Anda di halaman 1dari 19

 

 KomuniTi, Vol.III No.1 Juli 2011 1 

PENDEKATAN PEMASARAN POLITIK (POLITICAL MARKETING)


DALAM PEMILIHAN UMUM

Joko Sutarso
Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Komunikasi dan Informatika
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Email : joko@fki.ums.ac.id

ABSTRACT

Political Marketing Approach (Political Marketing) in Indonesia began to be known


in Indonesia in the general election in the era of reform. This approach is increasingly
recognized in line with the success of new parties that perform this approach in a variety of
campaigns so as to obtain a significant number of seats in representative institutions. As an
approach, the political marketing does not guarantee victory, but at least can provide a
means of understanding that politics can be offered using a commercial product marketing
approach. One of the things that are important in this approach is to attempt an
understanding of the electorate by grouping them in a particular group or so-called
segmentation. Each segment is considered homogeneous so that effective programs can be
arranged for the group. The introduction to the audience of voters is an important part in the
preparation of the election campaign program.

Keywords : Political Marketing, Campaign, Election

ABSTRAK

Pendekatan Pemasaran Politik (Political Marketing) di Indonesia mulai dikenal di


Indonesia dalam pemilihan umum di era reformasi. Pendekatan ini semakin dikenal sejalan
dengan keberhasilan partai-partai baru yang melakukan pendekatan ini dalam berbagai
kampanyenya sehingga memperoleh jumlah kursi yang signifikan di lembaga perwakilan.
Sebagai pendekatan, political marketing tidak menjamin kemenangan, namun paling tidak
dapat memberikan alat pemahaman bahwa politik dapat ditawarkan dengan memakai
pendekatan pemasaran produk komersial. Salah satu hal yang penting dalam pendekatan ini
adalah dengan melakukan upaya pemahaman terhadap pemilih dengan mengelompokkan
mereka dalam kelompok tertentu atau disebut segmentasi. Masing-masing segmen dianggap
2   KomuniTi, Vol.III No.1 Juli 2011 
 

homogen sehingga dapat disusun program yang efektif bagi kelompok tersebut. Pengenalan
terhadap khalayak pemilih ini merupakan bagian yang penting dalam penyusunan program
kampanye pemilu.

Kata Kunci: Pemasaran Politik, Kampanye, Pemilihan Umum

PENDAHULUAN jaminan perlindungan hak sipil dan hak


Pemilihan umum adalah asasi manusia.
merupakan sarana perwujudan prinsip-
Dalam sebuah negara demokrasi
prinsip demokrasi dalam pemerintahan
pemilihan umum berfungsi: Pertama,
negara modern. Menurut J. Kristiadi
sebagai prosedur pergantian kekuasaan
(Pengantar dalam Koirudin, 2004: xii)
atau jabatan-jabatan politik yang bersifat
makna pemilihan umum yang paling
rutin; Kedua, sebagai mekanisme
esensial bagi suatu kehidupan demokratis
pemilihan pemimpin. Pemilihan umum
adalah sebagai institusi untuk melakukan
merupakan cara yang paling layak untuk
perubahan kekuasaan (pengaruh) yang
mengetahui siapa yang paling layak untuk
dilakukan secara regulasi, norma dan etika
menjadi pemimpin dan siapa yang
sehingga sirkulasi elit politik (pergantian
dianggap mampu mewakili kepentingan
kekuasaan) dapat dilaksankan secara damai
mereka; Ketiga, sebagai resolusi konflik
dan beradab. Institusi pemilihan umum
secara damai sehingga pergantian
adalah produk pengalaman sejarah
kepemimpinan dan artikulasi kepentingan
manusia dalam mengelola dan
dapat dihindarkan dari cara-cara
mewujudkan kedaulatan di tangan rakyat.
kekerasan, dan; Keempat, sebagai saluran
Sistem politik demokratis dengan
akses ke kekuasaan dari masyarakat ke
pembentukan kekuasaan pemerintahan
dalam lingkaran kekuasaan (Mardimin,
melalui pemilihan umum ini masih
2002: 36).
dianggap cara yang terbaik karena
dilengkapi dengan infrastruktur yang dapat Partai politik adalah infrastruktur
menjamin peralihan kekuasaan dengan politik masyarakat yang penting dalam
cara kekerasan dapat ditekan serendah sistem demokrasi. Melalui partai politik
mungkin. Infrastruktur dalam sistem aspirasi dan partisipasi masyarakat
demokrasi yang dimaksud adalah meliputi diorganisir dan disalurkan dalam sistem
partai politik, parlemen, hukum yang adil, politik atau pemerintahan, salah satunya
melalui mekanisme pemilihan umum.

2
  KomuniTi, Vol.III No.1 Juli 2011 3 

Sigmun Neumann (Budiarjo, 1994: 200) berbagai tingkatan. Komunikasi politik


mendefinisikan partai politik sebagai merupakan elemen yang dinamis dalam
organisasi artikulatif yang terdiri dari mengkomunikasikan pengetahuan-
pelaku-pelaku politik yang aktif dalam pengetahuan, nilai-nilai, dan sikap-sikap
masyarakat, yaitu mereka yang yang akan turut menentukan bentuk dan
memusatkan perhatiannya kepada kualitas sosialisasi dan partisipasi politik di
kekuasaan pemerintahan dengan bersaing, suatu negara. Keterbukaan terhadap
untuk mendapatkan dukungan rakyat, partisipasi politik dapat mempengaruhi
dengan kelompok-kelompok lain yang orang agar secara aktif dapat terlibat aktif
mempunyai pandangan-pandangan yang dengan politik namun juga bisa menekan
berbeda. Setiap partai politik dibedakan partisipasi politik (Nimmo, 2001: 157).
dengan partai politik yang lain dari
Keterbukaan dalam komunikasi
orientasi, nilai-nilai dan cita-cita atau
menyebabkan partisipasi politik dalam
tujuannya. Menurut Almod (1995: 66)
pemilihan umum meningkat sejalan
partai politik memainkan peran penting
dengan tantangan atau ancaman internal
sebagai penghubung antara aspirasi dan
dan eksternal yang dihadapi oleh negara
idiologi warga masyarakat dengan
sehingga masyarakat merasa sangat perlu
pemerintah. Salah satu fungsi partai politik
memberi dukungan atau penolakan
yang penting adalah fungsi komunikasi
terhadap keputusan pemerintah atau
politik, disamping fungsi sosialisasi
kepemimpinan seorang kandidat.
politik, partisipasi politik, rekrutmen
Masyarakat merasa bahwa pemilihan
politik, artikulasi kepentingan dan agregasi
menjadi penting karena menyangkut
kepentingan.
penyelesaian isu-isu krusial yang akan
Komunikasi politik menurut menentukan kehidupan berbangsa dan
Michael Rush dan Philip Althoff (2001: bernegara beberapa tahun ke depan.
255) adalah suatu proses di mana informasi Sebaliknya bila tidak ada masalah atau isu-
politik yang relevan diteruskan dari satu isu yang krusial yang harus diselesaikan
bagian ke bagian yang lainnya, dan di oleh pemerintah, atau masyarakat
antara sistem-sistem sosial dengan sistem- menganggap bahwa pemberian suara tidak
sistem politik. Proses ini terjadi secara terlalu berpengaruh terhadap jalannya
berkesinambungan dan mencakup pula pemerintahan dan arah kebijakan yang
pertukaran informasi antar individu dan diambil maka tingkat partisipasi dapat
individu dengan kelompok-kelompok pada menurun.
4   KomuniTi, Vol.III No.1 Juli 2011 
 

