Anda di halaman 1dari 5

Nama: Septiana Hendiyani

NPM: 201910415151
UTS Hubungan Masyarakat dan Kecerdasan Artifisial

Kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence hadir sebagai cabang ilmu dari Computer
Science yang menjanjikan banyak manfaat dalam menjawab kebutuhan manusia di masa depan.
Kata “Intelligence” sendiri berasal dari bahasa Latin “intelligo” yang berarti “saya paham”.
Dengan demikian dasar dari intelligence merupakan kemampuan untuk memahami dan
melakukan aksi. Lebih lanjutnya Budiharto menyatakan bahwa Intelligence merupakan istilah
yang kompleks yang dapat didefinisikan dengan ungkapan yang berbeda seperti logika,
pemahaman, self-attention, pembelajaran, perencanaan, dan trouble solving. Sedangkan
“synthetic” adalah sesuatu yang tidak nyata, seperti tipuan karena merupakan hasil simulasi.
Savitri menguraikan bahwa Kecerdasan buatan/ artificial intelligence (AI) merupakan bidang
ilmu komputer yang menekankan pada penciptaan mesin cerdas yang bekerja dan bereaksi
seperti manusia yang perkembangannya terjadi sangat pesat di technology revolusi industri
keempat. Lebih lanjut AI menurut Budiharto dan Suhartono mencakup bidang yang cukup besar,
mulai dari yang paling umum hingga yang khusus, dari Learning atau Perception hingga pada
permainan catur, pembuktian teori matematika, menulis puisi, mengemudikan mobil dan
melakukan prognosis penyakit. Intinya menurut Sterling Miller bahwa AI merupakan komputasi
kognitif yang berarti bagaimana mengajarkan komputer untuk belajar, bernalar, berkomunikasi,
dan membuat keputusan.
Ada beberapa tingkat evolusi dari teknologi kecerdasan buatan, sebagaimana diuraikan
Nick Bostrom, dengan yaitu: Pertama, yang disebut Artificial Narrow Intelligence (ANI) atau AI
Lemah, yang dirancang untuk menyelesaikan tugas-tugas yang tidak terlalu rumit, sebagai
contoh AI Lemah ini dapat dilihat pada kecerdasan buatan permainan catur atau pada AI Lemah
pengendara mobil. Kedua, Artificial General Intelligence (AGI) atau AI Kuat dapat juga disebut
dengan AI setingkat manusia yaitu makhluk hidup yang memiliki kemampuan setara dengan
yang dimiliki manusia; karena itu mesin tersebut dapat belajar dan tampil sesuai dengan tata cara
manusia sehingga tidak dapat dibedakan dari manusia. Ketiga, Artificial Super Intelligence (ASI)
yaitu teknologi kecerdasan buatan yang sengaja dibuat untuk melampaui kemampuan manusia.
ASI dapat didefinisikan sebagai kecerdasan apa pun yang melebihi kinerja kognitif manusia dan
terjadi pada hampir semua bidang minat. (Sihombing, 2020)
Perkembangan artificial Intelligence dan Big Data dalam kerangka revolusi Industri 4.0
ini secara otomatis harus direspon dengan transformasi Human Revolution 4.0 untuk
mewujudkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mampu bertahan ditengah derasnya
perkembangan teknologi dan era disrupsi (WEF, 2020) sehingga era revolusi industri 4.0
merupakan tantangan sekaligus peluang dan kesempatan bagi pelaku kehumasan untuk berpikir
progresif dan bertransformasi, serta meningkatkan kompetensi dalam teknologi digital (Mahribi,
2020), jika tidak demikian bisa jadi kedatangan AI dan Big Data menjadi ancaman bagi
keberlangsungan propesi humas yang dikelola oleh manusia, mengingat pertumbuhan AI
memicu kekhawatiran dari individu-individu baik yang berada di dalam maupun di luar industri
berbasis teknologi yang mempertanyakan dampak teknologi, terutama pada pekerjaan (Galloway
& Swiatek, 2018).
Konseptualisasi AI dalam konteks hubungan masyarakat adalah sebagai sebuah teknologi
yang menunjukkan kemampuan kognitif humanoid dan menjalankan fungsi humanoid dalam
melakukan aktivitas hubungan masyarakat, secara mandiri atau bersama dengan praktisi PR.
Kemudian, AI juga dipahami sebagai “Intelijen sintetis” sebuah konsep yang mengacu pada
sistem yang menggabungkan dan mensintesis informasi dari berbagai sumber pada skala yang
tidak sepenuhnya dapat dipahami oleh manusia, dan karenanya di luar kendali langsung mereka
(David & Endicott-Popovsky, 2017).
Suatu hal yang harus disadari bahwa harmonisasi bertenaga tinggi ini (AI dan manusia)
bisa menjadi penting bagi keberlangsungan praktisi PR di masa yang akan datang. Sebagai
contoh penerapan AI dalam kegiatan kehumasan dimana Marx (2017) pernah mencatat bahwa
beberapa praktisi PR sudah mulai menggunakan AI untuk tugas-tugas seperti memantau media
sosial dan memprediksi tren media. Praktisi juga bekerja secara luas dengan menggunakan tools
berbasis AI yang tersedia seperti Buzzsumo, Trendkite dan Hootsuite untuk analisis media
social.
Disisi lain, banyak juga perusahaan mengembangkan AI untuk kebutuhan perusahaan
mereka sendiri (Marx, 2017). Praktisi IT, Jeske menjelaskan bahwa perusahaannya, bergerak
sebagai agen Search Engine Optimization, telah menciptakan aplikasi yang menggunakan AI dan
Machine Learning untuk melakukan pekerjaan klien mereka, termasuk untuk penjangkauan
(coverage) dan publisitas. Jeske juga telah mencoba perangkat lunaknya untuk mencetak HARO
(Help A Reporter Out) meminta berdasarkan faktor-faktor seperti keinginan dan otoritas outlet
media dan kemungkinan tertentu dari soerang jurnalis atau outlet media termasuk follow link
(mengikuti tautan). Aplikasi ini juga menganalisis data website dan melakukan data mining
(penambangan data) untuk mencari peluang promosi berdasarkan tujuan dari sang pemilik
website (Dietrich, 2017).

