebut seabagi “rehearsal”.
Selanjutnya, proses reroduksi artinya menghasilkan kembali perilaku atau tindakan yang
kita amati. Tetapi apakah kita betul-betul melaksanakan perilaku teladan itu bergantung pada
motivasi? Motivasi bergantung ada peneguhan. Ada tiga macam peneguhan yang mendorong
peneguhan diri (self reinforcement). Pelajaran bahasa Indonesia yang baik dan benar telah kita
simpan dalam memori kita. Kita bermaksud mempraktekkannya dalam percakapan dengan
kawan kita. Kita akan melakukan hanya apabila kita mengetahui orang lain tidak akan
mencemoohkan kitam atau bila kita yakin orang lain akan menghargai tindakan kita. Ini yang
Kita juga akan terdorong melakukan perilaku teladan baik kita melihat orang lain yang
berbuat sama mendapat ganjaran karena perbuatannya. Secara teoritis, agak sukar orang meniru
bahasa Indonesia yang benar bila pejabat-pejabat yang memiliki reutasi tinggi justru berbahasa
Indonesia yang salah. Kita memerlukan peneguhan gantian. Walaupun kita tidak mendaat
ganjaran (pujian, penghargaan, status, dn sebagainya), tetapi melihat orang lain mendapat
ganjaran karena perbuatan yang ingin kita teladani membantu terjadinya reproduksi motorik.
Akhirnya tindakan teladan akan kita lakukan bila diri kita sendiri mendorong tindakan itu.
Dorongan dari diri sendiri itu mungkin timbul dari perasaan puas, senang, atau dipenuhinya citra
diri yang ideal. Kita akan mengikuti anjuran berbahasa Indonesia yang benar bila kita yakin
bahwa dengan cara itu kita memberikan kontribusi bagi kelestarian bahasa Indonesia.
oleh khalayak yang meliputi jumlah waktu yang digunakan dalam berbagai media, jenis media,
jenis isi media, media yang dikonsumsi dan berbagai hubungan antara khalayak dengan isi media
yang dikonsumsi atau dengan media secara keseluruhan (Rakhmat, 2004 : 66).
Terpaan media berusaha mencari data khalayak tentang penggunaan media baik jenis
media, frekuensi penggunaan maupun durasi penggunaan atau longevity. Frekuensi penggunaan
media mengumpulkan data khalayak tentang berapa kali sehari seorang menggunakan media
dalam satu minggu (untuk meneliti program harian), berapa kali seminggu seseorang
menggunakan media dalam satu bulan (untuk program mingguan) serta berapa kali sebulan
seseorang menggunakan media dalam satu tahun (untuk program bulanan), dalam penelitian ini
program yang diteliti merupakan program mingguan. Untuk pengukuran variabel durasi
penggunaan media menghitung berapa lama khalayak bergabung dengan suatu media (berapa
jam sehari) atau berapa lama (menit) khalayak mengikuti suatu program (Ardianto & Erdinaya,
2004 : 164).
Sedangkan hubungan antara khalayak dengan isi media meliputi attention atau perhatian.
Kenneth E. (2005) Andersen mendefinisikan perhatian sebagai proses mental ketika stimuli atau
rangkaian stimuli menjadi menonjol atau kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah.
Penelitian dari Sulistyadewi (1995 : 23) menyatakan bahwa intensitas menonton dapat dihitung
memakai parameter- parameter baku seperti frekuensi, durasi, dan atensi pemirsa. Dengan
demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa terpaan media dapat diukur melalui frekuensi, durasi,
dan atensi.
Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi
dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan
mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1992). Pasa masa ini sebenarnya tidak mempunyai
tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau
tua.
Seperti yang dikemukakan oleh Calon (dalam Monks, dkk 1994) bahwa masa remaja
menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status
dewasa dan tidak lagi memiliki status anak. Menurut Sri Rumini & Siti Sundari (2004: 53) masa
remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan
13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Sedangkan pengertian remaja menurut Zakiah
Darajat (1990: 23) adalah:” masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam
masa ini anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun
perkembangan psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak baik bentuk badan ataupun cara berfikir
atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang.”
