Anda di halaman 1dari 6

PERMASALAHAN KETERWAKILAN PEREMPUAN DALAM RANAH

POLITIK DAN LEGISLATIF

Oleh Kristian Jesaya 183112350140080

Negara Indonesia adalah salah satu negara yang ada di dunia yang meggunakan asas
demokrasi dalam menjalankan segala urusan kenegaraanya. Asas demokrasi yang digunakan
di Indonesia yakni demokrasi yang bersumber dari Pancasila dimana pada asas demokrasi ini
demokrasi di Indonesia mencakup nilai pokok dari demokrasi konstitusional yang terdapat
dan diatur didalam Undang Undang Dasar 1945.

Demokrasi di Indonesia terus mengalami pergeseran dinamika mulai pada demokrasi


konstitusional hingga pada masa reformasi. Demokrasi pada masa reformasi memiliki
perkembangan yang sangat pesat, dimana pada masa itu ditandai dengan dilaksanakan
pemilihan umum secara langsung oleh rakyat yakni pemilu Presiden maupun pemilihan wakil
rakyat seperti DPRD ataupun DPR.

Adanya pemilihan umum secara langsung ini merupakan salah satu cara sebagai
wadah untuk menyalurkan pendapat ataupun keinginan masyarakat Indonesia yang menjadi
dasar pengakuan Indonesia sebagai negara demokrasi. Pemilihan umum ini dapat dijadikan
sebagai media bagi masyarakat untuk ikut serta menetapkan tokoh dan apa yang menjadi
tujuan jabatan pemerintahan dalam kurun waktu tertentu. 1Secara aturan, penyelenggaraan
pemilihan umum ini tertuang pada Pasal 1 Ayat (2) Undang Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.2

Salah satu contoh pelaksanaan dari demokrasi yang di jalankan di Indonesia,salah


satunya adalah dilakukannya sistem proposional terbuka pada sistem pemilihan umum di
Indonesia yang mengakui adanya pemberian kesempatan maupun pemberian jalan secara luas
pada masyarakat sebagai penentu dalam menentukan siapakah yang akan menjadi perwakilan
mereka di lembaga legislatif yang berada pada wilayah pusat maupun daerah. Adanya suatu
sistem proporsional terbuka menunjukkan implementasi dari kedaulatan rakyat, dimana
pada sistem ini rakyat memiliki hak untuk menentukan siapa calon legislatif yang menjadi
pemenangnya lewat pemilihan umum yang diadakan langsung dengan calon legislatif yang

1
Wicipto Setiadi. 2008.“Peran Partai Politik Dalam Penyelenggaraan Pemilu Yang Aspiratif dan Demokratis”.
Jurnal Legislasi Indonesia 5(1), 29.
2
Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945, ”Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-
undang dasar.”
memiliki pemilih terbanyak.3Dari perspektif lainnya,penyelenggara maupun para aktor yang
terdapat dalam pemerintahan harus memberikan kesempatan pula yang seluas luasnya kepada
warga negara untuk turut serta dalam kegiatan politik yaitu, dalam hal memilih dan juga
dipilih tanpa melihat suku, ras, agama, maupun gender. 4
Sehingga implikasinya, dapat
dihubungkan dengan turut sertanya perempuan maju mencalonkan dirinya sebagai legislatif
untuk mengupayakan hak yang dimilikinya dibidang politik tanpa mendapat perlakuan
diskriminatif. Berkaitan dengan adanya keterwakilan perempuan didalam pemilihan
umum,maka terdapat hubungan keterkaitan keterwakilan perempuan sebagai calon legislatif
dengan sistem proporsional terbuka.

Pada tahun 2009 dan 2019 sistem pemilihan proporsional telah dilakukan 5

memperlihatakan bahwasannya, calon legislatif perempuan mulai mengerti menegenai sistem


proporsional terbuka ini mulai dari bagaimana cara untuk turun dilapangan,bagaimana cara
mengatur kampanye,bagaimana cara mengatur saksi, dan bagaimana belajar bagaimana
menganalisa hasil suara yang semuannya memberikan efek yang berpengaruh kepada calon
legislatif perempuan dari adanya sistem proporsional terbuka.

Keterwakilan perempuan di ranah politik khususnya di legislatif menjadi perhatian


penting oleh pemerintah saat ini.6 Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah terkait dengan
keterwakilan perempuan dalam ranah legislatif ini terdapat dalam kebijakan affirmative
action. Kebijakan affirmative action berisikan partai politik harus memberika kuota sebesar
30% kepada perempuan dalam politik yang langsung berkaitan dengan Undang Undang
No.10 Tahun7 dan juga Undang undang Politik Nomor.2 Tahun 2008.

Adanya kebijakan yang telah disebutkan, maka nantinya dimasa depan mendorong
adanya partispasi perempuan untuk turut serta dalam menyuarakan suara rakyat melalui
badan legislatif. Selain itu, diharapkan dengan adanya kebijakan tersebut perempuan dapat
turut serta berpartisipasi dalam perumusan kebijakan yang dapat berpihak kepada
kepentingan perempuan hal tersebut menjadi alasan yang sangat penting mengapa
keterlibatan perempuan dalam dunia perpolitikan. jumah penduduk perempuan yang terdapat
di Indonesia berdasarkan data Proyeksi Penduduk Indonesia pada tahun 2010-2035 memiliki
jumlah total sebanyak 261,9 juta pada tahu 2017, sebesar 130,3 juta jiwa dengan presentase
3
Salahudin dalam artikelnya yang berjudul “Desain Sistem Pemilu dan Kepartaian 2019”.
https://www.harianbhirawa.co.id/desain-sistem-pemilu-dan-kepartaian-2019/ ,diakses 23 Januari 2021.
4
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, Sekretariat Jenderal MPR RI 2002, pasal 28D ayat (3).
5
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, Sekretariat Jenderal MPR RI 2002, pasal 28D ayat (3).
6
Jimly Asshidiqie. Hak Konstitusional Perempuan dan Tantangan Penegakannya.
7
A. Oriza Rania Putri. 2013. Implementasi Ketentuan 30% Kuota.
sebesar 49,75 persen dari total jumlah penduduk. 8
Namun pada kenyataanya antara
perempuan dan posisi politiknya sebagai calon legislatif masih terdapat permasalahan yang
muncul mengenai ketidaksetaraan yang didalamnya meliputi elemen sosial didalamnya yakni
menyangkut perempuan. Permasalahan yang dihadapi oleh perempuan dalam hak
perpolitiknya yakni terkait dengan penyampaian hak- hak politik yang dimilikinya seperti
mendapatkan perbedaan perlakuan perempuan dengan laki-laki yang dianggap bisa
memahami dan mengerti mengenai politik. Faktor penyebab yang mempunyai kontak
hubungan dengan suatu rangkaian politik oleh individu calon legislatif perempuan selaku
calon legislatif patut untuk diselidiki dan juga cukup menarik untuk memberikan solusi
bagaimana cara mengatasi permasalahan permasalahan keterwakilan perempuan dalam ranah
politik di legislatif.9

Permasalahan mengenai keterwakilan perempuan di ranah legislatif yang pertama,


yaitu peluang perempuan sebagai politisi menjadi terbatas sebab adanya suatu pandangan
dalam masyarakat mengenai adanya perbedaan peran yang dilakukan laki laki dan perempuan
yang mengacu pada pembatasan kegiatan perempuan yang hanya pada urusan rumah tangga.
Dalam persepsi ini hal tersebut dilatarbelakangi oleh masih adanya budaya patriaki yang
cenderung mengganggap bahwasannya bidang politik umumnya cocok bagi laki laki
sedangkan bagi perempuan, tidak cocok menduduki jabatan sebagai politisi.

Permasalahan kedua, yaitu kaitannya dengan rangkaian rekrutmen yang terdapat pada
partai politik. Rekrutmen yang dilakukan kepada para calon umunya dilaksanakan oleh
golongan kecil pemimpin partai yang mayoritasnya seorang laki laki. Pemahaman tentang
kesetaraan gender dibeberapa negara cenderung sedikit , dimana dalam hal ini ketua laki laki
dalam partai politik memiliki dominasi yang lebih kuat didalam partai terlebih lagi mengenai
gender. Dalam kondisis tersebut, posisi perempuan tidak mendapatkan banyak dukungan oleh
partai politik, dimana hal tersebut tersebut dikarenakan struktur dalam suatu partai politik
cenderung dikuasai laki laki.

Permasalahan ketiga, yaitu terkait dengan media yang memiliki pengaruh terpenting
dalam membentuk opini masyarakat atau publik mengenai penting adanyan wakil perempuan
yang akan menjadi representasi dalam parlemen.

8
Scholastica Grintya. Kuota 30% Perempuan di Parlemen Belum Pernah Tercapai. https://tirto.id/kuota-30-
perempuan-di-parlemen-belum-pernah-tercapai-cv8q diakses pada tanggal 23 Januari 2021.
9
Parawansa, Khofifah Indar. 2003. Studi Kasus: Hambatan terhadap Partisipasi Politik Perempuan
di Indonesia, makalah.
Permasalahan keempat, yaitu terkait dengan tidak adanya koneksi antara Lembaga
Swadya Masyarakat (LSM), partai politik, dan juga kelompok masaa laiinya untuk
mendukung perwakilan perempuan di parlemen. Permasalahan tersebut terkait dengan
minimnya organisasi massa di Indonesia yang memiliki peranan yang penting bagi kaum
perempuan.

Selain permasalahan diatas, permasalahan keterwakilan perempuan dibadan legislatif


juga dapat disebabkan oleh faktor lain diantarannya yang pertama,rendahnya mutu
Pendidikan yang diteriam dan juga ekonomi yang rendah . Sulitnya dalam melakukan
perekrutan perempuan untuk bersaing dengan laki laki. Calon legislatif perempuan yang
mempunyai kemampuan yang mempuni akan condong terlihat dalam melakukan usaha
pembelaan atau memililih peran yang non partisipan.

Kedua, faktor pasangan . Dalam hal ini, maka perempuan yang cenderung telah
berkeluarga memiliki hambatan dari suami mereka, dimana banyak suami yang menolak
kegaiatan yang dilakukan oleh pasangannya yang berkaitan dengan kegiatan diluar rumah.
Dimana dalam kegiatan politik membutuhkan komitmen yang tingi dalam menjalankan
tugasnya.

Ketiga, mengenai sistem multipartai. Hal tersebut berkaitan dengan banyaknya partai
politik yang akan turut serta berkompetisi di pemilu guna mengungguli hasil suara di
parlemen sehingga berdampak pada susunan keterwakilan perempuan. Hal tersebut
disebabkan oleh total kursi yang dibagi pada laki laki memiliki dampak secara langsung
terhadap susunan keterwakilan perempuan.

Berdasarkan permasalahan mengenai keterwakilan perempuan dalam politik maupun


legislasif,maka dibutuhkan solusi10 yang dinilai dapat menyelesaikan permasalahan-
permasalahan tersebut, yaitu yang pertama perlunya melakukan advokasi para pemimin partai
politik. Adanya advokasi para ketua partai politik penting dilakukan untuk upaya membangun
kesadaran mengenai perlunya mengkoordinasi perempuan diparlemen, terlebih dengan
adanya data Proyeksi Penduduk Indonesia yang menjelaskan jika mayoritas penduduk
Indonesia sebagian besar adalah perempuan.

10
Parawansa, Khofifah Indar. 2003. Studi Kasus: Hambatan terhadap Partisipasi Politik Perempuan
di Indonesia, makalah.
Kedua,membina hubungan dengan media. Membina hubungan dengan media perlu
dilakukan dikarenakan media elektronik maupun certak memiliki pengaruh yang besar dalam
membentuk opini masyarakat atau publik itu sendiri.

Ketiga,meningkatkan pemahaman juga kesadaran perempuan melalui pentingnya


pendidikan dan pelatihan. Hal tersebut sangat bermanfaat bagi perempuan karena bertujuan
menaikkan percaya diri dengan keahlian untuk berkompetisi bersama laki laki yang juga
bertujuan diangkat menjadi parlemen. Disaat bersamaan perlu dilakukannya sosialisasi terkait
dengan konsep arena politik terbuka bagi seluruh warga Indonesia tanpa terkecuali, dan juga
mensosialisasikan bahwa politik bukanlah arena yang memiliki perselisihan maupun
konspirasi yang menakutkan seperti yang diagambarkan oleh orang lain.

Keempat, menaikkan mutu perempuan.adanya perwakilan perempuan pada parlemen


merupakan suatu daya tamping kualitatif, mengingat bahwa proses rekrutmen politik
dilakukan berdasarkan kualifikasi. Adapun untuk menaiikan mutu perempuan dapat
dikerjakan diberbagai bidang, yakni fasilitas ekonomi, Pendidikan, maupun kesehatan.

Kelima, memberikan jaminan mengenai terlaksananya kebijakan affirmative action.


Kebijakan affirmative action yang bertujan utuk kelompok maupun golongan tertentu
memperoleh peluang yang sama atau kesetaraan dengan kelompok maupun golongan lain
yang intinya tidak membedakan atau mendiskriminasi salah satu kelompok. Dalam kebijkan
affirmative action mengenai keterwakilan perempuan sendiri diatur dalam Undang Undang
No. 10 Tahun 2008dan juga Undang Undang No. 8 Tahun 2012.11

Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan permasalahan yang terdapat


dalam keterwakilan perempuan dalam politik maupun legilatif antara lain budaya masyarakat
yang masih patriaki,para pemimpin partai yang cenderung didominasi oleh laki laki, peran
media yang belum mendukung perempuan, tidak adanya koneksi ataupun jaringan organisai
massa lainnya. Selain itu permasalahan keterwakilan perempuan dalam politik disebabkan
oleh kemiskinan dan rendahnay tingkat pendikan wanita, faktor keluarga, dan juga adanya
sistem multipartai. Adanya permasalahan tersebut juga membutuhkan solusi terkait bagaimaa
cara mengatasi permasalahan keterwakilan perempuan di politik maupun legisaltif. Solusi
yang tepat yaitu membangun dan memperkuat hubungan koneksi organisasi antar
perempuan,melakukan advokasi dengan pemimpin partai,membangun hubungan

11
Undang- Undang No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pasal 8 ayat (2).
media,meingkatkan pemahaman dan kesadaran melalui Pendidikan dan pelatihan, menaikkan
mutu perempuan, dan mejamin penerapan kebijakan affirmative action.

Maka disarankan, keterwakilan perempuan diranah politik dan juga parlemen benar
benar harus dilaksanakan sebab adanya perwakilan perempuan menunjukkan adanaya
perwakilan bagi perempuan yang akan dapat mewakiliki perumusan kebijakan dan juga
menunjukkan implementasi asas demokrasi di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai