Anda di halaman 1dari 12

ANALISIS KEKUATAN DAN DOMINASI BUZZER POLITIK DALAM PUSARAN

PILPRES 2019

𝐃𝐢𝐚𝐧𝐚 𝐌𝐚𝐡𝐦𝐮𝐝𝐚𝟏 , 𝐏𝐮𝐣𝐚 𝐃𝐞𝐰𝐚𝐧𝐠𝐠𝐚𝟐, 𝐀𝐧𝐚𝐧𝐝𝐲𝐚 𝐊𝐡𝐚𝐢𝐫𝐮𝐧𝐧𝐢𝐬𝐚𝟑


Political Science Major, Padjadjaran University, Bandung, Indonesia
E-mail: mahmudadiana@gmail.com; puja19003@mail.unpad.ac.id; hellodyaz@gmail.com.

ABSTRAK
Di era revolusi industri 4.0 saat ini, seringkali terjadi pergeseran bentuk komunikasi dan penyediaan
informasi dari dunia nyata menuju dunia maya, sehingga hal tersebut dimanfaatkan oleh pelaku kampanye
untuk memenangkan kursi penguasa dengan salah satunya menggunakan konsep buzzer politik. Sejak
kemunculan konsep buzzer politik di masa kampanye menjadi sebuah unsur yang sangat menentukan bagi
menyukseskan kemenangan paslon dalam kegiatan kontestasi Pilpres tahun 2019 lalu. Dari berbagai
temuan riset dan analisis yang ditemukan oleh penulis dapat disimpulkan bahwa fenomena buzzer politik
termasuk salah satu tindakan black campaign yang secara serius dapat menyebabkan polarisasi dan
perpecahan di tengah masyarkat yang artinya ini merupakan bentuk kegiatan yang bersebrangan dengan
nila-nilai demokrasi. Dalam penyusunan artikel ini dibuat berdasarkan metode kualitatif serta menggunakan
pengumpulan data secara studi kepustakaan yang menghasilkan analasis deskriptif. Hasil penelitian yang
ditemukan adalah bagaiaman konten buzzer dapat menjadi bagian dari propaganda hoaks, kemudian
bagimana pengaruh yang diberikan oleh buzzer pada elektabilitas setiap paslon di Pilpres 2019, lalu framing
seperti apa serta polarisasi yang terbentuk oleh adanya buzzer politik dalam Pilpres 2019 dan penjelasan
mengenai bagaimana posisi buzzer politik dalam nilai-nilai demokrasi di Indonesia.

Kata kunci: Demokrasi, Pilpres 2019, kampanye, buzzer, hoax

ABSTRSCT
In the current era of the industrial revolution 4.0, there is often a shift in the form of communication and
information provision from the real world to the virtual world, so that campaigners are exploiting it to win
the seat of power, one of which is using the concept of a political buzzer. Since the emergence of the concept
of political buzzer during the campaign period, it has become a very decisive element for the success of the
candidate pair in the 2019 Presidential Election contestation activities. From the various research findings
and analyzes found by the author, it can be concluded that the phenomenon of the political buzzer is one of
the black campaign actions that can seriously cause polarization and division in society, which means that
this is a form of activity that contradicts democratic values. In the preparation of this article, it was made
based on qualitative methods and used data collection by means of literature studies which resulted in
descriptive analysis. The results of the research found is were how buzzer content could be part of hoax
propaganda, then how did the buzzer influence the electability of each candidate pair in the 2019
Presidential Election, then what kind of framing and polarization were formed by the presence of political
buzzers in the 2019 Presidential Election and an explanation of how the position was the political buzzer
in democratic values in Indonesia.

Keywords: Democracy, Pilpres 2019, campaign, buzzer, hoax

PENDAHULUAN Azyumardi Azra menjelaskan bahwa demokrasi


merupakan suatu sistem politik yang
Indonesia merupakan salah satu negara yang memperlihatkan bahwa suatu kebijakan umum itu
menganut sistem pemerintahan demokrasi. Sistem ditentukan berdasarkan mayoritas oleh wakil-
pemerintahan demokrasi menurut Henry B. Mayo wakil yang diawasi oleh rakyat secara efektif
yang dikutip dalam buku ‘Pendidikan dalam pemilihan berkala yeng diselenggarakan
Kewarganegaraan (Civic Education): Demokrasi, berdasar pada prinsip kesamaan politik serta
Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani’ oleh diselenggarakan dalam suasana kebebasan politik
(Azra, 2000). Kemudian menurut Sidney Hook
* Student from Padjadjaran University.
menjelaskan bahwa sistem pemerintahan
2

demokrasi merupakan suatu bentuk pemerintahan demokrasi tentunya pelaksanaan pemilu tidak
yang mana keputusan-keputusan pemerintah itu luput dari kontestasi para calon pemimpin politik
dilakukan secara langsung atau pun secara tidak untuk memenangkan kursi penguasa, istilah
langsung didasarkan pada adanya kesepakatan kontestasi lazimnya mucul pada isu kekuasaan
mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat. yang dipahami sebagai hubungan kekuatan,
Maka dari penjelasan sebelumnya penulis berjuang, bersaing serta menghancurkan.
menyimpulkan bahwa sistem pemerintahan Tentunya kontestasi pencapaian kursi kekuasaan
demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang oleh para paslon akan terjadi pada masa kampanye,
memiliki prinsip kekuasaan berada di tangan dimana masa ini merupakan kegiatan komunikasi
rakyat dengan slogan pemerintahan dari, oleh, dan terorganisasi yang bertujuan untuk menghasilkan
untuk rakyat. suatu akibat tertentu (Ruslan, 2008). Dalam
Dalam sistem pemerintahan demokrasi warga kegiatan kampanye akan menghasilkan dua
negara akan memiliki hak untuk memilih salah pilihan, yakni: (1) pengaruh langsung; dan (2)
satu pemimpin politik diantara pemimpin- pengaruh tidak langsung dengan menghasilkan
pemimpin politik yang ada. Argumen ini saluran tertentu yang akan membentuk pendapat
ditegaskan oleh pendapat Joseph Schumpeter umum, kemudian memberikan dukungan bagi
yang menjelaskan bahwa demokrasi dalam arti kegiatan kampanye (Liliweri, 2011).
sempit merupakan suatu metode politik serta Sehigga pelaksanaan kampanye
sebuah mekanisme dalam memilih pemimpin merupakan sebuah bagian yang memiliki
politik pada suatu negara. Sehingga negara yang keterkaitan dan sulit terpisahkan dari pelaksanaan
demokrasi akan memberikan kemampuan kepada kegiatan pemilihan umum (pemilu) pada suatu
warga negara-nya untuk memilih di antara negara. Jika menilik dari keberadaan kampanye
pemimpin-pemimpin politik lainnya pada masa tersebut, dapat dikatakan posisinnya sangat krusial
pemilihan (Serensen, 2003). bagi para paslon. Masa kampanye ini banyak
Pemahaman demokrasi sendiri dipahami dimanfaatkan atau menjadi sarana yang tepat bagi
secara universal sebagai adanya pemberian hak- mereka untuk menyampaikan visi, misi, dan
hak dasar manusia serta memperlihatkan segi programnya kepada masyarakat. Jual beli janji
prosedurnya, yakni mengenai bagaimana merupakan bumbu yang akan selalu menghiasi
mekanisme penyampaian hak-hak dasar manusia pemilihan umum, dengan harapan akan menarik
tersebut, sehingga tidak berarti warga negara yang minat atau simpati dari masyarakat. Dengan kata
harus menyampaikan hak tersebut secara mandiri, lain, kampanye ini akan sangat berpengaruh
tapi warga negara dapat diwakili kepada pihak lain terhadap hasil yang akan ditentukan pada
berdasarkan mekanisme tertentu. Sehingga cukup pemungutan suara yang dilakukan setelah masa
beralasan apabila demokrasi dapat diartikan kampanye berlangsung. Jadi tidak heran jika
sebagai pemerintahan oleh rakyat, baik secara berbagai macam cara atau intrik apapun dilakukan
langsung ataupun melalui perwakilan. oleh para paslon dalam proses kegiatan pemilihan
Salah satu komponen penting dalam negara umum. Kegiatan kampanye kini seakan sudah
demokrasi adalah dengan dilaksanakannya menjadi sebuah budaya serta kebiasaan, dimana
pemilihan umum sebagai bentuk sarana bagi didalamnya para paslon tidak jarang untuk
rakyat dalam kehidupan bernegara dengan melakukan sikap saling jegal antar paslon lainnya.
memilih wakilnya untuk mengendalikan roda Di masa informasi kini para paslon atau pelaku
pemerintahan. Di Indonesia pemilu kampanye tentunya memiliki kesadaran bahwa
dilaksananakan dengan sistem langsung untuk khalayak sasaran kampanye merupakan suatu hal
memilih pihak legislatif yang terdiri dari DPR, yang vital dalam kegiatan kampanye pada masa
DPD, dan DPRD serta memilih pihak eksekutif kini. Disinilah pelaku kampanye akan merancang
baik pada tingkat pusat, provinsi, ataupun tingkat “pesan apa”, kemudian “untuk siapa”, serta
kabupaten/kota. Pelaksanaan pemilu yang baik disampaikan “melalui media seperti apa”.
adalah diselenggarakannya kegiatan pemilihan Sederhananya strategi pelaku kampanye terhadap
umum dalam suasana yang terbuka dengan khalayak sasaran kampanye akan menentukan
kebebasan berpendapat serta berserikat agar bagaimana kampanye akan dilaksanakan serta
mencerminkan aspirasi serta partisipasi warga hasil apa yang nantinya akan tercapai (Venus,
negara (Budiardjo, 2008). Di Indonesia sendiri 2009).
pelaksanaan pemilu harus dilaksanakan secara Jika melihat dari aspek lainnya,
langsung, umum, bebas, jujur, rahasia, dan adil perkembangan dan kemajuan teknologi informasi
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. dapat dikatakan tidak terbendung lagi. Sehingga
Mengingat esensi pemilu secara prosedural pada era revolusi industri 4.0 saat ini, seringkali
serta substansi merupakan manifestasi dari prinsip terjadi pergeseran bentuk komunikasi dan
3

