Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Teori Komunikasi : Agenda Setting dan Komunikasi Persuasif


2.1 Agenda Setting
Salah satu teori efek komunikasi massa yaitu teori agenda setting media
karena menentukan agenda dalam media memiliki peran yang penting, karena publik
akan cenderung memperhatikan hal-hal yang menjadi prioritas pemberitaakan media
massa.
2.1.1 Sejarah Agenda Setting Theory
Agenda setting theory (teori penyusunan agenda) mulai dirintis sejak tahun
1968, ketika berlangsungnya penelitian tentang kampanye pemilihan presiden
Amerika Serikat. Penelitian ini berhasil menemukan hubungan yang tinggi antara
penekanan berita dengan bagaimana berita itu dinilai tingkatannya oleh pemilih yang
kemudian menjadi hipotesis teori agenda setting. Aplikasi teori agenda setting
pertama sekali pada penelitian perubahan sikap pemilih dalam kampanye pemilu
Presiden AS tahun 1968, memberikan hasil penelitian berbalik dengan teori efek
media terbatas (the limited media effect theories) sebelumnya. Dengan kata lain teori
agenda setting menganggap media memiliki kekuatan untuk menarik perhatian dan
mempengaruhi khalayak terhadap suatu isu. Fungsi teori ini berlangsung karena
media sangat selektif dalam menyiarkan berita, yang menarik bagi publik baik dilihat
dari aspek nilai berita (news value) maupun nilai jual (sell value). Sehingga model
agenda setting ini mengasumsikan adanya hubungan positif antara penilaian yang
diberikan media pada suatu persoalan dengan perhatian khalayak pada persoalan yang
sama. Berdasarkan teori agenda setting, pemberitaan positif dan negatif media massa
terhadap para kandidat selama massa kampanye akan sangat menentukan nasib
kandidat dalam pemilu. Dengan demikian muncullah anggapan bahwa “menguasai
media berarti menguasai publik” atau “menguasai media berarti menguasai massa
(politik)”

2.1.2 Definisi Agenda Setting


Adapun pengertian agenda setting dalam istilah komunikasi adalah :
a. Maxwell E. McCombs dan Donald L. Shaw percaya bahwa media massa memiliki
kemampuan untuk mentransfer hal yang menonjol yang dimiliki sebuah berita dari
news agenda mereka kepada public agenda. Pada saatnya, media massa mampu
membuat apa yang penting menurutnya, menjadi penting pula bagi masyarakat.
b. Menurut Bernard C. Cohen : agenda setting theory adalah teori yang menyatakan
bahwa media massa berlaku merupakan pusat penentuan kebenaran dengan
kemampuan media massa untuk mentransfer dua elemen yaitu kesadaran dan
informasi ke dalam agenda publik dengan mengarahkan kesadaran publik serta
perhatiannya kepada isu-isu yang dianggap penting oleh media massa.
c. Stephan W. Littlejohn dan Karen A. Foss mengemukakan bahwa agenda setting
theory adalah teori yang menyatakan bahwa media membentuk gambaran atau isu
yang penting dalam pikiran. Hal ini terjadi karena media harus selektif dalam
melaporkan berita. Saluran berita sebagai penjaga gerbang informasi membuat
pilihan tentang apa yang harus dilaporkan dan bagaimana melaporkannya.
d. Syukur Kholil mengutip pendapat Samsudin A. Rahim mengemukakan bahwa
agenda setting adalah peran media massa yang mempunyai kekuatan untuk
mempengaruhi pendapat dan perilaku masyarakat dengan menentukan agenda
terhadap masalah yang dipandang penting.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat dikemukakan bahwa agenda
setting theory membicarakan tentang peran besar media massa dalam menentukan
agenda orang-orang yang terkena informasi tersebut. Masyarakat menjadi terbiasakan
dengan berita-berita yang disampaikan media, sehingga menjadi bahan pembicaraan
dalam pergaulan sehari-hari. Berita atau informasi yang disampaikan media tersebut
bukan saja hanya sebagai ilmu atau pengetahuan bagi masyarakat, tetapi bahkan bisa
mengubah gaya hidup, perilaku ataupun sikap masyarakat.