isi komunikasi. Dari segi partai atau


KOMUNIKASI POLITIK DALAM kandidat politik, dalam masa pemilihan
PEMILIHAN UMUM umum, terutama dalam tahapan kampanye,
mereka akan disibukkan dengan kalkulasi
Dinamika komunikasi politik
dan penyusunan strategi untuk menggalang
dalam masyarakat pada berbagai tahap
dukungan suara sebanyak-banyaknya.
penyelenggaraan pemilihan umum
Dalam proses inilah manajemen kampanye
semakin meningkat sejalan dengan
bagi partai politik atau kandidat
meningkatnya persiapan dari partai politik
perorangan dianggap penting, dengan
atau kandidat perorangan sebagai
menggunakan berbagai sarana dan sumber
kontestan pemilihan umum dalam
daya dimiliki secara optimal untuk
upayanya untuk meraih kemenganan
bersaing dengan partai politik atau
melalui usaha-usaha menarik perhatian dan
kandidat lain untuk memenangkan
dukungan publik. Dari segi komunikasi,
pemilihan umum.
kualitas komunikasi yaitu bagaimana isi
pesan dapat sampai dari komunikator Konsep penting yang penting lain
kepada komunikan sangat tergantung pada yang terkait dalam pemilihan umum adalah
ketrampilan si pengirim pesan partisipasi politik karena pemilihan umum
(komunikator). Komunikator harus tahu isi akan menjadi tidak bermakna tanpa
pesan yang harus disampaikan, siapa dukungan partisipasi masyarakat. Menurut
penerima pesan (khalayak), dengan sarana Miriam Budiarjo (1994: 183) partisipasi
apa komunikasi itu disampaikan, dan politik adalah kegiatan seseorang atau
mencari umpan balik dari pesan yang sekelompok orang untuk ikut serta secara
disampaikan. Dalam konteks komunikasi aktif dalam kehidupan politik, dengan jalan
politik, yang dimaksud komunikan memilih pemimpin negara dan secara
(khalayak/audiens) adalah para pemilih. Isi langsung atau tidak langsung
pesan/message adalah persuasi untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah
memilih atau mendukung partai atau (public policy). Kegiatan ini mencakup
kandidat misalnya melalui sosialisasi tindakan seperti memberikan suara dalam
program, menyampaikan keunggulan figur pemilihan umum, menghadiri rapat umum,
partai atau kandidat, dsb. Komunikatornya menjadi anggota partai atau kelompok
adalah para kandidat beserta manajer dan kepentingan, mengadakan pendekatan atau
juru kampanyenya. Umpan baliknya kontak dengan anggota parlemen. Dengan
adalah dukungan atau penolakan terhadap demikian partisipasi politik masing-masing

4
  KomuniTi, Vol.III No.1 Juli 2011 5 

anggota masyarakat sangat beragam, dari maka pemilihan perlu diatur dengan
tingkat partisipasi yang tinggi, sedang dan peraturan perundang-undangan pemilihan
rendah. umum yang di dalamnya paling tidak harus
mengatur tiga hal pokok. Pertama,
Anggota masyarakat akan
penyuaraan (balloting). Artinya, tatacara
berpartisipasi bila mereka percaya bahwa
yang harus diikuti oleh pemilih yang
kegiatan tersebut mempunyai efek
berhak dalam memberikan suara. Apakah
(political efficacy) atau berpengaruh
pemilih diperkenankan memilih salah satu
terhadap kebijakan yang diambil
alternatif (categorical) atau pemilih
pemerintah, karena kebutuhan dan
diperkenankan mendistribusikan suara
kepentingan mereka akan tersalur atau
kepada beberapa alternatif sesuai dengan
sekurang-kurangnya diperhatikan melalui
peringkat yang dikehendaki (ordinal).
suara yang telah diberikan dalam
Pilihan yang dihadapi oleh pemilih terdiri
pemilihan. Mereka percaya bahwa suara
dari tiga kemungkinan, yaitu memilih
mereka didengar dan diperhatikan oleh
partai, memilih kandidat atau calon, atau
para pengambil kebijakan untuk membuat
keduanya (kombinasi partai politik dengan
keputusan-keputusan yang adil bagi
calon dalam daftar calon).
mereka. Dengan kata lain, mereka percaya
bahwa mereka dapat ikut menentukan Kedua, daerah pemilihan
nasib sendiri melalui pilihan yang telah (electorate district). Artinya, ada ketentuan
mereka berikan dalam pemilihan umum. yang mengatur berapa jumlah kursi wakil
Tingginya tingkat partisipasi menunjukkan rakyat untuk setiap daerah pemilihan.
bahwa warga negara mengikuti dan Apakah satu kursi per daerah pemilihan
memahami masalah politik dan ingin (single member district) ini yang kemudian
terlibat dalam proses dan kegiatan politik. lebih dikenal dengan sistem distrik atau
Dengan demikian semakin banyak lebih dari satu kursi per daerah pemilihan.
masyarakat yang berpartisipasi dalam Dalam menentukan daerah pemilihan ada
pemilihan umum dianggap semakin baik dua faktor yang selalu dipertimbangkan
karena akan semakin meningkatkan yakni wilayah administrasi pemerintahan
legitimasi penyelenggara pemilihan umum dan jumlah penduduk. Ketiga, formula
maupun pemerintahan yang terbentuk dari pemilihan. Artinya, rumus yang digunakan
hasil pemilihan umum tersebut. untuk menentukan partai politik atau
kandidat mana yang memenangkan
Karena menyangkut kompetisi
pemilihan kursi di suatu daerah pemilihan.
untuk memperebutkan jabatan publik,
6   KomuniTi, Vol.III No.1 Juli 2011 
 

