Oleh :
220906046
I. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Perempuan sangat lekat kaitannya dengan tindak diskriminasi, tersebut tak dapat
dihindari karena adanya subordinasi yang masih melekat pada perempuan. Dengan demikian
terjadilah ketimpangan gender antara perempuan dengan laki-laki. Peraturan-peraturan yang
berlaku di Indonesia mengenai kesetaraan hak antara laki-laki dengan perempuan tidaklah
dapat menjamin penghapusan diskriminasi pada perempuan. Banyak tindak diskriminasi yang
dirasakan oleh perempuan mengatas namakan agama dan etnik. Kedudukan kaum perempuan
dalam kehidupan sosial diatur oleh tradisi, hak dan kewajiban kaum perempuan lebih rendah
dibandingkan dengan kaum laki-laki.
Budaya patriarki yang melekat pada masyarakat menjadikan laki-laki menjadi pihak
yang lebih mulia pihak perempuan. Posisi perempuan dalam tatanan kehidupan ditempatkan
sebagai manusia kedua atau the second human being membuat timbulnya Batasan pergerakan
perempuan. Hal ini mengakibatkan perempuan sulit untuk sekedar bersuara untuk
memberikan pendapat dan meminta pemenuhan haknya.
Dalam tatanan itu, menurut Simone de Beauvoir (2003:IX), perempuan ditempat kan
sebagai the second human being (manusia kelas dua), yang berada di bawah superioritas laki-
laki. Perempuan selalu dianggap bukan makhluk penting, melainkan sekedar pelengkap yang
diciptakan dari dan untuk kepentingan laki-laki. Akibat yang paling jelas dari situasi sosial
seperti di atas adalah terjadinya diskriminasi terhadap perempuan. Diskriminasi terhadap
perempuan diterjemahkan sebagai segala bentuk pembedaan, pengecualian, atau pembatasan
yang diberlakukan atas dasar jenis kelamin yang bertujuan mengurangi atau menghapus kan
pengakuan atas penikmatan atau pelaksanaan oleh perempuan tanpa mempertimbangkan
status mereka, hak asasi mereka, dan kemerdekaan mereka dalam sektor politik, ekonomi,
sosial, budaya, hukum, dan lain-lain (JP, 2006: 150).
Sejak tahun 1995 hingga kini, keterwakilan perempuan di dalam kursi politik
khususnya DPR yang tertinggi baru mencapai 21% yakni pada pemilihan 2019-2024.
Rendahnya angka keterwakilan perempuan dalam lembaga perwakilan rakyat menandakan
bahwa posisi perempuan yang lemah dalam setiap proses pengambilan keputusan. Padahal,
jika dilihat dari angka kependudukan Indonesia, aspirasi perempuan Indonesia tentunya tidak
dapat dipandang sebelah mata.
Keterlibatan perempuan di dalam dunia politik bisa dikatakan lambat. Ini dikarenakan
banyaknya stigma yang mengatakan bahwa perempuan identik dengan sektor domestik
sehingga masih sedikit perempuan yang turut andil dalam dunia politik. Sementara dunia
politik sendiri dianggap lekat dengan dunia yang keras, penuh persaingan, membutuhkan
rasionalitas dan bukan emosi, dan semua ini dianggap ciri-ciri yang hanya melekat pada laki-
laki.
Persepsi yang melekat pada perempuan yang dianggap sebagai manusia kedua setelah
laki-laki menimbulkan asupan pemikiran bahwa perempuan tidak sepatutnya bergelut dalam
dunia politik yang penuh dengan dialetika kekuasaan. Perempuan dinilai tidak mampu
memimpin dengan tegas karena patron yang membentuk perempuan sebagai makhluk
berperasaan, yang artinya perempuan tidak dapat meberikan keputusan Ketika menggunakan
sisi perasaan dalam menilai sebuah keputusan (Putra, 2012:99).
Menurut pandangan sosiologi, diskriminasi menjadi suatu hal yang biasa dijumpai
dalam masyarakat dan bertumpu pada kecenderungan manusia untuk membeda-bedakan
manusia. Diskriminasi dianggap sebagai sesuatu yang tidak adil berdasarkan prinsip "setiap
manusia harus diberi hak dan peluang yang sama" (equal opportunity). Diskriminasi dapat
diartikan sebagai sebuah perlakuan terhadap individu secara berbeda dengan didasarkan pada
gender, ras, agama, umur, atau karakteristik yang lain.
Dalam ranah politik, perempuan Indonesia saat ini dapat digambarkan sebagai
manusia yang hidup dalam situasi yang dilematis. Di satu sisi perempuan dituntut untuk
berperan di banyak sektor, di sisi lain muncul tuntutan agar perempuan tidak melupakan
kodratnya. Situasi ini banyak dihadapi oleh perempuan Indonesia yang berkarir. Perempuan
karir merasa terpanggil untuk mendarmabaktikan bakat juga keahliannya bagi perkembangan
bangsa dan negara. Akan tetapi, disamping itu perempuan sering dihantui oleh opini yang ada
dalam masyarakat bahwa perempuan juga harus mengabdi kepada keluarga.
Di Indonesia salah satu tokoh perempuan yang memiliki peran penting dalam
keikutsertaan berpolitik ialah Megawati Soekarnoputri. Beliau merupakan presiden Indonesia
kelima Yang menjabat sejak 23 Juli 2001 hingga 20 Oktober 2004. Karelia dalam berpolitik
dimulai pada tahun 1986 di mana beliau menjabat sebagai Wakil Ketua Partai Demokrasi
Indonesia di cabang Jakarta Pusat.
III. KESIMPULAN
Tuntutan persamaan hak wanita dalam berbagai bidang kehidupan sudah merupakan
agenda di zaman sekarang ini. Prestasi dan keterampilan yang ditunjukkan kaum wanita
selama ini sudah memunculkan anggapan bahwa antara wanita dan laki-laki tidak banyak
terdapat perbedaan. Prestasi dan keterampilannya tersebut dapat dilihat dari kepemimpinan
dan peranan wanita dalam kehidupan politik di negara kita.