Anda di halaman 1dari 10

Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.9, No.

bidang
SOSIAL POLITIK

PERGERAKAN MAHASISWA DALAM PERSPEKTIF PARTISIPASI POLITIK :


PARTISIPASI OTONOM ATAU MOBILISASI
ANDRIAS DARMAYADI, MSi
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional
FISIP – Universitas Komputer Indonesia
Bandung, 40132, Indonesia
E-mail : andredarma@yahoo.com
Secara konseptual partisipasi politik adalah membicarakan kegiatan dan aktivitas individu
warga Negara dalam proses kehidupan politik. Warga Negara dituntut turut aktif dalam
proses pembuatan dan perumusan kebijakan politik Negara. Mahasiswa disebut sebagai
masyarakat intelektual dengan harapan sebagai generasi emas yang selalu mampu menjadi
agen perubah dalam struktur masyarakat. Partisipasi politik mahasiswa menjadi lebih
bernilai dikarenakan anggapan memiliki konsep pemahaman politik yang lebih baik sebagai
konsekuensi dan buah pembelajaran di tingkat perguruan tinggi. Keadaan ini yang dianggap
sebagai salah satu faktor pembedaantara mahasiswa dengan masyarakat biasa
disekitarnya. Permasalahan yang sering muncul dalam menganalisis pergerakan mahasiswa
adalah, apakah partisipasi tersebut otonom yang artinya tumbuh secara mandiri ataukah
merupakan bentuk partisipasi mobilisasi. Tulisan ini tidak bermaksud untuk mendikotomikan
secara tegas apa muara dan kemana arah partisi politik mahasiswa berdasarkan dua
tipologi tadi , namun lebih untuk mencoba melihat relasi dan keterkaitan dua tipologi
partisipasi politik mahasiswa guna menghitung kekuatan dari partisipasi poltik kaum
intelektual muda ini.

Key words :Partisipasi Politik, Gerakan Mahasiswa, Pendidikan politik, elit

PENDAHULUAN memperoleh dorongan yang lebih kuat di


masa enlighment dan Revolusi Industri di
Studi partisipasi politik sebenarnya abad 18 dan 19. Menurut Myron Wiener
merupakan bagian dari pendekatan tingkah paling tidak ada lima hal yang menyebabkan
laku (behavioralism) dalam ilmu politik, munculnya gerakan ke arah partisipasi lebih
bagian penting dalam studi pembangunan luas.1 Kelima hal tersebut, pertama,
politik. Meskipun pembangunan politik Modernisiasi: komersialisasi pertanian,
ditujukan sebagai respons Barat dalam industrialisasi urbanisasi yang meningkat,
peranannya di negara-negara dunia ketiga, penyebaran kepandaian baca tulis,
studi mengenai partisipasi politik bukanlah perbaikan pendidikan, dan pengembangan
menjadi milik barat dan hanya terjadi di media massa. Ketika masyarakat pada
Barat, justru negara dunia ketiga-lah yang sebuah kota baru seperti buruh, pedagang
seringkli dijadikan objek sekaligus subjek dan kaum professional lainnya merasa
dalam studi ini.
Pada awalnya kecenderungan ke arah
————————————-
partisipasi rakyat yang lebih luas (yang 1GabrielA. Almond, ―Interest Group and Interest Articu-
menjadi ciri dari modernisasi politik) dalam lation‖ dan ―Political Party and Party System,‖ dalam
politik bermula pada masa Renaissance dan Comparative Politics Today , Boston: Little, Brown and
Reformasi di abad 15 sampai abad 17 dan Company, 1974 terjemahan x, 2000, halaman 45-46.