KASUS
Jakarta (ANTARA) – Penggunaan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) untuk
kegiatan kehumasan merupakan salah satu rekomendasi dari gelaran Konvensi Nasional Humas
(KNS) 2020.
“Humas harus inovatif dengan cara membangun ekosistem kecerdasan AI dan humas harus bida
menggunakan AI sebagai influencer,” ujar Ketua Umum Badan Pengurus Pusar Perhimpunan
Hubungan Masyarakat Indonesia (Perhumas) Agung Laksamana dalam penutupan KOnvensi
Nasional Humas (KNH) 2020 yang disiarkan secara daring di Jakarta, Sabtu (5/12).
Pemanfaatan kecerdasan buatan untuk menyasar kelompok masyarakat tertentu, bukan
merupakan hal baru dan telah diguanakan, misalnya dalam pengiklanan mesin pencari atau
media soasial.
Untuk itu, kata Agung Laksamana, humas juga sebaiknya memakai kemajuan terknologi
informasi dan komunikasi, termasuk media sosial untuk menyampaikan informasi.
Selain strategi komunikasi yang menyesuaikan dengan pemanfaatan aplikasi teknologi, narasi
tungggal dengan bahasa yang mudah dipahami khalayak pun direkomendasikan untuk dilakukan
humas.
Selanjutnya, hujas, dikatakan Agung harus adaptif terhadap perubahan yang terus terjadi,
misalnya berkomunikasi dengen menyesuaikan diri dengan kelompok orang yang berbeda usia,
etnis ataupun kelas sosial.
“peningkatan profesionalisme kompetensi dan kapabilitas humas harus bisa berbasis integritas,
kejujuran dan mengutamakan etika,” tutur Agung Laksamana.
Terakhir, mengahadapi pandemi, ia menatakan humas harus kolaboratif dengan lintas sektoral
dalam menggaungkan reputasi Indonesia sebagai negara yang aman dan dapat dikunjungi untuk
menjaga rasa optimis.
Adapun gelar KNH 2020, disebut, menorehkan sejarah baru untuk Perhumas karena untuk
pertama kalinya dilakukan secara virtual dengan dihadiri lebih dari 1.400 undangan, termaasuk
dari China, Singapura, Selandia Baru dan Malaysia.
Sumber: Penggunaan kecerdasan buatan direkomendasikan untuk kegiatan humas - ANTARA
News