Ada tiga formula, yaitu formula pluralis, dan program politik ditawarkan
formula mayoritas dan formula sebagaimana menawarkan produk
perwakilan. Apabila menggunakan formula komersial (Cangara: 2009). Dengan
pluralis maka seseorang atau suatu partai melihat fungsi dan peraturan di atas maka
politik dikatakan menang pada suatu partai politik dan kandidat peserta
daerah pemilihan bila memperoleh suara pemilihan umum menyusun strategi yang
lebih banyak dari orang atau partai politik tepat dengan disesuaikan dengan ketentuan
lain. Formula mayoritas adalah seseorang peraturan yang berlaku agar dapat
atau partai politik menang di suatu daerah memenangkan pemilihan umum secara
pemilihan harus mencapai suara terbanyak sah. Beberapa disiplin ilmu diterapkan
dengan rumus 50% + 1. dengan demikian untuk membuat perencanaan kampanye
seseorang atu partai politik akan menang agar semakin terarah, efektif dan effisien
bila memperoleh jumlah suara yang untuk meraih kemenangan dalam sebuah
melebihi kombinasi jumlah yang diperoleh pemilihan. Penggunaaan konsep
oleh calon-calon atau partai-partai lain. manajemen komunikasi dengan
Menurut formula perwakilan berimbang memanfaatkan sarana dan sumber daya
(proportional), setiap partai politik akan yang ada diharapakan dapat tetap
memperoleh kursi sesuai dengan jumlah menjamin berlangsungnya komunikasi
suara yang diperoleh. Jumlah suara per politik yang terbuka, kreatif, edukatif dan
kursi harus ditentukan terlebih dahulu demokratis.
(Bilangan Pembagi Pemilih) baru
Dari sudut kandidat politik,
kemudian kursi dibagi berdasarkan jumlah
Czudnowski dalam Riswanda Imawan
suara yang diperoleh oleh setiap partai
(1988: 42-43) mengemukakan tujuh
politik peserta pemilihan umum (Surbakti,
variabel yang menentukan seseorang
1992: 177-178).
terpilih atau tidak terpilih dalam suatu
pemilihan. Bahkan ketujuh variabel ini
ARTI PENTING KONSEP
berpengaruh terhadap kinerja
PEMASARAN POLITIK DALAM
(performance) seorang (calon) elit politik:
PEMILIHAN UMUM
1). Social Bacground. Faktor ini
Pendekatan pemasaran memang berhubungan dengan pengaruh status sosial
tidak menjamin kemenangan, namun ekonomi keluarga, di mana seseorang
pemasaran memberikan konsep untuk kandidat dibesarkan. Berbagai hasil
memudahkan bagaimana partai, kandidat penelitian menunjukkan bahwa seseorang

6
  KomuniTi, Vol.III No.1 Juli 2011 7 

kandidat yang dilahirkan dalam keluarga dan budaya kerja yang terkait dengan
yang berpandangan liberal maka ia akan pekerjaan dalam jabatan publiknya. 5).
cenderung menjadi demokratis. Sebaliknya Occupational Variables. Faktor ini
anak yang dibesarkan dalam keluarga menunjukkan perlunya seorang kandidat
konservatif akan memiliki kecenderungan meningkatkan kemampuan dan
otoriter. 2). Political Socialization. pengalaman kerjanya, agar ia dapat
Sosialisasi politik yang diterima seseorang melakukan tugas-tugas yang terkait dengan
terbukti akan membetuk persepsi pengelolaan aspirasi masyarakat. 6).
politiknya. Melalui sosialisasi, seseorang Motivations. Asumsi pakar politik tentang
akan mengetahui penanganan tugas-tugas motivasi seseorang terjuan dalam politik
dan isu-isu yang berkaitan dengan tugas adalah karena adanya harapan atau
politik tertentu. Pengalaman sosialisasi ini ekspektasi terhadap penghargaan pribadi
akan dapat memberikan masukan tentang (personal reward), dan orientasi mereka
berbagai jabatan publik, kemampuan dan terhadap tujuan bersama (collective goals).
ketrampilan yang dibutuhkan untuk meraih Seorang elit biasanya menggabungkan
jabatan publik tertentu yang dianggap keduanya, atau bahkan memanipulasi
cocok. Dengan berbagai pengetahuan itu tujuan pribadi (personal needs) menjadi
maka seorang kandidat akan dapat kepentingan masyarakat (public objective).
mempersiapkan kampanye dengan baik 7). Selection. Hal ini terutama berkaitan
untuk meraih suara dalam sebuah dengan cara seleksi seseorang menjadi
pemilihan. 3). Initial Political Activity. kandidat. Seleksi tertutup mengharuskan
Faktor ini menunjuk pada latar belakang seorang kandidat berasal dari dalam partai
aktivitas dan pengalaman politik seseorang ini berlaku dalam pemilihan umum
kandidat. Pengalaman berorganisasi legislative 2004 tetapi pada tahun 2009
misalnya, akan memberi bekal bagaimana masyarakat menghendaki calon-calon yang
sebuah team bekerja sama dan berne- dekat dengan mereka dan UU Pemilu
goisasi dalam rangka menggolkan sebuah memungkinkan pemilih memilih nama.
isu politik menjadi sebuah kebijakan. 4).
Dengan jumlah pemilih 147 juta,
Apprenticeship. Magang merupakan cara
maka untuk effisiensi kontestan pemilihan
paling effektif mengenalkan kandidat
umum harus menyusun strategi dan
terhadap peran politik yang
menentukan skala prioritas dengan
dikehendakinya dengan bimbingan orang
mengidentifikasi dan membuat klasifikasi
yang lebih berpengalaman. Dengan cara ini
segmen calon pemilih. Dalam hal ini
seseorang kandidat akan tahu mekanisme
8   KomuniTi, Vol.III No.1 Juli 2011 
 

