Anda di halaman 1dari 11

PERAN INFRASTRUKTUR TELEKOMUNIKASI DALAM

PEMANFAATAN ARTIFICIAL INTELLIGENCE UNTUK


PENDIDIKAN HUKUM DI INDONESIA

Husnawati Mokoagow
(110110239087)
Universitas Padjajaran

A. PENDAHULUAN
Telekomunikasi memiliki peranan yang sangat penting bagi Indonesia,
mengingat bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Dengan
lebih dari 17.000 pulau, maka tidak dapat dipungkiri bahwa kebutuhan akan
komunikasi dan informasi sangatlah penting. Semakin maju dan canggihnya teknologi
dan semakin meningkatnya kesejahteraan masyarakat, menjadikan sarana
telekomunikasi menjadi semakin penting. Dimana telekomunikasi menjadi salah satu
kebutuhan pokok masyarakat. Hal tersebut dapat kita lihat dengan masuknya
kelompok transportasi dan komunikasi sebagai salah satu kelompok kebutuhan pokok
yang digunakan dalam perhitungan inflasi. Bila suatu negara tidak berpartisipasi dalam
jaringan global, maka jurang pemisah antara negara maju dan negara berkembang akan
semakin besar karena telekomunikasi memungkinkan setiap individu untuk
berkomunikasi tanpa memperdulikan batasan geografis, perbedaan jarak dan waktu
atau perbedaan bahasa1.
Perkembangan teknologi yang begitu cepat mendasari hadirnya Artificial
Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan di tengah aktivitas dan kehidupan manusia,
yang mana AI dapat memberikan banyak manfaat dalam membantu pekerjaan manusia
ditinjau dari segi kecepatan dan ketepatannya. Tentu dapat diketahui dengan begitu AI
dapat melakukan suatu tindakan dan perbuatan seperti manusia, dan hal tersebut
menimbulkan permasalahan hukum2. Artificial Intelligence (AI) sendiri mencakup
berbagai teknik pendekatan, termasuk pembelajaran mesin, pengenalan pola,
pemrosesan bahasa alami, dan logika referensial.

1
Jurnal Ecosains, Volume 7, Nomor 1, Mei 2018, Hal 57-66
2
jurnal komunikasi hukum, volume 8nomor 1februari 2022 hal. 307
Dewasa ini Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan terus menuai
asistensi public. Imbasnya tak terbendung yang berimplikasi terhadap berbagai aspek
kehidupan manusia termasuk dalam lingkup hukum. Pemanfaatan AI dalam dunia
pendidikan hukum terdapat sisi positif dan negative tentunya. “Ini jadi tantangan bagi
generasi muda sekarang untuk riset lebih jauh, tapi harus jadi producer dari (bahan
yang dipergunakan dan diproses melalui) AI ini,” ujar Wakil Dekan II FH UNISBA
Dr.Neni Ruhaeni ketika berbincang dengan Hukumonline, Selasa (30/5/2023).
Producer yang dimaksudkan ialah untuk kalangan sarjana hukum melakukan
riset mendalam untuk data yang mereka tuliskan dapat menjadi salah satu yang dikutip
oleh mesin AI. Oleh karena itu, kata dia, bagi sarjana hukum yang menjadi produsen
dari berbagai riset berbentuk artikel, jurnal, dan lain sebagainya tentu kehadiran AI
akan bernilai positif bagi mereka menjadi lebih produktif dalam mencari ilmu dan
menghasilkan buah pikir.3
SEA Regional Business Development Manager Neuro.net, Yustin Noval
menyebutkan bahwa industri telekomunikasi kian menjadi sorotan. Adanya
ketergantungan masyarakat pada jasa internet serta konektivitas yang semakin
meningkat seiring kebutuhan bekerja dan belajar dari rumah, bahkan untuk mengakses
tayangan hiburan pula menjadi alasan atas sorotan ini. Beliau mengatakan bahwa
dalam hal ini tidak sama sekali untuk menghilangkan peran manusia. Justru dengan
mengalihkan tugas kepada agen virtual, perusahaan bisa mengalokasikan talent
manusia lebih banyak ke sector-sektor yang membutuhkan daya kreatif, analisis, dan
aspek social lainnya4.
Pemanfaatan kemajuan teknologi saat ini untuk bidang hukum dengan
memfokuskan pada penggunaan AI atau kecerdasan buatan, dimana secara umum AI
sudah banyak membantu pekerjaan manusia dalam berbagai bidang dan tentunya
dalam pendidikan hukum di Indonesia senidiri. Berdasarkan latar belakang di atas,
maka permasalah yang akan dikaji dalam tulisan ini adalah, peran infrastruktur
telekomunikasi dalam pemanfaatan Artificial Intelligence (AI) untuk pendidikan
hukum di Indonesia.

