Anda di halaman 1dari 2

NAMA : Ristining Putri Zuraida Lutfi

NIM : 042898936

KELAS : Tugas 2

MAPEL : Hukum Media Massa

Soal

1. Kebijakan dan sistem hukum media massa di era Orde Baru

2. Dampak kebijakan dan sistem tersebut terhadap industri media di era tersebut

Jawaban

1. Pada masa Orde Baru, sensor represif dimulai dengan terbitnya TAP MPR RI
No. IV/MPR/1978 menggambarkan pergeseran sistem politik Orde Baru
yang demokratis ke sistem otoriter. Munculnya UU No 21/1982 sebagai
penegasan TAP MPR tersebut bersifat mengekang media massa dengan
diharuskannya setiap penerbitan pers mempunyai SIUPP ( Surat Ijin Usaha
Penerbitan Pers) menggantikan SIT. Permenpen No 1/1984 yang merupakan
peraturan pelaksana UU No 21/1982 mempertegas SIUPP. Secara praktis, pers
kita selama Orde Baru mengambil posisi sebagai slave, budak pemerintah.
Kemitraan hanya tumbuh di antara yang setingkat, yang equal. Dalam
hubungan yang supra- dan subordinasi, pers hanya menjadi kuda tunggangan
pemerintah. Apalagi Pedang Damocles siap memancung leher pers
Indonesia, kapan saja dan karena apa saja.

2. Orde Baru sedemikian ketatnya dalam hal pengawasan atas pers, karena
mereka tidak menghendaki mana kala pemerintahan menjadi terganggu akibat
dari pemberitaan di media-media massa. Sehingga fungsi pers sebagai
transmisi informasi yang obyektif tidak dapat dirasakan. Padahal dengan
transmisi informasi yang ada diharapkan pers mampu menjadi katalisator bagi
perubahan politik atau pun sosial. Pada jaman orde baru pers melihat bahwa
model kepemimpinan yang digunakan Soeharto yang otoriter memberantas
kebebasan masyarakat. Artinya juga logika kekuasaan semacam itu pada suatu
waktu akan menghancurkan dirinya (pers), karena pers adalah salah satu pilar
penyusun sistem demokrasi yang memiliki fungsi pentingnya. Artinya pola
yang digunakan Soeharto pada umumnya bersifat kontradiktif dengan logika
pers itu sendiri. Tidak heran jika Orde Baru sedemikian menekannya dengan
pers, karena pers adalah penghalang bagi lahirnya demokrasi Pancasila yang
hegemonik dan dominatif. Padahal secara realitasnya, peranan pres sangat
dibutuhkan disuatu pemerintahan yang demokratis Namun, agar pers mampu
menjalankan peranannya terutama dalam menunjang demokratisasi maka
perlu adanya kebebasan pers dalam menjalankan tugas serta fungsinya secara
profesional. Media masa yang bebas memberikan dasar bagi pembatasan
kekuasaan negara dan dengan demikian adanya kendali atas negara oleh
rakyat, sehingga menjamin hadirnya lembaga-lembaga politik yang
demokratis sebagai sarana yang paling efektif untuk menjalankan
pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat itu. Sehingga dengan
dampak ini perkembangan media saat itu terjadi kebekuan karena banyak dari
pers yang enggan untuk menentang model pemerintahan pada saat ini agar
perusahaan mereka tetap hidup dan berjalan. Tidak jarang pers memilih jalan
tengah yaitu, bersikap mendua terhadap suatu masalah yang berkaitan dengan
kekuasaan. Dalam kaitan ini banyak pers di negara berkembang yang pada
umumnya termasuk di Indonesia lebih suka mengutamakan konsep stabilitas
politik nasional sebagai acuan untuk kelangsungan hidup pers itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai