DAFTAR ISI..........................................................................................................................................i
DAFTAR TABEL.................................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................................................iii
PENDAHULUAN.................................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang........................................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...................................................................................................................5
1.3. Tujuan Penelitian....................................................................................................................5
1.4. Manfaat penelitian..................................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................................................7
2.1. Penelitian Terdahulu..................................................................................................................7
2.2. Penjelasan Konsep.....................................................................................................................9
2.2.1 Definisi Down Syndrome......................................................................................................9
2.2.2. Penyebab Down Syndrome...................................................................................................9
2.2.3. Karakteristik Down Syndrome............................................................................................11
2.3. Definisi Keluarga.....................................................................................................................15
2.3.1. Orang Tua..........................................................................................................................16
2.3.2. Peran dan Fungsi Orang Tua..............................................................................................17
2.4. Kemandirian............................................................................................................................19
2.4.1. Definisi Kemandirian............................................................................................................19
2.4.2. Aspek Kemandirian..............................................................................................................20
2.4.3. Faktor Penghambat dan Pendukung Kemandirian................................................................20
2.5. Pola Asuh................................................................................................................................23
2.6. Landasan Teori........................................................................................................................26
2.6.1. Teori Determinasi Diri (Self Determination Theory)..........................................................26
2.7. Kerangka Berpikir...................................................................................................................27
METODE PENELITIAN....................................................................................................................29
3.1. Jenis Penelitian........................................................................................................................29
3.2. Lokasi Penelitian.....................................................................................................................29
3.3. Penentuan Informan Dan Subjek Penelitian.............................................................................29
3.4. Teknik Pengumpulan Data.......................................................................................................30
3.5. Sumber Data............................................................................................................................31
3.6. Teknik Analisis Data...............................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................33
i
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Jumlah anak down syndrome di SLB Negeri Pembina Kupang.............................4
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu...............................................................................................7
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Kelahiran anak dengan Down Syndrome, kini banyak terjadi di berbagai negara
belahan di dunia. Menurut catatan Indonesia Center for Biodiversity dan Biotechnology
(ICBB) Bogor, di Indonesia terdapat lebih dari 300 ribu anak pengidap down
diperkirakan mencapai 8 juta jiwa. Angka kejadian kelainan down syndrome mencapai
1 dalam setiap 1000 angka kelahiran. Di Amerika Serikat, setiap tahun lahir 3000
sampai 5000 anak dengan kelainan ini. Sedangkan di Indonesia prevalensinya lebih dari
300 ribu jiwa (Sobbrie, 2008). Dalam beberapa kasus, terlihat bahwa umur wanita
terbukti berpengaruh besar terhadap munculnya down syndrome pada bayi yang
down syndrome makin tinggi sesuai usia ibu saat melahirkan (Elsa, 2003).
Down syndrome pada anak dapat dideteksi sejak dini dikarenakan penderita down
syndrome mempunyai ciri khas pada fisiknya, antara lain: paras muka yang hampir
sama dengan muka orang Mongol, pangkal hidung yang terlihat rendah, jarak diantara
2 mata jauh dan berlebihan kulit di sudut dalam, ukuran mulut yang kecil dan ukuran
lidah yang besar menyebabkan lidah selalu terjulur (Kaplan & Sadock, 2010).
berlebih menyebabkan penurunan jumlah sel saraf pada sistem saraf pusat,
1
keterlambatan mielinisasi, gangguan pengaturan siklus sel, dan produksi protein
yang tepat oleh orangtua, akan tetapi menurut beberapa penelitian ditemukan bahwa
tingkat stres dan depresi orangtua dengan anak down syndrome cukup tinggi.
dengan kata lain individu akan terus menerus belajar untuk mandiri dalam
Pola asuh merupakan suatu cara yang dilakukan dalam merawat, menjaga dan
mendidik anak secara terus menerus dari waktu ke waktu sebagai perwujudan rasa
tanggung jawab orang tuaterhadap anak. Selain itu, orang tua juga harus mengetahui
seutuhnya karakteristik yang dimiliki oleh anak. Peranan orang tua begitu besar dalam
membantu anak agar dapat melakukan aktivitas sehari-hari dalam membantu dirinya.