3
Fachri, F. K. (2023, Juni 14). Dampak Artificial Intelligence Terhadap Pendidikan Hukum dan Hukum Islam.
Retrieved from Hukum Online:
4
(Waranggani, 2021)
B. PEMBAHASAN
1. Teknologi Artificial Intelligence (AI)
Istilah teknologi berasal dari bahasa Yunani technologia yang berarti
pembahasan sistematik tentang seluruh seni dan kerajinan (systematic treatment of
the arts and crafts). Perkataan tersebut memiliki akar kata techne dan logos
(perkataan, pembiczraan). Akar kata techne dan telah dikenal pada jaman yunani
kuno berarti seni (art), kerajinan (craft). Art atau seni pada permulannya berarti
sesuatu yang dibuat oleh manusia untuk dilawankan dengan kata benda alam, tetapi
kemudian menunjuk pada keterampilan (skill) dalam membuat barang itu.5
Indonesia sendiri teknologi didefinisikan salah satunya dalam Pasal 1 angka 1
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2002 Tentang Sistem
Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi, yaitu: Teknologi adalah cara atau metode serta proses atau produk yang
dihasilkan dari penerapan dan pemanfaatan berbagai disiplin ilmu pengetahuan
yang menghasilkan nilai bagi pemenuhan kebutuhan, kelangsungan dan
peningkatan mutu kehidupan manusia.6
Berdasarkan penjelasan di atas mengenai pengertian dan perkembangan
teknologi maka hal itu tidak mungkin bagi manusia di masa depan hidup tanpa
teknologi. Maka dari itu dari sisi hukum saat ini sudah seharusnya memulai untuk
menggunakan atau memanfaatkan perkembangan teknologi yang ada di dalam
hukum itu sendiri. Kemudian, sederet hasil positif penggunaan AI pada berbagai
bidang tentu menjadi pendorong bagi pemanfaatan AI lebih jauh lagi dalam hal-hal
yang berguna bagi manusia.
AI atau kecerdasan buatan akan mulai hidup dalam dalam permainan komputer,
dan mungkin akan menjadi mahluk dengan kesadaran penuh dengan masyarakat
dan budaya mereka sendiri. Seperti halnya pada awal tahun 2019 lalu Jepang mulai
mengoperasikan sebuah robot pendeta di Kuil Kodaji, Kyoto. Perkembangan
teknologi berbasis AI yang semakin berkembang pesat di zaman yang serba modern
ini telah menbuat sebuah kolaborasi apik di segala sector kehidupan manusia,
termasuk sektor agama. Jadi kita sudah dapat menemukan bagaimana kecerdasan

5
Ronny Hanitidjo Soemitro, Hukum dan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di Dalam Masyarakat,
Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Pada Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 6 Desember
1990, hlm.8.
6
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2002 Tentang Sistem Nasional Penelitian
buatan berbaur dengan robot dan menjadi spesies baru dalam kehidupan di dunia
nyata, meskipun tidak mengherankan jika suatu hari nanti kecerdasan buatan akan
memiliki tubuh organik seperti binatang sungguhan dan juga dapat berada di
duniamaya. Pendek kata migrasi ini akan memungkinkankita menghadapi berbagai
hal, seperti perjalanan dan penjelajahan waktu, munculnya komputer yang
memiliki kesadaran, misalnya melalui komputasi gel, hal ini akan mendorong
perubahan perubahan signifikan, tentang makna makna seperti kehidupan,
jenis kelamin dan pernikahan dan dunia virtual masa depan akan memiliki grafis
dan teknologi 3D yang lebih baik, serta sistem perekaman sensorik dan
pemutaran ulang sansasi7.

