Kemajuan teknologi di era globalisasi saat ini, era revolusi industry 4.0 semakin gencar dan kompetitif. Penggunaan teknologi
yang dapat membantu kegiatan manusia agar menjadi lebih efektif dan efesien semakin dipuja. Hal ini berkaitan erat dengan
konsep big data, internet of Things (IoT) dan Artificial Intelegence (kecerdasan buatan)
Elon Musk dalam sebuah akun twiternya tahun 2014, menyatakan bahwasannya “Artificial Intelegence (AI) bias lebih bahaya
dibandingkan nuklir”. Pernyataan ini kemudian dikuatkan dengan laporan hasil penelitian dan pengembangaan yang dilakukan
oleh World Economic Forum (WEF) dimana menurut mereka robot, otomatisasi dan AI akan bisa menggantikan 85 juta pekerjaan
manusia pada tahun 2025. Dari sinilah kemudian muncul banyak pemikiran bahwasannya AI akan berpotensi mengancam
manusia. Mengapa hal ini benar? Jawabannya, karena robot dan teknologi berbasis AI dapat bekerja lebih akurat, lebih cepat,
lebih murah, lebih menguntungkan, apalagi teknologi dianggap tidak akan menuntut kenaikan upah, THR, kompensasi,
kesejahteraan dan lain sebagainya
Menurut beberapa pakar, AI yang disebut sebagai teknologi inovatif disinyalir berpotensi mengubah aspek kehidupan manusia
di berbagai aspek. Pada abad ke – 21, teknologi informasi telah menjadi sumber kekuatan Utama dalam masyarakat, juga
mempengaruhi perkembangan budaya, pertumbuhan ekonomi, kemajuan ilmu pengetahuan, dan kemajuan masyarakat. Namun
pada akhirnya terjadi ketergantungan terhadap AI, yang kemudian menjadi pertanyaan penting apakah ketergantungan ini
menjadi sesuatu yang baik atau tidak?
Kecerdasan buatan adalah kemampuan komputer digital atau robot yang dikendalikan komputer untuk melakukan tugas-tugas
yang umumnya dikaitkan dengan makhluk cerdas, menurut Britanica pada unggahannya di surat kabar. Istilah ini sering
diterapkan pada proyek pengembangan sistem yang diberkahi dengan karakteristik proses intelektual manusia, seperti
kemampuan memahami (nalar), menemukan makna/arti, menggeneralisasi, atau belajar dari pengalaman masa lampau. Atau
kemampuan komputer digital atau sebuah robot yang dikendalikan oleh komputer untuk melaksanakan tugas yang biasa
diasosiasikan dengan kebutuhan menggunakan kecerdasan.
Salah satu contoh penerapan kecerdasan buatan pada pemerintah Indonesia adalah untuk layanan customer service dengan
membuat virtual assistant pada layanan pengaduan, sehingga warga tidak perlu bersusah payah untuk datang kekantor
pemerintahan jika ada hal yang ingin diadukan. Penerapan ini terbukti efisien karena menyingkat birokrasi.
Beberapa penerapan umum AI yang dikenal pesat saat ini seperti dilansir dari laman IBM, yaitu :
1. Pengenalan Ucapan
Pengenalan ucapan atau yang lebih dikenal dengan istilah automatic speech recognition (ASR), pengenalan ucapan
komputer, atau speech-to-text (ucapan ke teks) system kemampuan yang menggunakan natural language processing
(NLP) atau pemrosesan bahasa asal untuk memproses ucapan manusia ke dalam format tertulis. Banyak perangkat
seluler menggunakan pengenalan suara ke dalam sistem mereka untuk melakukan pencarian suara atau memberikan
lebih banyak aksesibilitas terhadap layanan pesan singkat atau SMS. Item ini kemudian sangat dikembangkan pada
industry hiburan seperti membuat subtitile otomatis pada channel youtube, atau bahkan mengkonversi isi percakapan
telematika menjadi tertulis di perbankan
2. Customer Service
Sekarang, agen virtual online telah menggantikan manusia di beberapa sistem layanan pelanggan atau customer
service, mereka menjawab pertanyaan umum seputar topik layanan seperti pengiriman, memberikan saran yang
dipersonalisasi, hingga menyarankan ukuran untuk pengguna. Contoh paling umum adalah bot pesan di situs e-
commerce atau jualan online dengan agen virtual, aplikasi pesan seperti Slack dan Facebook Messenger, dan sejumlah
tugas yang biasanya dilakukan oleh asisten virtual dan voice assistants.
