Anda di halaman 1dari 40

PROPOSAL PENELITIAN KUANTITATIF

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Dunia periklanan saat ini telah menjadi dunia yang besar, dunia yang memiliki banyak

penggemar. Iklan telah menjadi media andalan bagi para produsen untuk memperkenalkan

produk mereka. Karena tidak dapat dipungkiri, iklan mampu menyihir banyak khalayak. Pada

dasarnya, periklanan merupakan sebuah bentuk komunikasi massa yang digunakan oleh

pengiklan untuk menyampaikan pesan-pesan atau informasi kepada khalayak melalui media

tertentu (Suhandang, 2005). Pesan yang terkandung dalam iklan memiliki pengaruh luar biasa

terhadap khalayak untuk memicu terjadinya konsumsi produk. Hingga akhirnya produk tersebut,

sadar tidak sadar, telah menjadi bagian dari kehidupan konsumen. Salah satu contohnya melalui

acara Indonesia Idol. dalam acara tersebut diperlihatkan bagaimana para idol (peserta Indonesian

Idol) selalu mengkonsumsi produk Indomie atau menggunakan atribut-atribut Indomie di segala

kesempatan dalam keseharian mereka.

Iklan televisi memang telah menjadi kekuatan baru yang mampu mempengaruhi khalayak

untuk melakukan apa yang diinginkan pengiklan secara sukarela. Imbas dari suguhan iklan tak

lain telah mengkondisikan mengungkap kondisi yang sebenarnya khalayak untuk mengeluarkan

uang, hanya untuk sekedar mencoba suatu produk baru yang ditawarkan dalam iklan. Bahkan tak

jarang, semua itu dilakukan hanya untuk memenuhi tuntutan akan gaya hidup modern.

Media televisi yang sebagai salah satu media komunikasi massa memiliki keunggulan

teknologi menggabungkan antara audio dan visual sehingga para komunikan lebih mudah dan
lengkap dalam menerima suatu pesan. Televisi dapat menyajikan informasi seperti apa yang

terjadi sebenarnya (audio visual), yaitu informasi dengan gambar bergerak (motion picture).

Televisi merupakan medium yang paling akrab bagi keluarga.Sering dituduh bahwa penetrasi

televisi ke lingkungan rumah tangga menjadi nilai pembenaran(intruder) dalam kehidupan

keluarga.Sebaliknya dapat ditunjukkan bahwa di antara media komunikasi, televisi menurut

Monaco seperti yang dikutip dalam Siregar, “Merupakan perangkat yang dapat dinikmati

bersama – sama (sharing), berbeda dengan media cetak yang penikmatannya bersifat

individual”. Televisi sebagai suatu sarana komunikasi massa yang memiliki peranan penting

dalam menyampaikan pesan.

Diketahui sebahagian penduduk Indonesia berada di daerah pedesaan membutuhkan

dalam jumlah besar informasi baru tentang pembangunan disekitar daerahnya. Melalui televisi

keadaan suatu daerah akan tampak jelas dan tergambar seolah-olah dalam siaran itu adalah

keadaan sebenarnya realitas dari objek yang terjadi.

Karena itulah isi berita media elektronik televisi yang memberi informasi dapat

mempengaruhi sikap masyarakat, baik sikap, perilaku, dan hal – hal lainnya.Termasuk dalam hal

mempengaruhi kepedulian, kecemasan pemirsa terhadap situasi yang ada.Sikap sendiri terdiri

dari kognitif, afektif, dan konatif, sedangkan kecemasan merupakan bagian dari sikap afektif.

Menurut Yuliandri (2000 : 18), salah satu efek dari penerimaan pesan (informasi) adalah

perasaan cemas yang berkaitan dengan efek afektif. Disini peneliti ingin mengetahui efek

tayangan iklan kartu perdana AS di televisi sebagai salah satu bentuk efek media massa terhadap

perilaku remaja yang di sebabkan tayangan iklan di televisi.

1.2 Rumusan masalah


Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, maka dapat

diuraikan perumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah karakteristik tayangan iklan di media televisi yang ditonton oleh remaja?

2. Sejauh mana pengaruh tayangan iklan kartu perdana telkomsel di media televisi terhadap

perilaku remaja?

1.3 Tujuan dan manfaat penelitian

1.3.1 Tujuan penelitian

tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1. Karakteristik tayangan iklan di media televisi yang ditonton oleh remaja

2. Terpaan tayangan iklan terhadap perilaku remaja

1.3.2. Manfaat penelitian

2. Secara metodeologis , penelitian ini diharapkan dapat menambah rujukan keilmuan dalam

penelitian selanjutnya mengenai terpaan tayangan media televisi.

3. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan wawasan bagi

penelitian ilmu komunikasi khususnya mengenai iklan televisi dalam komunikasi massa.

4. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi masyarakat, pengelola

stasiun televisi yang membutuhkan pengetahuan berkenaan dengan penelitian ini. Penelitian ini

juga diharapkan dapat bermanfaat dan memberikan rujukan bagi para remaja, orang tua serta

pengelola stasiun televisi mengenai tayangan iklan di media televisi.

1.3.3. Hipotesis

Dalam penelitian ini, penulis mengambil hipotesis yang akan di teliti yaitu:

H0 : Tayangan Iklan Di Media Televisi Mempengaruhi Perilaku Remaja Di Kota Kendari

H1 : Tayangan Iklan Di Media Televisi Tidak Mempengaruhi Perilaku Remaja Di Kota Kendari
2.3 Sistematika Penulisan

BAB I : Pada bab ini terdapat latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian. Pada latar belakang dijelaskan mengenai perkembangan televisi dan juga mengenai

terpaan media televisi kepada remaja. Rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian dibuat

dengan masalah apa yang akan diteliti oleh peneliti.

BAB II : Bab ini berisi tinjauan pustaka. Di bagian bab ini, dijelaskan menganai permasalahan

yang diambil peneliti dengan mencantumkan konsep-konsep dan teori-teori sesuai dengan

permasalahan yang akan diteliti.

BAB III : Pada bab ini terdapat metode penelitian dalam bagian ini peneliti menggunakan

peneltian kuantitatif untuk meneliti permasalahan yang akan diteliti.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Komunikasi Massa

Mulyana (2001 : 75) menyatakan bahwa, “komunikasi massa adalah komunikasi yang

menggunakan media massa, baik cetak (surat kabar, majalah) atau elektronik(radio, televisi)

yang dikelola suatu lembaga atau orang yang dilembagakan yang ditujukan kepada sejumlah

besar orang yang tersebar di banyak tempat, anonim,dan heterogen”. Sedangkan Wright, dalam

Severin dan Tankard (2005 : 4) bahwa komunikasi massa dapat didefinisikan dalam tiga ciri

yaitu :

1. Komunikasi massa diarahkan kepada audiens yang relatif besar, heterogen, dan anonim.

2. Pesan – pesan yang disebarkan secara umum sering dijadualkan untuk bisa mencapai sebanyak

mungkin anggota audiens secara serempak dan sifatnya sementara.

3. Komunikator cenderung berada atau beroperasi dalam sebuah organisasi yang kompleks yang

mungkin membutuhkan biaya yang besar.

Beberapa ciri komunikasi massa menurut Effendy (2002 : 51) :

1. Sifat komunikatornya yang melembaga dan terorganisasi.

2. Sifat media massanya yang serempak cepat, maksudnya pesan yang disampaikan kepada

masyarakat dapat dilakukan dalam waktuyang cepat dan bersamaan.


3. Sifat pesannya yang umum (public), maksudnya pesan yangdisampaikan oleh media massa

dapat diakses oleh siapapun.

4. Sifat komunikannya, ditujukan kepada khalayak yang jumlahnya relatif besar, heterogen dan

anonim.

5. Sifat efek dari komunikasi massa yang timbul pada komunikan bergantung pada tujuan

komunikasi yang dilakukan oleh komunikator. Apakah tujuannya agar komunikan hanya tahu

saja, atau agar komunikan berubah sikap dan pandangannya.

Definisi komunikasi massa yang paling sederhana dikemukakan oleh Bittner, yakni

komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah

orang (Mass communication is messages communicated through a mass medium to a large

number of people). Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi massa itu harus

mengunakan media massa(Ardianto,2004:3)

Ahli komunikasi massa lainnya Joseph A Devito merumuskan definisi komunikasi masa

yang pada intinya merupakan penjelasan tentang massa serta tentang media yang digunakannya.

