Anda di halaman 1dari 11

Implementasi Nilai-nilai Kebangsaan yang bersumber dari UUD NRI Tahun 1945 Terhadap Generasi Muda Dala

Oleh: Syafran Sofyan, SH., M.Hum.


Tenaga Profesional Bidang Hukum & Ham Lemhannas RI

1.

Umum.
Perjuangan bangsa Indonesia dalam rangka membentuk satu kesatuan sebagai bangsa nation
dan membentuk negara yang merdeka penuh dengan dinamika dan pasang surut. Dimulai dari
Perjuangan para pemuda, sejak 1908 yang selalu kita peringati dengan Hari kebangkitan Nasional,
tanggal 20 Mei 1908, disitulah kita telah mengenal Kehidupan Berbangsa dan berpolitik; dan pada
tanggal 20 Mei juga, pada tahun 1965 Presiden Sukarno, mendirikan Lemhannas RI. Setelah itu
dilanjutkan dengan Sumpah Pemuda, para pemuda di seluruh Indonesia berkumpul dari perwakilan
pemuda di seluruh Indonesia. Dari berbagai peristiwa perjalanan perjuangan tersebut ada suatu peristiwa
yang perlu terus kita jadikan sebagai catatan penting, karena pada saat-saat itulah sebuah komitmen
atau konsensus bangsa diletakkan, oleh para pemuda. Peristiwa dimaksud adalah Proklamasi
Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 yang kemudian sehari setelah itu dilanjutkan dengan
pengesahan UUD NRI Tahun 1945 sebagai Konstitusi Negara. Peristiwa Proklamasi Kemerdekaan dan
pengesahan UUD NRI Tahun 1945 merupakan konsensus nasional (semua warga bangsa) bahwa
pengaturan kehidupan berkebangsaan dan kehidupan bernegara dalam negara Indonesia yang dibentuk
disepakati dengan dilandasi oleh ideologi negara yang disebut Pancasila, dilandasi oleh sebuah
konstitusi negara yang disebut UUD NRI Tahun 1945, disepakati mengenai konsepsi bentuk negaranya
adalah negara kesatuan Republik Indonesia, dan disepakati bahwa masyarakatnya berada dalam satu
ke-Indonesia-an yang terdiri dari berbagai suku/ras/etnis, budaya, agama dan norma-norma kehidupan
yang mencerminkan dalam Bhinneka Tunggal Ika.

Konsensus nasional tersebut menjadi panduan penting dalam menjaga persatuan dan kesatuan
bangsa Indonesia dalam perjalanan sejarah sampai saat ini. Berbagai peristiwa penghianatan berupa
pemberontakan, gerakan separatis, coup dEtat, bahkan perjuangan politik yang legal melalui
Konstituante, yang dilakukan oleh berbagai kelompok masyarakat untuk merubah atau mengganti
konsensus tersebut dapat diatasi, khususnya oleh para pemuda, yang kita kenal dengan angkatan 66,
dan diteruskan pada tahun 1998, bagaimana para pemuda dengan semangat tanpa pamrih,
memperjuangkan reformasi sampai saat ini. Konsensus nasional yang selama ini nilai-nilai dasarnya
menjadi dasar dalam penanaman, penumbuhan, dan pengembangan rasa, jiwa dan semangat
kebangsaan serta memberikan panduan, tuntunan dan pedoman bagi bangsa Indonesia melakukan
perjuangan guna mencapai cita-cita nasionalnya, ternyata saat ini, mengalami suatu kemunduran
(degradasi). Degradasi rasa, jiwa dan semangat kebangsaan. Indikasi dari degradasi tersebut terlihat
semakin menipisnya kesadaran dan kurang dihayatinya tata kehidupan yang didasarkan pada nilai-nilai
ideologi Pancasila dan Konstitusi, pada hampir semua generasi bangsa. Khusus pemuda, menurut
laporan dari Kemengpora RI saat ini, ada 10 (sepuluh) masalah karakter bangsa pada generasi
muda/pemuda, antara lain: masih maraknya tingkat kekerasan dikalangan pemuda ,adanya
kecendrungan sikap ketidak jujuran yg semakin membudaya , berkembangnya rasa tdk hormat, kpd org
tua, guru dan pemimpin, sikap rasa curiga dan kebencian satu sama lain, penggunaan bahasa Indonesia
dg semakin memburuk, berkembangnya prilaku menyimpang dikalangan pemuda (narkoba, pornografi,
pornoaksi,dll), kecendrungan mengadopsi nilai2 budaya asing, melemahnya idealisme, patriotisme,serta
mengendapnya spirit of nation, meningkatnya sikap pragmatisme dan hedonisme,serta semakin kabur
pedoman yg berlaku , dan sikap acu tak acu terhadap pedoman ajaran agama.

Oleh karena itulah kita perlu mengangkat kembali nilai-nilai kebangsaan khususnya nilai-nilai yang
terkandung dalam konstitusi UUD NRI Tahun 1945, demi meneguhkan kembali jati diri bangsa dan
membangun kesadaran tentang sistem kenegaraan yang menjadi konsensus nasional, sehingga
diharapkan bangsa Indonesia dapat tetap menjaga keutuhan dan mampu menegakkan kedaulatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia di tengah terpaan arus globalisasi yang bersifat multidimensial.