3. Visi Komputer
Teknologi AI ini memungkinkan computer, jaringan dan sistemnya memperoleh informasi yang dari gambar digital,
video, dan input visual lainnya yang nantinya, berdasarkan input visual tersebut, komputer akan dapat mengambil
tindakan. Kemampuan memberikan rekomendasi ini berbeda dari sekedar tugas pengenalan gambar, namun lebih
detail, spesifik dan akurat. Visi komputer memiliki aplikasi dalam penandaan foto di media sosial, pencitraan radiologi
dalam perawatan kesehatan, dan self-driving kendaraan dalam industri otomotif.
Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI) pernah menggelar diskusi kelompok terarah
(FGD) tentang 'Kaitan Artificial Intelligence (AI) dengan Dakwah Islam'. Hasil dari diskusi ini adalah umat Islam harus dapat
memanfaatkan AI untuk kepentingan dakwah dan mempermudah dalam mencari solusi keagamaan, dan teman keseharian yang
menguntungkan.
b. Meminimalisir Kesalahan
AI mampu bekerja dengan tingkat akurasi dan konsistensi yang tinggi. Tentunya, hal ini dapat mengurangi atau
meminimalkan kesalahan yang dilakukan manusia atau human error. AI juga dapat dimanfaatkan untuk mempelajari
data dalam jumlah besar dan tak terbatas, sehingga mampu memberikan keputusan terbaik. Oleh karenanya, AI
disimpulkan dapat meminimalisir kerugian. Umumnya jika dilakukan oleh manusia, maka akan ada kondisi dimana
ketidakkonsistenan terjadi akibat kelelahan ataupun factor lainnya
c. Menghemat SDM
AI mampu meminimalisir peran manusia dalam berbagai bidang pekerjaan. Hal ini dikarenakan AI mengambil alih tugas-
tugas, sehingga berdampak pada pengurangan jumlah tenaga kerja. Contoh AI bisa menggantikan tugas mengajar 1
orang guru, untuk puluhan bahkan ratusan orang melalui media, seperti yang diaplikasikan oleh ruang guru
Allah berfirman “Maka apabila Aku telah menyempurnakannya, dan telah Ku-tiupkan ke dalamnya ruh (ciptaan) Ku, maka
tunduklah kepadanya dalam keadaan sujud.” [al-Hijr: 29]. Menurut Prof. Dr. M Quraish Shihab, MA., kata “ruh,” yang dimaksud
di sini adalah memberi potensi ruhaniah kepada makhluk manusia yang menjadikannya dapat mengenal Allah SWT [al-Misbah
7/123].
Sedangkan ayat al-Qur’an yang lain menyebutkan bahwa manusia itu “Ahsan taqwîm atau sebaik-baik bentuk” [at-Tin: 4].
Mengapa demikian? Menurut ar-Raghib al-Ashfahani, pakar bahasa al-Qur’an, kata taqwîm di sini mengisyaratkan tentang
keistimewaan manusia dibanding binatang, yaitu akal, pemahaman, dan bentuk fisiknya yang tegak dan lurus [al-Mufradât fi
Gharîb al-Quran’an 693].