H a l a ma n 61
Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.9, No. 1 Andrias Darmayadi, M.Si

bahwa mereka mampu untuk munculnya tuntutan-tuntutan yang


mempengaruhi nasib mereka sendiri, terorganisir akan kesempatan untuk ikut
mereka semakin menuntut untuk ambil serta dalam pembuatan keputusan politik.
bagian dalam kekuasaan politik. Ditinjau dari aspek kesejarahan,
Kedua, Perubahan-perubahan Revolusi Perancis, paling tidak bisa
Struktur Kelas sosial. Munculnya kelas mewakili ketika kita berbicara mengenai
pekerja baru dan kelas menengah secara partisipasi politik. Pada masa ini muncul
luas. Memberi penekanan pada peluang tuntutan akan kesamaan (egalite). Egalite
mengenai siapa yang berhak bagi revolusi Perancis merupakan
berpartisipasi dalam pembuatan kemajuan yang sangat berarti bagi
keputusan politik yang memberi partisipasi di Perancis, yaitu dengan
perubahan pada pola partisipasi politik. munculnya kelas-kelas baru di masyarakat
Ketiga, Pengaruh kaum Perancis selama abad 18. Setelah itu
intelektual dan komunikasi massa partisipasi politik meluas hampir di
modern. Kaum intelektual seperti sarjana, seluruh Eropa, ketika partai politik mulai
filsuf, pengarang dan wartawan seringkali muncul dan berkembang. Asumsinya
mengemukakan gagasan-gagasan adalah bahwa industrialisasi
mengenai egalitarianisme dan menyebabkan muncul dan
nasionalisme kepada masyarakat. berkembangnya kelompok-kelompok yang
Kenyataan seperti ini pada akhirnya akan sadar akan kemampuannya dalam
memberikan semangat bagi tuntutan akan melihat kebutuhan dan kesadaran
partisipasi massa yang meluas dalam mereka.2
proses pembuatan keputusan politik.
Komunikasi dan transportasi modern Partisipasi Politik: Pengertian, Bentuk dan
mempercepat bagi transfer gagagsan Tipologi
tersebut kepada masyarakat. Melalui Miriam Budiardjo dalam
kaum intelektual dan komunikasi massa tulisannya mengenai partisipasi dan partai
modern, gagasan tentang demokratisasi politik mendefinisikan partisipasi politik
partisipasi menyebar ke berbagai belahan secara umum sebagai kegiatan seseorang
ndunia termasuk negara-negara baru, atau sekelompok orang untuk ikut serta
negara dunia ketiga. secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu
Keempat, Konflik di antara dengan jalan memilih pimpinan negara
kelompok pemimpin politik. Munculnya dan, secara langsung atau tidak langsung,
konflik dan kompetisi politik di tataran elit mempengaruhi kebijakan pemerintah
memungkinkan mereka untuk mencari (public policy).3 Pertanyaannya adalah,
dukungan kepada massa rakyat. Aktifitas kegiatan seperti apakah yang
mencari dukungan seperti ini pada dikategorikan sebagai partisipasi politik?
gilirannya memunculkan gerakan Hal ini menyangkut konseptualisasi
persamaan hak. Dengan kata lain aktifitas mengenai partisipasi politik.
mencari dukungan yang dilakukan oleh Konseptualisasi merupakan upaya
elit telah memaksa rakyat untuk menyusun rambu-rambu sebagai criteria
memperjuangkan hak pilihnya. untuk menentukan apakah suatu fakta
Kelima, Keterlibatan Pemerintah termasuk atau tidak termasuk ke dalam
yang meluas dalam urusan sosial,
ekonomi dan kebudayaan. Perluasan —————————-
2Lebih jelasnya baca tulisan C.H.Dodd,, dalam Politi-
bidang kegiatan pemerintahan
cal Development , yang telah diterjemahkan menjadi
memunculkan konsekuensi bagi tindakan- Pembangunan Politik, Jakarta: Bina Aksara 1986,
tindakan pemerintah yang menjadi kian halaman 19-22
menyentuh aktifitas masyarakat 3Miriam Budiardjo (ed), Partisipasi dan Partai Politik,

keseharian. Hal ini merangsang Jakarta: PT. Gramedia, 1982, halaman 1

H a l a m a n 62
Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.9, No. 1

Tabel. 1. Bentuk-Bentuk Partisipasi Politik

Konvensional Non Konvensional

Pemberian Suara (voting) Pengajuan Petisi


Diskusi Politik Berdemonstrasi
Kegiatan Kampanye Konfrontasi
Membentuk dan bergabung dalam Mogok
kelompok kepentingan Tindak kekerasan politik terhadap
Komunikasi individual dengan pejabat harta-benda (perusakan, pengeboman,
politik dan administratif pembakaran)
Tindakan kekerasan politik terhadap
manusia (penculikan, pembunuhan)
Perang gerilya dan revolusi