Devito mengemukakan definisinya dalam dua item yakni yang pertama adalah komunikasi

massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa

banyaknya. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-

pemancar yang audio atau visual. (Ardianto,2004:6)

2.2. Efek Komunikasi Massa

Efek komunikasi massa adalah bagaimana media massa dapat menambah pengetahuan,

mengubah sikap dan menggerakkan perilaku khalayak” (Rakhmat, 2005 : 219). Ada tiga macam

efek komunikasi massa, yaitu :


1. Efek Kognitif

Efek ini terjadi apabila komunikasi massa memberikan perubahan pada apa yang

diketahui, dipahami ataupun dipersepsi oleh khalayak. Efek ini berkaitan dengan transmisi

pengetahuan, keterampilan, kepercayaan dan informasi.

2. Efek Afektif

Efek ini terjadi apabila komunikasi massa memberikan perubahan pada apa yang

dirasakan, disenangi ataupun dibenci oleh khalayak. Efek ini ada hubungannya dengan emosi,

sikap ataupun nilai.

3. Efek Behavorial

Efek behavorial merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati, seperti pola-pola

tindakan, kegiatan dan kebiasaan berperilaku. Afektif ini berkaitan dengan perasaan atau emosi

yang timbul sebagai respon dari stimulus yang diterima (Rakhmat, 2005 : 219).

2.3. Televisi Sebagai Media Komunikasi Massa

Televisi adalah sebuah media telekomunikasi terkenal yang berfungsi sebagai penerima

siaran gambar bergerak beserta suara, baik itu yang monokrom (hitam-putih) maupun berwarna.

Kata "televisi" merupakan gabungan dari kata tele (τῆλε, "jauh") dari bahasa Yunani dan visio

("penglihatan") dari bahasa Latin, sehingga televisi dapat diartikan sebagai “alat komunikasi

jarak jauh yang menggunakan media visual/penglihatan.”

Kotak televisi pertama kali dijual secara komersial sejak tahun 1920-an, dan sejak saat itu

televisi telah menjadi barang biasa di rumah, kantor bisnis, maupun institusi, khususnya sebagai

sumber kebutuhan akan hiburan dan berita serta menjadi media periklanan. Sejak 1970-an,

kemunculan kaset video, cakram laser, DVD dan kini cakram Blu-ray, juga menjadikan kotak
televisi sebagai alat untuk untuk melihat materi siaran serta hasil rekaman. Dalam tahun-tahun

terakhir, siaran televisi telah dapat diakses melalui Internet, misalnya melalui iPlayer dan Hulu.

Sebuah kotak televisi terdiri dari bermacam-macam sirkuit elektronik didalamnya,

termasuk di antaranya sirkuit penerima dan penangkap gelombang penyiaran. Perangkat

tampilan visual yang tidak memiliki perangkat penerima sinyal biasanya disebut sebagai

monitor, bukannya televisi. Sebuah sistem televisi dapat dipakai dalam berbagai penggunaan

teknologi seperti analog (PAL, NTSC, SECAM), digital (DVB, ATSC, ISDB dsb.) ataupun

definisi tinggi (HDTV). Sistem televisi kini juga digunakan untuk pengamatan suatu peristiwa,

pengontrolan proses industri, dan pengarahan senjata, terutama untuk tempat-tempat yang

biasanya terlalu berbahaya untuk diobservasi secara langsung.

Penggunaan kata "Televisi" sendiri juga dapat merujuk kepada "kotak televisi", "acara

televisi", ataupun "transmisi televisi". Penemuan televisi disejajarkan dengan penemuan roda,

karena penemuan ini mampu mengubah peradaban dunia. Di Indonesia 'televisi' secara tidak

formal sering disebut dengan TV (dibaca: tivi, teve ataupun tipi.)

Walaupun terdapat bentuk televisi lain seperti televisi sirkuit tertutup, namun jenis

televisi yang paling sering digunakan adalah televisi penyiaran, yang dibuat berdasarkan sistem

penyiaran radio yang dikembangkan sekitar tahun 1920-an, menggunakan pemancar frekuensi

radio berkekuatan tinggi untuk memancarkan gelombang televisi ke penerima gelombang

televisi.

Penyiaran TV biasanya disebarkan melalui gelombang radio VHF dan UHF dalam jalur

frekuensi yang ditetapkan antara 54-890 megahertz. Kini gelombang TV juga sudah

memancarkan jenis suara stereo ataupun bunyi keliling di banyak negara. Hingga tahun 2000,
siaran TV dipancarkan dalam bentuk gelombang analog, tetapi belakangan ini perusahaan siaran

publik maupun swasta kini beralih ke teknologi penyiaran digital.

Sebagai media massa, televisi memang memiliki kelebihan dalam penyampaian pesan

dibandingkan dengan media massa lain. Pesan-pesan melalui televisi disampaikan melalui

gambar dan suara bersama (sinkron) dan hidup, sangat cepat (actual) terlebih lagi dalam siaran

langsung (live broadcasting) dan menjangkau ruang yang sangat luas (Wahyudi, 1986:3). Hal

yang sama diungkapkan oleh Yacob Utomo mengemukakan bahwa televisi merekam kejadian

dengan gambar dan suara serentak, mentah seperti apa adanya. Televisi merekam atau memotret

kejadian secara hidup dan langsung menyiarkan kepada penonton. Mungkin saja masih ada jarak

waktu, misalnya jika tidak siaran langsung . Meskipun demikian keserentakan lebih terasa, lebih

nyata, lebih hidup dan mencekam. Alat-alat audio visual (televisi) juga membuat suatu

pengertian atau informasi menjadi lebih berarti. Kita lebih mudah dan lebih cepat belajar dengan

melihat alat-alat sensori seperti gambar atau model (Sulaiman,1981:1).

Dari uraian di atas menunjukkan bahwa televisi itu mempunyai kemampuan yang lebih

dibandingkan dengan media massa lainnnya, seperti suratkabar. Televisi dapat merangsang orang

untuk bertahan lama dihadapannya hanya karena untuk menyaksikan siaran audiovisual yang

ditayangkan secara hidup seperti kejadian yang sebenarnya. Dengan teknologi yang dimilikinya

maka wajar televisi mendapat posisi yang berarti bagi pemirsanya.

2.4. Pengaruh Media Televisi

Sesuai dengan tujuannya, komunikasi massa mempunyai fungsi untuk memberikan

informasi, mendidik, menghibur dan mempengaruhi, sudah dapat dipastikan bahwa komunikasi

akan memberikan dampak atau pengaruh terhadap komunkannya. Begitu juga dengan televisi

yang merupakan media komunikasi massa. Televisi akan memberikan pengaruh, baik pengaruh
positif maupun pengaruh positif. Menurut Ma’rat yang dikutip oleh Onong Uchyana( 2006:27)

), acara televisi padaumumnya mempengaruhi sikap, pandangan, persepsi dan perasaan

penontonnya.Dan ini adalah wajar. Jadi apabila ada hal-hal yang mengakibatkan penonton

terharu, terpesona atau latah bukanlah suatu hal yang istimewa. Sebab salah satu pengaruh

psikologis dari televisi seakan-akan menghipnotis penonton. Sehingga mereka seolah-olah

hanyut salam keterlibatan pada kisah atau peristiwa yang ditayangkan.Karena besarnya pengaruh

tersebut, pemilihan program acara yang tepat harus dilakukan. Dalam hal ini, pengaruh televisi

ada tiga macam, yaitu efekkognitif, efek afektif dan efek behavioral.

1. Efek Kognitif

Penonton televisi banyak mendapatkan pengetahuan baru darikotak ajaib ini. Efek

kognitif terjadi bila ada perubahan pada apa yangdiketahui, dipahami atau dipersepsi khalayak.