Nilai-nilai Kebangsaan yang terkandung dalam pasal-pasal UUD NRI Tahun 1945, yaitu:
1) Nilai demokrasi, mengandung makna bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat, setiap warga
negara memiliki kebebasan yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaran pemerintahan.
2) Nilai kesamaan derajat, setiap warga negara memiliki hak, kewajiban dan kedudukan yang sama di
depan
hukum.
3) Nilai ketaatan hukum, setiap warga negara tanpa pandang bulu wajib mentaati setiap hukum dan
peraturan
yang
belaku.
Berdasarkan uraian nilai-nilai yang terkandung dalam pasal-pasal UUD Negara RI Tahun 1945
tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa dalam penyusunan perumusan pasal-pasal UUD Negara RI
Tahun 1945 telah mengakomodasi segala aspek dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara yang disesuai-kan dengan kondisi sosial budaya bangsa Indonesia saat itu. Nilai-nilai yang
terkandung dalam pasal-pasal tersebut sampai dengan saat ini masih sangat relevan dengan situasi dan
kondisi kehidupan bangsa Indonesia walaupun adanya pengaruh globalisasi. Sehingga diharapkan
nilai-nilai tersebut untuk dapat dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan
bernegara
dalam
wadah
Negara
Kesatuan
Republik
Indonesia.
Membangun Sistem Demokrasi sesuai dengan Konstitusi UUD NRI Th. 1945 .
Proses reformasi yang bergulir pada penghujung tahun 1998, pada hakekatnya merupakan proses
demokratisasi yang dilakukan bangsa Indonesia secara gradual, berkesinambungan dan sistematis serta
menyeluruh. Proses ini akan merupakan on going process mengingat agendanya yang berlanjut di
samping interaksi pelbagai fenomena sosial politik yang harus dihadapi karena lingkungan strategis yang
berubah dengan cepat, baik yang bersifat nasional, regional maupun internasional.

Bangsa Indonesia telah sepakat untuk melakukan meminjam istilah BJ Habibie- evolusi yang
dipercepat (accelerated evolution) dengan membangun sistem demokrasi yang sehat atas dasar
evaluasi dan introspeksi terhadap pelbagai sistem demokrasi yang pernah diterapkan di Indonesia yang
dinilai ternyata gagal, yaitu demokrasi liberal pada awal kemerdekaan yang tidak menjamin stabilitas
pemerintahan, demokrasi terpimpin pada era orde lama dan demokrasi Pancasila di era orde baru yang
menghasilkan pemerintahan yang otoriter. Sejak tahun 1998, dengan dorongan generasi muda, yang
dikenal dengan angkatan 1998, telah merobohkan suatu rezim yang telah berkuasa selama 32 tahun
lamanya. Mulailah dicanangkan suatu orde baru yang lebih dikenal dengan orde reformasi, suatu era
demokrasi dan demokratisasi, yang dikenal dengan core values of democracie, atau nilai-nilai demokrasi.
Dalam proses tersebut pelbagai indeks demokrasi ditegaskan pengaturannya, seperti pemantaban
kehidupan konstitusionalisme, promosi dan perlindungan HAM, kekuasaan kehakiman yang merdeka,
otonomi daerah, pemilihan umum yang jujur dan adil secara langsung baik pemilu legislatif, DPD,
Presiden/wakil Presiden serta pilkada, pemisahan Polri dari TNI, civilian control to the military
perkembangan masyarakat madani, kebebasan mass media, pemerintahan yang terbuka, akuntabel dan
responsif
dan
sebagainya
dalam
waktu
yang
relatif
sangat
cepat.
Sejak Tahun 1998 kita telah berusaha untuk membangun sistem demokrasi tersebut atas dasar
serangkaian nilai-nilai yang diyakini secara akademis dan empiris sebagai core values of democracy
sebagaimana yang berlaku di Negara maju dan memperoleh pengakuan dari PBB. Nilai-nilai dasar
tersebut
adalah
:
1) Prinsip pemerintahan berdasar konstitusi (baru) yang menjamin checks and balances yang sehat.
2) Pemilihan umum yang demokratis (free and fair), yang pada akhirnya telah mengembalikan

kedaulatan
sepenuhnya
kepada
rakyat.
3) Desentralisasi kekuasan dan tanggung jawab atas dasar sistem otonomi daerah untuk lebih
mendekatkan
rakyat
pada
pengambilan
keputusan.
4)
Sistem pembuatan undang-undang yang demokratis, aspiratif dan terbuka prosesnya.
5)
Sistem peradilan yang independen, yang bebas dari tekanan atau pengaruh dari manapun
datangnya.
6)
Pembatasan
kekuasaan
kepresidenan
atas
dasar
konstitusi.
7)
Peran
media
yang
bebas
sebagai
sarana
kontrol
sosial.
8)
Jaminan
terhadap
peran
kelompok-kelompok
kepentingan
(civil
society).
9)
Hak
masyarakat
untuk
tahu.
10) Promosi dan perlindungan HAM, termasuk perlindungan hak-hak minoritas karena beda agama,
ras,
atau
etnis.
11)
Kontrol
sipil
terhadap
militer.
Atas dasar langkah-langkah tersebut saat ini Indonesia dikenal dan diakui sebagai negara demokrasi
ketiga terbesar di dunia setelah India dan AS. Serta di ikuti adanya amandemen terhadap Konstitusi
sejak
1999,
2000,
2001,
dan
2002.
Ciri-ciri
pemerintahan
demokratis
yang
baik
adalah:
a. Adanya keterlibatan warga negara (rakyat) dalam pengambilan keputusan politik, baik langsung
maupun
tidak
langsung
(perwakilan).
b. Adanya pengakuan, penghargaan, dan perlindungan terhadap hak-hak asasi rakyat (warga negara).
c.
Adanya
persamaan
hak
bagi
seluruh
warga
negara
dalam
segala
bidang.
d. Adanya lembaga peradilan dan kekuasaan kehakiman yang independen sebagai alat penegakan
hukum.
e.
Adanya
kebebasan
dan
kemerdekaan
bagi
seluruh
warga
negara.
f. Adanya pers (media massa) yang bebas untuk menyampaikan informasi dan mengontrol perilaku dan
kebijakan
pemerintah.
g. Adanya pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan rakyat.
h. Adanya pemilihan umum yang bebas, jujur, adil untuk menentukan (memilih) pemimpin negara dan
pemerintahan
serta
anggota
lembaga
perwakilan
rakyat.
i. Adanya pengakuan terhadap perbedaan keragamaan (suku, agama, golongan, dan sebagainya).
Untuk itu semua, sangat diperlukan terciptanya suatu masyarakat yang mandiri, yakni masyarakat
madani, agar demokrasi yang kita cita-citakan dapat berjalan dengan lancar, tertib, dan betul-betul
mencari pemimpin yang kredibel, berkualitas, dan amanah, sehingga cita-cita, dan tujuan nasional cepat
terwujud. Dari beberapa ciri tersebut, kiranya dapat dikatakan bahwa masyarakat madani adalah sebuah
masyarakat demokratis dimana para anggotanya menyadari akan hak-hak dan kewajibannya dalam
menyuarakan pendapat dan mewujudkan kepentingan-kepentingannya, dimana pemerintahan
memberikan peluang yang seluas-luasnya bagi kreatifitas warga negara untuk mewujudkan programprogram pembangunan di wilayahnya. Namun demikian, masyarakat madani bukanlah masyarakat yang
sekali jadi, yang hampa udara, taken for granted. Masyarakat madani adalah konsep yang cair yang
dibentuk dari poses sejarah yang panjang dan perjuangan yang terus menerus. Beberapa prasyarat
yang harus dipenuhi untuk menjadi masyarakat madani, yakni adanya democratic governance
(pemerintahan demokratis yang dipilih dan berkuasa secara demokratis dan democratic civilian
(masyarakat sipil yang sanggup menjunjung nilai-nilai civil security; civil responsibility dan civil resilience).
Apabila diurai, dua kriteria tersebut menjadi tujuah prasyarat masyarakat madani sbb:
a)
Terpenuhinya kebutuhan dasar individu, keluarga, dan kelompok dalam masyarakat.
b) Berkembangnya modal manusia (human capital) dan modal sosial (social capital) yang kondusif bagi
terbentuknya kemampuan melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan terjalinya kepercayaan dan relasi
sosial
antar
kelompok.
c) Tidak adanya diskriminasi dalam berbagai bidang pembangunan; dengan kata lain terbukanya
akses
terhadap
berbagai
pelayanan
sosial.
d) Adanya hak, kemampuan dan kesempatan bagi masyarakat dan lembaga-lembaga swadaya untuk
terlibat dalam berbagai forum dimana isu-isu kepentingan bersama dan kebijakan publik dapat