penyediaan informasi dari dunia nyata menuju akseptabilitas peserta pemilu di tengah-tengah
dunia maya itu menuju keniscayaan. Jika masyarakat (Juditha, 2019). Pada dasarnya,
berbicara mengenai dunia maya, tentunya kerap buzzer-buzzer yang terlibat dalam kampanye di
akan menjumpai berbagai media sosial atau dunia maya itu dapat berasal dari relawan, kader
platform sebagai bentuk alat informasi tersebut. partai, atau orang lain yang memang sengaja
Keberadaan dari media sosial ini sangat dibayar untuk menjadi buzzer politik di masa
dimanfaatkan oleh sebagian besar masyarakat kampanye. Sehingga dapat diartikan juga, bahwa
untuk berkomunikasi dan berekspresi, kendati buzzer merupakan salah satu ujung tombak
demikian hal tersebut juga dimanfaatkan oleh para kesuksesan seorang calon kepala negara dalam
pelaku kampanye dalam memikat dan masa proses pemilihan berlangsung. Karena pada
memberikan keyakinan kepada masyarakat untuk praktiknya buzzer ini tidak hanya melakukan
memilihnya. Ada beberapa platform yang fungsi marketing semata, namun juga bekerja atau
dioptimalkan penggunaannya oleh para pelaku berpotensi menjatuhkan serta memberikan kesan
kampanye, seperti Instagram, Facebook, Twitter, buruk kepada pasangan calon lainnya (termasuk
dan YouTube. Melalui beberapa platform tersebut, menyerang dengan menggunakan ujaran
para pelaku kampanye biasanya menampilkan kebencian). Tetapi sebaliknya, mereka juga
sebuah simbol-simbol politik yang terkait dengan melakukan pembelaan terhadap salah satu
paslon itu sendiri, ada pun slogan-slogan yang pasangan calon atau memberikan sebuah kesan
ditampilkan untuk meyakinkan masyarakat baik pada calon yang didukungnya. Terjadinya
melalui penyebaran berita atau informasi terkait peralihan tugas dalam penggunaan buzzer, dari
programnya itu menjadi strategi utama dalam yang semulanya sebagai alat penunjang di bidang
kegiatan kampanye. Seiring berjalannya waktu, marketing dan sekarang menjadi alat politik bagi
kampanye di media sosial ini semakin para peserta pemilu. Tentu akan sangat menarik
berkembang pesat, dengan menggunakan cara- ketika mendengar istilah buzzer saat
cara yang kreatif dan unik, hal itu tidak jarang penyelenggaraan pemilihan umum yang
masyarakat yang dibuat terpincut atau tertarik oleh cenderung diidentikan dengan penggunaan
kampanye tersebut. Menurut Arbie (2013) strategi yang negatif, sehingga membuat istilah
mengatakan bahwa dalam industri ini kreatifitas tersebut terbawa pada kesan yang buruk. Kita juga
itu mutlak diperlukan agar hal yang disampaikan dapat melihat bagaimana para paslon mengelola
bisa bernilai komersil bagi para pihak yang dan beradu strategi melalui buzzer politik yang
membutuhkan jasa buzzer. Pada umumnya sebuah dimiliki oleh dua paslon pada Pilpres 2019.
akun yang ingin menjadi buzzer harulah memiliki Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
minimal 3000 follower dan memiliki sekurang- mendapatkan gambaran bagaimana peran dan
kurangnya tiga karakter dasar, yaitu unik atau pengaruh buzzer dalam mendokrak suara para
menarik, relevan, dan memiliki kegunaan, serta paslon pada Pilpres tahun 2019 lalu. Selanjutnya
kualitas interaksi yang tinggi pada setiap harinya. Rismi Juliadi (2017) pernah melakukan penelitian
Sejak kemunculan atau keberadaan buzzer dengan judul “The Construction of Buzzer Identity
politik di masa kampanye menjadi sebuah unsur on Social Media (A Descriptive Studi of buzzer
yang sangat menentukan. Perlu diketahui identity in Twitter)”. Tujuan penelitiannya ini
pemahaman awalnya, istilah buzzer itu sendiri untuk menggambarkan kontruksi identitas buzzer
pertama kali dikenal dalam dunia bisnis. di media sosial. Peneliti memeriksa identitas
Keberadaan dari buzzer tersebut digunakan oleh buzzer dengan menggunakan pendekatan
para pengusaha untuk memasarkan produk di deskriptif dan teori interaksi simbolik mengacu
dunia maya secara masif dan berkelanjutan. Akan pada Geoge Herbert Mead melalui interaksi dan
tetapi, terjadi sebuah anomali atau pergeseran presentasi diri di Twitter. Hasilnya menunjukkan
yang terjadi, di mana keberhasilan buzzer dalam bahwa buzzer digunakan untuk membangun
memasarkan produk di dunia bisnis membuat para presentasi diri yang baik untuk mendapatkan
aktor politik tertarik untuk melakukan hal yang respon antusias dan baik dari pengikut. Jika
sama dalam konteks pemilu. Pada praktiknya, para menelisik lebih luas lagi, kegiatan buzzer ini
aktor politik yang melakukan kontestasi pemilu adalah salah satu strategi pemasaran yang
yang diusung oleh satu atau koalisi partai, bahkan terbilang baru. Pada dasarnya, prinsip kerja buzzer
dari partai politik itu sendiri berlomba-lomba ini hampir sama dengan loudspeakers (pengeras
untuk melibatkan buzzer secara organik dalam tim suara) yang dapat menghasilkan suara bising
sukses yang telah dibuat oleh mereka. Buzzer sehingga menarik perhatian. Seorang pengamat
politik juga bertugas untuk mengolah opini publik media sosial Jeff Staple dalam (Yuliahsaridwi,
yang diamplifikasikan sedemikian rupa, sehingga 2015) menjelaskan bahwa buzzer ialah seseorang
dapat menaikan popularitas, elektabilitas dan yang memiliki sebuah opini yang dapat
4