Efek ini berkaitan dengan transmisi pengetahuan. awalnya tidak tahu menjadi tahu atau dari

semula tidak jelas menjadi jelas. Karena pesan televisi yang mudah dipahami, bahasanya pun

ringan sehingga televisi mempunyai kontribusi yang sangat besar terhadappengetahuan kognitif

seseorang. Efek kognitif adalah akibat yang timbul pada diri komunikan yang sifatnya

informative bagi dirinya. Dalam efek kognitif ini akan dibahas tentang bagaimana media massa

dapat membantu khalayak dalam mempelajari informasi yang bermanfaat dan mengembangkan

keterampilan kognitif. Melalui media massa, kita memperoleh informasi tentang benda, orang

atau tempat yang belum pernah kita kunjungi secara langsung.

Menurut Mc. Luhan, media massa adalah perpanjangan alat indera kita (sense extention

theory; teori perpanjangan alat indera). Dengan media massa kita memperoleh informasi

tentang benda, orang atau tempat yang belum pernah kita lihat atau belum pernah kita kunjungi

secara langsung. Realitas yang ditampilkan oleh media massa adalah relaitas yang sudah
diseleksi. Kita cenderung memperoleh informasi tersebut semata-mata berdasarkan pada apa

yang dilaporkan media massa. Televisi sering menyajikan adegan kekerasan, penonton televisi

cenderung memandang dunia ini lebih keras, lebih tidak aman dan lebih mengerikan.

Karena media massa melaporkan dunia nyata secara selektif, maka sudah tentu media

massa akan mempengaruhi pembentukan citra tentang lingkungan sosial yang bias dan timpang.

Oleh karena itu, muncullah apa yang disebut stereotip, yaitu gambaran umum tentang individu,

kelompok, profesi atau masyarakat yang tidak berubah-ubah, bersifat klise dan seringkali

timpang dan tidak benar. Sebagai contoh, dalam film India, wanita sering ditampilkan sebagai

makhluk yang cengeng, senang kemewahan dan seringkali cerewet. Penampilan seperti itu, bila

dilakukan terus menerus, akan menciptakan stereotipe pada diri khalayak Komunikasi Massa

tentang orang, objek atau lembaga. Di sini sudah mulai terasa bahayanya media massa. Pengaruh

media massa lebih kuat lagi, karena pada masyarakat modern orang memperoleh banyak

informasi tentang dunia dari media massa.

Media massa tidak memberikan efek kognitif semata, namun ia memberikan manfaat

yang dikehendaki masyarakat. Inilah efek prososial. Bila televisi menyebabkan kita lebih

mengerti bahasa Indonesia yang baik dan benar, televisi telah menimbulkan efek prososial

kognitif. Bila majalah menyajikan penderitaan rakyat miskin di pedesaan, dan hati kita tergerak

untuk menolong mereka, media massa telah menghasilkan efek prososial afektif. Bila surat kabar

membuka dompet bencana alam, menghimbau kita untuk menyumbang, lalu kita mengirimkan

wesel pos (atau, sekarang dengan cara transfer via rekening bank) ke surat kabar, maka terjadilah

efek prososial behavioral.

Kognisi adalah semua proses yang terjadi di fikiran kita yaitu, melihat, mengamati,

mengingat, mempersepsikan sesuatu, membayangkan sesuatu, berfikir, menduga, menilai,


mempertimbangkan dan memperkirakan. Media mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam

pembentukan kognisi seseorang. Media memberikan informasi dan pengetahuan yang pada

akhirnya dapat membentuk persepsi.

Wilbur Schramm (1997:13) mendefinisikan informasi sebagai segala sesuatu “yang

mengurangi ketidakpastian atau mengurangi jumlah kemungkinan alternatif dalam situasi.”

Informasi akan menstruktur atau mengorganisasi realitas, sehingga realitas tampak sebagai

gambaran yang mempunyai makna.

Realitas yang ditampilkan media adalah realitas yang sudah diseleksi atau realitas tangan-

kedua (second hand reality). Karena media massa melaporkan dunia nyata secara selektif,

dampaknya adalah memberikan status dan menciptakan stereotip. Para kritikus social

memandang media massa bukan saja menyajikan realitas kedua, tetapi karena distorsi, media

massa juga “menipu” manusia; memberikan citra dunia yang keliru. Tetapi pengaruh media

massa tidak berhenti sampai di situ. Media massa juga mempertahankan citra yang sudah

dimiliki khalayaknya.

Dampak media massa – kemampuan untuk menimbulkan perubahan kognitif di antara

individu-individu – telah dijuluki sebagai fungsi agenda setting dari komunikasi massa. Di

sinilah terletak efek komunikasi massa yang terpenting, kemampuan media untuk menstruktur

dunia buat kita (McCombs dan Shaw, 1974:1). Media massa mempengaruhi persepsi khalayak

tentang apa yang dianggap penting. Media massa memang tidak menentukan “what to think”,

tetapi mempengaruhi “what to think about”. Dengan memilih berita tertentu dan mengabaikan

yang lain, dengan menonjolkan satu persoalan dan mengesampingkan yang lain, media

membentuk citra atau gambaran dunia kita seperti yang disajikan dalam media massa.
Selain terbukti sanggup membentuk citra orang tentang lingkungan dengan

menyampaikan informasi, kita juga dapat menduga media massa tertentu berperan juga dalam

menyampaikan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang baik. Ini disebut efek prososial

kognitif dari media, yaitu bagaimana media massa memberikan manfaat yang dikehendaki oleh

masyarakat.

Media massa adalah penyampai informasi sekaligus penafsir informasi. Dengan media

massa kita memperoleh informasi tentang benda, orang, ruang atau waktu yang tidak kita alami

secara langsung. Namun media pun melakukan seleksi terhadap realitas yang hendak

ditampilkan, sehingga dampaknya adalah menimbulkan perubahan kognitif tertentu di antara

individu-individu khalayaknya.

2. Efek Afektif

Efek afektif mengacu pada aspek emosional / perasaan. Efek ini kadarnya lebih tinggi

dibandingkan dengan efek kognitif. Maksudnya efek ini ditimbulkan bukan hanya penonton tahu

tentang benda atau punperistiwa, melainkan penonton ikut merasakan dampak dari satu peristiwa

tersebut. Tayangan peristiwa atau cerita yang sedih, seseorang juga akan terseret perasaan sedih.

Demikian juga sebaliknya, orang akan merasa gembira jika menonton peristiwa atau cerita lucu.

Disini televisi menimbulkan rangsangan emosional kepada penontonnya. Baron (1979); Fishbein

and Azjen 1975 (dalam Baron, 1979); Kiesler and Munson 1975 (dalam Baron, 1979)

mendefinisikan sikap sebagai kesatuan perasaan (feelings), keyakinan (beliefs), dan

kecenderungan berperilaku (behavior tendencies) terhadap orang lain, kelompok, faham, dan

objek-objek yang relatif menetap.

Ada tiga komponen sikap yaitu


1. afektif (affective), yang didalamnya termasuk perasaan suka tidak suka terhadap suatu objek

atau orang;

2. kognitif, termasuk keyakinan tentang objek atau orang tersebut ; dan

3. perilaku, yaitu kecenderungan untuk bereaksi tertentu terhadap objek atau orang tersebut.

Dalam kaitannya dengan pembentukan dan perubahan sikap, pengaruh media massa

dapat disimpulkan pada lima prinsip umum:

1. Pengaruh komunikasi massa diantarai oleh faktor-faktor seperti predisposisi personal, proses

selektif, keanggotaan kelompok (atau hal-hal yang berkenaan dengan faktor personal).

2. Karena faktor-faktor ini, komunikasi massa biasanya berfungsi memperkokoh sikap dan

pendapat yang ada, walaupun kadang-kadang berfungsi sebagai media pengubah (agent of

change).

3. Bila komunikasi massa menimbulkan perubahan sikap, perubahan kecil pada intensitas sikap

lebih umum terjadi daripada “konversi” (perubahan seluruh sikap) dari satu sisi masalah ke sisi

yang lain.

4. Komunikasi massa cukup efektif dalam mengubah sikap pada bidang-bidang di mana pendapat

orang lemah, misalnya pada iklan komersial.

5. Komunikasi massa cukup efektif dalam menciptakan pendapat tentang masalah-masalah baru

bila tidak ada predisposisi yang harus diperteguh (Oskamp, 1977:149).

Artinya semua sikap bersumber pada organisasi kognitif – pada informasi dan

pengetahuan yang dimiliki seseorang (Asch, 1952:563-564). Singkatnya, sikap ditentukan oleh

citra. Pada gilirannya, citra ditentukan oleh sumber-sumber informasi. Di antara sumber

informasi yang paling penting adalah media massa.