2.1.3 Tujuan Agenda Setting


Agenda setting media dapat menghubungkan kemungkinan terjadinya efek
mempengaruhi pendapat atau opini publik sehingga tidak hanya memperhatikan
terhadap berita yang menjadi prioritas tetapi juga mempelajari seberapa besar arti
penting dari cara media massa memprioritaskan topic berita tersebut (Senjaja, 2002).
2.1.4 Tiga Tahap Agenda Setting
Menurut Everet Rogers dan James Dearing (1998), agenda setting merupakan
proses linear yang terdiri atas tiga tahap, yaitu :
1. Agenda media
Penetapan agenda media yaitu penentuan prioritas isu oleh media massa.
Media agenda dalam cara tertentu akan mempengaruhi atau berinteraksi
dengan apa yang menjadi pikiran publik maka interaksi tersebut akan
menghasilkan agenda publik.
2. Agenda publik
Yaitu ketika isu dapat mempengaruhi atau berinteraksi dengan apa yang
dipikirkan publik. Agenda publik akan berinteraksi sedemikian rupa dengan
apa yang dinilai penting oleh pengambil kebijakan, yaitu pemerintah dan
interaksi tersebut akan menghasilkan agenda kebijakan (policy agenda).
3. Agenda kebijaksanaan
Yaitu ketika pembuat kebijakan menganggap penting agenda publik.
Agenda media akan mempengaruhi agenda publik dan pada gilirannya agenda
publik akan mempengaruhi agenda kebijakan. Ketiga proses agenda setting ini
saling berkaitan karena kekuatan media berhubungan erat dengan kekuasaan.
Agenda media dapat menjadi bagian dari ideology agenda kebijakan
pemerintah.

2.1.5 Asumsi Dasar Agenda Setting


Dua asumsi dasar yang paling mendasari penelitian tentang penentuan agenda setting
adalah :
1. Masyarakat pers dan media massa tidak mencerminkan kenyataan karena
mereka menyaring dan membentuk isu
2. Konsentrasi media massa hanya pada beberapa masalah masyarakat untuk
ditayangkan sebagai isu-isu lebih penting dari isu-isu yang lain.
Dengan demikian tersirat bahwa media massa itu perkasa dan memiliki
kemampuan untuk mempengaruhi khalayak. Dalam penerapannya, media massa
membuat agenda tertentu mengenai apa yang harus dipikirkan oleh khalayak dengan
memilih dan mengemas informasi yang dikehendaki. Setelah itu khalayak membentuk
persepsinya berdasrakan informasi yang diterimanya dari media massa. Menurut
media ini terkadang kita cenderung menilai sesuatu itu penting sebagaimana media
menganggap hal tersebut penting. Artinnya jika media massa mananggap hal penting
maka kita akan menganggap hal tersebut juga penting. Sebaliknya jika isu tersebut
tidak dianggap penting maka kitapun tidak menganggap penting isu tersebut.
2.1.6 Kekuatan dan Kelemahan Agenda Setting
Kekuatan teori agenda setting adalah :
1. Khalayak bukan saja belajar tentang isu-isu masyarakat dan hal-hal lain
melalui media, mereka juga belajar sejauhmana pentingnya suatu isu atau
topic dari penegasan yang diberikan oleh media massa. Misalnya dalam
merenungkan apa yang diucapkan kandidat selama kampanye, media massa
tampaknya menentukan isu-isu yang penting. Dengan kata lain, media
menentukan acara (agenda) kampanye.
2. Dampak media massa, kemampuan untuk menimbulkan perubahan kognitif
diantara individu-individu, telah dijuluki sebagai fungsi agenda setting dari
komunikasi massa. Disinalh terletak dari efek komunikasi yang terpenting,
kemampuan media untuk menstruktur dunia buat kita. Tapi yang jelas agenda
setting telah membangkitkan kembali minat peneliti pada efek komunikasi
massa.