2. Pemanfaatan AI dalam Pendidikan Hukum di Indonesia


Kecerdasan buatan (AI) merupakan bidang ilmu komputer yang mempunyai
peran penting di era kini dan masa yang akan datang. Bidang ini telah berkembang
sangat pesat di 20 tahun terahkir seiring dengan pertumbuhan kebutuhan akan
perangkat cerdas pada industri dan rumah tangga8.
AI mencakup bidang yang cukup besar, mulai dari yang paling umum hingga
yang khusus. Dari Learning atau Perception hingga pada permainan catur,
pembuktian teori matematika, menulis puisi, mengemudikan mobil dan melakukan
diagnosis penyakit. Kata Intelligence berasal dari bahasa Latin intellegio yang
berarti „saya paham‟, jadi dasar dari Intelligence adalah kemampuan memahami
dan melakukan aksi.9
Beberapa ahli memberikan definisi tersendiri terkait dengan apa itu AI, sebagai
berikut;
a. John Mc Carthy: kecerdasan buatan ialah memodelkan proses berpikir
manusia dan mendesain mesin agar menirukan perilaku manusia.
b. H.A. Simon: Kecerdasan buatan ialah sebuah tempat penelitian, aplikasi dan
instruksi yang terkait dengan pemrograman komputer untuk melakukan
sesuatu yang dalam pandangan manusia adalah cerdas.

7
JURNAL LITIGASI (e-Journal), Vol. 23 (2) Oktober, 2022, p.234-252
8
Yudoprakoso, P. W. (2019). Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence) Sebagai Alat Bantu Proses Penyusunan
Undang-Undang Dalam Upaya Menghadapi Revolusi Industri 4.0 Di Indonesia. Simposium Hukum Indonesia, 1(1),
450-461.
9
Widodo Budiharto dan Derwin Suhartono, 2014, Artificial IntelligenceKonsep danPenerapannya, Penerbit
Andi, Yogyakarta, hlm.2-3.
c. Rich and Knight: Kecerdasan buatan ialah sebuah studi tentang bagaiamana
membuat komputer melakukan hal-hal yang pada saat ini dapat dilakukan
lebih baik oleh manusia.
Bahwa dalam perkembangannya AI dapat melakukan hal-hal yang bisa
dilakukan oleh manusia dan bahkan lebih baik daripada yang dilakukan oleh
manusia, bahkan sanggup untuk menyelesaikan masalah atau tugas-tugas yang
lebih komplek. Seperti halnya AI dewasa ini di Eropa dan Amerika sudah banyak
digunakan oleh praktisi hukum untuk melakukan pekerjaan yang biasanya
dilakukan oleh praktisi hukum seperti pengacara.
Pendidikan hukum dalam relasinya dengan perkembangan teknologi AI
paling tidak memiliki konsekuensi sebagai berikut: Berubahnya lapangan lapangan
hukum yaitu semakin meluasnya kajian hukum dengan cabang ilmu pengetahuan
lainnya, bukan hanya dengan ilmu sosial dan humaniora, tetapi lebih jauh dari
itu terdapat relasi dengan disiplin biologi, kedokteran, psikologi dan bahkan dengan
fisika sekalipun, kita dapat menyebutnya sebagai Consilience (Anthon F.
Susanto dkk., 2017). Consilience memungkinkan kita untuk
melakukanpenjelajahan terhadap ilmu pengetahuan dari berbagai dimensi,
sehingga ilmu dapat bergerak lebih fleksibel dan terelasi dengan berbagai disiplin.
Pada umumnya pemanfaatan AI dalam dunia pendidikan tentunya memiliki sisi
positif dan negatifnya yaitu:10
1. Proses Belajar Yang Lebih Cerdas
Manfaat AI untuk pendidikan yang pertama adalah menyajikan proses
belajar yang lebih cerdas. Dengan analisis yang cermat pada capaian
setiap siswa, pembelajaran dapat dilakukan secara lebih personal dan
nyaman, sesuai dengan bidang yang diperlukan oleh setiap
siswa.Secara ideal hal ini dapat membantu seseorang belajar dengan
lebih fokus. Pasalnya, pembelajaran yang dilakukan juga dapat
menjadi sesi interaktif, sehingga siswa tidak hanya berperan sebag ai
penerima informasi, namun juga dapat dipancing untuk melakukan
pencarian informasi. Pada scope yang lebih luas, AI dapat
menghadirkan banyak sekali informasi mengenai apa yang diminati
siswa. Tentu kita semua tahu, siswa akan lebih antusias belajar pad a

10
https://verihubs.com/blog/manfaat-ai-untuk-pendidikan/ di akses pada 10 September 2023
bidang yang disukainya, dan AI dapat membantu mereka menemukan
informasi yang baru dan relevan pada topik terkait.

