Anda di halaman 1dari 4

Studi Kritik Budaya

Nama :Adolfus Arung

NIM :2003050038

Kelas :5A

Program Studi Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Nusa Cendana

2022
Teori Agenda Setting

1. Penemu dan sejarah singkat

Teori agenda setting pertama kali digagas oleh Maxwell McComb dan Donald
L Shaw. Maxwell McComb adalah seorang sarjana ilmu jurnalistik dan Donald L.
shaw adalah seorang ilmuwan sosial dan professor Emeritus Kenan. Keduanya
merupakan dua tokoh besar yang memiliki pengaruh besar dibalik lahirnya teori
Agenda Setting.

Menjelang pemilihan Presiden tahun 1968 yaitu masa kampanye menjadi


cikal bakal lahirnya teori ini. Keduanya mulai merintis jalan pikiran merak hingga
menemukan teori ini. Dengan meneliti aktivitas kampanye yang dilakukan oleh para
calon McComb dan Donal menemukan hubungan yang tinggi antara penekanan berita
dengan bagaimana berita dipersepsikan oleh pemilih, yang kemudian menjadi
hipotesis teori agenda setting.

Hasil penelitian ini kemudian menjadi fenomena utama bagi Maxwell


McComb dan Donald L. Shaw dalam perumusan teori agenda setting pada tahun
1972. Ketika mempulikasikan penelitian tersebut, dapat terlihat bahwa aktivitas
media pada masa kampaye mengaminkan apa yang mereka hipotesiskan sebelumnya.
Buku pertama yang diterbitkan adalah “The Agenda Setting Function of the Mass
Media” Public Opinion Quarterly”. Buku ini juga menjadi penanda lahirnya teori
agenda setting.

2. Asumsi Teori
Teori agenda setting pada intinya menggambarkan bagaimana media massa
mempengaruhi persepsi publik terhadap sebuah isu. Public atau konsumen media
massa ditanamkan tentang penting tidaknya sebuah isu berdasarkan standar penting
dan tidak penting yang dipakem oleh media terkait. Media massa akan melakukan
penekanan pada isu-isu yang mereka anggap penting sehingga dalam pemikiran
konsumen hal tersebut memang penting.
Dalam pandangan lain dapat dilihat bahwa teori ini mengatur kebutuhan
komunikannya. Komunikan terbius karena didoktrin terus menerus oleh media masa
tentang sesuatu. Masifnya pemberitaan mengenai isu tersebut, komunikan kemudian
menganggap bahwa informasi tersebut adalah kebutuhannya.

Terdapat dua asumsi besar dalam teori ini yakni:

1. Media massa tidak merepresentasikan kenyataan, melainkan menyaring dan


membentuk sebuah isu

Asumsi ini sebenarnya ingin menggambarkan media massa sebagai


gatekeeper. Media massa mengelola berbagai peristiwa yang ada. Peristiwa yang
ada kemudian dipilah mana yang akan dibagikan kepada public dan mana yang
tidak. Penyaring keputusan media massa tentunya berdasarkan kepentingan media
dan ideologi media tersebut. Jika dirasa sesuai maka media akan melakukan
penekanan-penekanan pada bagian tersebut.

Selanjutnya setelah selesai menyaring, media massa akan membuatnya


menjadi sebuah isu. Media massa tentu akan melakuan penekanan pada isu yang
merepresentasikan kebutuhan versi media tersebut.

2. Media massa membagikan sejumlah isu dan melakukan penekanan pada beberapa
isu, kemudian memberikan kesempatan kepada khalayak atau public untuk
memilih mana yang lebih peting
Setelah proses pada internal media selesai dan kemudian media
memutuskan suatu isu sebagai kebutuhan utama, maka penyajian pada public pun
mengikuti. Media massa mengagendakan hal-hal yang menurutnya penting
sehingga akan dilakukan penekann-penekanan. Media massa dapat menggunakan
berbagai cara, bisa melalui kuantitas penayangan, maupun melalui kualitas
penayangan yang membuat public merasa penting.
Di sini public akan diberi kesempatan untuk memilih yang paling penting.
Namun, sebuah ungkapan mengatakan bahwa “ kebohongan yang diucapkan
berkali-kali akan menjadi kebenaraan”. Bahkan sebuah kebohongan bisa dianggap
benar karena ditekankan berkali-kali, besar kemungkinan isu tidak penting dan
bukan merupakan hal yang dibutuhkan publik ketika sering dipertontonkan, maka
lama kelamaan public akan menganggap itu adalah kebutuhannya dan hal yang
sangat penting baginya.
3. Contoh Penggunaan Teori
Pemberitaan media massa ketika pertama kali virus Covid-19 mulai masuk
ke Indonesia dan menunjukan tanda-tanda yang berbahaya selalu dtiampilkan
dalam berbagai portal berita. Mulai dari media elektronik, cetak, mau pun online
semuanya menyajikan perkembangan penyebaran virus tersebut. Selama hampir
satu setengah tahun lamanya konsen pemberitaan media adalah virus covid-19.
Dilihat dari sudut pandang agenda setting, pemberitaan tentang
perkembangan virus tersebut merupakan konten yang penting dan merupakan
kebutuhan public. Maka dari konstruksi konten media massa selalu diramaikan
dengan isu covid-19. Media massa bahkan memberitakan mengenai virus ini
mulai pagi dan kemudian saat siang, sore hingga malam.
Informasi tentang virus ini dianggap oleh media massa sebagai informasi
yang harus dikonsumsi oleh khalayak. Dengan dalil kemanusiaan, saya melihat
media massa menetapkan itu sebagai kebutuhan yang urgen bagi masyarakat.
Isu-isu lain yan juga ikut diberitakan seperti hanya penghias media saja.
Dimana tidak media massa saat itu mefokuskan segala pikirannya untuk mencari
tahu asal usul virus hingga bagaimana update penyebarannya. Ada pula media
yang memprediksi kondisi paska covid. Dan banyak lagi angel yang ditunjukan.

PUSTAKA

Ritonga, E. Y. (2018). Teori Agenda Setting dalam Ilmu Komunikasi. Simbolika , 34.

https://www.kompas.com/skola/read/2021/12/14/100000469/teori-agenda-setting-dalam-
komunikasi-massa?page=all (diakses pada Senin, 17 Oktober 2022, pukul 19.24)

Anda mungkin juga menyukai