PENELITIAN ETNOMETODOLOGI
A. Studi Etnometodologi
Istilah etnometodologi pertama kali dikemukakan oleh Harold Garfinkel 1967
ketika mempelajari arsip silang budaya di Yale, ditemukan kata ethnobotany,
ethnophysic, ethnomusic, dan etnoastronomy. Istilah-istilah seperti ini mempunyai arti
bagaimana para warga suatu kelompok tertentu (biasanya kelompok suku yang
terdapat dalam arsip Yale) memahami, menggunakan, dan menata segi-segi
lingkungan merekadalam hal etnobotani, subyek atau pokok kajian nya adalah
tanaman (Subadi, 2006, p. 44).
Etnometodologi merupakan kelompok metode dalam ranah penelitian kualitatif
yang memusatkan kajiannya pada realita yang memiliki penafsiran praktis (Nahria &
Laili, 2018). Termasuk dalam penelitian kualitatif karena penelitian etnometodologi
menghasilkan data yang bersifat deskriptif, yakni data yang berasal dari pengamatan
terhadap suatu ucapan, tulisan, dan perilaku subyek yang diamati. Dalam kerangka
penelitian kualitatif, etnometodologi diposisikan sebagai sebuah landasan teoritis
dalam metode tersebut. Mulyana (2008) pengertian etnometodologi tidaklah mengacu
pada suatu model atau teknik mengumpulkan data ketika seseorang sedng
melakukan penelitian, tetapi lebih memberikan arah mengenai masalah apa yang
akan diteliti.
Garfinkel mengemukakan tiga hal kunci dasar etnometodologi yang dikutip
(Basrowi & Sudikin, 2002, p. 53), yaitu: (1) ada perbedaan ungkapan yang
objektifdengan yang diindikasikan, (2) refleksivitas berbagai tindakan praktis, (3)
kemampuan menganalisis tindakan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Garfinkel
menegaskan bahwa pada saat menganalisis tindakan, para sosiolog harus menyadari
bahwa tindakan itu terjadi dalam konteks yang lebih luas. Etnometodologi yang
diperkenalkan oleh Harold Garfinkel adalah suatu ranah ilmiah yang unik, sekaligus
radikal dalam kajian ilmu sosial. Dikatakan radikal karena dikenal keras dalam
mengkritik cara-cara yang dilakukan para sosiolog sebelumnya (Susilo, 2017).
Menurut Susilo (2017) perkembangan etnometodologi sebenarnya relatif baru
bila dibandingkan dengan pendekatan struktural fungsional dan interaksionis simbolis
yang sudah mapan. Pendekatan etnometodologi memiliki ragam yang berbeda,
karena subject matter nya adalah berbagai jenis perilaku dalam kehidupan sehari-hari
sehingga banyak muncul kajian lanjutan sesuai dengan disiplin ilmu tertentu (Subadi,
SRI WAHYUNI NUR – A023231007 1
METODOLOGI PENELITIAN MULTIPARADIGMA
2006, p. 44). Jika etnografi fokus pada budaya kelompok masyarakat, dan
fenomenologi pada makna suatu tindakan atau peristiwa, maka etnometodologi lebih
pada dua konstruksi individu-individu di dalam memahami sesuatu akal sehat
(common sence) yang berlaku dan makna yang diterima secara bersama-sama.
Beberapa ada yang mengira etnometodologi adalah suatu metodologi baru dari
etnologi atau sering juga dipertukarkan dengan etnografi (Nahria & Laili, 2018).
Salah satu jenis penelitian kualitatif yang sering digunakan oleh para peneliti
ialah etnometodologi. Berakar keilmuan fenomenologi, etnometodologi sangat
penting dalam studi- studi sosiologi. Sayang tidak sedikit orang salah paham dengan
istilah ‘etnometodologi’ itu sendiri. Ada yang beranggapan ‘etnometodologi’ sebagai
metode mengumpulkan data, karena ada istilah ‘metodologi’ di dalamnya. Ada juga
ada yang mengartikan etnometodologi sebagai sebuah pendekatan untuk meneliti
kelompok masyarakat atau etnik atau suku primitif tertentu, karena ada kata ‘etno’ di
dalamnya. Ini semua adalah salah kaprah yang perlu diluruskan.
Etnometodologi menunjuk pada materi pokok (subject matter) yang diteliti.
Etnometodologi berasal dari tiga kata Yunani, ‘etnos’, ‘metodas’, dan ‘logos’. ‘Etnos’
artinya orang, ‘metodas’ artinya metode dan ‘logos’ berarti ilmu. Secara harfiah
etnometodologi diartikan sebagai studi atau ilmu tentang metode yang digunakan
untuk meneliti bagaimana individuindividu menciptakan dan memahami kehidupan
mereka sehari-hari, seperti cara mereka menyelesaikan pekerjaan di dalam hidup
sehari-hari.
Jika etnografi fokus pada budaya kelompok masyarakat atau anggota
masyarakat, dan fenomenologi pada makna suatu tindakan atau peristiwa, maka
etnometodologi lebih pada dunia konstruksi individuindividu di dalam memahami
sesuatu sesuai akal sehat (common sense) yang berlaku dan makna yang diterima
secara bersama-sama.
