Anda di halaman 1dari 1

Nama: Farradisthy Vilamasya Salwa Azzahra / 9Cordoba / 09

Politik Perempuan
Menarik apa yang disampaikan Bapak Zubiarsyah, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Kepulauan Meranti bahwa perempuan
harus paham politik. Pernyataan ini disampaikannya dalam acara Pelatihan Pendidikan Politik bagi Guru Perempuan di Grand
Meranti Hotel Jumat (4/5). Dikatakan menarik, karena yang disampaikan Sekda tidak saja dapat merangsang kesadaran politik
bagi guru perempuan, tapi juga menggugah partisipasi politik kaum perempuan pada umumnya dan politisi perempuan
khususnya yang kerap kali berada dalam posisi sulit dalam berjuang menegakkan derajat hak politiknya. Apalagi dalam
wacana politik Indonesia kerap didominasi hak politik kaum laki-laki. Ini disadari atau tidak, menghambat lajunya partisipasi
politik kaum perempuan dan tentu pula menjadi tantangan bagi kaum perempuan pada umumnya dan politisi perempuan
khususnya untuk lebih meningkatkan kapasitas, kualitas dan tentu saja moralitasnya. Kendala Partisipasi Politik Perempuan
Indonesia telah berkomitmen menjalankan prinsip kesetaraan gender melalui berbagai komitmen nasional dan internasional.
Undang-undang Dasar 1945 menjamin kesetaraan antara laki-laki dan perempuan serta pengarusutamaan gender telah diadopsi
menjadi sebuah kebijakan dalam mengintegrasikan paradigma berpikir dan perspektif gender ke dalam kebijakan, perencanaan
dan penganggaran. Affirmative action, bahkan telah diperkenalkan dalam UU Nomor: 10/2008 tentang Pemilihan Umum
sebagai upaya dalam memastikan paling tidak 30 persen perempuan dicalonkan dalam daftar calon anggota legislatif untuk
menangani masalah keterbatasan keterwakilan kaum perempuan dalam bidang politik di negeri ini. Namun, kaum perempuan
tetap saja menghadapi sejumlah kendala, tantangan dan keterbatasan dalam hal partisipasi mereka di ranah politik.
Pertama, kendala ideologis. Kendala mendasar yang dihadapi perempuan ketika akan memasuki ranah publik justru lahir dari
ideologi berdasarkan jenis kelamin yang telah meletakkan kaum perempuan tak lebih sebagai seorang warga negara yang
bersifat privat dengan peran utama di dalam rumah tangga sebagai ibu dan istri. Sementara laki-laki diberikan peluang lebih
besar untuk peran yang lebih produktif di ranah publik. Hal ini membuat kontribusi perempuan di ranah publik tidak terlihat,
sehingga semakin sedikit sumber daya yang diinvestasikan pada perempuan sebagai sebuah modal (human capital) baik oleh
keluarga maupun negara. Perempuan yang tidak memiliki daya secara finansial akan melahirkan kekurangan dalam hal
kekuasaan sosial maupun ekonomi. Kondisi ini menempatkan kaum perempuan dalam kondisi sulit untuk masuk ke ranah
politik yang amat kental didominasi oleh kaum laki-laki.
Kedua, kendala sosio-ekonomi. Budaya patriarki dan nilai-nilai sosial di Indonesia menuntut perempuan untuk tidak
berpartisipasi di ranah politik. Politik dianggap sebagai wilayah yang prerogatif milik kaum laki-laki. Meskipun konteks
sosial-budaya di Indonesia beragam dan perempuan menghadapi berbagai keterbatasan yang berbeda berdasarkan konteks
yang berbeda juga. Namun, ada beberapa hambatan umum yang dihadapi kaum perempuan di negeri ini karena peran serta
tanggungjawab domestik, status subordinasi dalam hubungan gender dan perilaku sosial yang bersifat patriarkis terhadap
partisipasi mereka di ranah publik. Ideologi peran gender perempuan dianggap tidak siap untuk menjalankan peran publiknya
dan perempuan di Indonesia juga mengalami kekurangan dalam hal modal, karena mereka bukanlah pemimpin-pemimpin di
komunitas mereka dan tidak memiliki basis kekuasaan yang mandiri.
Ketiga, kendala politis dan kelembagaan. Di terima atau tidak, partai politik di Indonesia tidak berinvestasi dalam
pengembangan kader mereka, terutama perempuan. Perempuan tidak diberi kesempatan untuk terpilih menduduki posisi
pengambil keputusan di dalam struktur partai. Akibatnya, perempuan tidak memiliki ruang kesempatan untuk belajar
keterampilan di bidang politik. Marjinalisasi dan pengecualian perempuan dalam struktur partai melahirkan ketidakmampuan
kaum perempuan dalam mempengaruhi agenda-agenda politik yang diusung partai. Kekurangan dukungan dana dari partai
politik juga merupakan salah satu tantangan lain yang harus dihadapi perempuan yang ingin masuk ke dalam praktik politik
formal di Indonesia. Indonesia kini sedang berada dalam proses melembagakan demokrasi. Namun budaya kelembagaan,
praktik-praktik sumber daya manusia, aturan dan sistem tata kelola masih bersifat sangat maskulin. Lembaga-lembaga dan
organisasi sektor publik tidak memiliki kesadaran gender dan kapasitas gender secara teknis. Akibatnya, perempuan tidak
terlalu terwakili dalam posisi pembuat keputusan dalam sektor publik.
Keempat, kendala pribadi dan psikologis. Negara dan masyarakat Indonesia membentuk konsep perempuan di ruang lingkup
yang sempit dalam peran stereotip sebagai istri, ibu dan memberikan status yang lebih rendah dari pada laki-laki. Ideologi
peranan gender kemudian dimanipulasi untuk mengendalikan kehidupan, seksualitas dan identifikasi diri perempuan dengan
peran reproduktif dan keutamaan melaksanakan tugas merawat keluarga mereka. Di samping itu, kaum perempuan kerap pula
kurang percaya diri dan terpenjara dalam persepsi, bahwa politik sebagai hal yang kotor dan hanya terpanggil dalam ruang
lingkup tanggung jawab merawat keluarga dan ini jelas merupakan beberapa hambatan pribadi dan psikologis yang dialami
oleh perempuan untuk berpartisipasi di ranah politik.
Berangkat dari beberapa kendala di atas, maka diperlukan peningkatan kesadaran publik akan gender, termasuk merubah
perilaku sosial terhadap partisipasi perempuan di ranah politik pengetahuan tentang nilai-nilai dan praktik-praktik demokratis
dan peran serta dari masyarakat pemilih, tentu juga berperan sangat penting. Dan yang tak kalah pentingnya adalah
menciptakan sebuah lingkungan yang lebih sensitif terhadap gender melalui reformasi kebijakan di bidang politik, kepemiluan,
kelembagaan yang konsisten dan memberi ruang kesempatan kepada kaum perempuan. Serta melakukan penguatan terhadap
organisasi-organisasi yang diberi mandat untuk menangani isu-isu tentang gender.
Penulis & sumber: Agusyanto Bakar, https://riaupos.jawapos.com/
Diunduh pada: 20 Oktober 2022

Anda mungkin juga menyukai