Kelemahan teori agenda setting adalah :


1. Mayoritas berita yang ditayangkan hanya menguntungkan si pemilik modal.
Sebagai contoh, jika kita melihat beberapa acara media massa seperti TV One
dan Metro TV, kesan-kesan masa kampanye pilpres 2014 masih cukup terasa
sehingga masyarakat juga sangat terpengaruh dengan keadaan tersebut.
Masyarakat secara otomatis ada keengganan untuk menonton saluran yang
mereka anggap tidak berpihak dengan keinginan mereka, begitu juga dengan
media cetak.
2. Selain dari itu teori agenda setting ini juga berperan bagaikan pengadilan.
Karena teori ini menganggap bahwa apa yang mereka beritakan itu adalah
sebuah kebenaran padahal belum tentu seperti itu, sebab dalam proses kerja
teori ini tidak ada istilah konfirmasi, yang ada hanya mendengarkan dari
sepihak. Padahal seyogyanya dalam menyampaikan sebuah informasi media
harus bersikap netral sehingga tidak terjadi kesalahan dalam menentukan
keputusan ataupun kebijakan.

2.1.7 Contoh Agenda Setting


Berita Kasus Prita Mulyasari VS RS. Omni Internasional Email curhat soal RS
OMNI Internasional yang dikirim Prita ke teman-temannya menyebar di dunia
maya tanpa bisa dicegah. Pihak OMNI merasa dirugikan dan karena merasa
tak digubris, menggugat prita secara perdata dan pidana atas perbuatan
pencemaran nama baik terhadap rumah sakit dan terhadap dua dokter di rumah
sakit tersebut. Dalam hal ini, menurut teori agenda setting terjadi proses media
agenda dimana pemberitaan tentang kasus Prita Mulyasari vs RS. OMNI
Internasional ramai didiskusikan oleh berbagai media hampir setiap hari untuk
beberapa lama. Hampir tidak ada media massa yang tidak memberitakan isu
tersebut. Bahkan berita tersebut menjadi headline dan tajuk rencana di
beberapa surat kabar seperti Kompas, Koran Tempo, dan lain-lain. Setelah isu
tersebut ramai diberitakan oleh berbagai media Khalayak pun terkena terpaan
media sehingga dampaknya berita tersebut menjadi akrab ditelinga khalayak
dan juga didiskusikan atau dibahas oleh masyarakat hampir dari semua
kalangan, seperti dosen, mahasiswa, pelajar, masyarakat umum. Hampir di
setiap tempat, entah itu di kantor, kampus, maupun di tempat umum berita
tersebut menjadi bahan pembicaraan publik. Berita tersebut “cukup santer”
diperbincangkan masyarakat. Rata-rata menyatakan ketidaksetujuan mereka
terhadap penahanan Prita di Lembaga pemasyarakatan Wanita Tangerang
sejak 13 Mei karena terjerat pasal UU informasi dan transaksi elektronik,
dengan tudingan mencemarkan nama baik rumah sakit itu lewat internet.
Selain itu masyarakat juga menyatakan ketidaksetujuannya atas apa yang
dilakukan oleh RS. OMNI dinilai berlebihan dalam menangapi kasus ini,
kasus Prita seperti disamakan dengan tindakan kriminal. Artinya berita atau
isu tentang kasus Prita yang diagendakan media akhirnya menjadi agenda
publik.
Mau tidak mau, tekanan publik dari berbagai kalangan baik dari
masyarakat maupun para key person yang begitu besar akhirnya
mempengaruhi para agenda eksekutif. Mereka pun akhirnya mengagendakan
kasus Prita sebagai kasus yang harus diselesaikan dengan segera. Dan, bukan
tidak mungkin, bahkan sebaliknya, bisa jadi tekanan publik yang begitu besar
ini akhirnya mempengaruhi para elit mengambil keputusan sebagaimana
fenomena yang tampak, bahwa publik menghendaki Prita bebas.
2.2 Komunikasi Persuasif
2.2.1 Definisi Komunikasi Persuasif
Dalam perspektif komunikasi, kita mengenal adanya komunikasi persuasif,
yaitu komunikasi yang bersifat mempengaruhi audience atau komunikannya, sehingga
bertindak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh komunikator. Menurut K.
Andeerson, komunikasi persuasif didefinisikan sebagai perilaku komunikasi yang
mempunyai tujuan mengubah keyakinan, sikap atau perilaku individu atau kelompok
lain melalui transmisi beberapa pesan (Putri, P.K, 2016).
2.2.2 Tujuan Komunikasi Persuasif (Putri et al., 2015) :
1. Proses komunikasi yang bertujuan mempengaruhi pemikiran dan pendapat
orang lain agar menyesuaikan pendapat dan keinginan komunikator atau
pembicara.
2. Proses komunikasi yang mengajak atau membujuk orang lain dengan tujuan
untuk mengubah sikap, keyakinan dan pendapat sesuai keinginan pembicara.