Disinilah kepedulian orang tua sebagai guru yang pertama dan utama bagi anak-anak.
Sebagai orang tua harus betul-betul melakukan sesuatu untuk anak tercinta. Namun,
jika pola asuh dari orang tua telah salah, maka akan berdampak tidak baik pada
anaknya. Seperti orang tua yang mengasuh anaknya dengan cara terlalu memanjakan
anak. Akibatnya anak menjadi ketergantungan pada orang tua dan tidak dapat
2
Secara praktis anak down syndrome tentu memerlukan tindakan khusus seperti
memasukkan anak tersebut ke sekolah luar biasa. Tindakan ini perlu dilakukan karena
khusus tenaga pendidik yang ahli dalam menangani anak berkebutuhan khusus. Oleh
karena itu sekolah luar biasa merupakan tempat yang tepat untuk anak down
syndrome dalam mengembangkan kemampuan mereka seperti belajar, bina diri, juga
membantu dan mengarahkan agar memiliki perilaku yang baik, meskipun tidak
khusus yang dilakukan oleh orangtua bersama pihak sekolah untuk menanggulangi
permasalahan kemandirian anak down syndrome tersebut. Dalam hal ini, lembaga
penyandang disabilitas dari seluruh kategori seperti autis, tuna grahita, tuna daksa,
tuna rungu, tunanetra, dan lain sebagainya. Pendidikan ini berperan untuk
membimbing penyandang disabilitas agar dapat mandiri dan tidak bergantung pada
orang lain. Adanya lembaga SLB diharapkan dapat merubah pola pikir masyarakat
Berdasarkan data observasi awal pada bulan Februari 2023 di SLB Negeri
Pembina Kupang, diketahui jumlah keseluruhan anak down syndrome dari SD - SMA
3
Tabel 1.1
P L P L P L P L
6 4 4 2 0 0 2 2
Sumber : Data Jumlah Siswa down syndrome SLB Pembina Kupang 2023
Dari data tabel diatas, diketahui jumlah keseluruhan siswa/siswi down syndrome di
tahun 2023 adalah 10 anak. Data di tahun 2023 SLB Pembina Kupang mengalami
penurunan. Dimana, pada tahun 2022 jumlah keseluruhan anak down syndrome adalah
14 anak, namun pada tahun 2023 ini mengalami penurunan jumlah siswa/siswi down
secara mendalam bagaimana pola asuh orang tua dalam mendidik anak mencapai
kemandirian secara optimal. Maka peneliti tertarik untuk membahas terkait bagaimana
pola asuh orang tua dalam melatih kemandirian anak down syndrome dan menuangkan
dalam judul penelitian “Pola Asuh Orang Tua Dalam Melatih Kemandirian Anak
Down Syndrome”.
4
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini
1. Bagaimana pola asuh orang tua dalam melatih kemandirian anak down syndrome?
2. Apa saja faktor pendukung dan penghambat penerapan pola asuh orang tua dalam
1. Untuk mengetahui bagaimana pola asuh orang tua dalam melatih kemandirian
1. Manfaat teoritis
mendatang.
2. Manfaat praktis
5
b. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan bagi orang tua yang
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
dikemukakan terkait dengan bagaimana pola asuh orang tua dalam melatih
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
7
kandung. Sedangkan untuk
faktor penghambat meliputi
orang tua, lingkungan, guru,
kesibukan orang tua.
2 Pola asuh orang tua dalam upaya Kualitatif Pola asuh orangtua sangat
pembentukan kemandirian anak down mempengaruhi kemandirian.
syndrome di SLB Negeri 2 Padang Pola asuh yang permisif atau
(Wiryadi, 2014) memanjakan akan
menghasilkan anak yang tidak
mandiri.