dikembangkan.
e) Adanya kohesifitas antar kelompok dalam masyarakat serta tumbuhnya sikap saling menghargai
perbedaan
antar
budaya
dan
kepercayaan.
f) Terselenggaranya sistem pemerintahan yang memungkinkan lembaga-lembaga ekonomi, hukum,
dan
sosial
berjalan
secara
produktif
dan
berkeadilan
sosial.
g) Adanya jaminan, kepastian dan kepercayaan antara jaringan-jaringan kemasyarakatan yang
memungkinkan terjalinnya hubungan dan komunikasi antar mereka secara teratur, terbuka dan
terpercaya.
Untuk itulah, peran pemuda sangat besar, untuk mengawal jalan demokrasi, dan terciptanya suatu
masyarakat yang kondusif, mandiri, dan tau akan hak dan kewajibannya, serta selalu mengajak, dan
meningkatkan
pendidikan
politik
bagi
masyarakat
luas.
Nilai KebersamaanSalah satu masalah utama yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini adalah
memudarnya wawasan kebangsaan dan rasa bangga sebagai bangsa atau rasa nasionalisme yang
dikumandangkan dengan penuh heroik pada tahun 1928, yang dikenal sebagai hari sumpah pemuda.
Tergerusnya rasa nasionalisme suatu bangsa dapat disebabkan oleh hal-hal yang bersifat internal
maupun eksternal. Bersifat internal, manakalah rasa kebersamaan antara sesama anak bangsa mulai
berkurang, seperti memelihara persamaan dalam perbedaan dan memelihara perbedaan dalam
persamaan. bersifat eksternal dapat diidentifikasi dalam bentuk rong-rongan dan gangguan dari berbagai
kepentingan asing yang bersifat pragmatis, historis, yang bertujuan untuk memecah belah semangat
kebangsaan termasuk integritas wilayah, kedaulatan nasional dan kemerdekaan politik nasional.
Berkaitan dengan pengaruh yang bersifat ekternal, globalisasi yang melanda dunia, termasuk Indonesia,
tidak mungkin untuk dihindari. globalisasi adalah proses homogenisasi dengan masuknya atau
meluasnya pengaruh nilai-nilai dari suatu wilayah/negara ke wilayah/negara lain dan atau proses
masuknya pengaruh sistem nilai lain kedalam suatu negara sebagai konsekwensi pergaulan dunia akibat
kemajuan teknologi komunikasi, informasi dan transportasi modern yang sangat cepat. Perbedaan
internasionalisasi dan globalisasi adalah bahwa dalam internasionalisasi kedaulatan suatu bangsa masih
memegang peranan penting, sedangkan globalisasi menumbuhkan nilai-nilai kosmopolitan.

Proses globalisasi yang semula bernuansa ekonomis kemudian mengandung implikasi multidimensional
bahwa suatu aktivitas yang sebelumnya terbatas jangkauannya secara nasional, secara bertahap
berkembang menjadi tidak terbatas pada suatu negara. Hal ini dapat diamati, globalisasi dalam budaya
(cultural diffusion) sebagai dampak pertumbuhan kontak-kontak budaya sehingga menciptakan satu
standard kehidupan dan pemikiran (world culture) misalnya, seperti masuknya pengaruh luar khususnya
budaya barat melalui media tv dan internet, budaya barat dalam bentuk konsumerisme dan cara
berpakaian dan pergaulan bebas yang diikuti dan dijadikan model oleh sebagian masyarakat kita.
Kedepan diperlukan adanya pemaknaan nilai-nilai ideologi Pancasila yang berlangsung secara dialogis,
tidak monologis. pemaknaan sila-sila Pancasila ditopang oleh pilar-pilar dan nilai-nilai kearifan lokal yang
meragai pluralisme konstruktif, mencerminkan keanekaragaman yang Berbhinneka Tunggal Ika.
Pemaknaan masing-masing sila Pancasila sesuai dengan adat istiadat dan budaya masyarakat di
daerah, merupakan manifestasi dari common value yang hidup ditengah masyarakat, akan
menumbuhkembangkan sikap dan perilaku masyarakat sebagai pemilik ideologi yang bersifat lintas
kultural sebagai benang emas (golden thread) yang menembus sekat-sekat budaya (cultural barriers).
Dengan pemaknaan yang tepat terhadap nilai-nilai Pancasila, sebagai ideologi dan simpul kebangsaan
yang dapat mencerminkan kebersamaan, di era globalisasi yang penuh dengan turbulensi sosial dewasa
ini, sangat dibutuhkan, karena kesadaran atas kebersamaan yang kuat merupakan kapital sosial yang
sebenarnya memiliki akar budaya kuat di Indonesia.