ARGUMEN
Jika dilihat dari kasus diatas perhumasan di Indonesia sangat dituntut dalam hal pengembagan AI
di bidang tersebut terutama dalam media sosial untuk penyebaran informasi. Memang AI sangat
membantu dalam hal membuat, menyebarkan bahkan memantau informasi yang tersebar di
seluruh penjuru dunia. Tetapi Humas perlu melakukan re-definisi, re-aktualisasi serta reposisi
strategi serta perangkat baru serta perlu mempersiapkan kompetensi baru yg harus dimiliki para
praktisi humas. Kecerdasan buatan (AI) sudah menjadi bagian penting berasal industri teknologi.
AI di bidang ilmu komputer, menekankan di penciptaan mesin cerdas buat bekerja serta bereaksi
mirip dengan manusia. Maka dari itu, komputer menggunakan AI mencakup aspek sosialisasi
ucapan, pembelajaran, perencanaan, dan pemecahan masalah. Di Indonesia sendiri sudah
banyak aplikasi ataupun mesin pencari hingga media sosial yang dapat digunakan untuk
perkembangan dibidang kehumasan.
Namun tidak dapat dipungkiri sisi negatifnya adalah, AI bekerja berdasarkan big data yang
kemudian disistematisasi. Dengan menggunakan kecerdasan buatan, perusahaan-perusahaan
bukan hanya akan meninggalkan pola-pola kerja PR lama yang masih bersifat manual tetapi juga
menggunakan perangkat kecerdasan buatan tersebut sebagai alat yang dapat mengukur kinerja
PR. Hal tersebut dapat menggatikan pekerjaan manusia dengan robot. Seperti contonya adalah
"Key Guindance Figure" sebuah aplikasi yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja Media
Relations yang dilaksanakan PR. Aplikasi ini dapat mengukur "impact", "tone", dan "soe" yang
di dalamnya menunjukkan bahwa berita-berita dalam bentuk press release maupun berita
kegiatan yang diselenggarakan sebuah perusahaan dan sudah dimuat oleh media menjadi terukur
dan menjadi data bagi perusahaan. 
Sisi positif dari AI sangat membantu dalam memudahkan perkerjaan seorang praktisi humas,
tetapi ada juga sisi negatif dari AI itu sendiri yaitu dapat menggantikan posisi manusia dari
pekerjaanya sebagai seorang PR. Kecerdasan buatan atau AI juga dapat disalahgunakan oleh
para pengguna teknologi yang memiliki niat yang kurang baik dalam segala industri. Jika dilihat
dari berbagai kasus di Indonesia, penggunaan AI paling banyak didalahgunakan dibidang politik
dan bisnis. Yang menyebabkan kepercayaan tiap individu terhadap individu lainnya sangat
menurun. Cukup seian argumen dari saya kurang lebihnya mohon maaf.
DAFTAR PUSTAKA
Sihombing, Eka N.A.M.(2020). Implementasi Penggunaan Kecerdasan Buatan Dalam
Pembentukan Peraturan Daerah. Jurnal ilmiah kebijakan hukum. volume 14, Nomor 3. 419-434.
DOI: http://dx.doi.org/10.30641/kebijakan.2020.V14.419-434.
Abdullah , Assyari . (2020). Public Relations in The Era of Artificial Intelligence: Peluang atau
Ancaman?. Jurnal Aristo (Social, Politic, Humaniora). Vol. 08, No.2. 406 – 417.

Anda mungkin juga menyukai