3 Pola Asuh Orangtua pada Anak Kualitatif Hasil Penelitian menunjukan
Penyandang Down Syndrome (Studi bahwa terdapat dua jenis pola
Kasus pada Peserta Didik SLB Negeri asuh yang diterapkan orang
Jember, Kabupaten Jember) tua pada anak penyandang
(Novanita, 2018) down syndrome. Pertama,
pola demokratis, yang
ditandai dengan orang tua
memberikan kebebasan dalam
mengungkapkan dan
bertindak, namun orang tua
tetap mengontrol setiap
aktivitas yang dilakukan anak
tidak terkecuali juga dalam
pemenuhan kebutuhan dasar
anak, orang tua memberikan
pembimbing dan pelatihan
demi meningkatkan
perkembangan dan
keberfungsian sosial, orang
tua bersikap hangat namun
tegas saat memberikan
kesempatan anak untuk
berkembang otonomi,
mengarahkan diri dan
memberikan penjelasan
tentang baik buruknya dalam
berperilaku agar mampu
diterima oleh masyarakat
sosial. Kedua, mengarah pada
pola asuh over protective atau
terlalu melindungi. Ditandai
dengan sikap orang tua yang
belum percaya pada
kemampuan anak, sehingga
8
terlalu khawatir dan takut
anak menghadapi kesulitan
dalam beraktivitas.
Akibatnya, anak menjadi
mudah bergantung dan mudah
menyerah.
Menurut Bandi (1992:24) anak cacat mental pada umumnya mempunyai kelainan
kemampuan kognitif anak cacat mental mengalami kelainan seperti lambat belajar,
kemampuannya untuk mengadakan koordinasi, tetapi dipihak lain dia masih bisa
dilatih untuk mencapai kemampuan sampai ke titik normal. Tanda- tanda lainnya
seperti membaca buku ke dekat mata, mulut selalau terbuka untuk memahami
kumpulan gejala akibat dari abnormalitas kromosom, biasanya kromosom 21, yang
tidak dapat memisahkan diri selama meiosis sehingga terjadi individu dengan 47
9
kromosom. Kelainan ini pertama kali ditemukan oleh Seguin dalam tahun 1844.
Down adalah dokter dari Inggris yang namanya lengkapnya Langdon Haydon
Down. Pada tahun 1866 dokter Down menindaklanjuti pemahaman kelainan yang
dalam sel tubuhnya. Pada tahun 1970-an para ahli dari Amerika dan Eropa
merevisi nama dari kelainan yang terjadi pada anak tersebut dengan merujuk
penemu pertama kali syndrome ini dengan istilah down syndrome dan hingga kini
risiko yang lebih tinggi untuk melahirkan anak down syndrome. Kondisi manusia
yang diakibatkan oleh penyimpangan kromosom jenis trisomi 21 diberi istilah idiot
dengan trisomi 21 dianggap memiliki ciri- ciri wajah yang menyerupai orang
oriental. Namun sekarang kondisi yang demikian itu dinyatakan sebagai down
merupakan serat-serat khusus yang terdapat didalam setiap sel didalam badan
10
Ciri utama daripada bentuk ini adalah dari segi struktur muka dan satu atau
ketidak mampuan fisik dan juga waktu hidup yang singkat. Sebagai perbandingan,
bayi normal dilahirkan dengan jumlah 46 kromosom (23 pasang) sedangkan bayi
dikarena bayi dengan penyakit down syndrome terjadi disebabkan oleh kelebihan
kasar dan halus. Misalnya kesulitan menyisir rambut atau mengancing baju sendiri.