Tanpa itu peranan negara akan menjadi sangat lemah dan tidak effektif dilanda oleh arus globalisasi dan
regionalisasi yang cenderung semakin kuat. Salah satu contoh adalah komentar para ahli tentang terror
di Mumbai India yang diakibatkan oleh tidak berfungsinya (disfungsionalisasi) pemerintah pusat di India
menghadapi arus globalisasi dan industrialisasi serta akibat kuatnya federalisme sebagai dampak

pengaruh globalisasi demokrasi. Salah satu kegagalan di sini adalah kegagalan mengelola pluralisme
(agama)
dan
kewaspadaan
nasional.
Kebersamaan sebagai satu bangsa yang sangat pluralistik yang dibangun atas dasar jiwa dan semangat
nilai-nilai obyektif dan non-primordialistik, sangat strategis yang tidak hanya larut pada pendekatan
alamiah, rutin, praktis dan pragmatis semata dan menganggap persatuan nasional sebagai mitos yang
langgeng. Memantapkan karakter bangsa dan memperkuat integrasi bangsa serta kehendak politik
untuk selalu meningkatkan rasa kebangsaan sehingga sangat dipehitungkan bangsa dan negara lain,
merupakan elemen kekuatan dan ketahanan nasional yang yang terus menerus memerlukan intervensi
pemerintah dengan mengedepankan soft power. Hal ini terutama menghadapi generasi baru yang
melihat Indonesia sebagai suatu yang given dan instant.

Dalam posisi yang demikian, memiliki kesadaran dan komitmen yang kuat terhadap 4 konsensus dasar
bangsa Indonesia yakni Pancasila, UUD NRI TH 1945, asas Bhinneka Tunggal Ika dan asas NKRI, yang
secara keseluruhan menggambarkan bahwa Indonesia sebagai negara demokrasi ketiga terbesar di
dunia, negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, dan negara dengan penduduk terbesar
keempat di dunia, tetap tegar sebagai suatu sistem baik sistem fisik (kerjasama secara terpadu dari
pelbagai sub-sistem untuk mencapai tujuan) maupun sebagai sistem abstrak (kesatuan karakter,
pandangan, nilai, perilaku dan falsafah) memerlukan manajemen yang sistemik, berkelanjutan dengan
perspektif
jangka
panjang.
Salah satu upaya untuk menghentikan kerawanan dan berkembangnya konflik dalam masyarakat,
adalah dengan pemahaman nilai ideologi Pancasila dan transformasi nilai universal secara benar dan
komprehensif. Oleh sebab itu untuk menghadapi tantangan global yang semakin kompleks dan
berkembang dengan cepat serta tidak terbayangkan sebelumnya, diperlukan ide-ide segar yang
dikembangkan dalam konteks kultural dan nilai-nilai ideologi Pancasila yang ditopang oleh pilar-pilar dan
nilai-nilai kearifan lokal yang hidup dan berkembang dalam masyarakat di daerah, yang dipertimbangkan
merupakan sub-sistem nasional dan bukan yang sebaliknya merupakan counter system.
Dalam era globalisasi dewasa ini, tidak mungkin suatu negara dapat hidup dan membangun kemajuan
dalam posisi mengisolasi diri dari pengaruh antar negara lewat teknologi informasi, teknologi industri,
perdagangan uang dan perdagangan komoditas antar bangsa merupakan kenyataan yang harus
dihadapi. Untuk itu diperlukan kecerdasan sekaligus kecerdikan taktis dan strategis untuk merubah
dampak yang ditimbulkan oleh globalisasi dari tantangan menjadi peluang.

Globalisasi harus difahami sebagai fenomena meningkatnya proses multikulturalisme atau diversitas
budaya yang secara alamiah akan meningkatkan asimilasi budaya, akbat proses kombinasi antara
kekuatan
ekonomi,
teknologi,
sosial
budaya
dan
kekuatan
politik.
Hal ini pada tingkat nasionalisme maupun internasionalisme dibutuhkan secara sadar promosi atau
pemajuan
perdamaian
dan
pengertian
antar
manusia.
Krisis finansial global akhir-akhir ini telah mendemonstraikan kenyataan bahwa globalisasi merupakan
suatu proses dimana manusia di dunia telah dipersatukan kedalam suatu masyarakat tunggal (single
society) dan berfungsi bersama (function together) , baik dalam menikmati kemajuan maupun dalam
menghadapi bahaya bersama. dalam hal ini Nilai-Nillai Kebersamaan itulah yang menjadi suatu kekuatan
bagi bangsa Indonesia, terutama didalam menghadapi kuatnya arus globalisasi, dan informasi saat ini.
Ketaatan
Hukum
dalam
Konstitusi
Istilah konstitusionalisme mempunyai makna suatu paham mengenai pembatasan kekuasaan dan
jaminan hak-hak rakyat melalui konstitusi. Pemakaian istilah konstitusi yang dimaksud ialah
pembentukan suatu negara atau menyusun dan menyatakan suatu negara. Dalam hal ini, yang
dimaksud negara adalah organisasi kekuasaan. Dikatakan organisasi kekuasaan, karena dalam setiap
negara
terdapat
pusat-pusat
kekuasaan
.
Pusat-pusat kekuasaan tersebut baik yang terdapat dalam Supra Struktur Politik maupun dalam Infra
Struktur Politik. Supra Struktur Politik meliputi organ legislatif, eksekutif, yudisial. Di sisi lain, Infra Struktur

Politik terdiri atas Partai Politik, Tokoh Politik, Kelompok Penekan, Kelompok Kepentingan, dan Alat
Komunikasi Politik. Selanjutnya pusat-pusat kekuasaan yang mempunyai kekuasaan itu mempunyai
kekuasaan itu mempunyai kemampuan mengendalikan pihak lain.