Dibanding studi-studi lainnya dalam penelitian kualitatif, etnometodologi relatif
baru. Adalah Harold Garfinkel (1967) yang pertama kali mengenalkan istilah
‘etnometodologi’ ketika dia mempelajari arsip silang budaya di Yale menemukan
istilah-istilah seperti ‘ethnobotany, ethnophysiology, dan ethnophysics. Saat itu
Garfinkel mempelajari kegiatan juri. Menurutnya cara juri membuat
mempertimbangkan keputusannya membentuk ‘etnometodologi’ di mana ‘etno’
menunjuk pada keberadaan seseorang memahami pengetahuan akal sehat
masyarakatnya. Diyakini, menurut Garfinkel, di balik tindakan mereka ada teori,
SRI WAHYUNI NUR – A023231007 2
METODOLOGI PENELITIAN MULTIPARADIGMA
asumsi, atau dalil yang digunakan untuk menilai, menafsirkan, dan memaknai
sesuatu.
Cara pandang etnometodologi Garfinkel tidak lepas dari tokoh-tokoh seperti
Talcott Parsons, Edmund Husserl, dan Alfred Schutz. Seperti pendekatan-pendekatan
lainnya dalam penelitian kualitatif, studi etnometodologi memerlukan kedalaman
pengamatan secara detail tentang praktik kehidupan keseharian warga masyarakat
melalui observasi secara langsung mengenai percakapan mereka atau bisa direkam
melalui video. Karena lebih bertumpu pada percakapan sehari-hari (cerita) individu,
maka etnometodologi berpengaruh sangat besar pada kelahiran metode analisis
percakapan. Asumsinya adalah percakapan atau cerita merupakan cara orang
mengkonstruksi realitas. Menggunaka bahasa sebagai bahan utama kajian yang
diperoleh dari ucapan keseharian dalam interaksi individu, etnometodologi
menghindari pemaknaan bahasa dari aspek gramatika, tetapi lebih pada inti
komunikasi mereka.
Keunikan etnometodologi dibanding pendekatan-pendekatan lain dalam
penelitian kualitatif ialah peneliti meninggalkan dulu asumsi-asumsi, teori, proposisi
dan kategori yang ada tentang fenomena yang dikaji. Sedangkan pendekatan lainnya
ialah peneliti melihat fenomena dengan sudah berbekal asumsi-asumsi atau bahkan
teori yang dianggap dapat membelenggu kebebasan peneliti dalam memahami
fenomena yang sedang dikaji. Dengan keleluasaan itu, peneliti dapat memaknai
realitas dengan jernih karena tanpa intervensi teoretik sebelumnya. Peneliti
etnometodologi lebih mengutamakan pertanyaan ‘bagaimana’ daripada ‘mengapa’
untuk menggali makna yang dikandung dalam realitas yang diteliti. Keunikan lain
etnometodologi dibanding studi-studi lainya ialah walau menggunakan percakapan
keseharian (cerita) individu sebagai data utama, etnometodologi menghindari
wawancara.
Mengapa etnometodologi menghindari interviu atau wawancara? Walaupun
diakui memiliki kelebihan untuk mengungkap informasi atau isi hati orang secara
mendalam, interviu memiliki kelemahan. Misalnya interviu memerlukan waktu lama,
informan bisa berbohong, informasi yang digali bisa melebar ke mana-mana yang
sebenarnya tidak diperlukan, dan itu bisa membingungkan peneliti. Selain itu yang
lebih penting lagi ialah hasil interviu belum tentu mengungkap apa yang
sesungguhnya terjadi. Perlu dipahami bahwa apa yang dikatakan seseorang belum
tentu sama dengan apa yang dimaui. Untuk menghindari hal-hal yang tidak perlu itu
SRI WAHYUNI NUR – A023231007 3
METODOLOGI PENELITIAN MULTIPARADIGMA
C. Variasi Etnometodologi
Pada perkembangannya etnometodologi melahirkan dua variasi, yaitu studi
setting institusional dan analisis percakapan. Studi setting instiutisonal adalah studi
yang lebih awal daripada analisis percakapan. Studi setting institusional pada awalnya
dikembangkan oleh Harold Garfinkel, juga sekaligus merupakan orang yang paling
bertanggung jawab terhadap lahirnya pendekatan tersebut. Walaupun pada awalnya
dikembangkan oleh Harold Garfinkel, ia sendiri memulai pendekatan etnometodologi
dalam kerangka yang santai dan non institusional. Dalam penelitian etnometodologi
model setting institusional memperhatikan secara khusus pada struktur, aturan formal,
dan prosedur resmi dalam mendeskripsikan perilaku subjek penelitiannya. anggota
dalam intsitusinya bukan hanya memakai berbagai aturan dan prosedur untuk
menyelesaikan tugastugasnya dalam institusi, tetapi juga berusaha menciptakan
institusinya. Dalam artian bahwa setiap usaha para anggota untuk menggunakan
prosedur tersebut, maka secara bersamaan membentuk institusi tersebut (Susilo,
2017). Sementara itu, model analisis percakapan adalah model variasi
etnometodologi paling utama dalam perkembangan etnometodologi (Susilo, 2017).
Model analisis percakapan memusatkan hubungan antar ucapan dalam sebuah
percakapan. Model analisis percakapan berusaha memahami secara rinci struktur
fundamental interaksi melalui percakapan. Sasaran perhatian percakapan terbatas
pada mengenai apa yang dikatakan dalam percakapan itu sendiri dan bukan kekuatan
eksternal yang membatasi percakapan. Sementara itu, Raho (2007, p. 165) menyebut
bahwa tujuan dari analisis percakapan adalah untuk mempelajari caracara yang
digunakan para anggota dalam menata percakapan yang dianggap benar.