didengarkan, dipercaya, dan dapat membuat orang figure ternama seperti selebriti dan influencer,
lain merespon dan bereaksi setelah mendengarkan online campaign, keterlibatan professional seperti
atau membaca opini tersebut. Sehingga tidak konsultan politik dan manajer kampanye, dan
jarang para calon pemilih atau masyarakat berbagai metode lainnya yang menargetkan mikro.
terpengaruh oleh opini atau narasi yang dibuat (Menon, 2008). Lebih lanjutnya buzzer politik
oleh para buzzer politik. Pentingnya kepeduliaan tidak hanya dari kalangan influencer yang
masyarakat dalam melakukan filter terhadap memiliki platform besar tapi juga oleh akun bot
informasi negatif dari buzzer politik itu sangatlah yang menggunakan algoritma media sosial
diperlukan, yang nantinya akan mencegah sehingga ujaran mereka bisa meraih engagement
terjadinya suatu perpecahan. Untuk itu, atau frekuensi yang tinggi. (Mustika, 2019)
peggunaan buzzer dengan tidak memperhatikan Felicia dan Risris Loisa (2018) dalam
etika dan aturan yang berlaku, akan menimbulkan penelitiannya yang berjudul ‘Peran Buzzer Politik
banyak sekali masalah baru dalam perhelatan dalam Aktivitas Kampanye di Media Sosial
pemilu. Twitter’ menunjukkan bahwa twitter adalah
Hasil penemuan terkini pada tahun 2019 di platform media sosial dengan unggahan terkait
mana fenomena buzzer mencuat dan menjadi kampanye politik paling besar. Adanya
objek analisis oleh banyak akademisi ternyata pembagian buzzer yaitu buzzer yang diberi
ditemukan adanya pergesaran peran buzzer itu imbalan dan buzzer yang bekerja secara sukarela,
sendiri, yaitu dari sektor marketing ke sektor lalu juga ditemui adanya pihak yang bertugas
politik khususnya black campaign. Rieka Mustika dalam menjaring buzzer. Ibrahim dkk (2015) juga
(2019) dalam penelitiannya yang berjudul melakukan penelitian buzzer di twiter dengan
‘Shifting The Role of Buzzer To The World of judul ‘Buzzer Detection and Sentiment Analysis
Politics on Social Media’ menjelaskan bahwa for Presidential Election Result in a Twitter
buzzer politik awalnya muncul saat Pemilihan Nation’. Di samping menjadi platform dengan
Gubernur DKI Jakarta tahun 2012 lalu kemudian kegiatan kampanye politik paling besar, twitter
beriringnya waktu secara massif mulai digunakan juga bisa digunakan dalam memprediksi
pada tahun 2014 yang mana akhirnya turut kemenangan dalam pemilihan presiden.
menarik perhatian aktor politik lainnya, Tidak terlepas dari kemajuan teknologi
selanjutnya Felicia dan Riris Loisa (2018) dalam dan globalisasi, kampanye sebagai ujung tombak
penelitiannya yang berjudul ‘Peranan Buzzer sebuah kontestasi politik akhirnya tidak lagi
Politik dalam Aktivitas Kampanye’ mengatakan efektif dilakukan oleh pasangan calon secara
Buzzer awalnya hanya digunakan dalam langsung, maka mereka akan menggunakan jasa
pemasaran produk-produk saja, namun pada tahun buzzer politik professional tersebut dalam
2014 saat Pemilu perlahan terjadi adanya melakukan pemasaran politik dan framing.
pergesaran peran buzzer, di mana buzzer-buzzer Dengan intensitas masyarakat aktif di sosial media
mulai masuk ke dalam ruang politik. Penelitian maka saat ini peranan buzzer dalam dimensi
sebelumnya menjadi alasan menarik bagi penulis politik terutama saat kontestasi akan jadi sangat
ditambah terdapat poin penting, yakni pada penting dalam meraih jumlah suara. Felicia dan
Pilpres 2014 dan Pilpres 2019 kembali Riris Loisa (2018) juga menekankan bahwa
mempertemukan Jokowi dan Prabowo dalam peranan buzzer politik dalam kampanye politik
memperebutkan kursi Presiden untuk kedua akan berbahaya jika akhirnya mereka akan
kalinya. berfokus pada black campaign yaitu melakukan
Selain itu, berangkat dari pendapat hate speech terhadap rival politik, informasi yang
(Kotler & Gary, 2012)yang mengklasifikasikan baseless dan hoax sehingga menyebabkan
buzzer dengan salah satu kelompok yang bergerak perpecahan dan polarisasi yang besar di tengah
di bidang marketing, dimana pemasaran atau masyarakat. Perlahan kata ‘buzzer’ sendiri mulai
marketing adalah faktor utama dalam keberhasilan mendapatkan konotasi yang negative karena
sebuah produk, konsep pemasaran yang ujaran mereka di media sosial. Rieka Mustika
dikemukakan oleh Kotler dan Gary adalah (2019) dalam jurnal Diakom mengatakan bahwa
kebutuhan, keinginan, dan target pasar, penawaran buzzer politik sama-sama digunakan oleh pihak
dan merek, serta value. Pada Pilpres 2019 oposisi dan pro pemerintah.
pragmatisme kesuksesan pasar atau marketing Dari berbagai temuan riset dan analisis di
oleh buzzer tadi diimplikasikan guna atas dapat disimpulkan bahwa fenomena buzzer
menyukseskan paslon yang didukung yaitu politik termasuk salah satu Tindakan black
penetrasi ruang politik dengan pemasaran. Dalam campaign yang secara serius dapat menyebabkan
komunikasi politik, pemasaran di ruang politik polarisasi dan perpecahan di tengah masyarkat.
mencakup iklan politik, dukungan tokoh atau Tidak peduli dengan melanggar nilai nilai
5

