Anda di halaman 1dari 2

Nama : Indah Nor Janah

NIM : 19130067

Kelas : Pendidikan IPS (B)

Matkul : Antropologi

REVIEW BUKU POLITIK PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

Judul Buku : Gender Dan Politik (Keterwakilan Wanita Dalam Politik)

Penulis : Dr. Rasyidin, S.Sos.M.A dan Fidhia Aruni, S.I.Kom

Penerbit : Unimal Press

Tahun Terbit : 2016

Review Buku :

Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa Di Indonesia kesenjangan gender dalam


kehidupan publik dan politik masih menjadi sebuah tantangan yang terus dihadapi hingga saat ini
dikarenakan jumlah keterlibatan perempuan dalam setiap aktivitas publik maupun politik yang
masih belum mampuni. Perempuan Indonesia tertinggal didalam kehidupan publik hingga
politik, kesenjangan gender yang muncul dalam indikator sektor sosial menjadi sebuah tantangan
berskala lokal dan nasional.

Undang undang mewajibkan minimal 30% perempuan terlibat dalam berbagai aktivitas
politik dan kebijakan publik. Namum sayangnya, dari hasil penelitian disebutkan bahwa hal
tersebut belum sepenuhnya terpenuhi. Dalam memenuhi kuota 30% tersebut di dalam berbagai
aktivitas politik secara empirik dan faktual masih banyak sekali kendala, sehingga keterwakilan
perempuan dalam dunia politik masih tergolong rendah. Hal itu disebabkan oleh masih adanya
anggapan bahwa dunia politik adalah dunia laki laki. Hal itu terjadi karena sistem dan struktur
sosial patriarkhi telah menempatkan perempuan pada posisi yang diskriminatif dan dukungan
partai politik juga belum maksimal diberikan kepada kaum perempuan. Disamping itu,
pendidikan politik bagi perempuan masih tergolong rendah.
Dengan adanya kebijakan afirmasi (Affirmative Action) yang tertuang dalam berbagai
undang-undang negara Republik Indonesia seperti undang-undang Pemilihan Umum, undang-
undang partai politik dan lain lain, nyatanya belum menjamin keterwakilan perempuan di
aktivitas politik meningkat. Afirmasi ini hanya digunakan untuk merekrut dan mencalonkan para
perempuan saja. Selain itu, berbagai gerakan dan organisasi peremuan yang berkembang
dimasyarakat nyatanya belum mampu mendorong keterwakilan perempuan di ranah politik. Pada
kenyataannya hingga saat ini Affirmative Action yang merupakan sebuah harapan agar
perempuan mendapatkan setidaknya sesuai dengan ketentuan minimum 30 persen keikutsertaan
pada setiap aktivitas publik dan politik, tampaknya belum mampu dipenuhi. Berbagai hambatan
baik dari perspektif agama, budaya, sosial, bahkan pendidikan menjadi alasan tidak terpenuhinya
kuota untuk para perempuan dapat aktif menyetarakan dan menyuarakan hak nya dengan kaum
laki-laki baik dalam ranah lokal, nasional, hingga internasional.

Kesetaraan gender dalam dunia politik nyatanya belum terwujud sampai sekarang, masih
adanya diskriminatif yang didasarkan kepada budaya patriarkhi. Budaya partriarkis yang tidak
ramah pada perempuan. Ada konstruksi sosial yang menempatkan perempuan seolah-olah hanya
boleh mengurus soal-soal domestik saja. Tak ada hak untuk merambah area yang lain. Kenyataan
menunjukkan bahwa keyakinan itu masih tertanam kuat. Untuk memperbaiki keadaan dan
paradigma tersebut sudah seharusnya kembali lagi kepada pendidikan politik yang lagi-lagi harus
diberikan kepada para perempuan dengan penjelasan bahwa perempuan juga memiliki hak dan
kewajiban dalam menyuarakan aspirasinya yang kemudian dapat membentuk kebijakan-
kebijakan menguntungkan bagi para perempuan.
Persoalan perwakilan perempuan menjadi penting manakala kita sadar bahwa dalam
kehidupan sehari-hari kita melihat perempuan tidak secara proporsional terlibat dalam
pengambilan keputusan. Padahal jumlah perempuan di Indonesia menurut data statistik lebih
banyak ketimbang laki-laki. Upaya meningkatkan keterwakilan perempuan menjadi begitu
penting dalam memberikan keadilan bagi perempuan atas hak politiknya, dengan cara
menghasilkan kebijakan yang melindungi hak politik perempuan.

Anda mungkin juga menyukai