Hal senada diungkapkan oleh Santrock (2003: 26) bahwa adolescene diartikan sebagai
masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan
biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para
ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas
tiga, yaitu 12 – 15 tahun = masa remaja awal, 15 – 18 tahun = masa remaja pertengahan, dan 18
– 21 tahun = masa remaja akhir. Tetapi Monks, Knoers, dan Haditono membedakan masa
remaja menjadi empat bagian, yaitu masa pra-remaja 10 – 12 tahun, masa remaja awal 12 – 15
tahun, masa remaja pertengahan 15 – 18 tahun, dan masa remaja akhir 18 – 21 tahun (Deswita,
2006: 192)
layanan pascabayar kartuHALO yang diluncurkan pada tanggal 26 Mei 1995. Sebelumnya,
saham Telkomsel dimiliki oleh Telkom Indonesia sebesar 65% dan sisanya oleh Indosat. Pada
tanggal 1 November 1997, Telkomsel menjadi operator seluler pertama di Asia yang
dengan 81,644 juta pelanggan per 31 Desember 2007 dan pangsa pasar sebesar 51% per 1
Januari 2007. Jaringan Telkomsel telah mencakup 288 jaringan roaming internasional di 155
negara pada akhir tahun 2007.Telkomsel memiliki tiga produk GSM, yaitu SimPATI (prabayar),
Kartu AS (prabayar), dan kartuHALO (pascabayar). Selain itu, Telkomsel juga memiliki layanan
internet nirkabel lewat jaringan telepon seluler, yaitu Telkomsel Flash. Telkomsel bekerja pada
jaringan 900/1.800 MHz. Saat ini, saham Telkomsel dimiliki oleh Telkom Indonesia sebesar
Telkom Indonesia adalah Badan Usaha Milik Negara yang mayoritas sahamnya dimiliki
oleh pemerintah Indonesia, sementara SingTel adalah perusahaan yang mayoritas sahamnya
dimiliki oleh pemerintah Singapura. Per 1 Januari 2008, jabatan presiden direkturnya dijabat oleh
As:0852...0853...
Simpati:0813...0812...0821...
Hallo :0811...
Teori kultivasi (cultivation theory) pertama kali dikenalkan oleh Profesor George
Pennsylvania Amerika Serikat (AS). Tulisan pertama yang memperkenalkan teori ini adalah
melakukan penelitian tentang “Indikator Budaya” dipertengahan tahun 60-an untuk mempelajari
pengaruh menonton televisi. Dengan kata lain, ia ingin mengetahui dunia nyata seperti apa yang
dibayangkan, dipersepsikan oleh penonton televisi itu?. Itu juga bisa dikatakan bahwa penelitian
Menurut teori kultivasi ini, televisi menjadi media atau alat utama dimana para penonton
televisi itu belajar tentang masyarakat dan kultur dilingkungannya. Dengan kata lain, persepsi
apa yang terbangun di benak Anda tentang masyarakat dan budaya sangat ditentukan oleh
televisi. Ini artinya, melalui kontak Anda dengan televisi Anda belajar tentang dunia, orang-
Teori kultivasi ini di awal perkembangannya lebih memfokuskan kajiannya pada studi
televisi dan audience, khususnya memfokuskan pada thema-thema kekerasan di televisi. Tetapi
dalam perkembangannya, ia juga bisa digunakan untuk kajian di luar thema kekerasan. Misalnya,
seorang mahasiswa Amerika di sebuah Universitas pernah mengadakan pengamatan tentang para
pecandu opera sabun (heavy soap opera). Mereka yang tergolong pecandu opera sabun tersebut
dari pada mereka yang bukan termasuk kecanduan opera sabun (Dominic, 1990). Bahkan dengan
memakai kacamata kultivasi, ada perbedaan antara pandangan orang tua dengan remaja tentang
suatu permasalahan. Melalui perbedaan kultivasi, orang tua ditampilkan secara negatif di televisi.
Bahkan para pecandu televisi (terutama kelompok muda) lebih mempunyai pandangan negatif
tentang orang tua dari pada mereka yang bukan termasuk kelompok kecanduan. Mengapa ini
semua terjadi? Karena sebelumnya, televisi telah memotret atau selalu menampilkan sisi negatif
dari orang tua. Misalnya, bagaimana mereka sering terlihat kolot dalam memahami dan
menyelesaikan kasus yang berhubungan dengan anak muda. Seolah, para pecandu televisi ini
tidak sadar bahwa televisi punya banyak pengaruh terhadap sikap dan perilaku mereka.
Para pecandu berat televisi (heavy viewers) akan menganggap bahwa apa yang terjadi di
televisi itulah dunia senyatanya. Misalnya, tentang perilaku kekerasan yang terjadi di
masyarakat. Para pecandu berat televisi ini akan mengatakn sebab utama munculnya kekerasan
karena masalah sosial (karena televisi yang dia tonton sering menyuguhkan berita dan kejadian
dengan motif sosial sebagai alasan melakukan kekerasan). Padahal bisa jadi sebab utama itu
lebih karena faktor cultural shock (keterkejutan budaya) dari tradisonal ke modern. Termasuk
misalnya, pecandu berat televisi mengatakan bahwa kemungkinan seseorang menjadi korban
kejahatan adalah 1 berbanding 10, padahal dalam kenyataan angkanya adalah 1 berbanding 50.
Media pun kemudian memelihara dan menyebarkan sikap dan nilai itu antar anggota
masyarakat kemudian mengikatnya bersama-sama pula. Dengan kata lain, media mempengaruhi
penonton dan masing-masing penonton itu menyakininya. Jadi, para pecandu televisi itu akan
Penelitian kultivasi menekankan bahwa media massa sebagai agen sosalisasi dan
menyelidiki apakah penonton televisi itu lebih mempercayai apa yang disajikan televisi daripada
pendominasi “lingkungan simbolik” kita. Sebagaimana McQual dan Windahl (1993) catat pula,
teori kultivasi menganggap bahwa televisi tidak hanya disebut sebagai jendela atau refleksi
kejadian sehari-hari di sekitar kita, tetapi dunia itu sendiri. Gerbner (meminjam istilah Bandura)
juga berpendapat bahwa gambaran tentang adegan kekerasan di televisi lebih merupakan pesan
Dengan kata lain, perilaku tayangan iklan yang diperlihatkan di televisi merupakan
refleksi kejadian di sekitar kita. Jika adegan iklan tersebut merefleksikan tentang pola gaya
bahasa yang baru atau sesuatu yang menjadi trend khalayak remaja maka itulah yang menjadi
factor yang mendorong remaja mengikuti semua yang di tampilkan dalam iklan tersebut.
memecahkan masalah atau menyoroti masalahnya. penyusunan kerangka teori untuk menyajikan
pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana penelitian disoroti. Uraian dalam
kerangka pikir merupakan hasil berpikir rasional yang diruangkan secara tertulis meliputi aspek-
aspek yang terdapat didalam masalah atau sub-sub masalah (Nawawi, 2001 : 39-40). Dalam
penelitian ini hal-hal yang akan dibahas adalah komunikasi dan komunikasi massa, teori
kultivasi, terpaan tayangan iklan di media televisi . Menurut Effendy (1992 : 5), komunikasi
adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberikan atau
mengubah sikap pendapat atau perilaku baik langsung maupun tidak langsung.
media yang ditujukan kepada khalayak disebut komunikasi massa. Komunikasi massa ini dapat
Sumber komunikasi massa merupakan suatu organisasi formal dan sang pengirimnya seringkali
Pesannya tidak unik dan beraneka ragam serta data diperkirakan. Pesan tersebut seringkali
diproses, distandarisasi dan selalu diperbanyak sehingga merupakan produk dan komoditi yang
mempunyai nilai tukar serta acuan simbolik yang mengandung nilai kegunaan.
Hubungan antar pengirim dan penerima bersifat satu arah dan jarang sekali bersifat interaktif.