2. Membantu Penilaian Tugas

Pada konteks kekinian, kecerdasan buatan dapat membantu tenaga


pengajar dalam melakukan penilaian pada soal dan tugas yang
diberikan pada siswanya. Namun, pengembangannya masih dalam
tahap kemampuan membantu penilaian soal pilihan ganda. Tentu saja
di masa yang akan datang ketika AI sudah semakin canggih,
kemampuan dalam ‘membaca’ data berupa tulisan, kalimat, dan
paragraf dapat dioptimalkan untuk membantu penilaian pada soal-soal
esai. Kemampuan ini dalam waktu dekat diyakini akan dimiliki AI
dengan machine learning-nya. AI dapat mengenali konteks kalimat,
relevansinya dengan pertanyaan, dan ketepatan dengan jawaban yang
telah di-input oleh tenaga pengajar sebagai jawaban yang benar.

Kemudian dampak negatifnya dari penggunaan AI dalam dunia


pendidikan bahwa akan adanya ketergantungan terhadap AI oleh guru
maupun siswa, yang dapat mengurangi kemampuan belajar mereka. Oleh
karena itu, perlu adanya aturan dan protocol AI dalam pendidikan, termasuk
pendidikan hukum di Indonesia. Tetapi dewasa ini kedudukan hukum AI
belum ada kejelasan.

AI sebagai agen elektronik. Karakteristik AI dalam Otomatisasi pengolahan


informasi membuatnya dapat disamakan sebagai “Agen Elektronik” didalam
peraturan-perundangan Indonesia. Di dalam Pasal 1 UU ITE, “Agen Elektronik”
didefinisikan sebagai “perangkat dari suatu sistem elektronik yang dibuat untuk
melakukan suatu tindakan terhadap suatu Informasi Elektronik tertentu secara
otomatis yang diselenggarakan oleh orang.”11 Kata “otomatis” dalam definisi
“Agen Elektronik” tersebut ini kemudian dijadikan jembatan oleh (Pratidina,
2017) untuk mengkonstruksikan AI sebagai “Agen Elektronik.” Jika kita
menggunakan konstruksi tesebut, sesungguhnya peraturan yang mengatur

11
(Priancha, 2021)
mengenai “Agen Elektronik” berlaku juga kepada AI. Artificial Intelligence
sesungguhnya masuk di dalam definisi Agen Elektronik, yang berarti segala
kewajiban hukum serta pertanggungjawaban hukum melekat pada penyedia
perangkat Artificial Intellgence.