Sumber: Almond, 2000

konsep tersebut. 4 memilih dalam pemilu, mengajukan petisi,


Selanjutnya Ramlan Surbakti melakukan kontak tatap muka, menulis
memberi rambu-rambu atau batasan surat, maupun kegiatan non konvensional
mengenai partisipasi politik sebagai, dan dengan kekerasan (violence) seperti
pertama, partisipasi politik yang demonstrasi pembangkangan, mogok dan
dimaksudkan berupa kegiatan atau perilaku sebagainya.
luar individu warga negara biasa yang dapat Selanjutnya, kegiatan individu
diamati, bukan perilaku dalam yang berupa untuk mempengaruhi pemerintah ada
sikap dan orientasi. Karena sikap dan yang dilakukan atas kesadaran sendiri
orientasi individu tidak selalu (otonom) juga yang dilakukan dengan de-
termanifestasikan dalam perilakunya. sakan, manipulasi dan paksaan dari pihak
Kedua, kegiatan itu diarahkan untuk lain (mobilisasi), seperti yang dicermati
mempengaruhi pemerintah selaku pembuat oleh Huntington dan Joan Nelson dalam
dan pelaksana keputusan politik. Ketiga, risetnya di berbagai negara.
kegiatan yang berhasil dan efektif maupun Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson
yang gagal mempengaruhi pemerintah. dalam karya terkenalnya mengenai studi
Keempat, kegiatan mempengaruhi partisipasi politik, No Easy Choice: Political
pemerintah baik secara langsung-tanpa Participation in Developing Countries,5
perantara- dan mempengaruhi pemerintah mendefinisikan partisipasi politik sebagai
dengan menggunakan perantara-misalnya kegiatan warga negara yang bertindak se-
dengan menggunakan kelompok penekan- bagai pribadi-pribadi, yang dimaksudkan
yang dianggap mampu meyakinkan untuk mempengaruhi pembuatan kepu-
pemerintah. Kelima, kegiatan tusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa
mempengaruhi pemerintah yang dilakukan bersifat individual atau kolektif, terorgan-
melalui prosedur yang wajar (konvensional) isir atau spontan, mantap atau sporadis,
dan tanpa kekerasan misalnya seperti ikut
————————-
5Terjemahan Indonesianya menjadi Partisipasi Politik
—————————
4Baca: Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, di Negara Berkembang, Jakarta: Rineka Cipta,
Jakarta: PT. Gramedia, 1992, halaman 140-142 cetakan kedua 1994.

H a l a ma n 63
Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.9, No. 1 Andrias Darmayadi, M.Si