demokrasi ternyata pihak oposisi dan pemerintah mengumpulkan beberapa buku, jurnal, dll yang
pun masih secara konsisten menggunakan jasa memiliki keterkaitan dengan masalah yang sedang
mereka dalam komunikasi politik guna meraih diteliti sehingga penulis dapat memperoleh
simpatisan dan melakukan serangan narasi kepada informasi tentang penelitian yang sedang
rival politik. Akhirnya hari ini buzzer politik dipelajari serta teknik penelitiannya, sehingga
menjadi sebuah industri yang menjanjikan karena hasil penelitian ini tidak dapat di duplikasi.
pengaruh dan hasil dari ujaran mereka di media Lebih detailnya teknik pengumpulan data
sosial mampu memecah belah masyarakat. dalam kajian kali ini meliputi pengkajian tentang
Perkembangan buzzer politik yang media sosial, akun-akun media sosial, konsep
dimulai pada Pemilihan Gubernur DKI Jakarta buzzer, dan akun partai di media sosial. Ada pun
pada tahun 2012 hingga pada Pilpres tahun 2019 sumber kajian yang berupa buku referensi, artikel
menunjukkan bahwa adanya kepercayaan aktor- ilmiah yang berisikan tentang konsep yang diteliti
aktor politik dalam menggunakan jasa mereka dan ada juga referensi pada website yang diakses
dalam komunikasi politik untuk membangun opini melalui internet. Selanjutnya, Teknik analisis data
publik dan meraih dukungan, dengan dalam kajian kali ini adalah secara deskriptif
kelanggengan industri buzzer politik yang juga dengan menghubungkan objek penelitian yang
diwarnai perdebatan terhadap kehadiran mereka dikaji dengan baik secara teoritis, empiris, dan non
dalam ruang politik maka penulis tertarik untuk empiris, sehingga dapat menjawab rumusan
menilai seberapa efektif peranan mereka saat masalah yang sebelumnya diajukan.
Pilpres di tahun 2019, yang mana merupakan salah
satu momen kontestasi munculnya buzzer politik HASIL DAN PEMBAHASAN
secara besar-besaran di media sosial hingga
menjadi sebuah industri yang menjanjikan saat ini. Kehadiran buzzer pada saat ini dalam
Dalam analisis efektivitas buzzer politik membangun presepsi khalayak publik pada saat
penulis akan berfokus dalam beberapa kampanye telah menjadi sorotan dunia, termasuk
pembahasan pada Pilpres tahun 2019, yaitu Negara Indonesia itu sendiri. Hasil penelitian yang
framing buzzer politik bentuk masing-masing ditemukan oleh Bradshaw dan Howard
yang berasal dari kedua kubu (Jokowi dan menemukan 89% dari 70 negara di dunia telah
Prabowo), bentuk komunikas politik black menggunakan buzzer oleh para politisi untuk
campaign seperti apa yang muncul saat kampanye menyerang lawan politiknya (Bradshaw &
Pilpres 2019, serta dampak elektabilitasnya Howard, 2019). di Indonesia, buzzer digunakan
terhadap kedua paslon. oleh para politisi serta partai politik untuk
membangun opini serta mencari dukungan
METODE PENELITIAN khalayak publik bagi suatu calon pemimpin
(Sugiono, 2020). Pelaksanaan buzzer di Indonesia
Metode yang digunakan oleh penulis untuk membangun topik dengan memanfaatkan
dalam penelitian kali ini adalah dengan akun-akun palsu yang tentunya akun ini telah
menggunakan metode kualitatif, yakni: “analisis dikendalikan baik oleh manusia ataupun robot
atau penelitian yang menekankan pada proses demi menciptakan konten yang bersifat
penarikan kesimpulan serta melakukan disinformasi serta minsinformasi. Alhasil apabila
perbandingan suatu analisis dalam dinamika pesan buzzer menjadi massif tentunya akan
fenomena yang sedang diamati berdasarkan logika menyebabkan topik pembicaraan yang berkaitan
ilmiah” (Azmar, 2001). Dalam penelitian ini akan menjadi isu yang trending topic pada media
nantinya akan menghasilkan data deskriptif sosial.
berupa gambaran nyata dari analisis yang sedang Di Indonesia penggunaan buzzer telah
dilakukan dengan membandingkan persamaan digunakan oleh para tokoh publik yang berkuasa
ataupun perbedaan dari kondisi penggunaan demi melanggengkan kekuasaan yang dimilikinya.
buzzer pada Paslon 1 atau Paslon 2 di masa Biasanya pengunaan buzzer lebih massif
kampanye kegiatan Pemilihan Umum Presiden digunakan pada masa kampanye politik.
tahun 2019. Pendukung buzzer ditargetakan pada kelas
Metode deskriptif dalam penelitian ini menengah serta ifluencer yang dianggap aktif
pun menekankan pada penggunaan studi pustaka dalam penyebaran konten-konten media. Kini
dengan menggunakan metode pengumpulan data buzzer politik menjadi industri yang menjanjikan
dari hasil membaca serta mencatat, kemudian karena buzzer dengan imbalan tertentu akan
diolah oleh penulis tanpa perlu dilakukan membantu pengguna buzzer dalam memperluas
penelitian turun langsung ke lapangan. Selain itu, informasi melalu retweet dan lain sebaginya
penelitian ini dilakukan dengan cara dengan menggunakan tagar sehingga informasi
6