Di samping itu, manusia merupakan makhluk yang istimewa karena diberi akal untuk berfikir. Dalam ilmu mantiq atau logika,
manusia didefinisikan sebagai hayawân nâtiq, yaitu makhluk yang berfikir. Itulah alasan manusia dianggap cerdas. Perintah
berfikir juga banyak diisyaratkan di dalam ayat al-Qur’an, salah satunya, “Maka berpikirlah, wahai orang-orang yang berakal budi”
[al-Hasyr: 2].
Melihat perkembangan AI yang luar biasa. Menjadi keniscayaan, manusia modern hidup dengan AI. Sedangkan persoalan
kehidupan, tidak ada habisnya. Ummat pun selalu membutuhkan bimbingan. Kehadiran AI memberikan banyak kemudahan
sebagai sarana untuk bertanya, termasuk seputar keagamaan. Sebagai seorang muslim, mungkinkah bertanya atau meminta
fatwa ke AI?
a. Prinsip dasarnya, ketika seseorang tidak tahu, maka bertanyalah kepada orang yang tahu. Pernyataan tersebut juga
termuat di dalam al-Qur’an, “Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan (ahl adz-dzikr) jika kamu
tidak mengetahui” [an-Nahl: 43]. Dalam ilmu usul fikih, perintah bertanya di sini akan terus berlaku selama ada
sebabnya, yaitu ketidaktahuan.
b. AI adalah alat (benda mati), dan tidak termasuk ahl adz-dzikr (orang yang mempunyai pengetahuan). Ia hanya berfungsi
sebagai pembantu manusia. Seperti halnya alat kesehatan yang mampu mediagnosis penyakit pasien, namun tetap saja
ia membutuhkan dokter untuk mengambil keputusan. Ini pula yang berlaku di dalam meminta fatwa.
Menurut Dr. Mukhtar Muhsin Muhammad, anggota Lembaga Fatwa Darul Ifta Mesir di dalam kitabnya, Manâhij al-Iftâ’, bila
persoalan yang ditanya belum pernah dibahas di kitab para ulama, di sinilah kita akan menguji kehebatan AI, mampukah ia
memberikan analisa dari jutaan data dengan cepat. Karena AI hanya sebagai alat bantu, maka jawaban yang diberikan AI pun
harus tetap dikonsultasikan ke ahl adz-dzikr, yaitu ulama, kiai, atau ustadz yang ahli dibidang terkait.
Islam, sebagai agama yang shâlih li kulli zamân wa makân (sesuai dengan perkembangan situasi dan kondisi zaman), Islam selalu
mendukung perkembangan teknologi. Bahkan, Islam pernah memegang kemajuan teknologi berabad sebelum Barat
menguasainya. Dan itu tidak membuat para ilmuan muslim menuhankan benda mati. Seperti kisah patung anak lembu yang
terbuat dari emas dan bisa bersuara, buatan Samiri, yang disembah dan dipuja oleh Bani Israil.
Menurut Professor Dr. Mohd. Zakree Ahmad Nazri, (ketua Program Kedokteran (S3) Universitas Kebangsaan Malaysia) yang
disadur oleh Prof. Mohd Zakree Ahmad Nazri, Ketua Program Kedoktoran (S3) di Universitas Kebangsaan Malaysia, istilah AI ini
terdiri dari dua kata yaitu: Kecerdasan dan Buatan. Kecerdasan bermaksud hal yang berkaitan dengan kepintaran, kecerdikan dan
kebijaksanaan. Sedangkan Buatan (artificial) bermaksud tiruan, yaitu sesuatu bukan alami. Prof. Dr. Mohd Zakree Ahmad Nazri
juga menambahkan bahwa AI dalam bahasa dan perspektif beliau, adalah seperti berikut:
"Ilmu dan teknik yang tertumpu pada metode komputer untuk memprogram suatu aplikasi dan mesin cerdas dengan meniru
kepintaran manusia atau ketetapan Allah yang memelihara dan mengatur seluruh alam dan isinya yang ada di darat, laut dan
udara. Ahli ilmu komputer berusaha berinovasi dengan menciptakan mesin yang dapat melihat, mendengar, berbicara, berfikir,
berhitung, berjalan, berlari, mencari dan segala kemampuan manusia, kecuali mempunyai emosi, berintuisi, berkreasi dan lain-
lain yang begitu subjektif.
