Anda di halaman 1dari 5

Nama : Maria Margaretha Kesiani

NIM : 1903030115
Kelas/Semester : C/VI
Prodi : Sosiologi

UJIAN AKHIR SEMESTER


SOSIOLOGI POLITIK

1.) Menurut pendapat saya, mahasiswa sosiologi perlu mempelajari politik karena politik
dapat Memberikan pemahaman secara integral terhadap politik dan nilai-nilai yang
terkandung didalamnya. Selain itu, Ilmu politik bertujuan untuk mensejahterakan
bangsa, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan memelihara perdamaian dunia.

2.) Partisipasi politik :

- Partisipasi secara Konvensional


1. Pemberian suara (voting)

Pemungutan suara adalah alat untuk mengekspresikan dan mengumpulkan pilihan


partai atau calon dalam pemilihan. Bangsa Yunani kuno melakukan pemungutan
suara dengan menempatkan baru kerikil di sebuah jambangan besar, yang
kemudian memunculkan istilah psephology, atau kajian mengenai bermacam-
maca pemilihan umum.

2. Diskusi Politik

Hal ini merupakan ajang tukar pikiran tentang masalah-masalah publik untuk
kemudian dicarikan pemecahannya yang secara langsung berpengaruh terhadap
kebijakan publik.

3. Kegiatan Kampanye

Dalam masa pemilihan umum, baik pemilihan kepala daerah dan presiden, bentuk
kegiatan ini sangat marak dipilih sebagai sarana efektif dalam menyampaikan
aspirasi dari sebuah partai kepada masyarakat pemilihnya. Media kampanye pun
beragam, antara lain poster, kaos, bendera, yang semua diberikan kepada
masyarakat umum atau dengan melakukan pemasangan alat peraga yang tentunya
tidak diperkenankan melanggar peraturan perundang-undangan.
4. Membentuk dan bergabung dengan kelompok kepentingan

Hal ini biasanya dilakukan dengan ikut membentuk organisasi sosial keagamaan
sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat dan sebagai upaya
memperjuangkan kepentingannya kepada pemerintah atau menjadi anggota dari
salah satu organisasi sosial keagamaan.

5. Komunikasi individual dengan pejabat dan administrasi

Kegiatan ini dilakukan dengan mendatangi anggota parlemen untuk menyalurkan


aspirasi, mendatangi Walikota/Bupati/Camat, kepala dinas untuk menanyakan
sesuatu yang menyangkut masalah publik.

- Partisipasi secara nonkonvensional


1. Pengajuan petisi

Petisi adalah pernyataan yang disampaikan kepada pemerintah untuk meminta


agar pemerintah mengambil tidakan terhadap suatu hal. Hak petisi ada pada
warga negara dan juga badan-badan pemerintahan, seperti kabupaten dan provinsi
agar pemerintah pusat membela atau memperjuangkan kepentingan daerahnya.

Petisi juga berarti sebuah dokumen tertulis resmi yang disampaikan kepada pihak
berwenang untuk mendapatkan persetujuan dari pihak tersebut. Umumnya petisi
ditandatangani oleh beberapa orang atau sekelompok besar orang yang
mendukung permintaan yang terdapat dalam dokumen.

2. Demostrasi (Unjuk rasa)

Demonstrasi adalah hak demokrasi yang dapat dilaksanakan dengan tertib, damai
dan intelek. Demonstrasi merupakan sebuah media dan sarana penyampaian
gagasan atau ide-ide yang dianggap benar dan berupaya mempublikasikannya
dalam bentuk pengerahan massa. Demonstrasi merupakan sebuah sarana atau alat
yang sangat terkait dengan tujuan digunakannya sarana atau alat tersebut dan cara
penggunaannya.

3. Konfrontasi

Konfrontasi digolongkan sebagai bentuk partisipasi politik nonkonvensional


karena aspirasi diperjuangkan dengan cara-cara yang tidak mengindahkan
pandangan dan hak pihak lain. Dengan kata lain, pihak lain diposisikan sebagai
lawan yang harus tunduk untuk mengabulkan aspirasinya. Jadi, dalam konfrontasi
tidak dikenal kompromi tetapi merupakan penaklukan. Konfrontasi sendiri
dianggap sesuatu yang tidak lazim dalam negara demokrasi.

4. Mogok

Mogok adalah penghentian proses produksi demi suatu tuntutan tertentu. Dalam
realitas, ada dua kemungkinan yang menyebabkan proses produksi berhenti, yaitu
buruh secara sadar berhenti bekerja dan keluar pabrik serta pemblokiran kawasan
dan jalanannya sehingga sebagian besar buruh tidak bisa masuk ke pabrik untuk
bekerja.
Pemogokan bisa terjadi di tingkat pabrik, kawasan sampai tingkat nasional yang
melibatkan buruh di berbagai kota dalam satu negeri. Pemogokan yang lebih luas
dilakukan bukan saja karena tuntutan yang sama, tetapi karena hubungan
produksi itu bersifat luas, tidak hanya melibatkan satu atau dua pabrik.
Pemogokan kadang digunakan pula untuk menekan pemerintah untuk mengganti
suatu kebijakan.

5. Tindakan kekerasan politik

Kekerasan politik merupakan reaksi beberapa kelompok masyarakat yang menilai


para pemegang kekuasaan kurang adil dalam mengelola berbagai konflik dan
sumber kekuasaan yang ada. Bahkan, pemegang kekuasaan dinilai dengan
wewenang strukturalnya memakai cara-cara nondialogis atau nonmusyawarah
untuk menyelesaikan konflik.

6. Perang gerlya

Cara ini digunakan pada masa perang kemerdekaan dengan tujuan melemahkan
atau menghancurkan kekuasaan kelompok lain dengan jalan perumpahan darah.
Meski begitu. pada masa sekarang sistem perang gerilya juga bukannya tidak
pernah dilakukan. Terlebih oleh kelompok gerakan-gerakan sporadis.

3.) Masuknya perempuan ke dalam politik secara historis telah bertemu dengan oposisi
yang di seluruh dunia – mulai dari hak pilih paling awal di Inggris yang menghadapi
kebrutalan polisi dan mantap seksual karena berani menuntut hak untuk memilih,
hingga pemilu modern di mana calon perempuan dipilih secara terang- keterangan
dan secara diam-diam tentang masalah gender. Meskipun ada banyak kemenangan
signifikan bagi partisipasi perempuan dalam politik di tahun-tahun berikutnya,
mereka masih menghadapi skeptisisme, ejekan, dan objektifikasi ketika memasuki
medan politik. Ini adalah manifestasi dari patriarki yang aman, tersentak oleh gagasan
perempuan mengambil tempat mereka sebagai pemimpin dan pembuat keputusan,
mewakili masalah dan kepentingan mereka alih-alih bergantung pada laki-laki yang
berkuasa untuk melakukannya.
Di luar tingkat kabupaten, dalam hal-hal yang terkait dengan DPR dan Lok Sabha,
tantangan terhadap perempuan bahkan lebih berat. Partai politik, dengan semua
organisasi dan keuangannya, jauh lebih menonjol dalam politik pemilu tingkat tinggi
ini. Perhitungan yang cermat dalam politik elektoral berarti bahwa partai-partai
biasanya tidak memberikan penilaian terhadap kursi yang dianggap “dapat
dimenangkan” – karena ini tidak dilihat sebagai kursi netral gender, tetapi benteng
laki-laki. Lebih sering daripada tidak, perempuan diberi peran biola kedua – yang
diberikan pencalonan dari kursi yang tidak pasti di mana partai tidak terlalu yakin
akan peluangnya. Ketika tiba-tiba diadu dengan sejumlah calon laki-laki, perempuan
sering kali dirugikan, tidak memiliki pengawasan yang sering dimanfaatkan oleh
anggota klub laki-laki tidak resmi dalam politik. Perwujudan terbesar dari perlawanan
yang meluas terhadap partisipasi perempuan yang lebih besar dalam proses politik
adalah konsisten terhadap RUU reservasi perempuan. RUU untuk sepertiga kursi di
Lok Sabha untuk kandidat perempuan telah diperkenalkan dan gagal disahkan pada
tahun 1996, dan lagi pada tahun 1998, 1999 dan 2002. Versi saat ini, RUU Konstitusi
(Amandemen ke-108) telah disahkan. Rajya Sabha pada tahun 2010 dengan
dukungan tegas dari BJP dan Kiri. Namun tidak berhasil melewati Lok Sabha, dan
meleset lagi. Meskipun perempuan telah memegang berbagai jabatan konstitusional –
mulai dari Ketua DPR hingga Menteri Utama, Menteri Persatuan, dan bahkan jabatan
Perdana Menteri dan Kepresidenan,
Tantangan lainnya adalah masalah keuangan – setiap pengamat yang pragmatis akan
mengakui bahwa melawan pemilu adalah proposisi yang mahal. rata-rata rendahnya
kekuatan finansial perempuan dalam masyarakat dibandingkan dengan laki-laki, ini
menjadi rintangan tambahan, dengan sebagian besar kandidat perempuan
mencelupkan ke dalam pundi-pundi pribadi atau keluarga mereka untuk berjuang
dalam perjuangan berat ini, atau mengandalkan bantuan moneter dari para pendukung
. Era baru politik juga menghadirkan tantangan baru. Ketika medan perang politik
berubah dari arena lama menjadi arena online seperti platform media sosial seperti
grup Twitter dan WhatsApp, kampanye telah melihat perubahan besar. Kandidat yang
kredibel sekarang juga harus memiliki rencana penjangkauan digital, yang
membutuhkan struktur formal dan dukungan untuk mengatur dan melaksanakan. Hal
ini membutuhkan waktu, tenaga dan uang yang kesemuanya lebih mudah didapatkan
oleh calon laki-laki. Sementara perwakilan perempuan secara historis memiliki
kualifikasi yang lebih baik daripada rekan laki-laki merekasecararata-rata –
dibuktikan dengan fakta bahwa di Lok Sabha ke-15, 41 dari 59 anggota parlemen
perempuan adalah lulusan ke atas – kekurangan infrastruktur dan dukungan yang
diperlukan untuk memanfaatkan alat-alat baru berkampanye Dengan mengingat
semua tantangan ini, apa yang bisa menjadi jalan ke depan? Pengesahan RUU
Reservasi Wanita akan menjadi langkah penting, yang memungkinkan partisipasi
yang lebih besar di tingkat tertinggi politik India. Di sini, penting untuk
menggarisbawahi dan membedakan perspektif India tentang kuota dari perspektif
Barat. Berbeda dengan Barat, kuota hampir merupakan kata yang buruk, paradigma
India telah melihat kuota muncul sebagai alat yang tak ternilai untuk pengaruh sosial.
Mereka adalah alat redistributif yang berguna untuk memperbaiki yang berkelanjutan
selama berabad-abad. para perempuan berada di meja yang sama dengan laki-laki
dalam politik, mereka mungkin terus menghadapi tantangan yang disebutkan. Bagi
kampanye yang mengajukan untuk persamaan hak, penting untuk diingat bahwa
perjuangan pemberdayaan itu panjang. Sementara jumlah kandidat perempuan, serta
anggota terpilih,terusmeningkat, tumbuh dari 326 kandidat dan 37 pemenang pada
tahun 1991 menjadi 668 kandidat dan 62 pemenang pada tahun 2014, masih terhitung
hanya 11,8% dari total kursi di Lok Sabha. Jauh dari target 50% yang ditetapkan oleh
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB Kesetaraan Gender, ini adalah setengah
dari 23,5% rata-rata global, menandakan perlunya tindakan yang berkelanjutan dan
bidang ini. Ini harus menjadi masalah non-partisan, dengan semua partai politik
bersatu dan mendukung kebijakan yang membuat politik lebih representatif. Janji
adalah janji yang indah, dan layak untuk terus diperjuangkan dalam menghadapi
rintangan yang menakutkan. Dalam kata-kata yang tak ada bandingannya dari Maya
Angelou, 'Kita mungkin menghadapi kekalahan, tapi kita tidak boleh banyak
menghadapi.