Hubungan tersebut bersifat impersonal, bahkan mungkin bersifat non moral dan kalkulatif.
Artinya pengirim biasanya tidak bertanggung jawab atas konsekuensi yang terjadi pada para
televisi, terhadap khalayak. Televisi merupakan sarana utama masyarakat untuk belajar tentang
dunia, orang-orangnya, nilai-nilainya serta adapt kebiasaannya. Teori kultivasi berasumsi bahwa
pecandu berat televisi membentuk suatu citra realitas yang tidak konsisten dengan kenyataan.
Terpaan tayangan iklan di media televisi berusaha mencari data khalayak tentang
penggunaan media baik jenis media, frekuensi penggunaan maupun durasi penggunaan atau
longevity. Frekuensi penggunaan media mengumpulkan data khalayak tentang berapa kali sehari
seorang menggunakan media dalam satu minggu (untuk meneliti program harian), berapa kali
seminggu seseorang menggunakan media dalam satu bulan (untuk program mingguan) serta
berapa kali sebulan seseorang menggunakan media dalam satu tahun (untuk program bulanan),
dalam penelitian ini program yang diteliti merupakan program mingguan. Pengukuran variabel
durasi penggunaan media menghitung berapa lama khalayak bergabung dengan suatu media
(berapa jam sehari) atau berapa lama (menit) khalayak mengikuti suatu program (Ardianto &
Erdinaya, 2004 : 164). Sedangkan menurut para pendirinya, Elihu Katz;Jay G. Blumler; dan
Michael Gurevitch telah meneliti mengenai asal mula kebutuhan secara psikologis dan sosial,
yang menimbulkan harapan tertentu dari me dia massa atau sumber-sumber lain , yang
membawa pada pola terpaan media yang berlainan (atau keterlibatan pada kegiatan lain), dan
Dari pendapat tersebut, masyarakat kota kendari yang bertempat tinggal di kelurahan
perilaku yang diakibatkan oleh tayangan iklan kartu perdana AS di media televisi baik itu
perubahan perilaku yang bersifat positif ataupun perubahan perilaku yang negatif. Pandangan ini,
penggunaan media yang disebabkan oleh adanya perubahan perilaku dari hasil terpaan media
yang timbul dari lingkungan sosial dan psikologis. Adapun penyebab atau dorongan tersebut
EFEK MEDIA
(Mar’at dalam Effendi 2003:255)
VARIABEL (X)
TERPAAN TAYANGAN IKLAN DI MEDIA TELEVISI
VARIABEL (Y)
PERILAKU
1. PENAYANGAN IKLAN
2. TEMA IKLAN
1. TRENDSETTER
2. PENIRUAN GAYA DAN BAHASA
BAB III
METODE PENELITIAN
Kota Kendari. Pemilihan lokasi ini karena banyaknya jumlah kepemilikan media televisi sebagai
sarana informasi dan hiburan bagi masyarakat. Factor lainnya karena Kelurahan Kambu
Kecamatan Kambu Kota Kendari sebagai lingkungan yang di tunjang oleh sarana pendidikan.
3.2.1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan dari penelitian yang menjadi pusat perhatian dan menjadi
sumber data penelitian. Populasi penelitian ini adalah kelompok usia remaja yang bertempat
tinggal di perumahan dosen Kel. Kambu Kec. Kambu Kota Kendari. Data statistik yang diambil
dari Badan Pusat Statistik kendari, jumlah remaja di Kelurahan Kambu Kecamatan Kambu Kota
Kendari berjumlah 702 orang dengan jumlah remaja laki-laki sebanyak 360 orang dan jumlah
3.2.2. Sampel
Sampel penelitian diperoleh dengan mengambil 10% dari populasi. Hal ini mengacu pada
pendapat Arikunto (2002:120) yang mengatakan bahwa jika jumlah subjek kurang dari 100 maka
sebaiknya diambil semuanya dan jika jumlah subjeknya lebih dari 100, maka sampelnya di ambil
10% dari jumlah populasi. Jumlah remaja laki-laki sebanyak 360 orang dan jumlah remaja
perempuan sebanyak 342 orang. Jadi sesuai dengan pendapat Arikunto (2002:120) maka sampel
Teknik penarikan sampel dalam penelitian dilakukan dengan cara menggunakan teknik
propotional random sampling. Hal ini mengacu pada pendapat Arikunto (2002:2) yang
mengatakan bahwa jika jumlah subjek penelitian kurang dari 100 maka sebaiknya diambil
semuanya dan jika subjek penelitian lebih dari 100 maka sampel penelitian diambil 10% dari
jumlah populasi.