Para peneliti kebanyakan tidak berhasil menemukan perubahan sikap yang berarti sebagai

pengaruh media massa. Berbagai dalih dikemukakan, namun ada satu yang dapat menjelaskan

dengan lebih baik mengapa demikian. Menurut Asch, semua sikap bersumber pada organisasi

kognitif – pada informasi dan pengetahuan yang kita miliki. Sikap selalu diarahkan pada objek,

kelompok, atau orang. Tidak akan ada teori sikap atau aksi-sosial yang tidak didasarkan pada

penyelidikan tentang dasar-dasar kognitifnya.

Seperti yang dikemukakan Oskamp, pengaruh komunikasi massa diantarai oleh faktor-

faktor seperti predisposisi personal, proses selektif, keanggotaan kelompok. Khalayak tidaklah

seragam, mereka memiliki keunikan dan kesadaran individu. Bahkan dalam satu kelompok

mahasiswa.

Efek ini kadarnya lebih tinggi daripada Efek Kognitif. Tujuan dari komunikasi massa

bukan hanya sekedar memberitahu kepada khalayak agar menjadi tahu tentang sesuatu, tetapi

lebih dari itu, setelah mengetahui informasi yang diterimanya, khalayak diharapkan dapat

merasakannya. Berikut ini faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya efek afektif dari

komunikasi massa.

1. Suasana emosional

Dari contoh-contoh di atas dapat disimpulkan bahwa respons kita terhadap sebuah film, iklan,

ataupun sebuah informasi, akan dipengaruhi oleh suasana emosional kita. Film sedih akan sangat

mengharukan apabila kita menontonnya dalam keadaan sedang mengalami kekecewaan.

Adegan-adegan lucu akan menyebabkan kita tertawa terbahak-bahak bila kita menontonnya

setelah mendapat keuntungan yang tidak disangka-sangka.

2. Skema kognitif
Skema kognitif merupakan naskah yang ada dalam pikiran kita yang menjelaskan tentang alur

eristiwa. Kita tahu bahwa dalam sebuah film action, yang mempunyai lakon atau aktor/aktris

yang sering muncul, pada akahirnya akan menang. Oleh karena itu kita tidak terlalu cemas ketika

sang pahlawan jatuh dari jurang. Kita menduga, asti akan tertolong juga.

Situasi terpaan (setting of exposure)

1. Faktor predisposisi individual

Faktor ini menunjukkan sejauh mana orang merasa terlibat dengan tokoh yang

ditampilkan dalam media massa. Dengan identifikasi penontotn, pembaca, atau pendengar,

menempatkan dirinya dalam posisi tokoh. Ia merasakan apa yang dirasakan toko. Karena itu,

ketika tokoh identifikasi (disebut identifikan) itu kalah, ia juga kecewa; ketika ientifikan berhasil,

ia gembira

3. Efek Behavioral

Setelah mendapatkan pengetahuan lalu merasakan sesuatu dari efek pengaruh televisi

selanjutnya adalah mempengaruhi sikap. Bila televisi menyebabkan kita tahu ada musibah di

Sumatra misalnya, maka televisi telah menimbulkan efek kognitif pada kita. Waktu kita melihat

tayangan musibah tersebut, kita merasa sedih dan kasihan serta tergerak untuk membantu, maka

itu efek afektif. Tetapi bila kita telah mengirim sejumlah uang kepada korban bencana tersebut,

maka televisi telah mempengaruhi behavior kita. Efek prososial media massa dapat dijelaskan

oleh teori Belajar Sosial dari Bandura. Menurut Bandura, kita belajar bukan saja dari

pengalaman langsung, tetapi dari peniruan atau peneladanan (modeling). Perilaku merupakan

hasil factor-faktor kognitif dan lingkungan. Artinya, kita mampu memiliki keterampilan tertentu,

bila terdapat jalinan positif antara stimuli yang kita amati dan karakteristik diri kita.
Bandura menjelaskan proses belajar social dalam empat tahapan proses: proses perhatian,

proses pengingatan (retention), proses reproduksi motoris, dan proses motivasional. Proses

belajar diawali munculnya peristiwa yang dapat diamati secara langsung oleh seseorangtertentu

atau gambaran pola pemikiran, yang disebut Bandura sebagai abstract modelling – misalnya

sikap, nilai, atau persepsi realitas social. Melalui media massa, seseorang dapat mengamati orang

lain yang terlibat dalam perilaku tertentu di televisi, misalnya, dan dapat mempraktekkan

perilaku itu dalm kehidupannya.

Menurut Bandura, peristiwa yang menarik perhatian ialah yang tampak menonjol dan

sederhana, terjadi berulang-ulang, atau menimbulkan perasaan positif pada pengamatnya. Selain

pengaruh factor personal, faktor-faktor lain sebagai penentu dalam pemilihan apa yang akan

diperhatikan dan diteladani adalah: karakteristik demografis, kebutuhan, suasana emosional,

nilai, dan pengalaman masa lalu.

Setelah pengamatan, proses selanjutnya adalah penyimpanan hasil pengamatan dalam

pikiran untuk dipanggil kembali saat akan bertindak sesuai teladan yang diberikan. Kemudian

pada proses reproduksi motoris seseorang menghasilkan kembali perilaku teladan atau tindakan

yang diamatinya. Pelaksanaan perilaku teladan dapat terjadi ketika dikuatkan dengan suatu

penghargaan atau motivasi. Inilah yang disebut proses motivasional.

Pembelajaran sosial terutama efektif dengan media massa seperti televisi, dimana kita

mendapatkan kekuatan yang berlipat ganda dari model tunggal yang mengirimkan cara-cara

berpikir dan berperilaku baru bagi banyak orang di lokasi yang berlainan.

Media massa mampu mempengaruhi perilaku khalayaknya. Menurut teori belajar sosial

dari Bandura, orang cenderung meniru perilaku yang diamatinya; stimuli menjadi teladan untuk

perilakunya. Hampir semua responden yang penulis amati berperilaku mengikuti trend yang
ditampilkan oleh televisi. Cara berbicara dengan menggunakan bahasa gaul, cara berpakaian artis

dalam sinetron, penggunaan produk-produk yang ditampilkan oleh iklan.

Seseorang juga akan terdorong melakukan perilaku teladan bila ia melihat orang lain

yang berbuat sama mendapat ganjaran karena perbuatannya. Kita memerlukan peneguhan

gantian. Walaupun kita tidak mendapat ganjaran (pujian, penghargaan, status dan sebagainya).

Tetapi melihat orang lain melihat orang lain mendapat gamjaran karena perbuatan yang ingin

kita teladani akan membantu terjadinya proses reproduksi motorik.

Akhirnya tindakan teladan akan kita lakukan bila diri kita sendiri mendorong tindakan

itu. Dorongan dari diri sendiri itu mungkin timbul dari perasaan puas, senang, atau dipenuhinya

citra diri yang ideal. Kita akan melakukan demonstrasi bila kita yakin bahwa dengan cara itu kita

memberikan kontribusi bagi masyarakat.

Efek behavioral merupakan akibat yang timbul pada diri khalayak dalam bentuk perilaku,

tindakan atau kegiatan. Namun, dari semua informasi dari berbagai media tersebut tidak

mempunyai efek yang sama.

Mengapa terjadi efek yang berbeda? Belajar dari media massa memang tidak bergantung

hanya ada unsur stimuli dalam media massa saja. Kita memerlukan teori psikologi yang

menjelaskan peristiwa belajar semacam ini. Teori psikolog yang dapat mnejelaskan efek

prososial adalah teori belajar sosial dari Bandura. Menurutnya, kita belajar bukan saja dari

pengelaman langsung, tetapi dari peniruan atau peneladanan (modeling). Perilaku merupakan

hasil faktor-faktor kognitif dan lingkungan. Artinya, kita mampu memiliki keterampila tertentu,

bila terdapat jalinan positif antara stimuli yang kita amati dan karakteristik diri kita.

Bandura menjelaskan proses belajar sosial dalam empat tahapan proses: proses perhatian,

proses pengingatan (retention), proses reproduksi motoris, dan proses motivasional.