Selain itu anak down syndrome juga kesulitan untuk mengkoordinasikan antara
a. Karakter Fisik
Anak down syndrome memliliki ciri ciri fisik yang khas dan
11
3. Tangan dan kaki umumnya kecil dengan jari yang
besar
4. Kepala besar
b. Karakteristik Kognitif
12
yang sesuai dengan usia mereka sehingga tingkah laku
13
Mereka memiliki kordinasi fisik yang buruk dan
bicara mereka.
sosial.
memungkinkan.
c. Karakteristik kepribadian
14
Dari aspek kepribadian, stereotipe dari anak down syndrome
gemuk, tak menarik dengan mulut yang selalu terbuka dan lidah
yang baik dan sesuai, akan berdampak pada kognitif serta akan
15
mengembangkan kemandirian agar mampu mengembalikan
Lingkungan yang langsung dialami anak adalah keluarga. Keluarga terdiri dari
orang-orang yang disatukan oleh hubungan darah. Keluarga merupakan unit terkecil
dalam masyarakat dimana terjadi interaksi antara anak dan orang tuanya. Menurut
adalah unit terkecil dari masyarakat, yang terdiri dari suami, istri, dan anak atau suami
istri, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya sedangkan Departemen Kesehatan
RI (1998) mendefinisikan keluarga sebagai unit terkecil masyarakat yang terdiri dari
kepala keluarga dan beberapa orang yang tinggal dalam satu rumah dalam keadaan
saling ketergantungan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan, keluarga merupakan unit terkecil dalam
masyarakat yang terdiri dari suami, istri, dan anak, yang saling berinteraksi dan
memiliki hubungan yang erat untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Interaksi yang
baik antara anak dan orang tua merupakan hal penting dalam masa perkembangan
anak. Interaksi yang baik ditentukan oleh kualitas pemahaman dari anak dan orang tua
keluarga, yang bertanggung jawab dalam suatu keluarga atau rumah tangga, dan
mendidik anak agar supaya anak tersebut memperoleh dasar- dasar dan pola pergaulan
hidup pendidikan yang baik dan benar, melalui penanaman disiplin dan kebebasan
secara serasi.
16
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2008) orangtua adalah ayah
ibu kandung, (orang-tua) orang yang dianggap tua (cerdik, pandai, ahli); orang-
orang yang dihormati (disegani), dikampung. Dalam konteks keluarga, tentu saja
orangtua yang dimaksud adalah ayah dan ibu kandung dengan tugas dan tanggung
jawan mendidik anak dalam keluarga. Orangtua merupakan individu individu yang
mengasuh, melindungi dan membimbing dari bayi hingga tahap dewasa (Morris
pada seluruh periode perkembangan yang panjang dalam kehidupan anak untuk
memberikan tanggung jawab dan perhatian yang mencakup kasih sayang hubungan
dengan anak yang terus berlangsung, kebutuhan material seperti halnya makanan
pakaian dan tempat tinggal, akses kebutuhan medis, disiplin yang bertanggung
jawab, menghindarkan dari kecelakaan dan kritikan pedas serta hukuman fisik
jawab sebagai orang dewasa dan mempertanggung jawabkan tindakan anak kepada
masyarakat luas.
Keterkaitan dua teori di atas adalah apa dan bagaimana hak kewajiban sebagai
17
2.3.2. Peran dan Fungsi Orang Tua
individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan individu dalam keluarga
didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat.
Berbagai peranan yang terdapat di dalam keluarga adalah Peranan ayah sebagai
pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok
sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk mengurus
salah satu kelompok dari peranan sosialnya, serta sebagai anggota masyarakat dari
sosial sesuai dengan tingkat perkembangannya, baik fisik, mental, sosial dan
spiritual.
keluarga yang bersifat ganda. Friedman (dalam Padila 2012) menguraikan terdapat
5 fungsi keluarga, yaitu : (1) Fungsi afektif merupakan fungsi internal berhubungan
secara langsung dan menjadi dasar dari keluarga tersebut. Fungsi iniberguna untuk
tempat pertama individu memulai sosialisasi. Individu belajar untuk disiplin dan
mematuhi norma yang ada sehingga mampu untuk melakukan interaksi sosial
18
dimasyarakat. (3) Fungsi reproduksi, dimana keluarga memiliki fungsi untuk
meneruskan keturunan dan meningkatkan sumber daya manusia, hal ini dikatakan
penyakit.
akan memerlukan bantuan dari anggota keluarga lainnya dalam waktu yang cukup
lama. Apabila kelima fungsi keluarga tersebut berjalan dengan baik, maka keluarga
akan menjadi harmonis. Namun, bila fungsi tersebut mengalami gangguan dalam
keluarga yang memiliki anak dengan retardasi mental, maka halini akan menjadi
beban tersendiri pada anak tersebut yang akan berpengaruh jugapada fungsi dan
peran setiap anggota keluarga lainnya, sehingga diperlukan usaha dari anggota
keluarga untuk tetap menjaga fungsi dan peran masing masing agartetap berjalan
dengan baik.
2.4. Kemandirian
pribadi. Dengan kata lain manusia mandiri adalah pribadi dewasa yang
sempurna.16 Menurut Paul Aron kemandirian terbagi dalam tiga konsep, pertama,
kemandirian merupakan realitas sosial sebagai hasil dari suatu profesi di dalam
19
dilakukan oleh banyak orang dari berbagai lapisan masyarakat. Ketiga,
permasalahan. Upaya tersebut dibangun dengan bekal pengetahuan dan skill yang
telah dimiliki. Dengan demikian adanya nilai kemandirian pada anak bukan berarti
anak dapat melakukan segala tindakan dalam kesehariannya sendiri seperti yang
ketergantungan dengan keluarga atau dengan orang lain yang ada disekitarnya.
perlu ditanamkan sejak usia dini agar anak tidak selalu bergantung pada orang lain.
Anak down syndrome yang notabene adalah anak berkebutuhan khusus yang
memiliki kelainan fisik dan psikologis cenderung akan mengalami hambatan dalam
non akademis agar berkembang secara optimal. Pelatihan kemandirian ini dapat
berupa belajar merawat diri, kegiatan akademis, dan melakukan aktivitas sehari-
hari lainnya.
lingkungan.
20
2. Kemampuan untuk berdiri sendiri dan mengatasi kesulitan.
a. Faktor Penghambat :
sebuah hal dengan sendiri tanpa harus pelayanan dari orang lain. Sayangnya
mandiri.
2. Lingkungan
memahami situasi lingkungan sekitar maka akan terjadi kesulitan dalam hal
adaptasi sosialnya.
pendidikan linier (satu arah dengan sertifikasi pendidik), ada beberapa guru
yang justru berlawanan arah dalam bidang tertentu. Hal tersebut cukup
21
berpengaruh ketika kegiatan mengajar berlangsung. Seperti guru sekolah
b. Faktor Pendukung :
1. Diri Sendiri
kemandirian yang diberikan oleh guru atau orang tua, lalu tercipta motivasi
yang menumbuhkan semangat dan rasa ingin tahu yang tinngi, Kemudian
dalam mencapai suatu kemandirian. Hal ini juga tidak terlepas dari bentuk
2. Orang tua
Metode atau strategi yang diterapkan oleh orang tua dalam membina
3. Guru
Selain orang tua, guru juga merupakan faktor penunjang anak belajar
kemampuan olah pikir, sikap, dan sosial anak agar dapat bersaing dengan
yang lainnya.
22
4. Fasilitas Belajar Sekolah
bina diri, tata boga, dll. Tentunya kegiatan tersebut juga dipandu oleh guru
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2008) pola asuh terdiri dari dua
kata yaitu pola dan asuh. Pola berarti corak, model, sistem, cara kerja, bentuk (struktur)
yang tetap. Ketika pola diberi arti bentuk atau struktur yang tepat, maka hal itu
bahwa pola adalah bentuk atau model (atau, lebih abstrak, suatu set peraturan) yang
bisa dipakai untuk membuat atau untuk menghasilkan suatu atau bagian dari sesuatu,
khususnya jika sesuatu yang ditimbulkan cukup mempunyai suatu yang sejenis untuk
pola dasar yang dapat ditunjukkan atau terlihat, yang mana sesuatu itu dikatakan
memamerkan pola. Berdasar dua definisi menurut dua sumber, peneliti menyimpulkan
bahwa pola merupakan suatu bentuk, cara kerja yang bisa dilakukan secara
berkelanjutan maupun tidak, dan bertujuan untuk membuat atau menghasilkan sesuatu
Asuh berarti mengasuh, satu bentuk kata kerja yang bermakna (1) menjaga
(merawat dan mendidik anak kecil); (2) membimbing (membantu, melatih) supaya
23
dapat berdiri sendiri (mandiri); (3) memimpin (mengepalai, menyelenggarakan) suatu
badan kelembagaan. Ketika mendapat awalan dan akhiran, kata asuh memilik makna
yang berbeda. Pengasuhan berarti orang orang yang mengasuh; wali (orangtua dan
mencakup segala aspek yang berkaitan dengan pemeliharaan, perawatan, dukungan dan
bantuan sehingga orang tetap berdiri dan menjalani hidupnya secara sehat. Dalam
pernyataan KBBI mengenai definisi asuh, peneliti menyimpulkan bahwa asuh adalah
suatu kegiatan yang dilakukan dengan cara menjaga, memelihara, dan membimbing
anak (dalam konteks penelitian) yang bertujuan untuk dapat mandiri dan menjalani
hidup sehat.
Beberapa ahli menyatakan pendapatnya mengenai definisi pola asuh seperti halnya
menurut Hersey dan Blanchard ( dalam Garliah 2005:41) pola asuh adalah bentuk dari
seseorang, orangtua sebagai pengaruh yang kuat pada anaknya. Pola asuh orangtua
dalam keluarga berarti kebiasaan orangtua, ayah dan atau ibu, dalam memimpin,
mengasuh, dan membimbing anak dalam keluarga. Mengasuh dalam arti menjaga
dengan cara merawat dan mendidiknya. Membimbing dengan cara membantu, melatih
dan sebagainya. Menurut Tafsir ( dalam Djamarah 2014:51), pola asuh berarti
pendidikan. Dengan demikian, pola asuh orangtua adalah upaya orangtua yang
konsisten dan persisten dalam menjaga dan membimbing anak dari sejak dilahirkan
hingga remaja. Pola perilaku yang diberikan pada anak bersifat relatif konsisten dari
waktu ke waktu.
(2002) yang mengungkapkan bahwa pola asuh adalah suatu gaya mendidik yang
24
interaksi. Pola interaksi antara anak dengan orangtua yang meliputi bukan hanya
pemenuhan kebutuhan fisik dan kebutuhan psikologis, tetapi juga norma-norma yang
berlaku di masyarakat seperti yang diungkapkan Rohinah (2012: 134) pola asuh dapat
didefinisikan sebagai pola interaksi antara anak dengan orang tua yang meliputi
pemenuhan kebutuhan fisik (seperti makan, minum dan lain-lain) dan kebutuhan
psikologis (seperti rasa aman, kasih sayang dan lain-lain) serta sosialisasi norma-norma
yang berlaku dimasyarakat agar dapat hidup selaras dengan ingkungannya. Sehingga
definisi pola asuh yang dijelaskan dalam Garliah,Tafsir dan Gunarsa dipertegas oleh
Rohinah sangat berkaitan dengan dengan judul penelitian yang akan dikaji oleh peneliti
bahwa pola asuh tidak jauh dari aspek kepemimpinan dan pendidikan dalam mengasuh
anak. Keterkaitan dengan pola asuh dengan penelitian ini adalah bagaimana gaya
pengasuhan atau yang lebih dikenal dengan pola asuh orangtua mampu memimpin,
Terdapat berbagai pola asuh yang ditampilkan oleh orang tua pada waktu
mengasuh anaknya. Pola asuh yang berbeda pada setiap orang tua akan
berbagai gaya pengasuhan atau yang lebih dikenal dengan pola asuh orang tua,
diantaranya:
Cara ini menekankan paa kontrol dan kepatuhan yang tidak boleh
25
rangkaian standar yang sudah dibuat dan menghukum mereka semena
dengan anak dan kurang hangat daripada orangtua lainya. Anak mereka
orangtua.
anak, tapi juga meminta anak berperilaku baik dan tegas. Mereka
dengan cara yang hangat dan dengan hubungan yang mendukung. Anak
merasa aman dan mengetahui bahwa mereka dicinta dan juga tahu apa
26
2.6. Landasan Teori
keadaan yang berasal dari dalam diri individu sendiri yang dapat mendorong
dalam diri sendiri, menemukan hal-hal yang baru yang pada akhirnya akan
diterapkan dalan kegiatan dan tindakan seseorang yang akan dilakukan sesuai
dengan kebutuhan.
(2002, dalam Muller et al, 2006) adalah teori motivasi yang komprehensif
intrinsik ditetapkan sendiri oleh individu yang tidak dicampuri oleh pengaruh
kemampuan kontrol perilaku yang berasal dari dalam diri individu yang bukan
berasal dari luar diri individu dimana keputusan tidak dipengaruhi oleh faktor
diri sendiri yang nantinya akan diterapkan dalam kegiatan yang berhubungan
tinjauan pustaka, yang pada dasarnya merupakan gambaran sistematis dari kinerja teori
27
dalam memberikan solusi atau alternatif solusi dari serangkaian masalah yang
Gambar 2.1
Kerangka Berpikir
Pola Asuh
Kemandirian Anak
Down Syndrome
28
BAB III
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang di gunakan yaitu pendekatan kualitatif. Penelitian ini akan
menghasilkan data yang di jelaskan dengan kata-kata tertulis atau lisan dari orang tua
murid yang di amati. Seperti yang dikemukan oleh Faenkel dan Wallen (dalam Uhar
Suharsaputra, 2017), bahwa mengkaji kualitas hubungan, kegiatan, situasi, atau material
disebut penelitian kualitatif, dengan penekanan kuat pada deskripsi suatu kegiatan atau
situasi tertentu.
29
Lokasi penelitian merupakan sebuah tempat untuk proses penelitian di lakukan oleh
penelitin di SLB Pembina Kupang. Karena di SLB Pembina Kupang merupakan salah
satu sekolah yang melayani pendidikan anak berkebutuhan khusus (ABK) termasuk anak
1. Informan
Informan dalam penelitian ini adalah orang tua siswa anak Down Syndrome yang
mengetahui dan memahami serta memiliki informasi pokok terkait dengan data-data
Teknik yang digunakan adalah metode purposive sampling atau sampling bertujuan.
Teknik sampling ini digunakan oleh peneliti karena atas pertimbangan terhadap
karakteristik dari informan yang kerkaitan dengan penelitian ini dan tujuan penelitian
untuk penarikan informan serta diharapkan dapat menjawab harapan dari peneliti.
mempunyai kriteria penelitian untuk informan pokok, yakni Orangtua yang terlibat
secara secara penuh, aktif dan mengetahui kegiatan yang menjadi fokus peneiliti
1. Observasi
Menurut Suharsimi Arikunto (1996), observasi atau pengamatan adalah suatu
kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh alat
30
2. Wawancara
Moleong (2010: 186), Metode kedua yang di lakukan yaitu melakukan wawancara,
dimana peneliti secara langsung melakukan tanya jawab dengan informan yang telah
di tentukan sebelumnya. Wawancara adalah percakapan dua orang atau lebih untuk
wawancara tersebut yaitu memperoleh dan menguji kebenaran data pada kegiatan
observasi. Target informan yang di wawancarai peneliti adalah orang tua siswa anak
Down Syndrome.