1. Data kuantitatif adalah data yang diperoleh dalam bentuk angka-angka dan persentase.
2. Data kualitatif adalah data yang mendeskripsikan berdasarkan hasil observasi dan hasil
kuisioner.
1. Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari responden yang diteliti dengan
2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui observasi dan studi kepustakaan untuk
memperoleh landasan teori yaitu dengan membaca berbagai literature atau buku-buku yang
terpilih menjadi populasi, data dari internet atau dari sumber lain yang relevan dengan penelitian
ini.
2. Observasi yaitu melakukan pengamatan secara langsung baik terhadap pemenuhan kebutuhan
3. Kuisioner yaitu bentuk pertanyaan secara tertulis yang telah disusun untuk diberikan kepada
Pernyataan dalam kuisioner masing-masing variabel dalam penelitian ini diukur dengan
menggunakan skala Likert, yaitu suatu skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat,
persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena social, jawaaban dari responden
yang bersifat kualitatif dikuantitatifkan, dimana jawaban diberi skor dengan menggunakan lima
Teknik yang digunakan dalam menganalisis data penelitian ini menggunakan analisis
deskriptif kuantitatif. Setelah data diperoleh dan dikumpulkan kemudian data tersebut ditabulasi
secara sistematis dan dideskripsikan untuk mendapatkan gambaran yang objektif dengan
a. Uji Validitas
lain, instrumen tersebut mampu memperoleh data yang tepat dari variabel y a n g
p e r n ya t a a n d e n g a n s k o r t o t a l m e n g g u n a k a n r u m u s t e k n i k korelasi Product
Keterangan:
x = skor pernyataan
y = skor total
n = jumlah sampel
dengan syarat minimum suatu item dianggap valid jika r ≥0,30 dengan derajat signifikan
α=0,05 (sugiono, 2001;116). Hasil korelasi dibandingkan dengan angka kritis tabel korelasi
untuk degree of freedom (df) = n-k, dengan taraf signifikan 5%, yaitu jika nilai r yang diperoleh
≥ 0,30.
Jadi, jika nilai hasil uji validitas lebih besar dari angka kritis tabel korelasi, maka item
pertanyaan tersebut dikatakan valid. Dalam pengujian kualitas data ini, untuk menentukan
validitas data dalam penelitian, peneliti menggunakan bantuan IBM Statistical Package for
b. Uji Reabilitas
Pengujian signifikan dilakukan pada taraf signifikasi 0,05, artinya instrument dapat
dikatakan reliabel bila nilai α lebih besar dari kritis product moment. Menurut Sekaran (2000:
287), nilai koefisien Cronbach’s Alpha dikatakan baik apabila memiliki koefisien antara 0,60
Sebelum diuji dengan IBM SPSS Stastistic Versi 19, agar dapat dianalisis secara statistik,
data yang diperoleh dari skala ordinal harus ditrasformasikan menjadi skala interval dengan
menggunakan Method Of Succesive Interval (MSI) untuk mengubah skor dalam bentuk skala.