4.) Bawaslu Tangani 93 Kasus Pelanggaran Pilkada di NTT.


Kupang, Gatra.com- Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) NTT
menemukan 93 kasus pelanggaran dalam tahapan proses pemilihan kepala daerah
atau Pilkada yang sementara berlangsung di 9 Kabupaten di NTT yang
menyelenggarakan Pilkada 9 Desember 2020 mendatang.
Sembilan Kabupaten itu adalah Kabupaten Manggarai, Manggarai Barat dan Ngada
di Pulau Flores, Sumba Timur, Sumba Barat di Pulau Sumba, Kabupaten Sabu
Raijua, serta Belu, Malaka dan Timor Tengah Utara atau TTU di Pulau Timor.

Komisioner Bawaslu NTT, Melphi Marpaung mengatakan hal itu saat rapat kerja
pengawasan tahapan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati bersama 15 media massa
tingkat Provinsi NTT, termasuk Gatra.com (28/11).
“Selama tahapan pelaksanaan Pilkada di 9 Kabupaten di NTT hingga sekarang
( 27/11), kami menemukan 93 pelanggaran. Semua temuan itu sudah ditangani sesuai
ketentuan yang ada,” kata Melphi Minalria Marpaung.

Lebih lanjut Melphi Minalria Marpaung menyebutkan semula ada 110 pelanggaran
yang ditangani Bawaslu dengan rincian 93 kasus adalah temuan dan 17 lainnya
adalah laporan. Setelah didalami, hanya 93 kasus yang masuk kategori pelanggaran,
17 lainnya tidak. Pelanggaran terbanyak adalah netralitas ASN yakni 60 kasus. Selain
itu ada 12 kasus yang non ASN dan pelangaran kode etik 7 kasus.
“Khusus untuk ASN semuanya sudah direkomondasikan ke komisi ASN di Jakarta.
Ada yang sudah ada jawaban dari KASN yakni untuk Kabupaten Sumba Timur dan
Belu. Mereka diberi sangsi turun pangkat setingkat,” jelas Melphi Minalria
Marpaung.

Sementara itu Koodinator Divisi Pencegahan dan Hubungan Antar Lembaga Bawaslu
NTT, Jemris Fointuna menambahkan menghadapi Pilkada serentak 9 Desember 2020
mendatang, sebanyak 3994 anggota pengawas TPS di Rapid Test. “Karena Pilkada
serentak kali ini dalam situasi pandemi Covid – 19, semuanya anggota pengawas TPS
di Rapid test. Sebagian sudah dilaksanakan sisanya sementara berproses,” kata Jemris
Fointuna. Pada bagian lainnya Jemris menyebutkan dari 3004 TPS yang tersebar pada
9 Kabupaten penyelenggara Pilkada serentak di NTT ada 727 TPS yang kecepatan
jaringan internetnya sangat rendah. KPU sementara mencari solusi untuk mengatasi
masalah ini. “Selain jaringan internet yang kurang memadai, ada 637 TPS yang
tersebar di sembilan Kabupaten penyelenggara Pilkada di NTT tidak memiliki
jaringan listrik. Kami rekomondasikan untuk bisa memakai mesin, generator. Dan
teman –teman di KPU mengatakan bisa mengatasi,” katanya.

Anda mungkin juga menyukai