dapat dilihat oleh para pengguna media sosial 2019 yang dimana kedua kubu, yaitu Jokowi dan
dalam bentuk informasi yang trending topic. Prabowo ini tak jarang memanfaatkan isu SARA
dalam tujuannya untuk mempengaruhi perilaku
A. Konten Buzzer sebagai Propaganda pemilih di Pilpres 2019. Terlebih jika melihat
Hoaks realita yang ada, mayoritas dari penduduk
Indonesia ialah merupakan pemeluk agama Islam
Dengan realita saat ini, media (sekitar 88%). Hal ini menjadi konsekuensi yang
dimanfaatkan secara cukup masif dan dapat cukup logis ketika menjelang pemilihan umum
digunakan oleh siapa pun dengan maksud serta (Pemilu), suara umat islam sebagai mayoritas ini
tujuan yang beragam, seperti halnya black menjadi rebutan para aktor politik atau partai
campaign atau dapat diartikan sebagai kampanye politik dalam rangka mendulang sebuah dukungan.
hitam. Menilik dari data yang telah dikeluarkan Isu terkait koflik identitas agama dalam ranah
oleh pihak Kementrian Komunikasi dan politik begitu dominan baik dari kubu Jokowi-
Informatika (Kominfo) mengidentifikasi terdapat Ma’ruf maupun Prabowo-Sandi yang sama-sama
sekitar 62 kurang lebih konten hoaks yang telah berusaha untuk membangun sebuah image
tersebar di internet serta di media sosial sejak mengenai keberpihakannya terhadap islam.
bulan Agustus hingga bulan Desember pada tahun Terdapat prediksi yang dikemukakan oleh Hadiz
2018 lalu (detikcom, 2019). Dalam kampanye & Rakhmani (2017) dalam jurnal ‘Propaganda
Pemilihan Presiden tahun 2019, buzzer berusaha Politik Hoaks dalam Pemilihan Presiden Tahun
membuat sebuah propaganda melalui konten atau 2019’ karangan Rahman Tahir dkk mengatakan
unggahan yang bernuansa hoaks. Hal tersebut bahwa “nuansa politik identitas, baik dalam
dilakukan untuk memberikan kesan negatif pada Pilkada serentak 2018 maupun Pilpres 2019 akan
pesaing salah satu paslon yang mendanai dan tetap menjadi isu yang amat penting digunakan
merekrut buzzer tersebut. Bentuk konten yang oleh para politisi” hal ini menandakan adanya
beragam dan bermuataan propokasi membuat para indikasi bahwa politik identitas akan senantiasa
penikmat informasi buzzer ini sangat mudah melekat pada pemilu 2019. Prediksi atau dugaan
terpengaruh atau memiliki pemikiran yang sempit. tersebut dapat dikatakan benar ketika berkaca
Jika menelisik atau melihat lebih dalam mengenai pada realita, terlampau banyak informasi yang
dinamika informasi hoaks yang diciptakan oleh diakomodir oleh buzzer politik dalam
buzzer pada Pemilihan Presiden tahun 2019 lalu, mengunggah informasi mengenai politik identitas.
maka akan banyak sajian kampanye hitam yang Jika melihat pada kubu Prabowo-Sandi yang
didapatkan. Seperti halnya isu yang tersebar di mendisklaimer bahwa mereka didukung oleh
tengah masyarakat bahwa Jokowi mendukung banyak ulama islam di tanah air dalam pemilu
kebangkitan dari PKI dan terkesan membela partai 2019 tersebut. Namun di sisi lain, pihak dari
terlarang tersebut. Namun pada kenyataannya, Jokowi-Ma’ruf juga memberikan sebuah
setelah ditelusuri kebenarannya, capres 01 pernyataan yang sama dengan pihak rivalnya,
tersebut tidak sedikitpun narasinya mengarah pada bahwa mereka pun mendapat dukungan dari para
suatu dukungan kepada PKI dan apalagi ulama, terlebih melihat background dari seorang
melakukan pembelaan PKI serta mengatakan Ma’ruf Amin. Terdapat akun di media sosial yang
“PKI itu korban”. Melainkan Jokowi membirakan mengunggah dan terkesan bernuansa SARA
perihal ancaman terhadap Pancasila secara umum. dalam usaha buzzer untuk menyerang Prabowo
Hal ini sedikit memperkuat bahwa dalam pemilu Subianto atau paslon 02, dalam gambar yang
Presiden 2019 tahun lalu, media terasa semakin diunggah tersebut dikatakan bahwa Prabowo
mengambil peran dan menjadi suatu bagian adalah keturunan Cina dan Kristen. Namun
penting dalam strategi pemenangan pemilu. setelah ditelusuri kebenarannya, ternyata
Dalam hal ini juga peran pemerintah dalam informasi tersebut adalah hoaks yang bersumber
mengantisipasi hoaks masih belum maksimal. dari buzzer politik. Hal ini cukup berbahaya dan
Dalam kondisi politik di Indonesia saat ini, peran memiliki pengaruh kuat yang buzzer lakukan
atau pengaruh politik identitas dengan untuk membuat serta membentuk opini negatif di
mendasarkan pada salah satu agama ini dapat tengah masyarakat disaat penyelenggaraan Pilpres
dikatakan mendominasi dan banyak medapatkan akan berlangsung, hal ini dapat dikatakan sebagai
simpati dari masyarakat/rakyat Indonesia. Pada suatu Teknik propaganda politik dari buzzer pada
konteks tersebut, politik identitas telah sedemikian kedua kubu.
rupa mewarnai atau menghiasi dalam hal Seperti apa yang sudah diketahui, bahwa
menggerus dan mempengaruhi perilaku seseorang perebutan suara dalam ranah politik identitas ini
dalam menentukan siapa pemimpin pilihannya. kembali dikuatkan dengan adanya narasi, bahwa
Jika merujuk pada politik identitas dalam Pilpres islam dan wacana politik yang disampaikan sesuai
7

dengan Van Dijk (1997) dalam jurnal melalui buzzer politik yang sangat kental ini akan
‘Propaganda Politik Hoaks dalam Pemilihan berulang-ulang dibaca dan dicermati oleh
Presiden Tahun 2019’ karangan Rahman Tahir masyarakat dalam menentukan pilihan politiknya.
dkk menjelaskan bahwa analisis wacana politik
berusaha untuk menguak wacana politik secara B. Pengaruh Buzzer pada Elektabilitas
kritis. Hal menarik pun terjadi pada kubu Prabowo Paslon
yang termakan oleh hoaks yang beredar, yaitu
mengenai kabar Ratna yang dipukuli karena Jika berbicara perihal pengaruh buzzer
keberpihakannya pada paslon 02 tersebut, tetapi terhadap popularitas atau elektabilitas para paslon
berita tersebut terkonfirmasi bohong. Tidak hanya di Pilpres 2019, maka pengaruh itu pastilah ada.
itu, di media sosial terdapat pertempuran narasi- Peran dari buzzer politik ini seolah tidak ada
narasi perseteruan antara cebong dan kampret, habis-habisnya dalam menghiasi atau menjadi
julukan yang saling merendahkan bagi para bumbu dalam keberlangsungan Pilpres 2019 tahun
pendukung kedua kubu, sehingga perseteruan lalu. Akan tetapi pada konteks pengaruh berita
kedua kubu ini makin meruncing. Julukan atau hoaks atau framing buzzer ini tidak cukup
name calling ‘cebong’ dan ‘kampret’ ini terus memiliki pengaruh yang banyak terhadap
menjadi sebuah konsumsi publik, khususnya bagi elektabilitas paslon 01 atau pun 02. Penyebaran
masing-masing pendukung dari kedua paslon berita-berita bohong atau hoaks ini dinilai tidak
tersebut. Dimana kata ‘cebong’ tersebut berpengaruh banyak itu dikuatkan oleh peneliti
disematkan untuk para pendukung Jokowi dan senior lembaga survei Indikator Politik Indonesia.
kata ‘kampret’ itu dijulukan kepada para Pada saat itu Rizka Halida dalam website
pendukung Prabowo. Hal ini menjadi bahan bagi tempo.co mengatakan bahwa “hoaks hanya ramai
para buzzer politik dalam memperkeruh suasana di menjadi perbincangan di kalangan pendukung
berbagai media sosial yang digunakan oleh calon presiden, tapi tak menggoyang ‘iman’
masyarakat dalam mecari sebuah informasi politik pendukung pasangan calonn lain” (Triyogo
seputar Pilpres 2019. Teknik propaganda yang & Wijanarko, 2019). Hal tersebut dipengaruhi
dilakukan oleh para buzzer ini tidak berhenti oleh beberapa faktor, seperti faktor keterbukaan
sampai disitu, peneliti disini juga menemukan selektif publik untuk menentukan mana yang
sebuah tagar #2019gantipresiden yang merupakan harus diperhatikan dan juga mana yang harus
bentuk propaganda yang cukup masif di tengah diabaikan. Terkait dengan hal tersebut, faktor ini
masyarakat dari kubu Prabowo-Sandi, lalu di kubu adalah kecenderungan yang cukup kuat untuk
Jokowi-Ma’ruf terdapat tagar #Jokowi_2Periode. tidak berhasil mempengaruhi sikap dan pilihan
Selanjutnya ada juga framing yang dilakukan oleh dari para pendukung atau pemilih. Terdapat bukti
buzzer, dengan membesarkan isu ketika Jokowi kecenderungan tersebut dalam survei Indikator
berbicara tentang politik genderuwo, yang dimana Politik Indonesia yang dirilis pada awal Januari
Jokowi mengatakan “bahwa berpolitik itu jangan lalu. Pada survei Media Sosial, hoaks dan sikap
menakuti rakyat” yakni menimbulkan ketakutan partisan dengan 1.220 responden serta tingkat
dan kekhawatiran sehingga menimbulkan sebuah kesalahan 2,9 persen. Ada pun survei dari
ketidakpastian. Pada dasarnya Jokowi pada saat Indikator Politik Indonesia yang membuktikan
itu tidah mengarahkan pernyataannya pada siapa bahwa hoaks yang menyerang khususnya pada
pun. Namun tetap sajaa pernyataan dari tokoh paslon Jokowi-Ma’ruf dan Prabowo-Sandi ini
capres 01 ini dikembangkan oleh buzzer dan tidak memiliki pengaruh yang besar pada Pilpres
mengundang reaksi dari kubu rivalnya. Sehingga 2019. Ada tiga isu yang dibahas yaitu terkait
hal ini dapat dicermati sebagai usaha setiap paslon dengan Jokowi beretnis Tionghoa, kebangkitan
melalui buzzer-nya untuk memberikan sebuah PKI, dan Prabowo terlibat dalam penculikan
tekanan bagi rivalnya dan keuntungan bagi salah aktivis tahun 1998. Walaupun demikian,
satu paslonnya. Seakan-akan buzzer ini sudah masyarakat sudah terlanjur hanya mau menerima
mengakar dalam ranah perpolitikan yang ada di isu-isu yang sesuai prefensi politiknya saja.
Inodenesia. Hal tersebut selaras dengan pendapat Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa bisa saja
Jozef Goebbels, yakni seorang Menteri informasi tersebut bersifat hoaks, tetapi mereka
propaganda dari Nazi pada masa zaman Hitler, teteap percaya karena sesuai dengan pilihannya
yang mengatakan bahwa “Sebarkan kebohongan pada Pilpres 2019. Lalu sebaliknya, isu hoaks
berulang-ulang kepada publik. Kebohongan yang yang jelas-jelas tidak sesuai ini akan tidak
diulang-ulang itu akan membuat publik percaya”. dianggap keabsahannya sama sekali. Apabila isu
Sama halnya yang terjadi pada penyelenggaraan hoaks tersebut dianggap berpengaruh sekalpun,
Pilpres tahun 2019 lalu, dimana banyak dinamika hasil survei Indikator pada bulan Desember 2018
politik yang terjadi, sebaran hoaks dan framing menunjukan elektabilitas Jokowi-Ma’ruf masih di
8

