Anda di halaman 1dari 8

Menurut (Sugiharto,2014) pada awal abad ke ke - 21, lebih dari 95 persen

negara di dunia menjamin dua hak demokratik perempuan yang paling mendasar
yaitu, hak memilih (right to vote) dan hak untuk mencalonkan diri dalam pemilihan
(right to stand for election). Meskipun kedua hak tersebut sudah diakui oleh
banyak negara sebagai hak dasar manusia tanpa adaya bias gender, bagi
perempuan hak tersebut didapat melalui proses perjuangan yang panjang.
Perjuangan hak pilih bagi perempuan ini dimulai pada tahun 1930 - an.

Gerakan perempuan Indonesia pada waktu itu mulai menyuarakan hak


pilih bagi perempuan. Adapun dalam Kongres Perempuan Indonesia III yang
diselenggarakan pada tahun 1938 di Bandung, wacana mengenai hak pilih bagi
perempuan masuk sebagai agenda pembahasan. Perempuan dalam politik
memang tidak mudah karena budaya partiarki yang masih dominan sehingga
komunikasi terkadang menjadi kendala.
Perempuan dalam perpolitikan di Indonesia baik skala nasional maupun lokal
haruslah menjadi isu yang penting untuk dijadikan bahan kajian. Dimana kepentingan
perempuan hadir melalui pengalaman dan fakta empiris berupa tidak adanya keadilan,
kesetaraan, serta diskriminasi yang dialami perempuan dalam kehidupannya. Berbagai
permasalahan tersebut kemudian didorong menjadi wacana atau isu yang akan
menjadi diskursus publik yang bisa disuarakan oleh politisi perempuan. Perlu pola
komunikasi untuk menyampaikan kepentingan dalam menghadapi momen pemilu
untuk bisa diakomodasi oleh partai politik menjadi agenda politik ketika berada di
parlemen. Perempuan perlu menghadirkan kembali tuntutan kepentingan yang telah
dirumuskan tersebut (pada momen pemilu) pada ruang-ruang politik pasca pemilu
agar partai politik tidak mangkir dari agenda politik yang telah dituntutkan kepadanya
(Syahputa & Ahmadi, 2021)

1
Mendobrak dominasi laki-laki dalam ranah politik merupakan perjuangan
yang kemudian mampu menciptakan kekuatan masyarakat sipil. Kekuatan masyarakat
sipil yang terdiri atas berbagai elemen masyarakat itulah yang mampu mendorong
aturan kuota 30 persen dalam undang-undang (UU) Partai Tahun 2008.

Kekuatan bersama dalam perjuangan sebagai kekuatan bersama kelompok


perempuan yang selama ini terpinggirkan dari dunia politik yang dikuasai oleh politisi
laki-laki. Hal ini menjadi alasan kuat, kenapa jaringan koalisi organisasi perempuan
dan organisasi lainnya berjuang dengan “semangat” perjuangan yang sama, yakni.
berjuang untuk meningkatkan kesadaran dan keterwakilan perempuan dalam politik,
publik, khususnya parlemen.

Alasan lainnya adalah budaya patriarki yang sangat merugikan perempuan.


Sistem budaya patriarki adalah sistem dengan nilai dominan yang berpihak pada laki-
laki. Sistem patriarki semakin mengakar, bersifat hegemoni, dan mendapat legitimasi
kebenaran ketika negara menjadi struktur dominan dalam masyarakat; ikut serta
memelihara dan melakukan pembiasan terhadap nilai-nilai yang terjadi dan merugikan
kaum perempuan.

Sistem patriarki yang mendukung supremasi, menghubungkan lebih banyak


kekuasaan kepada laki-laki daripada perempuan melalui maskulinitas mereka, yang
perspektifnya mempengaruhi semua bidang kehidupan berdasarkan hubungan antara
perempuan dan laki-laki. Alasan semua ini untuk demokrasi adalah alasan
memperjuangkan tindakan afirmatif, kuota 30 persen.

2
Fenomena ini juga kemudian diikuti oleh beberapa selebriti perempuan yang
mencoba peruntungan di dunia politik. Sebelum membahas tentang partisipasi politik
perempuan terlebih dahulu perlu didefinisikan istilah partisipasi, partisipasi politik
dan partisipasi politik perempuan serta keterwakilan mereka di parlemen. Partisipasi
secara bahasa diartikan sebagai pengambilan bagian atau pengikutsertaan.

Partisipasi sangat penting bagi pembangunan diri dan kemandirian warga


negara. Melalui partisipasi, individu menjadi warga publik, dan mampu membedakan
persoalan pribadi dengan persoalan masyarakat. Tanpa partisipasi, hampir semua
orang akan dikuasai oleh kepentingan pribadi dan pemuasan kebutuhan pribadi
mereka yang berkuasa.

Adapun partisipasi politik menurut McClosky adalah kegiatan-kegiatan


sukarela dari warga masyarakat melalui hal mana mereka mengambil bagian dalam
proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung, berpartisipasi
dalam proses pembuatan kebijakan umum. Miriam Budiardjo mendefinisikan
partisipasi politik sebagai pengejawantahan dari penyelenggaraan kekuasaan politik
yang absah oleh rakyat.

Anggota masyarakat yang berpartisipasi dalam proses politik melalui pemilu


terdorong oleh keyakinan bahwa melalui kegiatan bersama itu kepentingan mereka
akan tersalurkan atau sekurang-kurangnya diperhatikan. Dengan kata lain, mereka
percaya bahwa kegiatan mereka memiliki efek, dan efek tersebut dinamakan political
effifacy.