2.2.3 Unsur-unsur Komunikasi Persuasif


Ada beberapa unsur komunikasi persuasive antara lain (Seomirat and Suryana,
2014 dalam (Ariani et al., 2019) :
1. Persuader
Adalah orang dari suatu sekelompok orang yang menyampaikan pesan dengan
tujuan untuk mempengaruhi sikap, pendapat dan perilaku orang lain baik secara
verbal maupun non verbal.
2. Persuadee
Adalah orang yang menjadi tujuan pesan itu tersampaikan di saluran oleh
persuader baik secara verbal maupun non verbal.
3. Pesan
Isi pesan persuasive juga perlu diperhatikan karena isi pesan persuasive harus
berusaha untuk mengkondisikan, menguatkan atau membuat pengubahan
tanggapan sasaran. Pesan persuasive dipandang sebagai usaha sadar untuk
mengubah pikiran dan tindakan dengan motif-motif kea rah tujuan yang telah
ditetapkan.
4. Saluran
Saluran merupakan perantara yang mana ketika seorang persuade mengoperkan
kembali pesan yang berasal dari sumber awal untuk tujuan akhir, saluran
(channel) yang digunakan oleh persuader untuk berkomunikasi dengan berbagai
orang, secara formal maupun non formal, secara tatp muka ataupun bermedia.
5. Umpan balik
Balasan dari perilaku yang diperbuat, umpan balik bisa dalam bentuk eksternal
dan internal. Umpan balik internal adalah reaksi dari komunikator atas pesan
yang disampaikan sebagai bahan koreksi atas pesan yang telah
diutarakan/diucapkan. Sedangkan umpan balik eksternal sebagai reaksi yang
dilakukan komunikan karena pesan yang telah disampaikan oleh komunikator
sebagai tanggapan pesan yang diutarakan respon dipahami atau tidak sesuai
dengan keinginan atau harapannya.
6. Efek
Perubahan yang terjadi pada diri komunikan sebagai akibat dari diterimanya
pesan melalui proses komunikasi. Perubahan yang terjadi bisa berupa sikap,
pendapat, pandangan dan tingkah laku. Dalam komunikasi persuasive terjadinya
perubahan aspek sikap, perilaku, pendapat pada diri persuade merupakan tujuan
utama. Inilah pokok komunikasi persuasive yang membedakan dengan
komunikasi pada umumnya.

2.2.4 Pendekatan komunikasi persuasif


Pendekatan komunikasi persuasif yang efektif menurut Burgon dan Huffner
dalam Putri, P.K (2016) :
1. Pendekatan berdasarkan bukti, yaitu mengungkapkan data atau fakta yang terjadi
sebaga bukti argumentatif agar berkesan lebih kuat terhadap ajakan.
2. Pendekatan berdasarkan ketakutan, yaitu menggunakan fenomena yang
menakutkan bagi audience atau komunikator dengan tujuan mengajak mereka
menuruti pesan yang diberikan komunikator.
3. Pendekatan berdasarkan humor, yaitu menggunakan humor atau fantasi yang
bersifat lucu dengan tujuan memudahkan masyarakat mengingat pesan karena
mempunyai efek emosi yang positif.
4. Pendekatan berdasarkan diksi, yaitu menggunakan pilihan kata yang mudah diingat
(memorable) oleh komunikan dengan tujuan membuat efek emosi positif atau
negative.
2.2.5 Metode Komunikasi Persuasif
Dalam pelaksanaannya, komunikasi persuasive dapat dilakukan dengan beberapa
metode yakni (Nida, 2014) :
1. Metode asosiasi
Merupakan penyajian pesan komunikasi dengan menumpangkan pada suatu
peristiwa yang actual, atau sedang menarik perhatian dan minat massa.
2. Metode integrasi
Dimana melibatkan kemampuan komunikator untuk menyatukan diri dengan
komunikan dalam arti penyatuan diri secara komunikatif, sehingga tampak
menjadi satu atau dalam arti kebersamaan, perasaan senasib sepenanggungan
dengan komunikan, baik dilakukan secara verbal maupun non verbal.
3. Metode pay-off dan fear arousing
Yakni kegiatan mempengaruhi orang lain dengan jalan melukiskan hal-hal
yang menggembirakan dan menyenangkan perasaannya atau memberikan
harapan (iming-iming), dan sebaliknya dengan menggambarkan hal-hal yang
menakutkan atau menyajikan konsekuensi yang buruk atau tidak
menyenangkan perasaan.
4. Metode icing atau tataan
Yaitu menjadikan indah sesuatu, sehingga menarik bagi siapa saja yang
menerimanya. Metode icing disebut juga metode memanis-maniskan atau
menggulai kegiatan persuasi ini dengan jalan menata pesan komunikasi
dengan emosional appeal sedemikian rupa sehingga komunikan menjadi lebih
tertarik. Atau menyusun pesan komunikasi sedemikian rupa, sehingga enak di
dengar atau dibaca serta termotivasi untuk melakukan sebagaimana disarankan
oleh pesan tersebut.