angka 54,9 persen, sedangkan pasangan calon membentuk opini publik bahwa Jokowi selama
Prabowo-Sandi di angka 34,8 persen. Maka kepemimpinan beliau di periode pertama
dengan hasil ini, perbedaan suara yang mencapai membawa dampak yang sangat baik. Beberapa
20 persen masih cenderung jauh dan sulit dikejar tagar yang digunakan adalah
dengan isu hoaks. Jika hal tersebut berlanjut, maka #BergerakBarengJokowi dan #PercayaJokowi.
itu diprediksi akan terdapat peningkatan golput Sementara itu buzzer politik pendukung Prabowo-
sebanyak 20-25 persen, hal tersebut karena Sandi mengkampanyekan kegagalan Jokowi pada
kemungkinan terjadi sebuah kebingungan yang periode pertamanya, seperti permasalahan
terjadi pada pemilih. Selanjutnya jika berkaca ekonomi; hutang negara dan sentiment pekerja
pada hasil akhir dari Pilpres 2019 ini, maka asing yang membludak, mereka kerap
berdasarkan data perhitungan suara KPU menggunakan tagar #2019GantiPresiden untuk
memperlihatkan bahwa Jokowi-Ma’ruf unggul menggambarkan bobroknya kinerja Jokowi.
jauh sebanyak 55,5 persen dari pesaingnya yaitu
Prabowo-Sandi yang hanya memperoleh 44,5
persen suara. Data ini menunjukan pengaruh
hoaks yang diciptakan oleh buzzer politik ini tidak
terlau berpengaruh besar kepada kedua pasangan
calon 01 maupun 02 pada Pilpres tahun lalu.
Maraknya isu dan informasi bohong yang
disebarkan oleh buzzer ini dapat terbilang cukup
berimbang kekuatannya, karena faktor-faktor
yang membuat masyarakat tidak terlalu
terpengaruh pada penjelasan sebelumnya cukup
rasional karena terbukti dari hasil Pilpres 2019 ini.
Jika buzzer ini pandai dan sangat berusaha keras
dalam membuat isu negatif untuk menyerang rival
politiknya, maka realitanya masyarakat lebih siap
dan teguh pendiriannya pada pilihan mereka di
Pilpres 2019 lalu. Jadi dapat dipastikan bahwa
fenomena framing dan pengaruh buzzer pada
Pemilu Presiden tahun 2019 ini tidak banyak
mempengaruhi perolehan suara atau dukungan
(Sumber: twitter.com)
dari kedua paslon yang berkontestasi dalam
Pilpres 2019 lalu.
Buzzer politik mampu membangun
C. Framing oleh Buzzer dan Polarisasi framing dan citra baik terhadap paslon yang
dalam Pilpres 2019. didukung karena beberapa hal. Yang pertama
yaitu lemahnya kemampuan masyarakat dalam
Kedua paslon pada Pilpres 2019, baik menelaah dan mengkonsumsi berita yang hadir
Jokowi-Amin dan Prabowo-Sandi, sama-sama termasuk kemampuan literasi digital, mengkritisi,
menggunakan jasa Buzzer Politik dalam dan memverifikasi kebenaran unggahan buzzer
membentuk opini publik dan citra masing-masing. politik.
Hal ini seiring dengan fungsi dan peran buzzer Bawaslu dalam risetnya terkait refleksi
politik yang disebutkan oleh Wasisto (2016) yaitu Pilpres 2019 menemukan bahwa apa yang
sebagai pembentuk wacana politik yang advokatif, didengungkan oleh buzzer politik pada Pilpres
konstruktif, destruktif, dan agitative. (Kurniawan, 2019 tidak jauh berbeda dengan Pilpres 2014,
2020). Lalu wacana dan isu yang telah dirangkai topik yang kembali muncul secara massif pada
sedemikian rupa tesebut hadir sebagai bentuk Pilpres 2019 adalah isu politik identitas. Tidak
propaganda dan metode baru dari black campaign jauh berbeda dengan Prabowo, beliau kembali
di Indonesia. Tujuan buzzer salah satunya dikaitkan dengan isu Pilpres 2014 terkait track
membangun framing paslon yang didukung dan record-nya sebagai seorang tentara. Direktur Tim
memberi citra baik. Media Sosial Kampanye Nasional Jokowi, Arya
Pada kubu Jokowi-Ma;ruf, para buzzer Sinulangi, dalam wawancaranya bersama BBC
politik mendengungkan bahwa Jokowi adalah Indonesia bahkan membenarkan bahwa buzzer
seorang pemimpin bijaksana yang berorientasi politik mereka masih melanjutkan ‘Pekerjaan
‘kerja’. Pada periode kapanye Pilpres 2019 Lama’ yaitu dalam menghalau isu anti-islam,
tersebut seringkali naik berbagai tagar dalam komunis, PKI, kriminalisasi ulama, dan isu politik
identitas lainnya. Di lain sisi kala itu paslon
9