Noeradi dalam Suwardi (ed.) (2002: 145) partai politik dan sulit ditebak sikapnya,
membagi segmen calon pemilih potensial namu jumlah mereka sangat banyak.
yang harus digarap oleh partai-partai Mereka sering disebut juga sebagai silent
politik dalam tujuh kelompok khalayak, majority.
yaitu: 1). Anggota partai politik, karena
dianggap loyal dan captured market IMPLEMENTASI POLITICAL
sehingga hampir pasti memberikan suara MARKETING DALAM PEMILIHAN
kepada partai politiknya, namun kenyataan UMUM
di lapangangan sering membuktikan lain;
Dengan menganalogkan pemasaran
2). Media massa yang memiliki
politik (political marketing) sebagaimana
kemampuan membentuk opini publik
pemasaran produk komersial, Nursal
(public opinion); 3). simpatisan, yaitu
(2004: 113-114) menyebutkan ada lima
mereka karena sebab tertentu enggan
tujuan dalam proses segmentasi: 1).
menjadi anggota partai politik, tetapi
Mendesain subtansi tawaran partai politik
menunjukkan sikap mendukung terhadap
atau kandidat secara lebih responsif
arah kebijakan partai politik tertentu; 4).
terhadap segmen yang berbeda-beda.
pemilih pemula, yaitu mereka yang dalam
Karena melakukan segmentasi berarti juga
pemilihan umum 2009 baru pertama kali
mendalami kepentingan, aspirasi dan
memilih. Mereka lahir 1990-1992 dan
persoalan-persoalan politik yang menjadi
sepenuhnya tersosialisasi politik orde baru
perhatian setiap segmen pemilih. Dengan
dan telah pulih dari trauma G30/S/PKI; 5).
demikian subtansi tawaran partai politik
pensiunan, yaitu kelompok marjinal yang
sebagaimana tertuang dalam platform
seringkali dianggap tidak potensial karena
partai politik yang dibuat berdasarkan
sudah uzur sehingga sering ditinggalkan
analisis mendalam terhadap terhadap
oleh partai-partai politik namun jumlah
segmen-segmen yang diproyeksikan atau
mereka cukup besar mengingat angka
berpotensi akan memberikan suara kepada
harapan hidup semakin meningkat; 6).
kontestan yang dipasarkan; 2).
kelompok minoritas, yaitu kelompok yang
Menganalisis preferensi pemilih karena
merasa diabaikan dan terpinggirkan dalam
dengan pemahaman terhadap karakter
proses sosial dan pembangunan selama ini.
setiap segmen pemilih memungkinkan
Hal ini bisa terjadi karena keturunan,
pemasar mengetahui kecenderungan
kepercayaan, asal atau pandangannya; 7).
pilihan politik setiap segmen. Secara tidak
floating mass, yaitu kelompok calon
langsung, segmentasi juga berarti proses
pemilih mengambang tidak terikat pada

8
  KomuniTi, Vol.III No.1 Juli 2011 9 

mengenal kekuatan pesaing atau kontestan pemilahan laki-laki dan perempuan.


lain. Biasanya setelah proses ini Segmen perempuan menjadi segmen
dilanjutkan dengan positioning dengan pemasaran yang penting untuk meraup
cara memperkuat karakter kontestan suara dalam pemilihan umum karena
sehingga semakin tegas perbedaannya jumlah mereka adalah 51% dari total
dengan produk lain yang ditawarkan; 3). populasi berdasarkan Sensus 1990
Menentukan peluang perolehan suara. (www.menegpp.go.id). Sekalipun ada
Dengan mengetahui preferensi pilihan perbedaan jumlah penduduk perempuan
setiap segmen dan kekuatan pesaing akan menurut dua data sensus tersebut, namun
menghantarkan pemasar (partai atau jumlah tersebut tetap signifikan
kandidat politik) untuk menemukan suatu menunjukkan bahwa aspirasi perempuan
peluang yang dapat diraih secara lebih memiliki potensi yang besar dalam ikut
efektif dan effisien; 4). Menentukan menentukan arah pembangunan
strategi komunikasi yang efektif. Agar masyarakat dan bangsa.
komunikasi efektif dan efisien, maka perlu
Sekalipun kaum perempuan
dipilih strategi dan pendekatan komunikasi
memberikan sumbangan besar terhadap
yang berbeda bagi setiap segmen yang
proses pembangunan, namun fakta-fakta di
berbeda. Berikut beberapa segmentasi
lapangan selama ini masih menunjukkan
yang penting diketahui oleh perancang
bahwa perempuan belum setara dengan
program kampanye.
laki-laki. Terjadi ketimpangan tajam
1. Segmentasi Berdasarkan Gender terhadap partisipasi perempuan dalam
berbagai bidang publik. Hal ini menurut
Segmentasi dapat dilakukan secara
Darahim (2003) terjadi disebabkan oleh
demografis, yaitu pemilahan para pemilih
hal-hal sebagai berikut: 1). Pengaruh tata
berdasarkan karakteristik demografis,
nilai sosial budaya yang masih menganut
seperti usia, gender, agama, pendidikan,
paham patriarki, yaitu keberpihakan yang
peker-jaan, kelas sosial-ekonomi (Nursal,
berlebihan kepada kaum laki-laki di
2004:114). Karena tesis ini
banding perempuan. Tata nilai tersebut
menitikberatkan pada gender dan politik,
diwariskan secara turun temurun dari
maka segmentasi berdasarkan gender
waktu ke waktu, baik yang berasal dari
menjadi bahasan yang perlu dikemukakan
budaya lokal maupun pengaruh dari luar;
dan diasumsikan berpengaruh terhadap
2). Banyak produk hukum dan peraturan
preferensi pemilih. Segmentasi
perundang-undangan yang berlaku baik
berdasarkan gender menghasilkan
10   KomuniTi, Vol.III No.1 Juli 2011 
 

formal maupun hukum adat yang bias upah yang lebih kecil dibandingkan upah
gender; 3). Dampak lebih lanjut muncul yang diterima laki-laki sekalipun dalam
kebijakan dan program pembangunan yang kualifikasi pekerjaan yang sama, dan
masih bias gender, karena setiap kebijakan diabaikan kesehatannya. Dalam rumah
adalah produk keputusan politik yang tangga juga terjadi ketimpangan: dalam
merupakan bagian dari kristalisasi aspirasi pendidikan anak perempuan dikalahkan
masyarakat; 4). Kondisi ini didukung oleh dengan anak laki-laki karena laki-laki
oleh masih banyaknya penafsiran terhadap kelak akan menjadi kepala rumah tangga,
aktualisasi ajaran agama yang terlalu kekerasan dalam rumah tangga dan beban
menitikberatkan pada pendekatan tekstual kerja ganda bagi mereka yang bekerja di
(tersurat) dan parsial (sepotong-potong) luar rumah. Secara spesifik Suparno (2005:
dibandingkan dengan pemahaman yang 36-37) memberikan ilustrasi bahwa dalam
konstekstual (tersirat) dan holistik masa Orde Baru telah terjadi kooptasi
(menyeluruh). 5). Berkait dengan terhadap organisasi-organisasi dan
kelemahan perempuan sendiri, yaitu gerakan-gerakan perempuan sehingga
kurang percaya diri dan inkonsistensi, serta kesemuanya dalam kontrol dan
rendahnya tekad kaum perempuan sendiri pengawasan pemerintah. Jabatan struktural
dalam memperjuangakan nasib kaummya. organisasi PKK dan Dharma Wanita
Kelemahan itu bisa disebabkan pengaruh misalnya, mengikuti jabatan struktural
tata nilai di atas atau faktor lain yang perlu suami. Sehingga istri lurah atau kepala
di telaah lebih lanjut. desa otomatis menjadi ketua PKK di
kelurahan atau desanya. Demikian juga
Menurut Ani Soetjipto dalam
istri kepala kantor atau dinas tertentu maka
Nursal (2004: 117) pembangunan di era
istri juga menjadi ketua Dharma Wanita.
Orde Baru tidak “memihak” kepada kaum
Dengan demikian faktor-faktor kemauan,
perempuan. Berbagai kebijakan politik dan
kemampuan dan kepemimpinan serta
ekonomi memperlihatkan perempuan
aspirasi bawah yang biasanya menjadi
menanggung beban sekaligus dampak
dasar dalam rekruitmen organisasi
pembangunan yang lebih berat
diabaikan.
dibandingkan dengan laki-laki. Demikian
juga ketika terjadi krisis ekonomi, Latar belakang politik kelahiran
perempuan menanggung beban yang lebih PKK dan Dharma Wanita itu sendiri tidak
besar akibat krisis karena ia perempuan, bisa dilepaskan dari situasi sosial politik
seperti: dipecat paling awal dari pekerjaan, pasca Pemilihan Umum 1971, di mana