Permulaan proses belajar ialah munculnya peristiwa yang dapat diamati secara langsung atau

tidak langsung oleh seseorang. Peristiwa ini dapat berupa tindakan tertentu atau gambaran pola

pemikiran, yang disebut Bandura sebagai “abstract modeling” (misalnya sikap, nilai, atau

persepsi realitas sosial). Kita mengamati peristiwa tersebut dari orang-orang sekita kita.bila

peristiwa itu sudah diamati, terjadilah tahap pertama belajar sosial: perhatian. Kita baru dapat

mempelajari sesuatu bila kita memperhatikannya.

Perhatian saja tidak cukup menghasilkan efek prososial. Khalayak harus sanggup

menyimpan hasil pengamatannya dalam benak benaknya dan memanggilnya kembali ketika

mereka akan bertindak sesuai dengan teladan yang diberikan. Untuk mengingat, peristiwa yang

diamati harus direkam dalam bentuk imaginal dan verbal. Yang pertama disebut visual

imagination, yaitu gambaran mental tentang peristiwa yang kita amati dan menyimpan gambaran

itu pada memori kita. Yang kedua menunjukkan representasi dalam bentuk bahasa. Menurut

Bandura, agar peristiwa itu dapat diteladani, kita bukan saja harus merekamnya dalam memori,

tetapi juga harus membayangkan secara mental bagaimana kita dapat menjalankan tindakan yang

kita teladani. Memvisualisasikan diri kita sedang melakukan sesuatu disebut seabagi “rehearsal”.

Selanjutnya, proses reroduksi artinya menghasilkan kembali perilaku atau tindakan yang

kita amati. Tetapi apakah kita betul-betul melaksanakan perilaku teladan itu bergantung pada

motivasi? Motivasi bergantung ada peneguhan. Ada tiga macam peneguhan yang mendorong

kita bertindak: peneguhan eksternal, peneguhan gantian (vicarious reinforcement), dan

peneguhan diri (self reinforcement). Pelajaran bahasa Indonesia yang baik dan benar telah kita

simpan dalam memori kita. Kita bermaksud mempraktekkannya dalam percakapan dengan

kawan kita. Kita akan melakukan hanya apabila kita mengetahui orang lain tidak akan
mencemoohkan kitam atau bila kita yakin orang lain akan menghargai tindakan kita. Ini yang

disebut peneguhan eksternal.

Kita juga akan terdorong melakukan perilaku teladan baik kita melihat orang lain yang

berbuat sama mendapat ganjaran karena perbuatannya. Secara teoritis, agak sukar orang meniru

bahasa Indonesia yang benar bila pejabat-pejabat yang memiliki reutasi tinggi justru berbahasa

Indonesia yang salah. Kita memerlukan peneguhan gantian. Walaupun kita tidak mendaat

ganjaran (pujian, penghargaan, status, dn sebagainya), tetapi melihat orang lain mendapat

ganjaran karena perbuatan yang ingin kita teladani membantu terjadinya reproduksi motorik.

Akhirnya tindakan teladan akan kita lakukan bila diri kita sendiri mendorong tindakan itu.

Dorongan dari diri sendiri itu mungkin timbul dari perasaan puas, senang, atau dipenuhinya citra

diri yang ideal. Kita akan mengikuti anjuran berbahasa Indonesia yang benar bila kita yakin

bahwa dengan cara itu kita memberikan kontribusi bagi kelestarian bahasa Indonesia.

2.5. Terpaan Media (Media Exposures)

Rosengren mengemukakan bahwa terpaan tayangan diartikan sebagai penggunaan media

oleh khalayak yang meliputi jumlah waktu yang digunakan dalam berbagai media, jenis media,

jenis isi media, media yang dikonsumsi dan berbagai hubungan antara khalayak dengan isi media

yang dikonsumsi atau dengan media secara keseluruhan (Rakhmat, 2004 : 66).

Terpaan media berusaha mencari data khalayak tentang penggunaan media baik jenis

media, frekuensi penggunaan maupun durasi penggunaan atau longevity. Frekuensi penggunaan

media mengumpulkan data khalayak tentang berapa kali sehari seorang menggunakan media

dalam satu minggu (untuk meneliti program harian), berapa kali seminggu seseorang

menggunakan media dalam satu bulan (untuk program mingguan) serta berapa kali sebulan
seseorang menggunakan media dalam satu tahun (untuk program bulanan), dalam penelitian ini

program yang diteliti merupakan program mingguan. Untuk pengukuran variabel durasi

penggunaan media menghitung berapa lama khalayak bergabung dengan suatu media (berapa

jam sehari) atau berapa lama (menit) khalayak mengikuti suatu program (Ardianto & Erdinaya,

2004 : 164).

Sedangkan hubungan antara khalayak dengan isi media meliputi attention atau perhatian.

Kenneth E. (2005) Andersen mendefinisikan perhatian sebagai proses mental ketika stimuli atau

rangkaian stimuli menjadi menonjol atau kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah.

Penelitian dari Sulistyadewi (1995 : 23) menyatakan bahwa intensitas menonton dapat dihitung

memakai parameter- parameter baku seperti frekuensi, durasi, dan atensi pemirsa. Dengan

demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa terpaan media dapat diukur melalui frekuensi, durasi,

dan atensi.

2.6. Pengertian Remaja

Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi

dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan

mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1992). Pasa masa ini sebenarnya tidak mempunyai

tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau

tua.

Seperti yang dikemukakan oleh Calon (dalam Monks, dkk 1994) bahwa masa remaja

menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status

dewasa dan tidak lagi memiliki status anak. Menurut Sri Rumini & Siti Sundari (2004: 53) masa

remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan

semua aspek/ fungsi untuk memasuki masa dewasa.


Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan

13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Sedangkan pengertian remaja menurut Zakiah

Darajat (1990: 23) adalah:” masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam

masa ini anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun

perkembangan psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak baik bentuk badan ataupun cara berfikir

atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang.”

Hal senada diungkapkan oleh Santrock (2003: 26) bahwa adolescene diartikan sebagai

masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan

biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para

ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas

tiga, yaitu 12 – 15 tahun = masa remaja awal, 15 – 18 tahun = masa remaja pertengahan, dan 18

– 21 tahun = masa remaja akhir. Tetapi Monks, Knoers, dan Haditono membedakan masa

remaja menjadi empat bagian, yaitu masa pra-remaja 10 – 12 tahun, masa remaja awal 12 – 15

tahun, masa remaja pertengahan 15 – 18 tahun, dan masa remaja akhir 18 – 21 tahun (Deswita,

2006: 192)

2.7. Sejarah Telkomsel

Telkomsel adalah operator telekomunikasi seluler GSM pertama di Indonesia dengan

layanan pascabayar kartuHALO yang diluncurkan pada tanggal 26 Mei 1995. Sebelumnya,

saham Telkomsel dimiliki oleh Telkom Indonesia sebesar 65% dan sisanya oleh Indosat. Pada

tanggal 1 November 1997, Telkomsel menjadi operator seluler pertama di Asia yang

menawarkan layanan GSM prabayar.

Telkomsel mengklaim sebagai operator telekomunikasi seluler terbesar di Indonesia

dengan 81,644 juta pelanggan per 31 Desember 2007 dan pangsa pasar sebesar 51% per 1
Januari 2007. Jaringan Telkomsel telah mencakup 288 jaringan roaming internasional di 155

negara pada akhir tahun 2007.Telkomsel memiliki tiga produk GSM, yaitu SimPATI (prabayar),

Kartu AS (prabayar), dan kartuHALO (pascabayar). Selain itu, Telkomsel juga memiliki layanan

internet nirkabel lewat jaringan telepon seluler, yaitu Telkomsel Flash. Telkomsel bekerja pada

jaringan 900/1.800 MHz. Saat ini, saham Telkomsel dimiliki oleh Telkom Indonesia sebesar

65% dan sisanya oleh perusahaan telekomunikasi Singapura, SingTel.

Telkom Indonesia adalah Badan Usaha Milik Negara yang mayoritas sahamnya dimiliki

oleh pemerintah Indonesia, sementara SingTel adalah perusahaan yang mayoritas sahamnya

dimiliki oleh pemerintah Singapura. Per 1 Januari 2008, jabatan presiden direkturnya dijabat oleh

Sarwoto Atmosutarno menggantikan Kiskenda Suriadihardja yang sebelumnya telah menjabat

sejak 1 Januari 2005. Nomor Nomor Telkomsel berawalan :

As:0852...0853...