Prabowo-Sandi adalah yang paling banyak meraih salah satu paslon. Nurafifah dan Maharani (2020)
dukungan ulama yang vocal, vokal dalam artian juga menjelaskan di tengah kemudahan akses
menunjukkan keberpihakkan dan dukungan internet dan kuatnya arus berita dari platform
mereka secara terang-terangan di media sosial dan online maka sulit untuk meyaring antara berita
kehidupan sehari hari. Survey yang dilakukan hoax dan berita faktual sehingga menyebabkan
kompas (dalam Nurafifah dan Maharani; 2020) di apa yang disebut post-truth. Di era post-truth yaitu
16 kota menunjukkan pada periode kampanye saat sebuah statement atau berita yang tidak
Pilpres 2019 sebesar 24.5% berisi unggahan sepenuhnya benar, baseless, dan keliru mampu
terkait penyerangan paslon lawan dan SARA dan mebangun opini publik dan tingkah laku-nya.
27.1% berisi hasutan dan pitting.
Namun kehadiran buzzer politik pada D. Posisi Buzzer Politik dalam Nilai
Pilpres 2019 sangat berakibat fatal dan juga Demokrasi di Indonesia.
mencederai nilai nilai demokrasi. Pertama, yaitu
ujaran kebencian dan hoax semakin tidak Sampai hari ini keberadaan buzzer
terkendali, sosial media tidak lagi menjadi tempat politik masih jadi perdebatan, orkestrasi mereka
yang aman untuk meyampaikan berita faktual dan dalam komunikasi politik sudah tidak bisa
membangun diskusi yang kondusif karena dianggap angin lalu begitu saja. Berturut-turut
pertikaian antara buzzer politik pendukung kehadiran kelompok bayaran ini di setiap
Jokowi-Ma’ruf dengan buzzer politik pendukung kontestasi tentu menunjukkan bahwa adanya
Prabowo-Sandi di media sosial terus terjadi dalam kepercayaan aktor politik untuk menggunakan
frekuensi yang tinggi selama kampanye Pilpres jasa mereka. Sebagai sebuah profesi yang kini
2019 berlangsung, hal ini dibuktikan dengan menjanjikan, regulasi atau aturan khusus terkait
berbagai tagar yang muncul di trending Twitter. buzzer belum ada. Kehadiran buzzer politik tidak
Puskapol UI dalam wawancaranya bersama media akan menjadi sebuah permasalahan yang
tirto mengatakan bahwa buzzer politik pada saat mengganggu nilai demokrasi jika mereka cukup
kampanye Pilpres 2019 saling serang bahkan berfokus dalam promosi paslon yang didukung
membuat isu politik identitas semakin ramai, tanpa embel-embel hatespeech, hoax, dan hal
Jokowi sebagai sosok yang sering didengungkan berbau black campaign lainnya. Cangara (Juditha,
memiliki hubungan dengan PKI dan bukan 2019) mengatakan bahwa cara baru kampanye
seorang muslim dan Prabowo-Sandi yang kerap negative di tengah masyarakat digital mulai
diindetikan dengan pilihan umat muslim menjamur melalui SMS, internet, dan gossip
Indonesia karena banyaknya ulama yang mulut ke mulut, bahkan lawan politik dapat
mendukung. Jokowi di satu sisi juga masih direkaya melalui berbagai konten amoral, maka
terbawa efek Pilkada Gubernur DKI Jakarta tahun sekarang buzzer politik adalah aktor yang paling
2012 bersama Ahok yang sempat tersandung bertanggung jawab atas penyebaran black
kasus penistaan agama. campaign.
Akibat yang kedua yaitu menajamnya Dalam laporan Oxford University ‘The
polarisasi masyarakat. Jika pilihan politik Global Disinformation Order 2019 Global
menyangkut pribadi masing-masing dengan asas Inventory of Organised Social Media
LUBER JURDIL, maka pada Pilpres 2019 sudah Manipulation’ menunjukkan Indonesia jadi satu-
jauh dari hal tersebut, fenomena ini terbukti satunya negara diantara 70 negara lainnya yang
dengan munculnya istilah Cebong dan Kampret. menggunakan buzzer politik untuk kepentingan
Cebong adalah sebutan untuk pendukung Jokowi politik sepanjang tahun 2019, aktor dibaliknya
dan kampret adalah pendukung Prabowo, hal ini antara lain adalah politisi, partai politik, dan pihak
menunjukkan menipisnya peran masyarakat swasta. Hal ini menunjukkan bahwa nilai-nilai
sebagai watchdog dan kontrol terhadap demokrasi terkait partisapasi publik tentu
pemerintah, masyarakat lebih memilih saling mengalami kemorosotan karena penyeberan
serang terkait pilihan politik masing-masing yang informasi bohong di media sosial adalah langkah
tentu akan menguntungkan penguasa. Nurafifah desktruktif dalam membangun dukungan publik
dan Maharani (2020) dalam penelitiannya yang yang semu berbasis berita bohong.
berjudul ‘Social Media Strengths and Threats in Kebebasan dalam berpendapat,
the 2019 General Election’ menjabarkan berkomentar, dan menunjukkan dukungan di
bagaimana cebong dan kampret dalam media sosial karena individu tersebut menutupi
mendukung masing masing paslon dengan berita identitas aslinya menjadi faktor pendorong
hoax. Tidak hanya masyarakat sipil yang cair, tapi terbangunnya pastisipasi publik yang besar dalam
banyak media massa dan online yang akhirnya ranah politik. (Junaedi et al., n.d.). Hal ini
juga menentukan keberpihakkan mereka kepada dibenarkan dalam sejumah penelitian yang
10

dilakukan KPU terkait tingkat partisipasi Pemilu dan opini tapi lebih jauh mencakup SARA,
2019 yang mencapai 81%, sementara itu dimana topik SARA inilah yang mendominasi
Penelitian LIPI menunjukkan 60.6% gen Z sudah selama kampanye Pilres 2019. Perdebatan non-
melek politik melalui akses internet dan sosial substansial dan bersifat menyerang pribadi adalah
media. Peningkatan ini diiringi dengan presentasi bentuk minimnya argumentasi rasional yang
penyebaran informasi bohong yang dirilis dibangun oleh aktor terkait, dan tentu saja
Kominfo untuk periode Agustus 2018-Maret 2019. bersebrangan dengan nilai nilai demokrasi.