secara damai atau dengan kekerasan, karena sikap acuh tak acuh dan tidak ter-
legal atau illegal, dan efektif atau tidak tarik oleh, atau kurang paham mengenai
efektif. 6 masalah politik. Juga karena ketidakyaki-
Sebagai kegiatan, partisipasi juga nan bahwa usaha untuk mempengaruhi
dapat dibedakan bila dilihat aktif tidaknya kebijakan pemerintah akan berhasil dan
individu dalam kegiatan tersebut. Partisi- ada juga yang sengaja tak memanfaatkan
pasi aktif berarti kegiatan yang berorien- kesempatan memilih karena kebetulan
tasi pada proses input dan output politik, berada dalam lingkungan (minoritas) di-
sedangkan partisipasi pasif merupakan mana ketidak-ikutsertaan adalah hal yang
kegiatan yang berorientasi pada proses terpuji.
output.7 Yang termasuk partisipasi aktif
seperti mengajukan usul mengenai suatu Partisipasi Mobilisasi Versus Partisipasi
kebijakan, mengajukan alternatif kebija- Otonom
kan, kritik, membayar pajak dan memilih Huntington dan Nelson dalam perspektif
pemimpin pemerintahan. Sedangkan pembangunan politik melihat terjadi pe-
dalam kategori pasif seperti kegiatan yang nolakan yang diametral antara partisipasi
menaati pemerintah, menerima dan me- politik yang otonom dan yang mobilize.
laksanakan secara penuh setiap kepu- Meskipun oleh Huntington dan Nelson
tusan dan sebagainya. penolakan yang diametral ini mereka tem-
Pada bagian lain Lester Milbrath dan M.L. patkan pada lokus yang sama, yaitu par-
Goel8 (1977), memberikan kategorisasi tisipasi politik. Mereka berargumen bahwa
berdasarkan keterlibatan warga negara kedua kategori ini masih bisa dimasukkan
dalam kegiatan politik, sebagaimana juga dalam pola-pola partisipasi politik dengan
yang disampaikan oleh Herbert McLosky. alasan, pertama, pembedaan antara par-
Milbrath dan Goel membedakan partisi- tisipasi yang dimobilisasikan dan partisi-
pasi menjadi, pasi yang otonom adalah lebih tajam
pertama, apatis. Artinya orang yang tidak dalam prinsip daripada di dalam realitas.
berpartisipasi dan menarik diri dari proses Hal ini terlihat ketika kita dapat mengiden-
politik. tifikasikan banyak kegiatan sebagai se-
Kedua, spectator. Artinya, orang yang seti- suatu yang nyata dimobilisasikan ataupun
dak-tidaknya pernah ikut memilih dalam otonom, tetapi banyak sekali kasus yang
pemilu. terletak di perbatasan keduanya. Kasus
Ketiga, gladiator. Artinya, mereka yang yang nyata dan dapat diteliti lebih lanjut
secara aktif terlibat dalam proses politik adalah mengenai pergerakan mahasiswa
yaitu sebagai komunikator, aktifis partai, yang akhir-akhir terjadi.
dan sebagainya. Di satu sisi terlihat bahwa gera-
Keempat, pengkritik, yaitu dalam bentuk kan mahasiswa tersebut adalah berdiri
partisipasi non konvensional. sendiri, dengan kata lain atas muncul dari
Apatisme politik individu seperti idealisme mahasiswa sendiri, tetapi disisi
ini oleh McLosky9 disebut sebagai apathy, lain banyak juga gerakan mahasiswa yang
bahwa ada yang tidak ikut pemilihan muncul atas tawaran dari berbagai pihak
yang ada di belakangnya. Oleh karena itu,
———— masih menurut Huntington dan Nelson,
6Budiardjo, Miriam, op.cit. halaman 2
7Surbakti,
partisipasi yang dimobilisasikan dan yang
op. cit. hal. 142
8ibid, hal. 143, karya asli Milbrath dan Goel, Political otonom bukanlah merupakan katego-
Participation, Chicago: Rand McNally College risasi yang dikotomis untuk membedakan
Publishing Co, 1977 secara tajam satu sama lain.
9Budiardjo, op.cit. hal. 4. karya asli Herberth
Kedua, hampir semua sistem
McLosky, ―Political Participation‖, International Ency-
clopedia of The Social Sciences, New York: The Mac-
politik merupakan dan mencakup suatu
millan Companay and The Free Press, 1972. campuran partisipasi yang dimobilisasi

H a l a m a n 64
Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.9, No. 1

dan yang otonom. Maksudnya, tingkat par- berpartisipasi termobilisasi, sebaliknya


tisipasi yang otonom yang umumnya terjadi akan sulit bagi seorang pemimpin untuk
atau lebih tinggi di dalam sistem politik yang menggerakkan massanya ketika pengikut-
demokratis dibandingkan dalam sistem nya tersebut memiliki partisipasi yang
politik yang otoriter, di sisi lain ada juga par- otonom. Kecenderungan saat ini menjadi
tisipasi politik yang otonom di sistem politik contoh sederhana untuk alasan ini.
yang diktator dan otoriter. Indonesia masa Berlatarbelakang alasan inilah Huntington
pemerintahan Soeharto-bila disepakati se- dan Nelson dari penelitiannya memberikan
bagai rezim yang otoriter- ternyata juga ber- landasan teoritis bahwa partisipasi politik
hasil memunculkan gerakan-gerakan aktifis dapat berakar dalam landasan golongan
yang benar-benar otonom untuk berbuat ataupun kelas kolektif yang berbeda.
demi bangsanya. Karenanya, dengan mem- Karenanya, sangat mungkin menganalisis
batasi perhatian hanya pada partisipasi partisipasi politik dari sisi tipe organisasi
politik yang otonom, kita akan terjebak pada kolektif penyelenggara partisipasi. Tipe
kesimpulan yang keliri, bahwa partisipasi kolektifitas tersebut antara lain, pertama,
politik merupakan fenomena yang hanya kelas: perorangan dengan status sosial
terdapat dalam kehidupan politik yang de- dan tingkat pendapatan yang sama tingka-
mokratis. tannya. Kedua, Kelompok atau komunal,
Ketiga, menelaah partisipasi baik berisi perorangan yang serupa dari sisi ras,
yang otonom dan partisipasi yang dimobi- agama bahasa dan etnisitas. Ketiga, Ling-
lisasikan, berkaitan dengan adanya hubun- kungan, perorangan yang secara geografis
gan yang dinamis antara dua kategori terse- serupa atau bertempat tinggal berdekatan
but. Bahwa perilaku yang awalnya meru- satu sama lain. Keempat, Partai, peroran-
pakan partisipasi yang dimobilisasikan da- gan yang diidentifikasikan danm men-
pat menjadi terinternalisasi menjadi gidentifikasikan diri dalam organisasi
otonom. Aktifis partai yang pada awalnya politik formal yang sama dan terakhir, ke-
dimobilisasi untuk masuk dalam partai ter- lima adalah golongan yang berisi peroran-
tentu, pada akhirnya –dengan proses inter- gan dalam satu faksi, yang muncul sebagai
nalisasi menjadi pembela partai yang akibat dari interaksi dan intensitas yang
otonom (baca: partisan). Contoh yang paling dimanifestasikan dalam proses pengaruh
mutakhir untuk menjelaskan hal ini adalah mempengaruhi satu sama lain. Manifes-
fenomena aktifis gerakan mahasiswa atau- tasi dari seseorang yang berpartisipasi
pun aktifis LSM yang tadinya dimobilisasi sering diartikan ketika seseorang tersebut
untuk berkecimpung masuk dalam partai, aktif dan mempunyai aliran darah dalam
pada akhirnya menjadi seorang partisan sebuah partai politik paling tidak ketika
yang dengan gigih membela partainya sam- memilih dalam pemilu. Hal ini sedikit ban-
pai titik darah yang penghabisan. Sebali- yak dapat dibenarkan oleh banyak sarjana
knya partisipasi yang tadinya otonom, bisa ilmu politik, karena partai politik identik
kemudian menjadi partisipasi yang dimobi- dan khas bagi partisipasi politik. Mereka
lisasikan ketika terjadi manipulasi, propa- beranggapan bahwa partai politik dapat
ganda dan infiltrasi. dijadikan sebagai mesin politik bagi partisi-
Keempat, untuk melihat apakah pasi politik terlepas apakah partisipasi
suatu kegiatan atau partisipasi yang otonom politik yang muncul adalah partisipasi
atau termobilisasikan, adalah bahwa politik yang otonom maupun partisipasi
keduanya memiliki konsekuensi penting yang dimobilisasikan. Huntington dengan
bagi sistem politik. Bahwa kedua jenis par- karyanya yang terkenal Political Order in
tisipasi ini memberikan peluang bagi Changing Societies10 dapat dimasukkan
pemimpin dan kekangan sekaligus. Bahwa dalam kelompok sarjana ini, juga Joan M.
pemimpin dapat berbuat apa saja terhadap Nelson, Gabriel A. Almond, Sydney Verba,
pengikutnya ketika pengikutnya tersebut

H a l a ma n 65
Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.9, No. 1 Andrias Darmayadi, M.Si