Simpati:0813...0812...0821...

Hallo :0811...

2.8. Teori Kultivasi (Cultivation Theory)

Teori kultivasi (cultivation theory) pertama kali dikenalkan oleh Profesor George

Gerbner ketika ia menjadi dekan Annenberg School of Communication di Universitas

Pennsylvania Amerika Serikat (AS). Tulisan pertama yang memperkenalkan teori ini adalah

“Living with Television: The Violenceprofile”, Journal of Communication. Awalnya, ia

melakukan penelitian tentang “Indikator Budaya” dipertengahan tahun 60-an untuk mempelajari

pengaruh menonton televisi. Dengan kata lain, ia ingin mengetahui dunia nyata seperti apa yang
dibayangkan, dipersepsikan oleh penonton televisi itu?. Itu juga bisa dikatakan bahwa penelitian

kultivasi yang dilakukannya lebih menekankan pada “dampak”.

Menurut teori kultivasi ini, televisi menjadi media atau alat utama dimana para penonton

televisi itu belajar tentang masyarakat dan kultur dilingkungannya. Dengan kata lain, persepsi

apa yang terbangun di benak Anda tentang masyarakat dan budaya sangat ditentukan oleh

televisi. Ini artinya, melalui kontak Anda dengan televisi Anda belajar tentang dunia, orang-

orangnya, nilai-nilainya serta adat kebiasannya.

Teori kultivasi ini di awal perkembangannya lebih memfokuskan kajiannya pada studi

televisi dan audience, khususnya memfokuskan pada thema-thema kekerasan di televisi. Tetapi

dalam perkembangannya, ia juga bisa digunakan untuk kajian di luar thema kekerasan. Misalnya,

seorang mahasiswa Amerika di sebuah Universitas pernah mengadakan pengamatan tentang para

pecandu opera sabun (heavy soap opera). Mereka yang tergolong pecandu opera sabun tersebut

lebih memungkinkan melakukan affairs (menyeleweng), bercerai dan menggugurkan kandungan

dari pada mereka yang bukan termasuk kecanduan opera sabun (Dominic, 1990). Bahkan dengan

memakai kacamata kultivasi, ada perbedaan antara pandangan orang tua dengan remaja tentang

suatu permasalahan. Melalui perbedaan kultivasi, orang tua ditampilkan secara negatif di televisi.

Bahkan para pecandu televisi (terutama kelompok muda) lebih mempunyai pandangan negatif

tentang orang tua dari pada mereka yang bukan termasuk kelompok kecanduan. Mengapa ini

semua terjadi? Karena sebelumnya, televisi telah memotret atau selalu menampilkan sisi negatif

dari orang tua. Misalnya, bagaimana mereka sering terlihat kolot dalam memahami dan

menyelesaikan kasus yang berhubungan dengan anak muda. Seolah, para pecandu televisi ini

tidak sadar bahwa televisi punya banyak pengaruh terhadap sikap dan perilaku mereka.
Para pecandu berat televisi (heavy viewers) akan menganggap bahwa apa yang terjadi di

televisi itulah dunia senyatanya. Misalnya, tentang perilaku kekerasan yang terjadi di

masyarakat. Para pecandu berat televisi ini akan mengatakn sebab utama munculnya kekerasan

karena masalah sosial (karena televisi yang dia tonton sering menyuguhkan berita dan kejadian

dengan motif sosial sebagai alasan melakukan kekerasan). Padahal bisa jadi sebab utama itu

lebih karena faktor cultural shock (keterkejutan budaya) dari tradisonal ke modern. Termasuk

misalnya, pecandu berat televisi mengatakan bahwa kemungkinan seseorang menjadi korban

kejahatan adalah 1 berbanding 10, padahal dalam kenyataan angkanya adalah 1 berbanding 50.

Media pun kemudian memelihara dan menyebarkan sikap dan nilai itu antar anggota

masyarakat kemudian mengikatnya bersama-sama pula. Dengan kata lain, media mempengaruhi

penonton dan masing-masing penonton itu menyakininya. Jadi, para pecandu televisi itu akan

punya kecenderungan sikap yang sama satu sama lain.

Penelitian kultivasi menekankan bahwa media massa sebagai agen sosalisasi dan

menyelidiki apakah penonton televisi itu lebih mempercayai apa yang disajikan televisi daripada

apa yan mereka lihat sesungguhnya

Televisi, sebagaimana yang pernah dicermati oleh Gerbner, dianggap sebagai

pendominasi “lingkungan simbolik” kita. Sebagaimana McQual dan Windahl (1993) catat pula,

teori kultivasi menganggap bahwa televisi tidak hanya disebut sebagai jendela atau refleksi

kejadian sehari-hari di sekitar kita, tetapi dunia itu sendiri. Gerbner (meminjam istilah Bandura)

juga berpendapat bahwa gambaran tentang adegan kekerasan di televisi lebih merupakan pesan

simbolik tentang hukum dan aturan.

Dengan kata lain, perilaku tayangan iklan yang diperlihatkan di televisi merupakan

refleksi kejadian di sekitar kita. Jika adegan iklan tersebut merefleksikan tentang pola gaya
bahasa yang baru atau sesuatu yang menjadi trend khalayak remaja maka itulah yang menjadi

factor yang mendorong remaja mengikuti semua yang di tampilkan dalam iklan tersebut.

2.9. Kerangka Pikir


Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berfikir dalam

memecahkan masalah atau menyoroti masalahnya. penyusunan kerangka teori untuk menyajikan

pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana penelitian disoroti. Uraian dalam

kerangka pikir merupakan hasil berpikir rasional yang diruangkan secara tertulis meliputi aspek-

aspek yang terdapat didalam masalah atau sub-sub masalah (Nawawi, 2001 : 39-40). Dalam

penelitian ini hal-hal yang akan dibahas adalah komunikasi dan komunikasi massa, teori

kultivasi, terpaan tayangan iklan di media televisi . Menurut Effendy (1992 : 5), komunikasi

adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberikan atau

mengubah sikap pendapat atau perilaku baik langsung maupun tidak langsung.

Komunikasi dapat berlangsung atau tanpa media komunikasi dengan menggunakan

media yang ditujukan kepada khalayak disebut komunikasi massa. Komunikasi massa ini dapat

dikenali sebagai berikut :

 Sumber komunikasi massa merupakan suatu organisasi formal dan sang pengirimnya seringkali

merupakan komunikator yang professional.

 Pesannya tidak unik dan beraneka ragam serta data diperkirakan. Pesan tersebut seringkali

diproses, distandarisasi dan selalu diperbanyak sehingga merupakan produk dan komoditi yang

mempunyai nilai tukar serta acuan simbolik yang mengandung nilai kegunaan.

 Hubungan antar pengirim dan penerima bersifat satu arah dan jarang sekali bersifat interaktif.

Hubungan tersebut bersifat impersonal, bahkan mungkin bersifat non moral dan kalkulatif.

Artinya pengirim biasanya tidak bertanggung jawab atas konsekuensi yang terjadi pada para

individu (McQuail, 1994 : 33-34).


Teori Kultivasi memusatkan perhatiannya pada pengaruh media komunikasi, khususnya

televisi, terhadap khalayak. Televisi merupakan sarana utama masyarakat untuk belajar tentang

dunia, orang-orangnya, nilai-nilainya serta adapt kebiasaannya. Teori kultivasi berasumsi bahwa

pecandu berat televisi membentuk suatu citra realitas yang tidak konsisten dengan kenyataan.