2.2.6 Tiga Fungsi Utama Studi Komunikasi Persuasif


Simons (1976) dalam Soemirat, S dan Suryana, A, (2014) menyatakan bahwa,
berkaitan dengan manfaat studi komunikasi persuasif, diketahui ada tiga fungsi utama,
yaitu:
a. Control function atau fungsi pengawasan;
b. Consumer protection function atau fungsi perlindungan konsumen;
c. Knowledge function atau fungsi pengetahuan.

a) Control function
Fungsi pengawasan, yaitu menggunakan komunikasi persuasif untuk
mengkonstruksi pesan dan membangun citra diri (image) agar dapat
mempengaruhi orang lain. Melalui komunikasi persuasif, kita bisa
memanfaatkannya untuk berbagai kepentingan, baik untuk kepentingan
pribadi maupun kepentingan organisasi dan masyarakat. Melalui komunikasi
persuasif untuk kepentingan pribadi, Anda dapat membujuk seorang teman
untuk meminjamkan uangnya, mengajak pacar Anda nonton sepak bola,
"menjinakkan" mertua yang pelit dan galak atau bahkan "menundukkan" sang
istri yang sedang marah besar. Untuk kepentingan organisasi dan masyarakat,
melalui komunikasi persuasif Anda dapat menggerakkan hati orang agar mau
menyumbang untuk korban bencana alam, "menyejukkan hati pendengar
ketika berceramah, membentuk citra positif di mata manajer personalia, tatkala
Anda melamar pekerjaan, dan masih banyak manfaat lainnya”. Melalui
komunikasi persuasif, Anda dapat mencapai sesuatu yang Anda inginkan,
asalkan ilmu tersebut dimanfaatkan secara profesional.
b) Consumer protection function
Fungsi perlindungan konsumen adalah salah satu fungsi komunikasi persuasif
melalui pengkajian komunikasi persuasif yang akan membuat kita lebih
cermat dalam menyaring pesan-pesan persuasif yang banyak "berkeliaran" di
sekitar kita. Setiap hari, semenjak bangun tidur, kita telah disuguhi persuasi
melalui televisi, radio atau surat kabar. Iklan-iklan yang dikemas secara
profesional, berita yang disiarkan secara menarik, isu-isu atau gosip yang
disajikan seperti sebenarnya, serta berbagai obrolan yang kita terima dari
teman kita, semuanya merupakan serbuan persuasi yang harus kita saring
dengan sebaikbaiknya. Fungsi perlindungan konsumen dari komunikasi
persuasif, dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu, pertama, pesan-pesan yang
kita terima hendaknya diuji dengan cara mempertemukan berbagai pendapat
tentang pesan tersebut, terutama dari para ahli yang dapat dipercaya. Kedua,
mungkin ini bidang keahlian Anda, yaitu dengan menganalisis secara kritis,
melalui metode penelitian komunikasi tentang kebenaran dari pesan yang
diterima. Hal ini sangat bermanfaat untuk pesan-pesan yang disampaikan pada
orang banyak, seperti iklan, pidato retoris, dan isu-isu yang tidak jelas
sumbernya. Melalui fungsi ini, mempelajari komunikasi persuasif akan
bermanfaat bukan saja untuk perlindungan diri pribadi, melainkan juga untuk
menolong orang lain, organisasi dan masyarakat dari "jebakan" persuasi yang
dilakukan oleh orang yang tidak bertanggung jawab.