Penjelasan yang menarik dari seorang Profesor di bidang Kecerdasan Buatan yang mengaitkan antara Kecerdasan Buatan dan
ketetaan Allah. Beliau menambahkan bahwa ketetapan yang beliau maksud di sini adalah hukum atau ketentuan Allah Azza wa
Jalla yang saintis barat sebut Nature's Law, Intelligent Design dan sebagainya yang merangkumi hukum fisika, biologi, kimia,
astrologi dan sebagainya. Ketetapan Allah adalah suatu sistem dan peraturan yang ditentukan oleh Allah Taala untuk manusia,
hewan dan semua jenis makhluk di dunia ini. Ketetapan Allah tidak akan berubah dan tidak ada siapa yang dapat merubahnya
sejak Allah Taala wujudkannya sampai kapanpun
Firman Allah SWT yang artinya: "Karena engkau tidak sekali-kali akan mendapati sebarang perubahan bagi Sunnatullah, engkau
tidak sekali-kali akan mendapati sebarang penukaran bagi perjalanan sunnatullah itu." (Fathir: 43)
Jadi menurut Prof. Dr. Mohd Zakree Ahamd, AI sebenarnya hanya meniru hukum alam yang sesuai dengan Sunnatullah, sehingga
tidak ada sama sekali didalamnya sebuah pelencengan dari apa yang sudah menjadi ketetapan Allah. SWT
Nah dari penjelasan diatas disimpulkan bahwa AI memiliki sifat ganda dalam penerapannya, mempunyai implikasi positif dan
negatif terhadap kehidupan dan masyarakat. AI dinilai sebagai tantangan teknologi, sehingga mereka menganjurkan
pemanfaatan teknologi yang berkembang ini secara kritis dan selektif. Namun, terdapat kekhawatiran mengenai penyalahgunaan
AI, terutama dalam menanamkan nilai-nilai yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam, seperti kemurtadan, radikalisasi,
dan terorisme.
Islam dihadirkan sebagai pandangan hidup dan pandangan hidup (al-Din). Ini memberikan perspektif yang berbeda tentang peran
kemanusiaan dan teknologi. Dalam ajaran Islam, manusia dianggap sebagai ciptaan Allah SWT. Manusia ditugasi berperan sebagai
'abd' (makhluk yang taat) dan 'Khalifah' (khalifah). Tujuan ilmu pengetahuan dan teknologi, menurut Islam, adalah untuk
membantu umat manusia dalam memenuhi tanggung jawabnya dengan tetap menjaga keselarasan dengan lingkungan.
Pandangan dunia ilmu pengetahuan dan teknologi modern dipengaruhi oleh filsafat Barat yang spekulatif. Hal ini berbeda dengan
perspektif Islam. Persaingan tanpa akhir dalam pengembangan teknologi, yang dipicu oleh keuntungan materi dan supremasi
militer. Hal ini menantang etos Islam dalam menggunakan pengetahuan dan teknologi untuk kepentingan umat manusia dalam
kerangka kebenaran dan realitas.
Jadi jelaslah dari semua penjelasan diatas, AI itu dapat dimanfaatkan manusia dan boleh, bahkan di sarankan oleh ulama untuk
kondisi – kondisi yang sifatnya positif, mempermudah, dan memberikan manfaat kepada kita. Namun menjadi tidak boleh jika
memberikan mudharat kepada manusia seperti membuat manusia semakin malas, membuat manusia semakin tidak berfikir dan
membuat manusia semakin memuja dan menomorsatukan AI