AI dalam bidang hukum banyak membantu praktisi hukum untuk melakukan


due dilligence and research14 yang mana pada lazimnya hal terebut dilakukan
secara konvensional oleh pengacara. Bahkan AI sudah mampu untuk melakukan
analisis terhadap dokumendokumen legal dan menemukan kelemahan atau
kekurangan atas suatu dokumen hukum yang biasanya berupa kontrak.
Apabila melihat pada besarnya kemampuan yang dapat dilakukan oleh AI,
maka tidak ada salahnya bila AI tersebut mulai dipergunakan dalam skala yang
lebih besar lagi di negara ini yaitu dengan membantu pembuat undang-undang
dalam menentukan dan menciptakan suatu produk hukum perundang-undangan
yang dapat menjadi jawaban atas permasalahan masyarakat.
Pada era perkembangan kecerdasan buatan sebagai teknologi duplikasi
kecerdasan ini melahirkan pemikiran-pemikiran baru dari para sarjana hukum,
yang di mana terdapat pemikiran bahwa kecerdasan buatan dapat dianggap dan
dipersamakan layaknya manusia secara hukum. Pemikiran ini tentu saja cenderung
kontroversial dan akan terlihat sangat tidak etis apabila suatu alat yang
dimanfaatkan untuk membantu manusia, namun secara hukum malah di posisi
sebagai “manusia” juga. Pada dasarnya, kecerdasan buatan dan manusia sangat jauh
berbeda. Perbedaan mendasar terlihat dari proses lahirnya dan ketiadaan unsur
alami pada kecerdasan buatan, sehingga dalam hal ini untuk memposisikan
kecerdasan buatan bukanlah didasarkan pada artian biologis. Karena pada dasarnya
kecerdasan buatan tidak tercipta secara natural layaknya manusia dan tidak
memiliki unsur-unsur organisme, sehingga dapat dikatakan sangat jauh berbeda
dengan manusia dari sisi naturalitasnya. Kecerdasan buatan, meskipun bukanlah
organisme sebagaimana manusia, tetapi secara sejarah hukum, perdebatan semacam
ini pernah dilakukan dalam memandang korporasi sebagai subjek hukum.
Perdebatan yang muncul pada waktu itu adalah bahwa korporasi bukanlah
organisme tetapi diisi oleh manusia-manusia di dalamnya, sedangkan di sisi lain
terdapat kebutuhan kegiatan manusia terhadap korporasi sebagai subjek hukum. Hal
ini terlihat di dalam teori badan hukum. Teori badan hukum pada waktu awal
diciptakan oleh para peletak dasar teori badan hukum hanya untuk menjawab
tantangan bagaimana badan hukum dapat bertindak dalam lalu lintas hukum
ekonomi.12
Wujud kecerdasan buatan dengan kecerdasan yang dimilikinya dan tugasnya
yang dapat mencakup pada perbuatan hukum seperti contoh sebelumnya,
menimbulkan suatu pertanyaan besar, terutama terkait pertanggungjawaban,
perlindungan dan aturan yang mengatur teknologi ini. Semakin berkembangnya
inteligensi buatan memunculkan pertanyaan apa sebenarnya kecerdasan buatan dari
sudut pandang yuridis. Di Indonesia, sejatinya belum diatur secara jelas terkait hal
ini. Namun, terkait hal tersebut dapat digunakan metode interpretasi analogis.
Image kecerdasan buatan yang dianggap seolah-olah manusia secara tak langsung
juga dibentuk melalui tindakan pemerintah beberapa negara di dunia, seperti Jepang
dan Arab Saudi yang memberikan status kepada robot. Tindakan mereka tersebut
secara tidak langsung menunjukkan “inteligensi buatan sebagai manusia”. Hal
tersebut tentunya didasarkan kesamaan kecerdasan buatan dengan manusia dari sisi
kognitifnya dan kemampuannya bertindak layaknya manusia.
Penjelasan di atas tentunya tak bisa mempertegas status kecerdasan buatan
sebagai suatu subjek secara yuridis. Namun, dengan kondisi yang terjadi dan risiko
yang ada pada kecerdasan buatan, maka perlu diketahui kejelasan status kecerdasan
buatan sebagai subjek hukum, terutama dalam hal ruang lingkup hukum perdata di
Indonesia. Hal ini dianggap penting karena kemampuan kecerdasan buatan yang
dapat melaksanakan perbuatan yang mengarah pada perbuatan hukum dan juga
potensi terjadinya perbuatan melawan hukum. Potensi dan risiko tersebut menjadi
alasan perlu adanya kejelasan status dan pengaturan terhadap kecerdasan buatan.
Jika ditinjau secara historis, entitas selain manusia juga pernah dipersonifikasikan.
Entitas tersebut ialah badan hukum yang merupakan subjek hukum artifisial yang
secara filosofis dipersonifikasi seolah-olah merupakan manusia, sehingga dengan
itu dapat melaksanakan hak dan kewajiban serta mempertanggungjawabkan
tindakannya. Hal tersebut tentunya menghasilkan pertanyaan terkait prospek
kecerdasan buatan sebagai subjek hukum perdata di Indonesia. Di sisi lain,
kecerdasan buatan dapat juga dianggap sebagai benda. Kedudukan kecerdasan
buatan masih belum diketahui secara pasti dan belum ada hukum yang secara tegas

12
Law Review Volume XX, No. 2 – November 2021
menyebutkan kedudukan kecerdasan buatan di mata hukum perdata Indonesia. 14
Hal ini tentunya menunjukan adanya kekosongan hukum.