Selain konstitusionalisme, sokoguru Indonesia adalah paham negara hukum. Di dalam kepustakaan
hukum di Indonesia istilah negara hukum sudah sangat populer. Pada umumnya istilah tersebut
dianggap merupakan terjemahan yang tepat dari dua istilah yaitu rechtsstaat dan the rule of law. Istilah
Rechtsstaat (yang dilawankan dengan Machtsstaat) memang muncul di dalam penjelasan UUD 1945
yakni sebagai kunci pokok pertama dari Sistem Pemerintahan Negara yang berbunyi Indonesia ialah
negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat) dan bukan berdasar atas kekuasaan belaka
(machtsstaat). Kalau kita lihat di dalam UUD 1945 BAB I tentang Bentuk dan Kedaulatan pasal 1 hasil
Amandemen yang ketiga tahun 2001, berbunyi Negara Indonesia adalah negara hukum.

Dari teori mengenai unsur-unsur negara hukum, apabila dihubungkan dengan negara hukum Indonesia
yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar NRI Th.1945, dapat ditemukan unsur-unsur
negara hukum, yaitu: Pertama, adanya pengakuan terhadap jaminan hak-hak asasi manusia dan warga
negara. Kedua, adanya pembagian kekuasaan. Ketiga, dalam melaksankan tugas dan kewajibannya,
pemerintah harus selalu berdasar atas hukum yang berlaku, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.
Keempat, adanya kekuasaan kehakiman yang dalam menjalankan kekuasaannya bersifat merdeka,
artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah maupun kekuasaan lainnya.
Hukum obyektif adalah kekuasaan yang bersifat mengatur, hukum subyektif adalah kekuasaan yang
diatur oleh hukum obyektif. Fungsi hukum sebagai sosial kontrol merupakan aspek yuridis normatif dari
kehidupan sosial masyarakat. Efektivitas hukum dalam masyarakat mengandung arti bahwa daya kerja
hukum itu dalam mengatur dan/atau memaksa masyarakat untuk taat terhadap hukum.
Menurut K.C. Wheare, kalau berangkat dari aliran positivisme hukum, maka konstitusi itu mengikat,
karena ia ditetapkan oleh badan yang berwenang membentuk hukum, dan konstitusi itu dibuat untuk dan
atas nama rakyat (yang didalamnya sarat dengan ketentuan sanksi yang diatur lebih lanjut dalam
undang-undang organik).
Di dalam teori-teori ilmu hukum, dapat dibedakan tiga macam hal mengenai berlakunya hukum sebagai
kaidah. Pertama, kaidah hukum berlaku secara yuridis, apabila penentuannya didasarkan pada kaidah
yang lebih tinggi tingkatanya atau terbentuk atas dasar yang telah ditetapkan. Kedua, kaidah hukum
berlaku secara sosiologis, apabila kaidah tersebut efektif. Artinya, kaidah dimaksud dapat dipaksakan
berlakunya oleh penguasa walaupun tidak diterima oleh warga masyarakat (teori kekuasaan) atau kaidah
itu berlaku karena adanya pengakuan dari masyarakat. Ketiga, kaidah hukum berlaku secara filosofis,
yaitu sesuai dengan cita-cita hukum sebagai nilai positif yang tertinggi.
Hukum berfungsi sebagai alat untuk mengubah masyarakat yang disebut oleh Roscoe Pound a tool of
social engineering. Perubahan masyarakat dimaksud terjadi bila seseorang atau sekelompok orang
mendapatkan kepercayaan dari masyarakat sebagai pemimpin lembaga-lembaga kemasyarakatan.
Selain itu, dapat diketahui bahwa pranata hukum itu pasif, yaitu hukum menyesuaikan diri dengan
kenyataan sosial dalam masyarakat. Oleh karena itu, terlaksana atau tidaknya fungsi hukum sebagai alat
pengendalian sosial amat ditentukan oleh faktor aturan hukum dan faktor pelaksana hukum.
Pada umumnya orang berpendapat bahwa kesadaran warga masyarakat terhadap hukum yang tinggi
mengakibatkan para warga masyarakat mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Sebaliknya, apabila keadaran warga masyarakat terhadap hukum rendah, derajat kepatuhannya
juga rendah. Pernyataan yang demikian berkaitan dengan fungsi hukum dalam masyarakat atau
efektivitas dari pelaksanaan ketentuan-ketentuan hukum dalam masyarakat.
Salah satu faktor yang mengefektifkan suatu peraturan adalah warga masyarakat (warga negara). Warga
negara adalah penduduk sebuah negara atau bangsa yang berdasarkan keturunan, tempat kelahiran,

dan atau orang-orang lain (bangsa lain) yang disyahkan dengan undang-undang sebagai warga negara
yang mempunyai kewajiban dan hak penuh sebagai seorang warga dalam suatu negara tertentu. Hal ini
tercermin dalam Undang-Undang Dasar 1945 pada Pada BAB X tentang Warga Negara dan Penduduk
Pasal 26 ayat (1) Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang
bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara. Ayat (2) Penduduk ialah
warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.