Di bawah ini bentuk piramida partisipasi politik yang menggambarkan


hierarki partisipasi politik menurut Roth dan Wilson. Sedangkan Rosenau dalam
Nimmo membagi partisipasi politik ke dalam dua kategori warga negara yang
merupakan khalayak dari partisipasi dalam komunikasi politik, yaitu: pertama adalah
orang-orang yang sangat memperhatikan politik, kedua adalah orangorang yang hanya
dimobilisasi untuk kepentingan politik.

3
Komunikasi politik sangat penting bagi politisi perempuan. Proses politik
dalam konteks ini adalah pencalonan politik perempuan untuk jabatan sebagai caleg.
Komunikasi kebijakannya sangat diperlukan dalam memfungsikan politik, dan tidak
mungkin bagi kandidat untuk mengabaikan peran media dalam proses politik Wahid,
aliansi online dalam proses komunikasi politik para pemangku politisi perempuan.

Menurut Brian (McNair,1997:11) dalam “An Introduction to Political


Communication”menunjukkan bahwa komunikasi massa berfungsi sebagai pengubah
komunikasi politik yang datang dari luar organisasi media itu sendiri dan pengirim
staf menciptakan pesan politik media atau wartawan. Komunikasi berarti mengubah
informasi menjadi tanggapan, mengoordinasikan makna antara orang dan khalayak
saling berbagi pengetahuan, cita-cita atau sikap yang berbeda.

Menurut (Nimmo,1978:30) dalam Jurnal Partisipasi Masyarakat Dan


Penerapan Pkpu N0. 6/2020 Menuju Pilkada Serentak 2020 Pada Masa Pandemi
Covid19 unsur perilaku gaya hidup menurut seperangkat aturan yaitu kebetulan
kepala atas kesamaan simbol di kepala memahami peserta. Proses ini itu kemudian
membawa pengalaman individu ke dalam, membaginya dengan orang lain atau
mengubah informasi dari satu orang atau orang lain Grup untuk Pesta Lain.

Proses perubahan saat ini selesai dipopulerkan oleh media massa berdasarkan
kepentingan yang berbeda termasuk di dalamnya. Karena, Aktivitas politik selalu
dikaitkan dengan media massa, hubungan antara proses politik dan teknologi
komunikasi menjadi krusial.

Segmentasi partisipasi politik perempuan meliputi beberapa aspek, yaitu


pertama, perempuan sebagai pemilih yang menentukan perolehan suara dalam pemilu;
yang kedua adalah perempuan sebagai aktor strategis dalam bidang politik, dan yang
ketiga adalah perempuan sebagai anggota atau calon dalam pemilu. Ketiga segmen ini
setidaknya membawa perempuan ke dalam politik, yang mana perempuan lebih
banyak dari pemilih dibandingkan dua lainnya.

4
Hal ini tidak terlepas dari persepsi bahwa pemilih perempuan “mudah”
dipengaruhi karena beberapa alasan, yaitu karena perempuan memiliki pemahaman
politik yang berbeda dengan laki-laki, perempuan dianggap lebih jujur dan “takut”
pada dosa ketiadaan. Memilih. jika pemilih menerima sesuatu dari kandidat. Kandidat
memahami situasi internal pemilih: pemahaman politik perempuan saat ini dapat
dikatakan cukup baik, pemilihan parlemen langsung cukup mempengaruhi perubahan
sosial dan pendidikan politik perempuan.

Oleh karena itu peneliti mencari tahu bagaimana negosiasi identitas yang
terjadi bagi perempuan di parlemen dengan lokasi penelitian yang dilakukan POLA
KOMUNIKASI POLITISI PEREMPUAN DALAM PEMENANGAN PEMILIHAN
UMUM LEGISLATIF 2024 menggunakan model penelitian Studi Deskriptif.
Penelitian ini juga bertujuan untuk mencari tahu bagaimana bentuk pola komunikasi
yang terjadi dalam pemenangan pemilihan umum 2024.

5
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

1.2 Rumusan dan Identifikasi Masalah

1.2.1 Rumusan Masalah


Sesuai dengan latar belakang diatas yang menggambarkan tentang pembahasan POLA KOMUNIKASI
POLITISI PEREMPUAN DALAM PEMENANGAN PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF 2024 yang
terjadi.

1.2.2 Identifikasi Penelitian

Adapun identifikasi masalah dalam penelitian ini yaitu :

1. Bagaimana bentuk POLA KOMUNIKASI POLITISI PEREMPUAN


DALAM PEMENANGAN PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF 2024 ?
2. Apa faktor pendukung & penghambat pola komunikasi bagi caleg perempuan anggota
legislatif?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

6
1. Untuk mengetahui Bagaimana bentuk POLA KOMUNIKASI
POLITISI PEREMPUAN DALAM PEMENANGAN
PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF
2. Untuk mengetahui faktor pendukung & penghambat pola komunikasi bagi
caleg perempuan anggota legislatif

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat Penulisan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi


nilai guna pada berbagai pihak, di antaranya :

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan akan memberikan gambaran tentang


bentuk POLA KOMUNIKASI POLITISI PEREMPUAN DALAM
PEMENANGAN PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF kemudian
diharapkan akan memberikan informasi dan menambah literatur
ilmiah,diskusi seputar pola komunikasi politisi.

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pemicu bagi perempuan di


parlemen dalam berkomunikasi. untuk berpartisipasi dan memenuhi kuota
di partai politik dan legislatif. Bagi masyarakat, pemerintahan ini
diharapkan mampu meluruskan pemikiran dan pandangan tentang
bagaimana pola komunikasiyang terjadi saat kampanye. Sedangkan bagi
partai politisi perempuan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi
dalam pembentukan kebijakan yang sesuai untuk menjalankan Negara
yang berdasar hukum dengan benar.

7
8

Anda mungkin juga menyukai