c) Knowledge function
Komunikasi persuasif berfungsi sebagai ilmu pengetahuan, yaitu dengan
mempelajari komunikasi persuasif, kita akan memperoleh wawasan tentang
peranan persuasi dalam masyarakat dan dinamika psikologi persuasi.
Peranan persuasi dalam masyarakat adalah menelaah tentang bagaimana
keterkaitan antara individu dengan pengaruh yang dibentuk oleh individu yang
lain, kelompok dan organisasi, serta lembaga tempat individu tersebut
bergabung. Juga pengaruh kolektivitas atas individu yang ditimbulkannya.
Persuasi banyak menimbulkan masalah pada diri kita dan masyarakat. Oleh
karena itu, melalui komunikasi persuasif kita berdamai dengan masalah
tersebut dan memecahkannya. Melalui pengkajian dinamika persuasif, kita
akan memperoleh pengertian tentang bagaimana manusia mengikuti
rangsangan, menata lingkungan, dan pikiran-pikiran mereka berinteraksi.
Bertolak dari ketiga fungsi komunikasi persuasif tersebut, Simons (1976)
menjelaskan bahwa kemampuan menyaring pesan persuasif membutuhkan
ketekunan dalam mempelajari teknik persuasi yang dilakukan orang lain
dalam membujuk kita. Kemampuan dalam komunikasi persuasi membutuhkan
antisipasi terhadap kecenderungan-kecenderungan reaksi audiens. Selain itu,
diperlukan pula pengertian dan pemahaman tentang sifat dasar proses persuasi
yang terjadi di masyarakat.

2.2.7 Proses Komunikasi Persuasif

Message Learning :
1. Attention
Communications 2. Comprehension Attitude Change
3. Learning
4. Acceptance
5. Retention

Gambar. Proses Komunikasi Persuasif


Sumber : The Dynamics of Persuasion (Perloff, 2003)
Pada gambar di atas, diketahui dalam memproses pesan yang disampaikan
oleh persuader, terdapat tahapan yang dinamakan pembelajaran pesan atau
message learning. Dalam proses pembelajaran pesan tersebut terdiri dari lima
tahap antara lain, attention (perhatian), comprehension (pemahaman),
learning (pembelajaran), acceptance (penerimaan), dan retention
(penyimpanan). Setelah melalui tahapan tersebut, barulah persuadee
memutuskan untuk mengubah sikapnya.
Sikap dapat terbentuk melalui hasil interaksi sosial yang dialami oleh individu
tersebut. (Schiffman, 2010: 249). Pada dasarnya, terdapat tiga aspek
komponen sikap, yakni:
1. Komponen kognitif yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan,
keyakinan, dan hal-hal yang berhubungan bagaimana persepsi orang
terhadap objek sikap;
2. Komponen afektif yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak
senang terhadap objek sikap; dan
3. Komponen konatif yang berhubungan dengan intensitas sikap yang
menunjukkan besar kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku
terhadap objek sikap.

2.2.8 Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam komunikasi persuasif