Untuk mengubah skala ordinal ke interval dengan Method Of Succesive Interval (Harun Al-
rasyid, 1994 dalam skripsi Rahmatia Kamba, 2009), perlu melakukan langkah-langkah ini :
1. Perhatikan banyaknya responden yang memberikan respon yang ada (f) artinya hitung frekuensi
3. Tentukan porsi kumulatif dengan jumlah proporsi secara berurutan untuk setiap respon
4. Proporsi kumulatif dianggap mengikuti distribusi normal baku, selanjutnya hitung nilai Z
5. Dari nilai Z yang diketahui tersebut tentukan nilai density-nya (dalam hal ini hitung nilai ordinal
dari sebaran Z)
7. Merubah skala dari ordinal ke interval. Nilai SV yang terkecil (harga negatif terbesar) diubah
adapun metode pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Editing, yaitu memeriksa kelengkapan jawaban responden, meneliti kekonsistenan jawaban, dan
3. Tabulasi, yaitu mengidentifikasi, mencacah terhadap setiap item pernyataan dalam bentuk
distribusi frekuensi.
(y). variabel bebas (x) sebagai variabel yang menerangkan variabel lainnya dan variabel terikat
(y) adalah sebuah variabel yang keadaannya ditentukan atau dijelaskan oleh variabel lainnya.
Atensi
- Perhatian remaja
terhadap iklan di
media televisi
X2 : tema Persahabatan- Iklan yang
mengacu pada
iklan hubungan teman
dengan teman
- Iklan yang
menapilkan
Teknologi tayangan yang
merupakan hasil
kemajuan
teknologi
penasaran para penonton. Kemampuan media Televisi untuk “membius” penontonnya tidak
dapat di ragukan. Kadang kala, jika ada seseorang yang terharu, menangis atau bahkan menjerit
saat menonton salah satu program televisi yang di siarkan adalah hal yang wajar Stasiun Televisi
jika tidak memiliki penonton, alamat station tersebut tidak akan mendapatkan iklan. Akibatnya,
Iklan adalah setiap bentuk komunikasi yang dimaksudkan untuk memotivasi seseorang
pembeli potensial dan mempromosikan penjual suatu produk atau jasa, untuk mempengaruhi
pendapat publik, memenangkan dukungan publik untuk berpikir atau bertindak sesuai dengan
c. Definisi Perilaku
Perilaku identik dengan tingkah laku, akhlak, budi pekerti, dari keempat pengertian di
atas pada dasarnya mempunyai makna sama yaitu perbuatan yang terlihat dalam kenyataan.
d. Definisi Remaja
Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan
13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-
kanak dan dewasa. Dalam masa ini anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan
fisiknya maupun perkembangan psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak baik bentuk badan
ataupun cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang.”
e. Tema Iklan
Tema ilkan yaitu menyangkut bagaimana iklan tersebut disajikan sesuai dengan
f. Jenis Iklan
Jenis iklan merupakan iklan-iklan yang ditampilkan di media televisi yang akan dipilih
remaja sesuai dengan tingkat kebutuhannya sendiri, sehingga remaja tahu apa yang merka
g. Trendsetter
Trendsetter merupakan kata yang digunakan untuk mendefinisikan seseorang yang
menjadi panutan dalam hal tertentu, karena keunikan dan kreatifitasnya, sehingga selalu
membuat terobosan di tengah kemapanan yang ada. Walaupun trendsetter memiliki arti luas dan
biasanya frasa ini dipergunakan dalam hal mode atau fashion, dan lebih mengarah lagi dalam
lingkungan kaum wanita -walau tidak menutup kemungkinan pada lingkungan kaum pria.
h. Gaya Bahasa
Gaya bahasa yaitu penggunaan kata-kata dalam iklan yang disajikan secara unik dan
memiliki karakteristik tersendiri, sehingga mudah diingat bahkan ditirukan oleh remaja yang
BAB IV
Kelurahan Kambu adalah salah satu kelurahan yang masuk dalam Kecamatan Kambu
yang ada di Kota Kendari Sulawesi Tenggara. Pada tahun 1978 kelurahan kambu masih berstatus
desa pemekaran secara definitif dari Andounohu. Dan pada tahun 1980 sudah dimekarkan
menjadi kelurahan.
dari 1004 KK. Selain itu mata pencarian penduduk Kelurahan Kambu di dominasi oleh
PNS/POLRI/TNI/dan wiraswasta.
Selama berdiri menjadi kelurahan, Kelurahan Kambu hingga saat ini telah dipimpin oleh
6 lurah, yaitu :