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah salah satu metode yang sangat membantu peneliti dalam hal
bukti penelitian. Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah sah (dalam
1. Data Primer
Data primer yaitu yang diperoleh secara langsung dari pengamatan mengenai
objek penelitian. Menurut Sugiyono, sumber data primer yaitu sumber data yang
diambil peneliti baik berupa kata-kata dan tindakan melalui wawancara dan observasi.
2. Data Sekunder
Data skunder yaitu data yang dapat melengkapi data utama. Data sekunder berupa
data yang telah lebih dahulu di kumpulkan dan di laporkan oleh orang atau instansi di
luar diri peneliti sendiri, walaupun data yang dikumpulkan sesunggunya adalah data
asli. Data sekunder dapat diperoleh dari instansi-instansi dan perpustakaan atau
31
3.6. Teknik Analisis Data
1. Pengumpulan Data
Menurut Sugiyono (2009: 92), Pengumpulan data adalah data pertama atau data
maupun sekunder.
2. Penyajian Data
Menurut Sugiyono (2009: 95) Penyajian data adalah sebagai kumpulan informasi
yang terjadi dan mengarah pada analisis atau tindakan lebih lanjut berdasarkan
pemahaman.
3. Penarikan Kesimpulan
32
DAFTAR PUSTAKA
Arifin. 2022. Strategi Orang Tua Dalam Membina Kemandirian Anak Down Syndrome.
Skripsi. Universitas Islam Kiai Haji Achmad Siddiq Jember.
Djamarah, S B. 2014. Pola Asuh Orang Tua dan Komunikasi dalam Keluarga: Upaya
Membangun Citra Membentuk Pribadi Anak. Jakarta: Rineka Cipta.
Ester, A. N. 2013. Pola Asuh Orangtua terhadap Anak dalam Keluarga pada Bidang
Pendidikan. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta
Efendi, M. 2008. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara
Gunahardi. 2005. Penanganan Anak Down Syndrome dalam Lingkungan Sekolah dan
Keluarga. Jakarta: Depdiknas.
33
Gunarsa, Y S. 1990. Dasar dan Teori Perkembangan Anak. Jakarta : PT BPK Gunung Mulia.
Hidayati, N. I. 2014. Pola Asuh Otoriter Orang Tua, Kecerdasan Emosi, Dan Kemandirian
Anak SD. Jurnal Psikologi, 3(1): 1-8.
Lili Garliah, dkk. 2005. Peran Pola Asuh Orangtua dalam Memotivasi Berprestasi.
Jurnal Psikologi, 1(1): 41.
Magnawiyah, M.S. 2014. Strategi Koping Orangtua pada Anak yang Menderita Syndrom
Down. Skripsi.Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah
Mangunsong, F. 2009. Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Jilid
Jakarta:Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan
Rina, A P. 2016. Meningkatkan Life Skill pada Anak Down Syndrome dengan Teknik
Modelling. Jurnal Psikologi Indonesia. 5(2): 218-219
Soetjiningsih. 2012. Perkembangan Anak dan Permasalahannya dalam Buku Ajar I Ilmu
Perkembangan Anak Dan Remaja. Jakarta :Sagungseto
Suparmi. 2018. Pengasuhan sebagai Mediator Nilai Anak dalam memengaruhi Kemandirian
Anak dengan Down Syndrome. Jurnal Psikologi Volume 45, Nomor 2,
Ulya, L. L. 2013. Hubungan Antara Pola Asuh Demokratis Dengan Kemandirian Dalam
Pengambilan Keputusan. Jurnal Psikologi.
34
Skripsi.Yogyakarta: Gunadarma
Utami Dan Garnika. 2020. Pola Asuh Orang Tua Dalam Upaya Pembentukan Kemandirian
Wiryadi. 2014. Pola Asuh Orang Tua Dalam Pembentukan Kemandirian Anak Down
SyndromeX Kelas CI/DI Di SLB Negeri 2 Padang. Jurnal Ilmiah
Pendidikan
Khusus.
35