10
  KomuniTi, Vol.III No.1 Juli 2011 11 

negara memaksimalkan intervensi dan kebutuhan masing-masing sub-segmen


pengaruhnya pada organisasi-organisasi tersebut relatif berbeda-beda.
massa yang berafiliasi pada kekuatan
2. Segmentasi Berdasarkan Agama
politik di luar pemerintah (Burhanuddin
dan Fathurahman, 2004: 87). Dengan Segementasi berdasarkan agama ini
demikian terjadi perluasan mobilisasi perlu dan penting dibahas karena memiliki
politik melalui mesin birokrasi relevansi dengan tema partisipasi
pemerintahan, yang pada akhirnya perempuan dalam politik. Salah satu
merupakan mesin yang effektif bagi resistensi yang kuat terhadap peran
keberlangsungan rejim Orde Baru. Hal ini perempuan dalam sektor publik, khususnya
sebetulnya tidak hanya terjadi pada dalam kehidupan politik di Indonesia
organisasi-organisasi dan gerakan-gerakan adalah berasal dari interpretasi terhadap
perempuan saja namun juga terjadi pada ajaran atau doktrin agama sebagaimana
kekuatan-kekuatan masyarakat yang lain, tertuang dalam teks-teks kitab suci.
sejalan dengan upaya depolitisasi dan Dengan demikian, tingkat penghayatan
deparpolisasi yang dilakukan secara terhadap ajaran agama (religiositas) akan
sistematis di era Orde Baru. berpengaruh terhadap pendapat dan
preferensi mereka tentang wacana boleh
Uraian di atas dapat menunjukkan
tidaknya perempuan menjadi pemimpin
bahwa segmentasi gender dapat dijadikan
atau boleh tidaknya urusan masyarakat
bahan pertimbangan penting dan dapat
diwakili perempuan, misalnya dengan
diolah untuk memberikan konstribusi
perempuan menjadi wakil rakyat di DPR.
dalam penyusunan program kampanye
partai atau kandidat politik di era reformasi Islam adalah agama yang dianut
yang semakin terbuka. Sekarang pemilih oleh sebagian besar rakyat Indonesia. Saat
perempuan tidak lagi terkooptasi dalam ini, secara statistik Islam tidak kurang 85%
kepentingan politik birokrasi yang penduduk Indonesia adalah pemeluk Islam.
cenderung pathriarkis. Segmentasi gender Namun demikian Islam di Indonesia tidak
ini selanjutnya dapat dipertajam dengan homogen dan dapat dipetakan berdasarkan
menganalisis sub-sub segmen perempuan. kultur dan strata sosial, ekonomi dan
Sub segmen itu dapat dikembangkan demografi. Berkaitan dengan segmentasi
berdasarkan kelas sosial, ekonomi, berdasarkan agama, hasil penelitian
pendidikan, perempuan karier, ibu rumah terhadap perilaku pemilih menunjukkan
tangga, dsb. Hal ini penting mengingat bahwa umumnya pemilih non-Islam tidak
12   KomuniTi, Vol.III No.1 Juli 2011 
 

memilih partai Islam atau partai partai dapat menjaring suara dalam pemilihan
yang dipersepsikan sebagai partai Islam. umum. Dengan proporsi yang besar, maka
Segmen pemilih non-Islam ini cenderung pemilih Islam menjadi konstituen terbesar
memberikan suara kepada partai yang pula. Akibatnya, tidak ada partai yang
mempunyai landasaran inklusif dan menjadi besar dan menjadi pemenang
pluralis atau partai eklusif sesuai dengan pemilihan umum tanpa
agama mereka. mempertimbangkan dukungan dari pemilih
Islam.
Sebaliknya, tidak semua segmen
pemilih Islam memilih partai Islam atau Berkaitan dengan isu Islam
yang dipersepsikan sebagai partai Islam. sebagai platform partai atau kandidat
Besarnya segmen pemilih Islam, politik maka isu gender adalah isu yang
mengakibatkan banyak muncul partai- terkait dan menyangkut interpretasi
partai yang menggunakan asas Islam terhadap teks-teks agama yang mempunyai
maupun partai yang dipersepsikan sebagai pengaruh besar terhadap preferensi
partai Islam. Persepsi sebagai partai Islam masyarakat. Namun demikian, berkaitan
ini biasanya tidak terlepas dari figur tokoh dengan isu tertentu termasuk isu gender,
Islam dalam partai, kedekatan dan afiliasi pendapat pemilih Islam tidak homogen.
partai tersebut dengan organisasi- Latar sosial, ekonomi, budaya dan
organisasi Islam atau komitmen partai pendidikan berpengaruh terhadap respon
dengan isu-isu Islam. Islam sebagai agama pemilih, utamanya pemilih Islam,
yang jumlah pemeluknya terbesar terhadap isu perempuan dalam politik.
merupakan segmen pemilih yang harus Dengan demikian segmentasi terhadap
diperhitungkan baik oleh partai Islam, pemilih Islam terkait dengan latar
dipersepsikan sebagai partai Islam atau pengalaman budaya pada umumnya.
bahkan partai yang jelas-jelas bukan
Berkaitan dengan interpretasi teks
dikategorikan sebagai partai Islam
Kitab Suci Al Qur’an, Zaitunah Subhan
sekalipun. Dengan kata lain, isu yang
(2004a: 43-44) mengemukakan paling
menyangkut umat Islam harus ditangani
tidak ada tiga dalil yang sering digunakan
secara cermat oleh partai-partai politik,
sebagai dalih untuk menolak partisipasi
termasuk partai inklusif dan pluralis
perempuan dalam politik dan sektor publik
(biasanya dikategorikan sebagai partai
pada umumnya. Pertama, QS. al-Ahzab
nasionalis dan/atau sekuler untuk
(33): 33 yang menegaskan bahwa yang
membedakan dengan partai agama), agar
paling utama bagi perempuan adalah di