Komponen-komponen dalam persuasi meliputi bentuk dari proses komunikasi
yang dapat menimbulkan perubahan, dilakukan secara sadar ataupun tidak sadar,
dilakukan secara verbal maupun nonverbal. Faktor-faktor yang harus
dipertimbangkan dalam komunikasi persuasi meliputi kejelasan tujuan, memikirkan
secara cermat orangorang yang dihadapi, serta memilih strategi yang tepat. Banyak
faktor yang harus dipertimbangkan agar komunikan mau mengubah sikap, pendapat,
dan perilakunya. Di antara faktor-faktor tersebut adalah :
1. Kejelasan tujuan. Melakukan komunikasi karena adanya suatu tujuan. Tujuan
komunikasi persuasif adalah untuk mempengaruhi sikap, pendapat, dan perilaku
audiens. Aspek mana yang akan kita pilih dalam komunikasi persuasif tersebut,
apakah untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku? Mengubah pendapat,
berkaitan dengan aspek kognitif, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan aspek-aspek
kepercayaan (belief), ide dan konsep. Dalam proses ini, terjadinya perubahan
pada diri audiens berkaitan dengan pikirannya. Ia menjadi tahu bahwa
pendapatnya keliru, dan perlu diperbaiki. Jadi dalam hal ini, intelektualnya
menjadi meningkat. Mengubah sikap, berkaitan dengan aspek afektif. Dalam
aspek afektif, tercakup kehidupan emosional audiens. Jadi, tujuan komunikasi
persuasif dalam konteks ini adalah menggerakkan hati, menimbulkan perasaan
tertentu, menyenangi, dan menyetujui terhadap ide yang dikemukakan.
2. Memikirkan secara cermat orang-orang yang dihadapi. Sasaran komunikasi
persuasif yang akan kita hadapi sangat beragam dan kompleks. Keragaman dan
kekompleksan tersebut bisa dilihat dari karakteristik demografis, seperti umur,
jenis kelamin, status sosial, status ekonomi, status perkawinan, status pendidikan,
dan lain-lain. Dari jenis dan level pekerjaan, seperti pegawai negeri, wiraswasta,
ABRI, petani, pengrajin, dan lain-lain. Dari suku bangsa, seperti suku Sunda,
Jawa, Batak, Padang, dan lain-lain. Dari gaya hidup, seperti aktivitas, minat,
pendapat, dan lainlain serta masih banyak aspek-aspek lainnya. Oleh karena itu,
sebelum Anda melakukan komunikasi persuasi, akan sangat bermanfaat jika
aspek-aspek pribadi dan sosial persuadee, dipelajari dan dipertimbangkan dengan
saksama. Klasifikasi audiens (persuadee) Dalam upaya mencermati persuadee,
Nothstine (1991) mengklasifikasikan sebagai berikut :
a. Persuadee yang tidak bersahabat secara terbuka. Persuadee merasa tidak
senang terhadap diri kita. Ia selalu menentang posisi kita. Ia akan bekerja
secara aktif melawan kita. Bentuk perlawanan bisa berupa bicara langsung
atau mengumpulkan bantuan orang lain untuk bersama-sama menentang kita.
b. Persuadee yang tidak bersahabat. Persuadee yang tidak bersahabat merupakan
kristalisasi dari ketidaksetujuannya terhadap posisi kita. Bentuk perilaku
mereka tidak sekeras jenis persuadee yang pertama. Mereka cenderung
terselubung. Yang dilakukannya adalah hanya sebatas penolakan-penolakan,
tidak berupa perlawanan. Mereka tidak mencari dukungan atau bantuan orang
lain untuk melawan kita.
c. Persuadee yang netral. Persuadee jenis ini cenderung memahami posisi kita.
Namun sikap mereka tidak memihak. Mereka tidak pro ataupun kontra
terhadap kita. Mereka seolah-olah tidak peduli dengan keadaan di sekitarnya.
d. Persuadee yang ragu-ragu. Persuadee yang ragu-ragu lebih cenderung peduli
terhadap posisi kita. Mereka memiliki karakter demikian karena memiliki
sikap bimbang. Mereka terombang-ambing antara mempercayai atau menolak
kita. Dalam membuat keputusan, mereka dalam kondisi yang sulit. Mereka
tidak dapat melihat alternatif jawaban apakah menolak atau menerima pesan
yang kita sampaikan.
e. Persuadee yang tidak mengetahui. Persuadee jenis ini, berbeda dengan
persuadee yang netral dan raguragu. Mereka tidak memiliki informasi tentang
diri kita. Mereka tidak mengenal kita, akibatnya, keputusan yang mereka
buat, bergantung pada seberapa besar kita dapat meyakinkan mereka.
f. Persuadee yang mendukung. Persuadee yang mendukung, memahami posisi
kita, dan menyenangi pribadi serta posisi kita. Mereka berpikiran positif
terhadap tindakan kita, walaupun hal itu dilakukan tidak secara terbuka.
g. Persuadee yang mendukung secara terbuka. Persuadee mendukung Anda
sepenuh hati, karena benar-benar memahami posisi kita. Mereka tidak ragu
dalam menerima informasi yang kita sampaikan, bahkan mereka mau
melakukan suatu tindakan secara aktif sesuai dengan pemikiran atau ide yang
kita sampaikan kepada mereka.
3. Memilih strategi yang Tepat. Efektivitas komunikasi persuasif, selain
ditentukan oleh kedua faktor yang telah disebutkan, juga ditentukan oleh
strategi yang direncanakan. Strategi komunikasi persuasif merupakan
perpaduan antara perencanaan komunikasi persuasif dengan manajemen
komunikasi untuk mencapai suatu tujuan, yaitu mempengaruhi sikap,
pendapat, dan perilaku seseorang/audiens. Oleh karena itu, dalam strategi yang
dibuat, harus mencerminkan operasional taktis. Jadi yang harus ditentukan
adalah siapa sasaran kita, apa pesan yang akan disampaikan, mengapa harus
disampaikan, di mana lokasi penyampaian pesan tadi, serta apakah waktu yang
digunakan cukup tepat. Dalam pengertian persuasi, sebetulnya sudah tercakup
arti dari komunikasi persuasif. Menurut Mar'at (1982) komunikasi persuasif
merupakan kegiatan penyampaian suatu informasi atau masalah pada pihak
lain dengan cara membujuk. Kegiatan yang dimaksud adalah mempengaruhi
sikap emosi komunikan/persuadee.
2.2.9 Hambatan Komunikasi Persuasif
Hambatan komunikasi persuasive disebabkan oleh faktor internal dan
eksternal. Faktor internal berupa (Saputra and Awza, 2017):
1. Persepsi sosial. Dipengaruhi oleh hubungan langsung yang terjalin tidak
optimal, memandang objek setengah-setengah sehingga pesan yang diterima
tidak utuh, salah mengartikan pesan yang diterima serta tidak memiliki
perhatian terhadap objek yang dibicarakan.
2. Posisi sosial. Mengandung nilai tertentu seperti nilai keagamaan, kepandaianm
keterampilan, kejujuran. Nilai-nilai tersebut akan dijadikan sebagai
pertimbangan untuk mengambil keputusan. Jika nilai tersebut dipersepsikan
tidak baik, maka sasaran tidak akan menerima pesan yang disampaikan
persuader. Kegagalan komunikasi dapat terjadi manakala persuader dipandang
tidak berarti dan tidak dipercayai oleh sasaran.
3. Proses belajar sosial. Berkaitan dengan pengalaman dan kemampuan sasaran.
Jika pesan persuasi dipandang tidak menguntungkan dan hanya sekedar janji,
maka akan terjadi kegagalan komunikasi.
Sedangkan faktor eksternal hambatan komunikasi persuasive dapat disebabkan
oleh dalam memberi penguatan kepada sasarannya. Selain itu, ia tidak mampu
membangkitkan emosi dan rasio sasaran,s ehingga sasaran merasa tidak tersentuh
untuk menerima pesan tersebut. Faktor berikutnya, persuader tidak mampu
memperkirakan harapan yang diinginkan pihak sasaran.

2.2.10 Contoh Komunikasi Persuasif


Ayo bunda, lindungi buah hati kita dari penyakit difteri dengan cara suntik
imunisasi difteri. Sayangi buah hati kita! Mencegah lebih baik daripada mengobati.
DAFTAR PUSTAKA

Ariani, W., Hairunnisa, Dristiana, K., 2019. Komunikasi Persuasid pada Iklan
Layanan Masyarakat di Lembaga Penyiaran Publik TVRI Kaltim Versi Go
Green. EJournal Ilmu Komun. 7.
Nida, F.L.K., 2014. Persuasi dalam Media Komunikasi. J. Komun. Penyiaran Islam 2.
Putri, F.I., Lukmantoro, T., S., H.D., Gono, J.N., 2015. Teknik-teknik Persuasif dalam
Media Sosial (Studi Analisis Isi Kualitatif Pada Akun Mentor Parenting Ayah
Edy di Youtube). J. Ilmu Komun.
Saputra, A.E., Awza, R., 2017. Komunikasi Persuasif Komunitas 1000_Guru Riau
pada Kegiatan Traveling and Teaching untuk Meningkatkan Sadar Pendidikan
di Daerah Pedalaman Riau. JOM FISIP 4.
Seomirat, S., Suryana, A., 2014. Komunikasi Persuasif, 6th ed. Universitas Terbuka,
Banten.

Anda mungkin juga menyukai