David E. Apter. Sigmund Neumann dan Kedua, partai politik sebagai alat
lainnya.Dalam kaitan ini Neuman memberi- bagi rekrutmen politik. Bahwa partai
kan definisi mengenai partai politik sebagai politik dianggap melakukan seleksi dan
organisasi artikulatif yang terdiri dari pe- pemilihan seseorang atau sekelompok
laku-pelaku politik yang aktif dalam orang untuk menjalankan sejumlah per-
masyarakat, yaitu mereka yang memusat- anan dalam sistem politik. Ketiga, fungsi
kan perhatiannya dalam pengendalian ke- partai politik sebagai alat bagi partisipasi
kuasaan pemerintahan dan yang bersaing politik itu sendiri. Keempat, pemadu ke-
untuk memperoleh dukungan rakyat, den- pentingan dari berbagai aspirasi masyara-
gan bebrapa kelompok lain yang mempun- kat yang berbeda. Kelima, fungsi komuni-
yai pandangan yang berbeda-beda. Dengan kasi politik dan Keenam sebagai pengen-
kata lain partai politik merupakan peran- dali konflik yang ada di masyarakat serta
tara yang besar yang menghubungkan ke- terakhir partai politik sebagai alat bagi
kuatan-kekuatan dan ideologi-ideologi kontrol politik, dalam hal ini yang sering
sosial dengan lembaga-lembaga pemerin- terjadi kontrol terhadap penguasa.
tahan yang resmi dan yang mengkait-
kannya dengan aksi politik di dalam Gerakan Mahasiswa: Partisipasi Otonom
masyarakat politik yang lebih luas.11 Ataukah Mobilize Partisipation13
Dengan demikian partai politik dapat
dikatakan sebagai alat atau perantara bagi Maraknya aksi-aksi politik yang dilaku-
partisipasi politik karena memang se- kan oleh mahasiswa menjadikan maha-
bagian besar-untuk tidak mengatakan se- siswa sebagai "bintang" pada era refor-
cara total- fungsi-fungsi yang ada dan me- masi ini. Perannya dalam menyuarakan
lekat pada partai politik sangat compatible aspirasi dan tuntutan masyarakat men-
bagi partsipasi politik. Fungsi-fungsi yang jadikan mahasiswa selalu berada pada
melekat tersebut antara lain12, pertama, posisi terdepan dalam menentukan, men-
pelaksana sosialisasi politik. Bahwa partai gantisipasi dan menjawab setiap persoa-
politik berfungsi sebagai alat bagi proses lan maupun perubahan sosial. Ketajaman
pembentukan sikap dan orientasi para menganalisis masalah, kepekaan meman-
anggota masyarakat. Baik yang dilakukan dang realitas dan keteguhan memegang
melalui pendidikan maupun melalui proses etika akademik yang ilmiah merupakan
indoktrinisasi. citra diri yang melekat pada pribadi seo-
rang mahasiswa.
Mahasiswa menjadi obyek yang
————— menarik. Hal ini disebabkan mahasiswa
10Samuel P. Huntington, Political Order in Changing mempunyai "ciri khas tersendiri" yang
Societies terjemahan Indonesia nya diterbitkan oleh membuat ia menjadi berbeda dengan
Rajawali Pers menjadi Tertib Politik di dalam Masyara- masyarakat lainnya. Ciri khas dari maha-
kat yang Sedang Berubah, Jakarta: Rajawali Perss,
1983. Buku Huntington ini merupakan hasil peneli- siswa adalah selain ia mempunyai pendidi-
tiannya di berbagai negara di Asia, Amerika Latin dan kan relatif tinggi, mahasiswa juga sebagai
Afrika yang sedikit banyak menggambarkan tentang "mahluk" yang "kreatif" dalam perilakunya,
pentingnya modernisasi yang dilingkupi oleh stabilitas "dinamis" dalam melakukan pencarian
politik (baca: tertib politik) dimana Partai Politik men-
jadi salah satu kekuatan bagi terciptanya partisipasi
politik yang diperlukan dalam pembangunan politik di
negara-negara tersebut. Dalam buku ini juga Hunting-
ton ingin memperlihatkan bagaimana partai politik dan
—————
11Budiardjo,op.cit, halaman 14
partisipasi pada akhirnya menjadi bagian penting 12L ihat
Surbakti, Op. Cit. Halaman 116-121
dalam proses modernisasi meskipun ditentang ketika 13bagian ini ingin melihat partisipasi politik gerakan
Huntington ingin mempersamakan modernisasi politik
mahasiswa, bagaimana landasan teori berkembang di
dengan demokrasi. dalam kerangka aplikasi.