Seorang warga masyarakat mentaati hukum karena pelbagai sebab. Pertama, Takut karena sanksi
negatif, apabila hukum dilanggar. Kedua, untuk menjaga hubungan baik dengan penguasa. Ketiga, untuk
menjaga hubungan baik dengan rekan-rekan sesamanya. Keempat, karena hukum tersebut sesuai
dengan nilai-nilai yang dianut. Kelima, kepentingan terjamin. Suatu norma hukum akan dihargai oleh
warga masyarakat apabila ia telah mengetahui, memahami, dan menaatinya. Artinya, dia benar-benar
dapat merasakan bahwa hukum tersebut menghasilkan ketertiban serta ketentraman dalam dirinya.
Hukum tidak hanya berkaitan dengan segi lahiriyah dari manusia, akan tetapi juga dari segi batiniah.
Dalam kajian struktur bahasa hukum tentang daya ikat konstitusi dalam aspek hukum bisa kita lihat
dalam tindakan bahasa. Ketika tindakan bahasa hukum diperlukan untuk mempengaruhi perilaku, maka
ditetapkanlah tindakan-tindakan bahasa direktif, institusional dan perikatan. Tindakan bahasa direktif
yang padanya pembicara menggunakan sebuah kalimat untuk menggerakkan pendengarannya demi
melakukan sebuah sesuatu. Sedangkan tindakan bahasa institusional, menggunakan sebuah kalimat
yang dilaksanakan dalam sebuah institusi peradilan dan seterusnya. Di dalam institusi itu terdapat
aturan-aturan konstitutif yang menimbulkan akibat institusional, dilengkapi dengan diktum sebuah
undang-undang atau undang-undang dasar yang mengikatkan diri. Kemudian kalau dilihat dari prinsipprinsip wawasan negara berdasar atas hukum (rechtsstaat) sebagaimana dikatakan oleh Zippelius,
konstitusi merupakan alat untuk membatasi kekuasaan negara. Prinsip-prinsip ini mengandung jaminan
terhadap ditegakkanya hak-hak asasi, adanya pembagian kekuasaan dalam negara, penyelenggaraan
yang didasarkan pada undang-undang, dan adanya pengawasan yudisial terhadap penyelenggaraan
pemerintah tersebut.

Esensi hukum postif, wawasan negara berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), inklusif di dalamnya
pemahaman tentang konstitusi sebagai dokumen formal yang terlembagaan oleh alat-alat negara dan
sekaligus sebagai hukum dasar yang tertinggi. Bila demikian halnya, maka konstitusi akan selalu
mengikat seluruh warga negara, dan Konstitusi merupakan Sumber Hukum tertinggi di Indonesia, yang
mana semua Peraturan perundang-undangan di Indonesia tidak boleh bertentangan dengan konstitusi
UUD
NRI
Tahun
1945.
2.
MENINGKATKAN
PEMAHAMAN
NILAI-NILAI
KONSTITUSI
Konstitusi Negara Republik Indonesia adalah UUD NRI Tahun 1945. Konstitusi UUD NRI Tahun 1945
mempunyai peran penting dalam mempertahankan esensi keberadaan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Bangsa Indonesia telah menyepakati untuk meletakkan konstitusi dalam kehidupan guna
mengatur tata kehidupan dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara baik secara nasional maupun
internasional agar dapat berdiri sejajar dengan bangsa dan negara lain yang ada dan berdaulat di dunia
ini.
Keberadaan konstitusi UUD NRI Tahun 1945 diharapkan dapat dijadikan pedoman dalam praktik
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu budaya sadar konstitusi perlu
dikembangkan agar masyarakat memahami norma-norma dasar dalam konstitusi dan menerapkannya
dalam
wujud
sikap
positif
terhadap
pelaksanaan
UUD
NRI
Tahun
1945.
Dalam rangka menumbuhkan sikap positif terhadap pelaksanaan UUD NRI Tahun 1945, kita perlu
membangun budaya sadar konstitusi agar masyarakat memiliki kesadaran akan hak dan kewajiban
konstitusionalnya sebagai warga negara baik perorangan maupun kelompok melalui pemahaman nilainilai
konstitusi
UUD
NRI
Tahun
1945.

Peranan
Nilai-nilai
Konstitusi.
Peranan Nilai-nilai Konstitusi bagi suatu bangsa sangat strategis karena konstitusi adalah the supreme
law of the land, merupakan national myth and symbol bangsa dan negara yang selalu terbuka bagi
perubahan (amandemen) sehingga merupakan the living constitution sehingga memiliki peranan yang
strategis
berupa:
1)
Menjaga
kredibilitas
dan
efektivitas
pelbagai
lembaga
publik.
1)
Menjamin
kehidupan
demokrasi
dan
public
engagement.
2)
Menumbuhkan kepercayaan masyarakat dalam rangka akuntabilitas badan-badan publik.
Salah satu agenda utama proses reformasi yang sangat monumental tersebut adalah amandemen UUD
NRI Tahun 1945 yang telah dilaksanakan secara bertahap sebanyak empat kali, yaitu pada tahun 1999,
2000, 2001 dan 2002. Dalam proses amandemen tersebut telah terjadi pelbagai perkembangan yang
signifikan pada pokok-pokok pikiran, struktur kelembagaan dan relasi antar lembaga negara, bahkan
sampai dengan peniadaan lembaga-lembaga yang sebelumnya ada (mis. DPA), disamping munculnya
lembaga-lembaga baru yang sebelumnya belum dikenal seperti Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial,
DPD dan sebagainya. Boleh dikatakan bahwa yang tidak tersentuh dengan proses amandemen adalah
4(empat) konsensus dasar (4 Pilar,istilah MPR) yaitu Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 yang meliputi
Pancasila, bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Sesanti Bhinneka Tunggal Ika.
Yang sangat mendasar antara lain adalah tekad untuk memperbaiki sistem checks and balances
berupa ketentuan-ketentuan konstitusional yang mengatur agar tiga cabang pemerintahan nasional
saling membatasi kewenangan dan menjaga keseimbangan satu sama lain, sehingga mencegah adanya
konsentrasi kekuasaan politik pada salah satu cabang pemerintahan (legislatif, eksekutif dan yudikatif).
the constitutional provision whereby the three branches of the national govermentmat restrict one
anothers authority, thus preventing a consntration of political power in any one branch (dye and ziegler:
2000)
Pemahaman
Nilai-nilai
Konstitusi.
Pemahaman Nilai-nilai Konstitusi UUD NRI Tahun 1945, diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
untuk memperluas wawasan dan mempertajam analisis guna terwujudnya kesamaan persepsi dalam
penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam melaksanakan
kewenangan dan kekuasaan sesuai tanggung jawab yang dibebankan negara, senantiasa berpikir,
bersikap dan bertindak secara komprehensif dan integral, mengutamakan kepentingan bangsa dan
negara di atas kepentingan pribadi, daerah dan golongan. Berpikir, bersikap dan bertindak yang dilandasi
penghayatan dan pengamalan nilai-nilai Pancasila, nilai-nilai konstitusi, nilai-nilai perbedaan dalam
keberagaman dalam rangka menjamin tegak dan utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berpikir,
bersikap dan bertindak untuk senantiasa menjaga terbinanya persatuan dan kesatuan bangsa dengan
berlandaskan penghayatan dan pengamalan nilai-nilai yang terkandung dalam Konstitusi UUD NRI
Tahun
1945.
Sebagai warga Negara yang baik adalah memiliki kesetiaan terhadap bangsa dan Negara, yang meliputi
kesetiaan terhadap ideologi Negara, kesetiaan terhadap konstitusi, kesetiaan terhadap peraturan
perundang-undangan, dan kesetiaan terhadap kebijakan pemerintah. Oleh sebab itu maka setiap warga
Negara harus dan wajib untuk memiliki prilaku positif terhadap konstitusi, yang mempunyai makna
berprilaku peduli atau memperhatikan konstitusi (UUD), mempelajari isinya, mengkaji maknanya,
melaksanakan nilai-nilai yang terjandung didalamnya, mengamalkan dalam kehidupan, dan berani
menegakkan
jika
konstitusi
di
langgar.
Cita-cita tersebut dapat terwujud seandainya masyarakat Indonesia dapat memahami nilai-nilai dengan
sikap
yang
positif.
Contoh sikap positif yang berkaitan dengan nilai-nilai kebangsaan yang terkandung dalam Konstitusi
UUD
NRI
Tahun
1945,
adalah:
1)
Nilai
kemanusiaan.
a)
Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia.
a)
Saling
mencintai
sesama
manusia.
b)
Mengembangkan
sikap
tenggang
rasa.
c)
Tidak
semena-mena
terhadap
orang
lain.

d)
Menjunjung
tinggi
nilai
kemanusiaan.
e)
Gemar
melakukan
kegiatan
kemanusiaan.
f)
Berani
membela
kebenaran
dan
keadilan.
g) Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari masyarakat dunia internasional dan dengan
itu harus mengembangkan sikap saling hormat-menghormati dan bekejasama dengan bangsa lain
2)
Nilai
religius.
a) Percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya
masing-masing
menurut
dasar
kemanusiaan
yang
adil
dan
beradab.
b) Hormat dan menghormati serta bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut-penganut
kepercayaan
yang
berbeda-beda
sehingga
terbina
kerukunan
hidup.
c) Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan
masing-masing.
d)
Tidak
memaksakan
suatu
agama
atau
kepercayaan
kepada
orang
lain.

3)
a)

Kualitas

b)

Kualitas

3)
a)

Menjalankan

b)
c)

perlindungan
undang-undang

hak

Tidak
Keseimbangan

dan
memaksakan
antara

terhadap
untuk

kewajiban

Nilai
masyarakat
meningkatkan

Nilai
sebagai

kehendak,
kehidupan

Produktivitas.
menuju
kemakmuran.
kesejahteraan
masyarakat.

dalam

Keseimbangan.
negara
yang
proporsional.
tetapi
ber-emphaty.
jasmani
dan
rohani.
warga

4)
Nilai
Demokrasi.
Kedaulatan berada di tangan rakyat, berarti setiap warga negara memiliki kebebasan yang bertanggung
jawab terhadap penyelenggaraan pemerintahan sehingga dapat terwujud persatuan dan kesatuan
Indonesia. Pilar utama persatuan dan kesatuan Indonesia. Pilar utama dalam membangun persatuan
dan
kesatuan
bangsa
dalam
masyarakat,
adalah:
a)
Rasa
cinta
tanah
air.
b)
Jiwa
patriot
bangsa.
c)
Tercapainya
kesejahteraan
bagi
seluruh
rakyat
Indonesia.
Pondasi utama tegaknya persatuan dan kesatuan bangsa adalah rasa cinta dan patriotisme terhadap
tanah air serta hadirnya kesejahteraan rakyat. Berkaitan dengan faktor penting dalam membina dan
memelihara
persatuan
dan
kesatuan
bangsa
adalah:
a) Segala derap langkah yang utama harus didasarkan pada upaya mengejar kepentingan masyarakat,
bangsa
dan
negara.
b)
Terpeliharanya
rasa
kemanusiaan
dan
keadilan.
c)
Pemahaman yang benar atas realitas adanya perbedaan dalam keberagaman.
d)
Tumbuhnya
kebanggaan
sebagai
bangsa
Indonesia.
5)
Nilai
Kesamaan
Derajat.
Setiap warga negara memiliki hak, kewajiban dan kedudukan yang sama di depan hukum. Masyarakat
menilai bahwa upaya penegakkan HAM yang paling menonjol adalah penegakkan hak mengeluarkan
pendapat, kebebasan beragama, perlindungan dan kepastian hukum, serta bebas dari perlakuan
tidakmanusiawi. Hak untuk mendapatkan kehidupan yang layak, mendapatkan pendidikan dan
pelayanan
kesehatan,
serta
aman
dari
ancaman
ketakutan.

6)
Nilai
ketaatan
Hukum.
Setiap warga negara tanpa pandang bulu wajib mentaati setiap hukum dan peraturan yang berlaku.
Begitupun terhadap lembaga-lembaga penegak hukum, agar lebih independen, tidak terkontaminasi
dengan kekuasaan/politik praktis, agar adanya persamaan didepan hukum (equality before the law)
dapat terwujud.

3.

Penutup.
Dalam meningkatkan Pemahaman Nilai-Nilai Konstitusi, perlu Konsepsi yang jelas dan tegas
terhadap Nilai Demokrasi, Kebersamaan, dan Ketaatan pada Hukum yang berlaku, Oleh karena itulah
kita perlu mengangkat kembali nilai-nilai kebangsaan khususnya nilai-nilai yang terkandung dalam
konstitusi UUD NRI Tahun 1945, khususnya kepada generasi muda, demi meneguhkan kembali jati diri
bangsa dan membangun kesadaran tentang sistem kenegaraan yang menjadi konsensus nasional,
sehingga diharapkan bangsa Indonesia dapat tetap menjaga keutuhan dan mampu menegakkan
kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam era demokrasi ini dan di tengah terpaan arus
globalisasi yang bersifat multidimensial.

Tenaga Profesional Bidang Hukum dan HAM Lemhannas RI, Dosen Tetap Fak.Hukum Univ.Semarang, Dosen/Nara-Sumber :
Konstitusi (Taplai), Kementerian Pertahanan (Demokrasi,Demokratisasi,Manajemen Konflik), Magister S2/Pasca Hukum, Magister
Kenotariatan (Univ Brawijaya, Jayabaya, Untag Smg, Mabes TNI, Polda Banten), Nara-Sumber: Bareskrim Mabes Polri, Parpol,
Diklat Perbankan, Jimly School at Law and Government ), Nara-sumber Seminar Hukum, Konstitusi, Politik dan Demokrasi, BEM
Universitas/Mhs, Saksi Ahli, di Pengadilan dan Polri, Pendiri/Ketua Ikatan sarjana Hukum Indonesia (ISHI), Notaris-PPAT-Pejabat
Lelang di Jakarta Selatan, Majelis Pengawas Daerah Notaris, Email: syafran.dosen@gmail.com Hp.08111986768 Syafran Sofyan :
Implementasi Nilai-nilai Konstitusi Dalam Meningkatkan Persatuan dan Kesatuan Bangsa, Tahun 2011. Pamela Maher Wijaya,
agendadapamel.wordpress.com.

CURICULUM VITAE SINGKAT


NAMA
TEMPAT/TGL
JABATAN
PROFESI

:
LAHIR
:
:

Syafran
Sofyan,
SH,
SpN,
Mhum
(Dr.cand)
:
Palembang,
24
Mei
1967
Tenaga
Profesional
Bidang
Hukum
&
HAM
Lemhannas
RI.
(Dosen/Nara-Sumber)

1.

Dosen
Pasca
Sarjana
Hukum
Univ
Jayabaya
Dosen
Magister
Kenotariat
Univ.
Jayabaya
3.
Fungsionaris
Pusat
DPP
Partai
Golkar.
4.
Dosen
Magister
Kenotariatan
Universitas
.Brawijaya
5. Dosen tetap Fak.Hukum Univ.Semarang (th 1994 sd sek)
6. Nara-sumber : Kemhan, Bareskrim Mabes Polri,
Kemenkumham, Peradilan, Parpol, dan
Diklat Perbankan/
BUMN
7.
Dosen/
Nara-Sumber
Jimly
School
at
Law
&
2.

Government
9.
10.

8.
Tim
Mediator
dan
Advokasi
Saksi
Ahli
Bidang
Hukum
di
Notaris-PPAT-Pejabat
Lelang

di
Jakarta
Pengadilan/Polri.
DKI
Jakarta.

11.

Penulis Ahli di Majalah: Renvoi, Minuta, Medianotaris.com,


Gema
Alumni,
Ketahannan
Lemhannas
RI.

ORGANISASI
:
1.
Pendiri / Ketua, Dewan Pakar Pengurus Pusat ISHI ( Ikatan Sarjana Hukum Indonesia)
2.
Wk.
Ketua
Badan
Hukum
&
Advokasi
DPP
Partai
Golkar.
3.
Fungsionaris
Pusat
DPP
Partai
Golkar.
4.
Pengurus
Pusat
IKAL
(Ikatan
Alumni
Lemhannas)
RI,
Th
2010-2015.
5. Sekretaris DPP IKA Undip (Pengurus Pusat Ikatan Alumni Universitas Diponogoro) Tahun 2009 s/d
sekarang.
(Ketua
Hendarman
Supanji/
ex.Jaksa
Agung)).
6.
Direktur Pendidikan dan Pelatihan Bakumham ICMI Pusat Tahun 2007 s/d sekarang.
7.
Pengurus
Pusat
Kosgoro
1957
8.
Wakil Koordinator Divisi Prasarana, Pertanahan, Pemukiman dan
Lingkungan Hidup DPP
Himpunan
Pengusaha
Kosgoro
Tahun
1957,
Tahun
2007
s/d
2012.
9. Sekretaris Forum Komunikasi Akademisi dan Praktisi Hukum Indonesia Jawa Tengah, Tahun 2002
s/d
sekarang.
10.
Aktif
menyelenggarakan
Seminar,
Ceramah
Hukum,
Politik
dan
penelitian.
PENDIDIKAN
1.
2.
3.
4.
5.

Sarjana
Hukum
Universitas
Sriwijaya,
Sp1
Notariat
Fakultas
Hukum
Universitas
Diponogoro,
Pasca
Sarjana
(S2)
Hukum
Universitas
Diponogoro,
S3
Public
Policy
Universitas
Gajah
Mada
(berlangsung)
Lemhannas RI PPRA XLI Th. 2008

Anda mungkin juga menyukai