Terpaan tayangan iklan di media televisi berusaha mencari data khalayak tentang

penggunaan media baik jenis media, frekuensi penggunaan maupun durasi penggunaan atau

longevity. Frekuensi penggunaan media mengumpulkan data khalayak tentang berapa kali sehari

seorang menggunakan media dalam satu minggu (untuk meneliti program harian), berapa kali

seminggu seseorang menggunakan media dalam satu bulan (untuk program mingguan) serta

berapa kali sebulan seseorang menggunakan media dalam satu tahun (untuk program bulanan),

dalam penelitian ini program yang diteliti merupakan program mingguan. Pengukuran variabel

durasi penggunaan media menghitung berapa lama khalayak bergabung dengan suatu media

(berapa jam sehari) atau berapa lama (menit) khalayak mengikuti suatu program (Ardianto &

Erdinaya, 2004 : 164). Sedangkan menurut para pendirinya, Elihu Katz;Jay G. Blumler; dan

Michael Gurevitch telah meneliti mengenai asal mula kebutuhan secara psikologis dan sosial,

yang menimbulkan harapan tertentu dari me dia massa atau sumber-sumber lain , yang

membawa pada pola terpaan media yang berlainan (atau keterlibatan pada kegiatan lain), dan

menimbulkan pemenuhan kebutuhan dan akibat-akibat lain.

Dari pendapat tersebut, masyarakat kota kendari yang bertempat tinggal di kelurahan

Kambu Kecamatan Kambu dapat dikatakan memiliki kecenderungan mengalami perubahan

perilaku yang diakibatkan oleh tayangan iklan kartu perdana AS di media televisi baik itu

perubahan perilaku yang bersifat positif ataupun perubahan perilaku yang negatif. Pandangan ini,

penggunaan media yang disebabkan oleh adanya perubahan perilaku dari hasil terpaan media
yang timbul dari lingkungan sosial dan psikologis. Adapun penyebab atau dorongan tersebut

dapat di kaitkan sebagai motif.

BAGAN KERANGKA PIKIR

PENGARUH TERPAAN TAYANGAN IKLAN KARTU PERDANA AS DI MEDIA


TELEVISI TERHADAP PERILAKU REMAJA KEL. KAMBU KEC. KAMBU KOTA
KENDARI
TERPAAN MEDIA
( TEORI KULTIVASI )

EFEK MEDIA
(Mar’at dalam Effendi 2003:255)

VARIABEL (X)
TERPAAN TAYANGAN IKLAN DI MEDIA TELEVISI
VARIABEL (Y)
PERILAKU
1. PENAYANGAN IKLAN
2. TEMA IKLAN

1. TRENDSETTER
2. PENIRUAN GAYA DAN BAHASA
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian


Penelitian ini akan dilakukan di perumahan dosen Kelurahan Kambu Kecamatan Kambu

Kota Kendari. Pemilihan lokasi ini karena banyaknya jumlah kepemilikan media televisi sebagai

sarana informasi dan hiburan bagi masyarakat. Factor lainnya karena Kelurahan Kambu

Kecamatan Kambu Kota Kendari sebagai lingkungan yang di tunjang oleh sarana pendidikan.

3.2. Populasi dan Sampel

3.2.1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan dari penelitian yang menjadi pusat perhatian dan menjadi

sumber data penelitian. Populasi penelitian ini adalah kelompok usia remaja yang bertempat

tinggal di perumahan dosen Kel. Kambu Kec. Kambu Kota Kendari. Data statistik yang diambil

dari Badan Pusat Statistik kendari, jumlah remaja di Kelurahan Kambu Kecamatan Kambu Kota

Kendari berjumlah 702 orang dengan jumlah remaja laki-laki sebanyak 360 orang dan jumlah

remaja perempuan 342 orang.

3.2.2. Sampel

Sampel penelitian diperoleh dengan mengambil 10% dari populasi. Hal ini mengacu pada

pendapat Arikunto (2002:120) yang mengatakan bahwa jika jumlah subjek kurang dari 100 maka

sebaiknya diambil semuanya dan jika jumlah subjeknya lebih dari 100, maka sampelnya di ambil

10% dari jumlah populasi. Jumlah remaja laki-laki sebanyak 360 orang dan jumlah remaja

perempuan sebanyak 342 orang. Jadi sesuai dengan pendapat Arikunto (2002:120) maka sampel

remaja laki-laki sebanyak 36 orang dan remaja perempuan sebanyak 34 orang.


3.3. Teknik Penarikan Sampel

Teknik penarikan sampel dalam penelitian dilakukan dengan cara menggunakan teknik

propotional random sampling. Hal ini mengacu pada pendapat Arikunto (2002:2) yang

mengatakan bahwa jika jumlah subjek penelitian kurang dari 100 maka sebaiknya diambil

semuanya dan jika subjek penelitian lebih dari 100 maka sampel penelitian diambil 10% dari

jumlah populasi.

3.4. Jenis Dan Sumber Data

3.4.1. Jenis Data

jenis data dalam penelitian ini adalah :

1. Data kuantitatif adalah data yang diperoleh dalam bentuk angka-angka dan persentase.

2. Data kualitatif adalah data yang mendeskripsikan berdasarkan hasil observasi dan hasil

kuisioner.

3.4.2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah :

1. Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari responden yang diteliti dengan

memberikan kuisioner kepada responden.

2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui observasi dan studi kepustakaan untuk

memperoleh landasan teori yaitu dengan membaca berbagai literature atau buku-buku yang

menyangkut dengan penelitian.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah :


1. Studi kepustakaan yaitu mencari informasi dari dokumen yang dibutuhkan untuk penelitian yang

terpilih menjadi populasi, data dari internet atau dari sumber lain yang relevan dengan penelitian

ini.

2. Observasi yaitu melakukan pengamatan secara langsung baik terhadap pemenuhan kebutuhan

terhadap tontonan dan perubahan perilaku remaja yang menonton televisi.

3. Kuisioner yaitu bentuk pertanyaan secara tertulis yang telah disusun untuk diberikan kepada

responden guna mendapatkan tanggapan atau informasi.

Pernyataan dalam kuisioner masing-masing variabel dalam penelitian ini diukur dengan

menggunakan skala Likert, yaitu suatu skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat,

persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena social, jawaaban dari responden

yang bersifat kualitatif dikuantitatifkan, dimana jawaban diberi skor dengan menggunakan lima

(5) poin skala Likert yaitu:

1. Nilai 1 = Sangat Tidak Setuju (STS)

2. Nilai 2 = Tidak Setuju (TS)

3. Nilai 3 = Kurang Setuju (KS)

4. Nilai 4 = Setuju (S)

5. Nilai 5 = Sangat Setuju (SS)

3.6. Teknik Analisis Data

Teknik yang digunakan dalam menganalisis data penelitian ini menggunakan analisis

deskriptif kuantitatif. Setelah data diperoleh dan dikumpulkan kemudian data tersebut ditabulasi

secara sistematis dan dideskripsikan untuk mendapatkan gambaran yang objektif dengan

menggunakan table frekuensi dari persentase variabel dan pernyataan responden.


Pengujian atas data yang diperoleh, akan dilakukan dalam beberapa tahap pengujian,

yaitu sebagai berikut :

3.7. Teknik Pengujian Data

a. Uji Validitas

Menurut Simamora (2004), validitas adalah suatu

u k u r a n y a n g menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Dengan kata

lain, instrumen tersebut mampu memperoleh data yang tepat dari variabel y a n g

diteliti. Dalam penelitian ini, kuesioner yang digunakan

u n t u k mengumpulkan data harus mampu mengukur apa yang ingin diukurnya.Untuk

mengukur validitas data, peneliti akan menghitung korelasi antara m a s i n g - m a s i n g

p e r n ya t a a n d e n g a n s k o r t o t a l m e n g g u n a k a n r u m u s t e k n i k korelasi Product

Moment. , dengan rumus :

Keterangan:

r = korelasi Product Moment

x = skor pernyataan

y = skor total

n = jumlah sampel

dengan syarat minimum suatu item dianggap valid jika r ≥0,30 dengan derajat signifikan

α=0,05 (sugiono, 2001;116). Hasil korelasi dibandingkan dengan angka kritis tabel korelasi

untuk degree of freedom (df) = n-k, dengan taraf signifikan 5%, yaitu jika nilai r yang diperoleh

≥ 0,30.
Jadi, jika nilai hasil uji validitas lebih besar dari angka kritis tabel korelasi, maka item

pertanyaan tersebut dikatakan valid. Dalam pengujian kualitas data ini, untuk menentukan

validitas data dalam penelitian, peneliti menggunakan bantuan IBM Statistical Package for

Social Sciense ( SPSS) Statistic Versi 19.

b. Uji Reabilitas

Umar (2002) menyatakan bahwa reliabilitas adalah s uatu angka indeksyang

menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur didalam mengukur gejalay a n g s a m a . J a d i ,

instrumen yang digunakan dalam penelitian ini h a r u s memiliki

kemampuan untuk memberi hasil pengukuran yang konsisten.Uji reliabilitas dalam

penelitian ini menggunakan teknik Cronbach’s Alpha K a r e n a teknik ini tepat

d i g u n a k a n p a d a i n s t r u m e n ya n g m e m i l i k i bentuk skala 1-5 (Umar, 2002), seperti

pada penelitian ini.