12
  KomuniTi, Vol.III No.1 Juli 2011 13 

rumah. Pandangan ini diperkuat oleh hadis budaya yang dominan akan berpengaruh
yang menyebutkan bahwa Allah telah terhadap bagaimana kekuasaan itu
menetapkan empat rumah bagi perempuan, diperoleh, dikelola dan dipertahankan. Hal
yaitu: rahim ibu, rumah orang tua (sampai ini bisa dipahami mengingat sistem
ia menikah), rumah keluarga (bersama demokrasi bukan sistem politik asli
suami dan anak), dan kubur. Kedua, QS. Indonesia, sehingga ketika sistem ini
an-Nisa’ (4): 34: Ar-Rijal Qawwamun ‘ala diterapkan sebagai aturan bermain dalam
an-Nisa’. Artinya: Kaum laki-laki adalah kehidupan berbangsa dan bernegara di
pemimpin bagi kaum perempuan. Namun Indonesia, terjadi sentuhan dan adaptasi
beberapa ahli tafsir menginterpretasikan dengan budaya masyarakat setempat.
ayat ini berlaku dalam konteks keluarga Akhirnya, terlihat bahwa penerapan nilai-
sehingga tidak bisa begitu saja nilai demokrasi antara satu negara dengan
digeneralisasikan dalam kehidupan negara yang lain bisa jadi berbeda, sangat
masyarakat atau negara. Ketiga, Hadis tergantung pada perkembangan sosial
riwayat dari Abu Bakar yang menyatakan budaya masyarakat dalam
Rasulullah bersabda: “tidak berjaya suatu menginterpretasikan cita-cita ideal tentang
kaum yang menyerahkan urusan mereka kehidupan bersama.
kepada perempuan”. (HR. Bukhari, Ahmad
Bangsa Indonesia adalah sebuah
Ibnu Hanbal, an-Nasai’ dan at-Tarmidzi).
masyarakat majemuk (plural society) yang
Hadis terakhir ini terutama
ber-Bhineka Tunggal Ika. Menurut
diinterpretasikan sebagai larangan bagi
Kusumohamidjojo (2000: 2) masyarakat
masyarakat baik laki-laki ataupun
yang majemuk dan beragam seperti
perempuan untuk menyerahkan urusan
Indonesia mempunyai masalah
masyarakat pada umumnya kepada
komunikasi, masalah komunikasi itu
perempuan, termasuk menunjuk wakil atau
merupakan kendala untuk mencapai
memilih perempuan sebagai wakil rakyat.
konsensus yang nantinya akan ditaati
3. Segmentasi Berdasarkan Budaya bersama. Lebih rinci Piere L. van den
Berghe dalam Nasikun (2000: 33)
Kinerja sebuah sistem politik
menyebutkan karakteritik masyarakat
sebuah negara pada dasarnya sangat
majemuk, sebagai berikut: 1). terjadi
tergantung pada struktur dan kultur atau
segmentasi ke dalam bentuk kelompok-
budaya yang mendukung dan berada dalam
kelompok yang seringkali memiliki sub-
sistem politik tersebut. Dengan demikian,
kebudayaan yang berbeda satu sama lain;
pandangan budaya masyarakat, utamanya
14   KomuniTi, Vol.III No.1 Juli 2011 
 

2). memiliki struktur sosial yang terbagi- mempersoalkan legitimasi. Menurut


bagi ke dalam lembaga-lembaga yang konsep Barat, sumber-sumber kekuasaan
bersifat non-komplementer; 3). kurang adalah heterogen. Artinya, kekuasaan
mengembangkan konsensus di antara para dapat bersumber dari kekayaan, status
anggotanya terhadap nilai-nilai yang sosial, jabatan formal, organisasi, senjata
bersifat dasar; 4). secara relatif sering dan sebagainya. Sebaliknya menurut
mengalami konflik-konflik di antara konsep Jawa, kekuasaan bersifat homogen,
kelompok yang satu dengan kelompok bersifat satu dan sama saja di mana pun ia
yang lain; 5). secara relatif integrasi sosial menampakkan diri, serta jumlahnya tetap
tumbuh diatas paksaan (coercion) dan sepanjang waktu. Bila kekuasaan dalam
saling ketergantungan di dalam bidang konsep Barat tidak terbatas, karena sumber
ekonomi, dan; 6). adanya dominasi politik kekuasaan seperti senjata, kekayaan,
oleh suatu kelompok atas kelompok yang teknologi dan organisasi dapat
lain. terakumulasi dalam jumlah tidak terbatas
maka dalam konsep Jawa, kekuasaan di
Budaya yang dianggap dominan
alam semesta adalah konstan karena
dan sangat berpengaruh terhadap sistem
kekuasaan itu ada tidak dapat direproduksi
politik Indonesia terutama dalam era Orde
atau diperbanyak dengan senjata,
Baru adalah budaya Jawa. Salah satun
kekayaan, teknologi dan organisasi.
sebabnya adalah bahwa jumlah penduduk
Dengan konsep ini maka peningkatan
bersuku Jawa ini merupakan 45% dari
konsentrasi kekuasaan di suatu tempat
seluruh penduduk Indonesia (Handayani
akan menyedot kekuasaan di tempat lain.
dan Novianto, 2004: 91). Dengan demikian
Karena kekuasaan tidak dapat direproduksi
untuk mengetahui karakter demokrasi
maka kekuasaan harus dihemat, tidak
Indonesia perlu kiranya terlebih dahulu
dihambur-hamburkan, misalnya dengan
mengetahui bagaimana konsepsi
perilaku tidak banyak tingkah dan tidak
kekuasaan dalam budaya Jawa.
banyak bicara (Handayani dan Novianto,
Pemahaman budaya Jawa mengenai
2004: 99).
konsep kekuasaan berbeda dengan konsep
kekuasaan di Barat (Surbakti, 1999: 81). Sekalipun budaya Jawa seringkali
Pandangan serupa dikemukakan oleh dianggap tidak demokratis, namun
Benedict R.O.G. Anderson (Kantaprawira, menurut Mardimin (2002: 234) dalam
1985: 90). Dalam konsepsi Jawa pertumbuhan demokrasi di Indonesia
kekuasaan adalah bersifat konkrit dan tidak dominasi budaya Jawa dalam politik tidak