SIMPULAN

Indonesia merupakan salah satu negara di


dunia yang juga menganut sistem pemerintahan
demokrasi. Dimana dalam sistem pemerintahan
demokrasi warga negara akan memiliki hak untuk
memilih salah satu pemimpin politik diantara
pemimpin-pemimpin politik yang ada. Salah satu
komponen penting dalam negara demokrasi
adalah dengan dilaksanakannya pemilihan umum
sebagai bentuk sarana bagi rakyat dalam
kehidupan bernegara dengan memilih wakilnya
untuk mengendalikan roda pemerintahan pada
suatu negara kedepannya. Mengingat esensi
pemilu secara prosedural serta substansi
merupakan manifestasi dari prinsip demokrasi
tentunya pelaksanaan pemilu tidak luput dari
kontestasi para calon pemimpin politik untuk
memenangkan kursi penguasa. Kontestasi politik
ini biasanya dilaksanakan pada masa kegiatan
kampanye. Sehingga menilik dari keberadaan
kampanye tersebut, dapat dikatakan posisi
kegiatan kampanye sangat krusial bagi para paslon.
Jadi tidak heran jika berbagai macam cara atau
intrik apapun dilakukan oleh para paslon dalam
proses kegiatan pemilihan umum melalui
Fayakhun (2016) dalam bukunya yang kampanye.
berjudul Demokrasi di Tangan Netizen Di era revolusi industri 4.0 saat ini,
menguraikan bahwa partisipasi publik di media seringkali terjadi pergeseran bentuk komunikasi
sosial tidak bisa lagi dipandang sebelah mata, dan penyediaan informasi dari dunia nyata menuju
derasnya arus informasi daring menjadi tantangan dunia maya, sehingga hal tersebut dimanfaatkan
baru untuk Indonesia dalam menghadirkan oleh pelaku kampanye untuk memenangkan kursi
masyarakat dengan literasi digital yang baik dan penguasa dengan salah satunya menggunakan
mumpuni sehingga mampu berpikir kritis konsep buzzer. Sejak kemunculan atau keberadaan
terhadap isu dan informasi yang beredar. konsep buzzer politik di masa kampanye menjadi
Dimanisnya putaran demokrasi di Indonesia sebuah unsur yang sangat menentukan.
sesuai dengan perkembangan zaman harus diiringi Dari berbagai temuan riset dan analisis
dengan kualitas aktor-aktornya. yang ditemukan oleh penulis dapat disimpulkan
Buzzer politik yang atas arahan masing- bahwa fenomena buzzer politik termasuk salah
masing aktor politik untuk melakukan Tindakan satu tindakan black campaign yang secara serius
persuasi dalam meraih dukungan harus terbebas dapat menyebabkan polarisasi dan perpecahan di
dari praktik black campaign dan kampanye negatif tengah masyarkat. Tidak peduli dengan melanggar
lainnya. Buzzer politik kerap kali melakukan nilai-nilai demokrasi ternyata pihak oposisi dan
serangan virtual kepada politisi yang gencar pemerintah pun masih secara konsisten
mengkritik pemerintah, hal ini pernah dialami menggunakan jasa mereka dalam komunikasi
oleh beberapa politisi ternama seperti Susi politik guna meraih simpatisan dan melakukan
Pudjiastuti dan ekonom Kwin Kian Gie. serangan narasi kepada rival politik. Akhirnya hari
Pertikaian buzzer politik pada Pilpres ini buzzer politik menjadi sebuah industri yang
2019 semata mata tidak hanya pertarungan narasi menjanjikan karena pengaruh dan hasil dari ujaran
11

mereka di media sosial mampu memecah belah Juliadi, R. (2017). The Construction of Buzzer
masyarakat walaupun memang tidak secara Identity on Social Media (A Descriptive
sigfnifikan kehadiran buzzer dapat memenangkan Study of Buzzer Identity in Twitter).
salah satu paslon. Tapi, pertikaian Buzzer politik Conference: 3rd International
pada Pilpres 2019 semata mata tidak hanya Conference on Transformation in
pertarungan narasi dan opini tapi lebih jauh Communication (ICoTiC 2017).
mencakup SARA, dimana topik SARA inilah Kotler, P., & Gary, A. (2012). Peinsip-Prinsip
yang mendominasi selama kampanye Pilres 2019. Pemasaran. Jakarta: Erlangga.
Perdebatan non-substansial dan bersifat Kurniawan, M. I. (2020). PROSES SIMULTAN
menyerang pribadi adalah bentuk minimnya DALAM PEMBENTUKAN OPINI
argumentasi rasional yang dibangun oleh aktor MELALUI MEDIA SOSIAL(Studi Kasus
terkait, dan tentu saja bersebrangan dengan nilai- Buzzer Dalam Kontestasi Pemilihan
nilai demokrasi. Presiden 2019). Jakarta.
Liliweri. (2011). Komunikasi Serba Ada Serba
REFERENCES Makna. Jakarta: Kencaa Prenada Media
Group.
Andriadi, F., & Rosdi, A. (2016). Demokrasi di Maharani, P. S., & Nurafifah, N. L. (2020).
tangan netizen: tantangan & prospek Political Communication: Social Media
demokrasi digital. Jakarta: RMBooks. Strengths and Threats in the 2019 General
Arbie, R. (2013). Twitter is Money. Jakarta: Election. Politik Indonesia: Indonesian
Mediakita. Political Science Review Vol. 5, No. 2,
Azmar, S. (2001). Metode Penelitian. Yogyakarta: 292-306.
Pustaka Pelajar. Menon, S. (2008). Political Marketing:
Azra, A. (2000). Pendidikan Kewarganegaraan Conceptual framework . Retrieved from
(Civic Education): Demokrasi, Hak Asasi Research Report:
Manusia dan Masyarakat Madani . file:///C:/Users/user/Downloads/Political
Jakarta: Prenada Kencana. _Marketing_Conceptual_framework.pdf
Bradshaw, S., & Howard, P. N. (2019). The Mustika, R. (2019). Pergeseran Peran Buzzer Ke
Global Disinformation Order 2019 Dunia Politik Di Media Sosial . Jurnal
Global Inventory of Organised Social Diakom Vol. 2, No. 2, 151-158.
Media Manipulation. Nathaniel, F. (2019, Januari 8). Hoaks Tidak
Budiardjo, P. M. (2008, April Selasa). Dasar- Efektif Pengaruhi Pemilih Sampai
Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Januari 2019. Retrieved from tirto.id:
Pustakan Utama. Retrieved from https://tirto.id/hoaks-tidak-efektif-
akurat.co: https://akurat.co/news/id- pengaruhi-pemilih-sampai-januari-2019-
592579-read-ini-6-caleg-yang-terjaring- ddLw
politik-uang-saat-masa-tenang-pemilu- Ruslan. (2008). Manajemen Public Relations dan
2019 Media Komunikasi. Jakarta: PT. Raja
detikcom. (2019). Perhitungan Suara KPU. Grafindo Persada.
Retrieved from Detik.Com: Serensen, G. (2003). Demokrasi dan
https://www.detik.com/pemilu/hitung- Demokratisasi. Yogyakarta: Pustaka
suara-kpu Pelajar.
Felicia, & Loisa, R. (2018). Peran Buzzer Politik Sugiono, S. (2020). Fenomena Industri Buzzer di
dalam Aktivitas Kampanye di Media Indonesia: Sebuah Kajian Ekonomi
Sosial Twitter. Koneksi Vol. 2, No. 2. Politik Media. Communicatus: Jurnal
Hidayat, R. N. (2020). Penggunaan Buzzer Politik Ilmu Komunikasi Vo. 4, No. 1, 47-66.
di Media Sosial Pada Masa Kampanye Tahir, R., Kusmanto, H., & Amin, M. (2020).
Pemilihan Umum. ADALAH: Buletin Propaganda Politik Hoaks dalam
Hukum & Keadilan Vol. 4, No. 2, 29-38. Pemilihan Presiden Tahun 2019.
Ibrahim, M., Abdillah, O., & F, A. (2015). Buzzer Prespektif Vo. 9, No. 2, 236-251.
Detection and Sentiment Analysys for Triyogo, A. W., & Wijanarko, T. (2019, Maret 8).
Predicting Presidential Election Results in Penyebab Hoaks Tak Pengaruhi
a Twitter Nation. IEEE. Elektabilitas Calon Presiden. Retrieved
Juditha, C. (2019). Buzzer di Media Sosial Pada from tempo.co:
Pilkada dan Pemilu Indonesia. Prosiding https://nasional.tempo.co/read/1183070/p
Seminar Nasional Komunikasi dan enyebab-hoaks-tak-pengaruhi-
Informatika #3, 199-212.
12

elektabilitas-calon-
presiden/full&view=ok
Venus. (2009). Manajemen Kampanye. Bandung:
Simbiosa Rekatama Media.
Yuliahsaridwi, D. (2015). Pemanfaatan Twitter
Buzzer Untuk Meningkatkan Partisipasi
Pemilih Muda Dalam Pemilihan Umum.
The Messenger Vol. VII, No. 1.

Anda mungkin juga menyukai