Kesadaran perempuan dan masyarakat hari ini mengenai politik masih sangat
rendah. Hal ini terbukti dengan keterwakilan perempuan dalam ranah politik.
Kesadaran politik perempuan telah tumbuh sejak Kongres Perempuan Pertama 1928
di Yogyakarta. Lalu, pada 1955, tercermin dengan jelas mengenai hak untuk memilih
dan dipilih tidak hanya untuk laki-laki, melainkan juga perempuan. Berbagai aturan
dan kebijakan seperti UU RI no. 39 tahun 1999 juga menjadi bukti nyata kesempatan
perempuan untuk terjun dalam ranah politik. Namun, pada kenyataannya, politik dan
perempuan masih dua hal yang sulit dipersatukan.
Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang masih dengan statusnya
sebagai negara berkembang. Beberapa negara berkembang sangat erat dengan budaya
patriarki, termasuk Indonesia. Budaya patriarki berbicara mengenai dominasi laki laki
diberbagai lini kehidupan, termasuk lini politik. Budaya yang masih terjadi hingga
saat ini membuat perempuan seringkali digambarkan pada posisi yang lebih rendah
daripada laki-laki. Budaya inilah yang membuat hal-hal seperti akses dan partisipasi
perempuan terhadap politik masih sangat rendah. Stigma seperti perempuan tidak
akan bisa bersaing dengan laki-laki di lembaga keterwakilan menjadi senjata tajam
yang mengancam eksistensi perempuan di ranah politik. Belum lagi stigma mengenai
perempuan mengandalkan perasaan dalam pengambilan keputusan menjadi alasan
kuat kuota 30% hingga pemilu terakhir belum terpenuhi.Ditambah lagi stigma bahwa
perempuan hanya ideal pada konsep domestik,tidak pantas mengambil peran dalam
ranah publik,apalagi sebagai aktor politik. Padahal,perempuan memiliki peran
penting untuk pembangunan, sama halnya seperti laki-laki.
Ketimpangan gender dalam ranah politik dewasa ini tergambar dengan jelas
pada kuota 30% yang tidak pernah tercapai. Padahal, kuota ini seharusnya minimal
terpenuhi untuk melihat dengan jelas partisipasi perempuan dalam ranah politik. Perlu
pemahaman yang kuat terhadap masyarakat bahwasanya perempuan tidak memiliki
perbedaan dengan laki-laki dalam ranah politik. Sudah banyak bukti keterlibatan aktif
perempuan dalam berpolitik. Misalnya saja, dari kaum muda kita mengenal Tsamara
Amany, yang terus menunjukkan eksistensi dirinya sebagai perempuan dan sebagai
bukti nyata partisipasi perempuan dalam ranah politik
Persoalan ini menjadi persoalan kita bersama. Hal ini menjadi tantangan
kepada kita semua,khususnya perempuan untuk menegakkan hak kita dalam ranah
politik. Hal ini menjadi tanggung jawab kita bersama agar setidaknya kuota 30% di
lembaga keterwakilan dapat terpenuhi. Maka dari itu, perlu banyak usaha untuk
memahamkan kepada masyarakat mengenai stigma stigma yang terbangun