14
  KomuniTi, Vol.III No.1 Juli 2011 15 

terhindarkan, sekalipun demikian dapat yang ditunjukkan oleh orang Jawa dengan
dicatat beberapa pola perilaku positif yang konsep sosial rukun, yang berarti harus ada
dapat mendorong tumbuh dan kesediaan untuk bertoleransi untuk
berkembangnya demokrasi di Indonesia. menghilangkan ketegangan dan potensi
Pertama, pola berpikir orang Jawa yang konflik dalam masyarakat. Keempat,
selalu diarahkan untuk menciptakan kehidupan sosial yang egaliter. Sekalipun
keseimbangan proporsional antara individu masyarakat Jawa sangat mengenal
dengan masyarakat, dan manusia dan alam berbagai tingkatan atau strata dalam
semesta yang melingkupinya. Pola pikir masyarakat dan keluarga namun dalam
dan sikap hidup ini akan menjadi modal pengambilan keputusan mempunyai
untuk berdemokrasi karena demokrasi kedudukan yang sama. Ungkapan-
tetap memerlukan keseimbangan dan ungkapan tradisional seperti ojo dumeh
harmonisasi, sehingga kecenderungan atau ngono yo ngono ning ojo ngono
masyarakat untuk menafsirkan kebebasan adalah nilai-nilai yang berfungsi untuk
secara absolut ---yang tak jarang mengontrol keseimbangan akibat
menjerumuskan mereka dalam anarkisme – stratifikasi sosial yang terdapat dalam
dapat dikendalikan. Kedua, sebagaimana budaya Jawa. Kelima, cara hidup yang
dipaparkan di atas, orang Jawa akan selalu diarahkan untuk membangun
berusaha keras dan berjuang mencapai apa persaudaraan melalui mekanisme seperti
yang diinginkan. Tapi jika gagal, mereka ular-ular tentang laku utama, atau sifat
akan lebih bisa menerima kenyataan utama para ksatria dalam pertunjukan
karena percaya tentang bahwa dibalik wayang. Pola ini merupakan pondasi
upaya manusia ada kekuatan Tuhan YME utama untuk membangun demokrasi
yang mengatur semuanya. Mereka akan Indonesia.
cepat memupus keinginan, jika telah
Berdasarkan hasil Pemilihan
berusaha dan berjuang mencapainya
Umum 1955, Herbert Feith (Kantapawira,
namun gagal. Ada nilai religius berupa
1985: 92) menjelaskan adanya lima
kekuasaan dan takdir Tuhan dibalik sikap
pemikiran politik yang dipengaruhi oleh
ini. Dalam konteks demokrasi, orang Jawa
pemikiran besar yang lahir dari warisan
akan berusaha keras mempertahankan dan
tradisi pemikiran masyarakat Indonesia
memperjuangkan pendapatnya, tetapi jika
maupun dari pemikiran Barat (teori ini
akhirnya kalah berargumentasi akan
kemudian dikenal dengan istilah politik
menerima kekalahan dengan legowo.
aliran). Dalam konteks ini maka tradisi
Ketiga, sikap toleransi yang cukup tinggi,
16   KomuniTi, Vol.III No.1 Juli 2011 
 

adalah bagian dari budaya, karena tradisi terutama di kalangan terdidik dan
merupakan produk budaya. Tradisi akademisi namun perolehan suaranya
Indonesia tersebut dapat dikelompokkan sangat kecil, jauh dari dugaan semula.
menjadi tradisi Hindu, Budha, dan Islam. Sedangakan Parkindo dan Partai Katolik
Pengaruh Barat meliputi pemikiran adalah berdasarkan partai yang
Marxisme (baik Leninisme maupun berdasarkan agama Nasrani, terutama
Sosialisme Demokratis) dan Demokrasi berbasis di perkotaan di beberapa daerah
Liberal yang disemangati oleh semangat seperti di Sumatera dan Indonesia Timur.
individualisme. Kelima pemikiran politik
Politik aliran dalam pemilihan
itu terproyeksikan pada tujuh partai
masih memiliki relevansi dalam
pemenang pemilihan umum, yaitu: Partai
pembahasan segmen pasar partai pada
Nasional Indonesia (22,3%), Masjumi
pemilihan umum 2009, namun perlu
(20,9%), Partai Nahdatul Ulama (18,4%),
dilakukan beberapa penyesuaian karena
Partai Komunis Indonesia (16,4%), Partai
perubahan sosial politik yang cukup besar.
Kristen Indonesia (Parkindo) (2.6%),
Dalam pemilihan umum 2009 banyak
Partai Katolik (2,0%) dan Partai Sosialis
partai-partai yang muncul dengan afinitas
Indonesia (2,0%) (Mardimin, 2002: 41).
yang kuat terhadap organisasi
PNI, PKI dan NU adalah partai-partai yang
kemasyarakatan besar dan telah mengakar
memiliki pengaruh besar di pedesaan Jawa,
dalam masyarakat. PAN adalah partai yang
namun masing-masing berbeda latar
memiliki afinitas yang kuat terhadap
idiologinya. PNI adalah beraliran
Muhammadiyah. PKB adalah partai yang
nasionalisme yang sangat dipengaruhi
berafinitas pada massa NU. Dengan kata
faham sinkretisme Jawa pada saat itu
lain NU adalah captive market bagi PKB
dianggap sebagai partai pemerintah. PKI
dan Muhammadiyah bagi PAN. Dalam
beraliran komunis yang merupakan
konteks memperoleh dan mempertahankan
pengaruh pemikiran ateis barat dan
pangsa pasar, maka PKB tidak perlu
memiliki pengaruh besar di Jawa. Partai
menjadi Islam modernis, karena hal itu
NU adalah beraliran Islam tradisional yang
akan menyebabkan massa pendukungnya
memiliki pengaruh kuat terutama di
yang berkultur Islam tradisional akan
pedesaan Jawa. Sedangkan Masyumi
meninggalkannya. Ciri yang lain dari PKB
adalah sebuah partai Islam modernis
adalah bahwa perolehan terbesar suara
berbasis masa perkotaan. PSI adalah partai
PKB adalah di Jawa Timur, artinya kultur
yang menganut faham demokrasi-sosialis
PKB adalah kultur NU yang berbasis di
Barat memiliki pengaruh di perkotaan