Pengujian signifikan dilakukan pada taraf signifikasi 0,05, artinya instrument dapat

dikatakan reliabel bila nilai α lebih besar dari kritis product moment. Menurut Sekaran (2000:

287), nilai koefisien Cronbach’s Alpha dikatakan baik apabila memiliki koefisien antara 0,60

sampai 1,00 pada taraf kepercayaan 95% (α=0,05)

Sebelum diuji dengan IBM SPSS Stastistic Versi 19, agar dapat dianalisis secara statistik,

data yang diperoleh dari skala ordinal harus ditrasformasikan menjadi skala interval dengan

menggunakan Method Of Succesive Interval (MSI) untuk mengubah skor dalam bentuk skala.

Untuk mengubah skala ordinal ke interval dengan Method Of Succesive Interval (Harun Al-

rasyid, 1994 dalam skripsi Rahmatia Kamba, 2009), perlu melakukan langkah-langkah ini :
1. Perhatikan banyaknya responden yang memberikan respon yang ada (f) artinya hitung frekuensi

setiap skor (1 s/d 5).

2. Tentukan proporsi dengan mengimbangi setiap bilangan frekuensi (f) dan n

3. Tentukan porsi kumulatif dengan jumlah proporsi secara berurutan untuk setiap respon

4. Proporsi kumulatif dianggap mengikuti distribusi normal baku, selanjutnya hitung nilai Z

berdasarkan proporsi kumulatif diatas.

5. Dari nilai Z yang diketahui tersebut tentukan nilai density-nya (dalam hal ini hitung nilai ordinal

dari sebaran Z)

6. Hitung SV (scale value = nilai skala)

7. Merubah skala dari ordinal ke interval. Nilai SV yang terkecil (harga negatif terbesar) diubah

menjadi sama dengan satu (1).

Transformed Scale Value =Y = SV + { SV min} + 1

3.8. Metode Pengolahan Data

adapun metode pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Editing, yaitu memeriksa kelengkapan jawaban responden, meneliti kekonsistenan jawaban, dan

menyeleksi kuisioner sehingga data siap diproses.

2. Coding, yaitu mengkode atau memisahkan data berdasarkan klasifikasi variabel.

3. Tabulasi, yaitu mengidentifikasi, mencacah terhadap setiap item pernyataan dalam bentuk

distribusi frekuensi.

3.9. Variabel Penelitian


Penelitian ini mengarahkan pada 2 variabel yaitu variabel bebas (x) dan variabel terikat

(y). variabel bebas (x) sebagai variabel yang menerangkan variabel lainnya dan variabel terikat

(y) adalah sebuah variabel yang keadaannya ditentukan atau dijelaskan oleh variabel lainnya.

Variabel bebas (x) = terpaan tayangan iklan di media Televisi

Variabel terikat (y) = perilaku konsumtif remaja

Tabel Desain Operasional Variabel

Variabel Sub dimensi indikator Teknik


variabel pengumpulan
data
Variabel x X1 : Durasi - Lamanya Studi pustaka
penayangan iklan
penayangan
Terpaan iklan - Berapa kali iklan
kuisioner
Frekuensi tampil di media
televisi
iklan
- Berapa kali
Intensitas remaja menonton
iklan di media
televisi

Atensi
- Perhatian remaja
terhadap iklan di
media televisi
X2 : tema Persahabatan- Iklan yang
mengacu pada
iklan hubungan teman
dengan teman

- Iklan yang
menapilkan
Teknologi tayangan yang
merupakan hasil
kemajuan
teknologi

Keluarga - Iklan yang


menjurus pada
hubungan dalam
keluarga
Variabel y Y1 : Fashion - Aksesoris Studi pustaka
Trendsetter - Gaya rambut
perilaku - Cara Kuisioner
berpakaian
Y2 : gaya Cara - Tata bahasa Observasi
bahasa berbicara - Dialek

3.10. Definisi Operasional Variabel

a. Terpaan media massa


acara televisi pada umumnya mempengaruhi sikap, pandangan, persepsi dan rasa

penasaran para penonton. Kemampuan media Televisi untuk “membius” penontonnya tidak

dapat di ragukan. Kadang kala, jika ada seseorang yang terharu, menangis atau bahkan menjerit

saat menonton salah satu program televisi yang di siarkan adalah hal yang wajar Stasiun Televisi

jika tidak memiliki penonton, alamat station tersebut tidak akan mendapatkan iklan. Akibatnya,

tidak akan ada pemasukan perusahaan.


b. Tayangan iklan

Iklan adalah setiap bentuk komunikasi yang dimaksudkan untuk memotivasi seseorang

pembeli potensial dan mempromosikan penjual suatu produk atau jasa, untuk mempengaruhi

pendapat publik, memenangkan dukungan publik untuk berpikir atau bertindak sesuai dengan

keinginan si pemasang iklan.

c. Definisi Perilaku

Perilaku identik dengan tingkah laku, akhlak, budi pekerti, dari keempat pengertian di

atas pada dasarnya mempunyai makna sama yaitu perbuatan yang terlihat dalam kenyataan.

d. Definisi Remaja

Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan

13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-

kanak dan dewasa. Dalam masa ini anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan

fisiknya maupun perkembangan psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak baik bentuk badan

ataupun cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang.”

e. Tema Iklan

Tema ilkan yaitu menyangkut bagaimana iklan tersebut disajikan sesuai dengan

kebutuhan yang calon peminat iklan.

f. Jenis Iklan

Jenis iklan merupakan iklan-iklan yang ditampilkan di media televisi yang akan dipilih

remaja sesuai dengan tingkat kebutuhannya sendiri, sehingga remaja tahu apa yang merka

inginkan dari iklan yang mereka tonton.

g. Trendsetter
Trendsetter merupakan kata yang digunakan untuk mendefinisikan seseorang yang

menjadi panutan dalam hal tertentu, karena keunikan dan kreatifitasnya, sehingga selalu

membuat terobosan di tengah kemapanan yang ada. Walaupun trendsetter memiliki arti luas dan

bidang yang bermacam-macam (fashion/mode, gudget, information technology, automotif, dll),

biasanya frasa ini dipergunakan dalam hal mode atau fashion, dan lebih mengarah lagi dalam

lingkungan kaum wanita -walau tidak menutup kemungkinan pada lingkungan kaum pria.

h. Gaya Bahasa

Gaya bahasa yaitu penggunaan kata-kata dalam iklan yang disajikan secara unik dan

memiliki karakteristik tersendiri, sehingga mudah diingat bahkan ditirukan oleh remaja yang

menonton iklan tersebut.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Kelurahan Kambu

4.1.1. Sejarah Singkat Terbentuknya Kelurahan Kambu

Kelurahan Kambu adalah salah satu kelurahan yang masuk dalam Kecamatan Kambu

yang ada di Kota Kendari Sulawesi Tenggara. Pada tahun 1978 kelurahan kambu masih berstatus

desa pemekaran secara definitif dari Andounohu. Dan pada tahun 1980 sudah dimekarkan

menjadi kelurahan.

Batas-batas kelurahan kambu

 Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Mokoau/Padaleu

 Sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Andounohu

 Sebelah utara berbatasan dengan Teluk Kendari

 Sebelah barat bebatasan dengan Kelurahan Lalolara dan Kelurahan Lepo-lepo


Luas wilayah Kelurahan Kambu adalah 9,47 , dengan jumlah penduduk 5038 jiwa terdiri

dari 1004 KK. Selain itu mata pencarian penduduk Kelurahan Kambu di dominasi oleh

PNS/POLRI/TNI/dan wiraswasta.

Selama berdiri menjadi kelurahan, Kelurahan Kambu hingga saat ini telah dipimpin oleh

6 lurah, yaitu :

Anda mungkin juga menyukai