Anda di halaman 1dari 3

Nama : Eka Fitri Maghfirah

NIM : 190801002

MK : Filsafat politik islam

DEMOKRASI KONTEMPORER

Dalam konteks politik demokrasi kontemporer, kecepatan yg dimaksud adalah


kecepatan menguasai safari perebutan massa, kecepatan menguasai media, kecepatan
mengejar trend politik & branding partai yg sepintas lalu mencuri & menarik simpati
masyarakat. Power of speed sudah menjadi syarat mutlak bagaimana menguasai media
massa, menguasai lumbung-lumbung jabatan serta menata segmentasi ruang politik.

Terdapat Demokrasi pluralisme dimana prinsip penilaian menjamin pemerintah


oleh minoritas. Pluralisme adalah sebuah kerangka dimana ada interaksi beberapa
kelompok-kelompok yang menunjukkan rasa saling menghormati dan toleransi antara
satu dengan yang lain. Mereka hidup bersama serta membuahkan hasil tanpa konflik
asimilasi.

Pluralisme dapat dikatakan salah satu ciri khas masyarakat modern dan kelompok
sosial yang paling penting, dan mungkin merupakan pengemudi utama kemajuan dalam
ilmu pengetahuan,masyarakat dan perkembangan ekonomi. Perluasan hak pilih
merupakan gagsan dasar dari demokrasi merefleksikan hal sabagai berikut :

1. Merupakan partisipasi rakyat di dalam keputusan yang membentuk kehidupan


individu-individu dalam suatu masyarakat.
2. Pemerintahan yang di pimpin oleh mayoritas dengan pengakuan hak-hak
minoritas, yaitu hak kebebasan berbicara,berserikat,berkumpul,mendapatkan
informasi,membentuk partai oposisi, dan menjalankan jabatan-jabatan public.
3. Komitmen untuk menghargai martabat individu dan menjamin nilai-nilai
kehidupan yaitu, kebebasan dan kepemilikan.
4. Suatu komitmen untuk memberikan kesempatan yang sama bagi setiap orang
untuk mengembangkan kemampuan dirinya.

Dengan melihat dan membaca skandal yang menimpa banyak wakil rakyat di kursi
birokrasi seakan memberi pemahaman bahwa hampir seluruh (walaupun tidak 100 persen
keseluruhan) para pelaku birokrasi yang berangkat dari partai hanya memperjuangkan
kepentingan kelompok partainya masing-masing. Dalam artian, janji-janji dan cari muka
yang dulu sering dilakukan di tengah masyarakat ternyata hanya dijadikan kendaraan
politik untuk menguras sebanyak-banyaknya uang negara untuk kepentingan pribadi dan
partainya.

Di Amerika Serikat, negeri asal demokrasi kontemporer yang disebarluaskan


secara global, media massa sebagai kekuatan keempat adalah media yang
merepresentasikan kekuatan independen. Tidak hanya menyampaikan berita politik,
tetapi juga menjaga masyarakat dari penyimpangan kekuasaan (Mc Nair, 1999 : 48).
Kelompok masyarakat sipil dan dunia bisnis justeru terbukti lebih responsif terhadap
perubahan. Karena itu tidak mungkin bagi lembaga formal pemerintahan untuk
meninggalkan masyarakat sipil dan masyarakat bisnis dalam pengambilan keputusan.
Karena itu komunikasi dan pelibatan masyarakat sipil dan sektor bisnis merupakan
langkah penting untuk democratizing democracy (mendemokrasikan lembaga formal
yang dipilih secara demokratis)

Berbeda dengan kondisi di Indonesia, ketidaksempurnaan pertumbuhan elemen


demokrasi dan politik membuat demokrasi hanya praktik prosedural dan cenderung
diwarnai oleh kepentingan elit politik. Hal ini diperparah dengan kultur koruptif yang
secara historis mewarnai dinamika kekuasaan di Indonesia, sehingga membuat demokrasi
tak lebih dari kepanjangan tangan kapitalisme dan perebutan uang. Praktis, demokrasi di
Indonesia saat ini sangat diwarnai oleh money politics, citra, dan komodifikasi.

Tidak dapat dimungkiri bahwa kelahiran demokrasi di Indonesia membawa cerita


yang tidak selalu manis. Namun demikian, keterbukaan politik yang dirasakan
belakangan ini, pertumbuhan civil society, dan kebebasan media telah menjadi warna
tersendiri dalam demokrasi di Indonesia (Arifin, 2011a: 2). Persoalannya, apakah warna
itu merupakan warna natural ataukah warna adaptasi hasil impor dari negara lain yang
secara historis-kultural berbeda dengan negeri ini?

Satu hal yang pasti, dalam konteks demokrasi kontemporer, nuansa komodifikasi
kian terasa kental ketika secara global, ternyata Amerika “mengambil keuntungan”
dengan demokratisasi yang tengah berlangsung di negara-negara berkembang. Pasalnya
ada kecenderungan negara-negara yang merangkul demokrasi menjadi pasar konsumen
yang kuat bagi Amerika (Canton, 2010: 437). Meski dikemas dalam konsep kepentingan
kolaboratif, kepentingan ekonomi Amerika Serikat jauh lebih mengemuka. Disinilah

Bagaimanapun demokrasi memang sebuah fenomena yang berkelanjutan. Masa


depan demokrasi adalah proses yang tiada henti; elemen-elemen demokrasi akan muncul
dan berkembang dalam berbagai tingkatan dan tahapan dengan tingkat kecepatan yang
berbeda-beda di setiap negara. Namun perubahan demokrasi juga bergerak menuju arah
yang berbeda, bisa menjadi semakin demokratik dan bisa juga semakin tidak demokratik.
Oleh karena itu demokrasi harus selalu diperkuat baik dengan penguatan institusi maupun
penguatan civil society. Akan lebih bijak pula jika demokrasi dikontekstualkan dengan
kondisi latar historis kultural, agar proyek demokratisasi terbebas dari upaya
komodifikasi.

Adapun demokrasi kontemporer merupakan suatu demokrasi yang di dalamnya


terdapat suatu sistem yang modern dan tidak terlepas dari ikatan masa ataupun
perkembangan zaman. Isu-isu kontemporer adalah gagasan yang mengkaji Islam yang
ada sejak zaman
dimanaberakhirnya perang dingin dan sekarang sudah termodenisasi baik oleh masa lamp
au maupun masa ini

Anda mungkin juga menyukai