16
  KomuniTi, Vol.III No.1 Juli 2011 17 

pesantren-pesantren mengikuti tradisi Dalam beberapa kebudayaan,


Islam tradisonal. Afinitas massa PKB kekuasaan digambarkan sebagai kekuasaan
adalah bertumpu pada pengaruh para kiai ala maskulin, seperti ketegaran, kekuatan,
di berbagai pesantren yang tersebar di keberanian, yang berbeda dengan
Jawa pada umumnya. stereotype feminine seperti kepekaan,
kelembutan, ramah, dan setia. Bila posisi
Dengan beragamnya latar sosial-
kepemimpinan suatu lembaga politik
kultural dalam masyarakat Indonesia yang
maupun lembaga publik umumnya identik
pluralis, maka partai-partai Islam justru
dengan masku-linitas, maka berlaku
harus dapat membuat positioning yang
pendapat bahwa bila perempuan
lebih tegas, mengingat banyak partai yang
menduduki jabatan publik maka
menggunakan asas Islam atau
perempuan harus mengikuti pola perilaku
dipersepsikan sebagai partai Islam dan
maskulin bila ingin berhasil. B erbagai
mereka sama-sama memperebutkan suara
kendala budaya inilah yang mengakibatkan
pemilih Islam. Pemilihan isu perjuangan
perempuan tidak selalu menggunakan
dalam kampanye partai-partai politik
kesempatan untuk meraih karier di sektor
seharusnya tetap mempertimbangkan
publik sekalipun kesempatan itu ada dan
faktor karakteristik budaya pemilih.
terbuka. Dengan memakai kesempatan
Demikian juga pemilihan dan penggunaan
untuk berkarir itu maka perempuan harus
wacana publik, seperti isu gender oleh
meluangkan waktu dan pikiran lebih
partai politik sangat tergantung dari
banyak, padahal senyatanya perempuan
bagaimana cara pandang dan budaya
yang bekerja harus berperan ganda,
masyarakat pemilih terhadap peran
sebagai ibu rumah tangga dan sebagai
perempuan dalam politik. Berbagai budaya
pemimpin di kantornya.
di tanah air, memberikan peran yang
berbeda terhadap perempuan. Dengan Dalam konstruksi budaya
demikian, tepat tidaknya isu perempuan masyarakat Jawa, perempuan masih
yang disampaikan dalam kampanye dimitoskan dengan peran domestiknya,
misalnya, harus dibingkai dalam frame yaitu: masak (memasak), macak (berhias),
sosial budaya tertentu. Di sinilah dan manak (melahirkan) (Arimbi, dkk.
diperlukan kecermatan manajer kampanye (ed.), 1998: 24). Kosa kata berikut juga
dan juru kampanye dalam memilih dan menggambarkan peran domestik
menyampaikan isu perempuan dalam perempuan dalam lingkungan rumah
politik. tangga yaitu sebagai konco wingking.
18   KomuniTi, Vol.III No.1 Juli 2011 
 

Sedangkan dalam peran sebagai istri, pengaruhnya melalui keputusan-keputusan


kultur Jawa menghargai perempuan secara politik yang diambil suaminya (Handayanti
setara adalah garwo, merupakan dan Novianto, 2004:172).
kependekan dari sigaraning nyowo yang
merupakan interpretasi peran istri PENUTUP
pendamping yang setara dengan suami.
Pendekatan pemasaran politik
Peran perempuan yang dikonstruksikan
(political marketing) adalah metode
oleh budaya sebagai peran domestik ini
pemasaran yang diaplikasikan dalam
dapat menimbulkan kendala psikologis,
kampanye politik. Metode ini telah
seperti misalnya perempuan takut berkuasa
memberikan alat (tool) untuk membantu
(Wijaksana, 2004: 33). Dalam banyak
komunikator merancang program
budaya di berbagai negara, politik sering
kampanye yang effektif sehingga
depersepsikan sebagai permainan yang
mendapatkan suara yang signifikan dalam
kejam, keras dan kotor sehingga
pemilu. Program ini didasarkan atas
perempuan sering kehilangan kepercayaan
asumsi bahwa khalayak pemilih dapat
dirinya untuk tampil berkuasa dalam
dikategorisasikan dalam kelompok dalam
pentas politik baik di partai, parlemen dan
segmen-segmen tertentu. Setiap segmen
pemerintahan.
diasumsikan memiliki interes, kebutuhan,
Pandangan konservatif terhadap dan preferensi yang sama terhadap sistem
perempuan masih berlaku di kalangan politik sehingga bisa dibidik dengan
masyarakat Jawa, namun jarak yang strategi, program dan aksi yang sama.
diambil perempuan terhadap kekuasaan Dengan pengenalan yang lebih baik
tidak dengan sendirinya mengasingkan terhadap khalayak pemilih maka
perempuan dari kekuasaan. Perempuan komunikator dapat menyusun tawaran
Jawa tidak perlu harus menjadi maskulin program kampanye yang sesuai dengan
untuk mendapatkan kekuasaan, tetapi kebutuhan riil khalayak pemilih. Dalam
justru ia harus memanfaatkan konteks Indonesia, segmentasi gender,
feminitasnya. Bahkan perempuan tidak agama dan budaya adalah isu-isu krusial
perlu tampil berkuasa tetap menjadi konco yang penting dipahami dalam menyusun
wingking, namun menampilkan strategi dan program kampanye.

18
  KomuniTi, Vol.III No.1 Juli 2011 19 

DAFTAR PUSTAKA

Budiarjo, Miriam. 1994. Demokrasi di Indonesia: Demokrasi Parlementer dan Demokrasi


Pancasila (Kumpulan Karangan). Jakarta: Gramedia.
Burhanudin, Jajat dan Fathurahman, Oman (ed.). 2004. Tentang Perempuan Islam: Wacana
dan Gerakan. Jakarta: Gramedia.
Cangara, Hafied. 2009. Komunikasi Politik: Konsep, Teori dan Strategi. Jakarta: Rajawali
Pers.
Hamad, Ibnu. 2004. Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa: Sebuah Studi Critical
Discourse Analysis terhadap Berita-berita Politik. Jakarta: Granit.
Handayani, Kristina S. dan Novianto, Ardhian. 2004. Kuasa Wanita Jawa. Yog-yakarta:
LKiS.
Herusatoto, Budiono. 2005. Simbolisme dalam Budaya Jawa. Yogyakarta: Hanindita.
Imawan, Riswanda. 1998. Membedah Politik Orde Baru. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kantaprawira, Rusandi. 1985. Sistem Politik Indonesia: Suatu Model Pengantar. Bandung:
Sinar Baru.
Koirudin. 2004. Profil Pemilu 2004: Evaluasi Pelaksanaan, Hasil dan Perubahan Peta
Politik Nasional Pasca Pemilu Legislatif 2004. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kusumohamidjojo, Budiono. 2000. Kebhinekaan Masyarakat di Indonesia: Suatu
Problematik Filsafat Kebudayaan. Jakarta: Grasindo.
Mardimin, J. 2002. Demokrasi di Indonesia dan Dinamika Arus Bawah. Salatiga: Forsa
Pustaka.
Nasikun. 2000. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.
Nimmo, Dan. 2001. Komunikasi Politik: Khalayak dan Efek. Bandung: Rosda Karya.
Nursal, Adman. 2004. Political Marketing: Strategi Memenangkan Pemilu. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Rush, Michael & Althoff, Phillip. 2001. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: Rajawali Press.
Subhan, Zaitunah. 2004. Perempuan dan Politik dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka Pesantren.
Surbakti, Ramlan. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia.
Wijaksana, M.B. 2004. Modul Perempuan Untuk Politik: Sebuah Panduan Tentang
Partisipasi Perempuan dalam Politik. Jakarta: YJP dan AusAID.

Anda mungkin juga menyukai