C. PENUTUP
Teknologi adalah cara atau metode serta proses atau produk yang dihasilkan
dari penerapan dan pemanfaatan berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang
menghasilkan nilai dan manfaat bagi pemenuhan kebutuhan, kelangsungan dan
peningkatan mutu kehidupan manusia. Kemampuan hukum dalam menghadapi dan
mengantisipasi perkembangan teknologi akan memiliki arti penting, khusususnya
dalam memberikan landasan hukum bagi teknologi baru yang belum ada pengaturan
hukummnya, dimana dalam hal ini dengan memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan
yang sudah mengimplementasikan sistem kepakaran. Karena jika tidak maka hukum
akan sering dan selalu tertinggal jika dibandingkan dengan perkembangan teknologi
yang terjadi di dalam masyarakat.
Pada akhirnya pemanfaatan dan penggunaan teknologi itu sendiri harus bisa
bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia, dimana hukum dapat memainkan
perannya dalam lajunya perkembangan dan perubahan teknologi, dimana apabila tidak
ada sistem yang mampu melakukan prediksi akan apa yang diperlukan manusia ke
depannya terkait dengan perkembangan teknologi, maka kita tidak akan siap menerima
efek-efek negatif dari kemajuan teknologi itu sendiri, sebagaimana sudah diutarakan di
atas.
Infrastruktur telekomunikasi yang baik tentu akan memberikan banyak dampak
positif dalam pendidikan hukum di Indonesia, terlebih lagi dengan adanya AI. Namun
dibalik itu semua kita sebagai manusia harus mampu menempatkan sesuatu pada
porsinya. Tidak serta merta selalu mengandalkan AI dalam kehidupan kita sehari-hari
tapi mau berpikir dan berkreasi dengan pikiran kita sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Haris, M. T. A. R., & Tantimin, T. (2022). Analisis Pertanggungjawaban Hukum


Pidana Terhadap Pemanfaatan Artificial Intelligence Di Indonesia. Jurnal
Komunikasi Hukum (JKH), 8(1), 307-316.

Prasetyo, R. B., & Firdaus, M. (2009). Pengaruh infrastruktur pada pertumbuhan


ekonomi wilayah di indonesia. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan
Pembangunan, 2(2), 222-236.

Yudoprakoso, P. W. (2019). Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence) Sebagai Alat


Bantu Proses Penyusunan Undang-Undang Dalam Upaya Menghadapi
Revolusi Industri 4.0 Di Indonesia. Simposium Hukum Indonesia, 1(1), 450-
461.

Fachri, F. K. (2023, Juni 14). Dampak Artificial Intelligence Terhadap Pendidikan


Hukum dan Hukum Islam. Retrieved from Hukum Online:
https://www.hukumonline.com/berita/a/dampak-artificial-intelligence-
terhadap-pendidikan-hukum-dan-hukum-islam-lt6489a0067b28d/

Waranggani, A. S. (2021, April 07). Neuro.net : Teknologi AI Bisa Membantu Dorong


Kinerja Industri Telekomunikasi . Retrieved from Cloud Computing
Indonesia: https://www.cloudcomputing.id/berita/teknologi-ai-bisa-dorong-
kinerja-telekomunikasi

Susanto, A. F., Septianita, H., Tedjabuana, R., & Pratama, M. A. (2022).


DIGITALISASI PENDIDIKAN HUKUM. JURNAL LITIGASI (e-
Journal), 23(2), 234-252.

Widodo Budiharto dan Derwin Suhartono, 2014, Artificial IntelligenceKonsep


danPenerapannya, Penerbit Andi, Yogyakarta, hlm.2-3.

Amboro, F. L., Priyo, Y., & Komarhana, K. (2021). Prospek Kecerdasan Buatan
Sebagai Subjek Hukum Perdata Di Indonesia. Law Review, 21(2), 145-172.

Priancha, Z. P. (2021, April 30). Pengaturan Hukum Artifical Intelligence Indonesia


Saat Ini. Retrieved from Hukum Online:
https://www.hukumonline.com/berita/a/pengaturan-hukum-artifical-
intelligence-indonesia-saat-ini-lt608b740fb22b7/

Anda mungkin juga menyukai