H a l a m a n 66
Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.9, No. 1

dan pengembangan potensi diri, "kritis" tercermin melalui simbol-simbol formal


dalam melihat dan merespon realitasnya dan syiar-syiar ritual keagamaan. Kedua,
dan memiliki idealisme yang cukup tinggi. kelompok profesional-individual yang di-
sehingga ia selalu sensitif terhadap apa tandai dengan adanya kompetisi yang cu-
yang terjadi pada lingkungan dimana ia kup tinggi dalam bidang skill profesional.
hidup. Seperti yang dikemukakan Lewis Ketiga, kelompok konsumtif-hedonistik,
Coser : ―mahasiswa merupakan cendekia- yaitu kelompok yang lebih menekankan
wan, yaitu orang-orang yang kelihatannya aspek hura-hura dan kenikmatan duniawi
tidak pernah puas menerima kenyataan semata. Keempat kelompok proletariat
sebagaimana adanya..., mereka memper- yaitu kelompok dengan gerakan yang lang-
tanyakan kebenaran yang berlaku suatu sung menyentuh pada persoalan masyara-
saat, dalam hubungannya dengan kebena- kat secara riil, sebagaimana manifestasi
ran yang lebih tinggi dan lebih luas‖14 kesadaran dan kepedulian terhadap reali-
Aktivitas politik yang dimaksud tas yang ada. Kelima adalah kelompok
adalah kegiatan yang dilakukan untuk me- aktivis-organisatoris yaitu kelompok maha-
negakkan kondisi dan situasi lingkungan siswa yang melakukan kegiatan melalui
masyarakat.15 Aktivitas politik berkaitan organisasi formal.
erat dengan aktualisasi - diri yang dipahami Fenomena menarik yang patut dicer-
sebagai pengaktualan kemampuan, se- mati adalah munculnya dua macam
hingga bisa berkembang kemudian menjadi kelompok aktivitas mahasiswa. Kedua
aktif kreatif dan berkarya. Aktualisasi-diri kelompok tersebut adalah pertama, "
dapat di realisasikan melalui pemahaman mahasiswa aktif" atau yang biasa disebut
mahasiswa mengenai persoalan-persoalan "aktifis" dan kelompok kedua yaitu
sosial politik yang sedang terjadi, dengan "mahasiswa apatis" . Seorang mahasiswa
cara berfikir secara kritis dan analitis, serta disebut sebagai aktifis jika ia tidak hanya
dapat menentukan sikap dalam mengha- menekuni disiplin ilmunya saja, tetapi
dapi suatu permasalahan politik. Pemaha- ia juga ikut dalam berbagai kegiatan.
man dan pemikiran mahasiswa yang kritis Misalnya kelompok diskusi/kelompok
terhadap berbagai masalah sosial politik studi, Lembaga Swadaya Masyarakat,
disalurkan pada berbagai kelompok- organisasi-organisasi ekstra dan intra
kelompok diskusi, Lembaga Swadaya universiter serta organisasi kepemu-
Masyarakat, organisasi ekstra universiter daan. Adalah jelas bahwa tugas pokok
(seperti: HMI, PMII, GMNI, GMKI, PMKRI seorang mahasiswa adalah studi untuk
dan sebagainya) dan organisasi intra uni- mendapatkan keahlian dan ketrampilan
versiter ( Senat Mahasiswa, Unit Kegiatan berdasarkan suatu ilmu tertentu. Namun
Mahasiswa, Pers Kampus, dan lain seba- untuk menikmati hasil dari penerapan
gainya). keahlian dan ketrampilan tersebut secara
Menurut Al-Zastrouw16, aktivitas maha- optimal, maka mahasiswa perlu meleng-
siswa yang muncul terbagi dalam berba- kapi diri dengan pemahaman akan kondisi
gai bentuk. Pertama, kelompok asketisme- manusia dan masyarakat lingkungannya.
religi yaitu kelompok yang ditandai dengan Pemahaman akan kondisi tersebut disalur-
adanya semangat keagamaan yang tinggi, kan melalui keterlibatan dalam berbagai
kegiatan diatas. Hal ini menunjukkan
————————— bahwa mahasiswa tidak saja peduli den-
14Arief Budiman,” Peranan Mahasiswa Sebagai In- gan kegiatan dan kepentingannya dalam
telegensia “ dalam Dick hartoko, Golongan Cendekia-
wan : mereka yang berumah diatas Angin, Jakarta :
menuntut ilmu tetapi ia juga concern ter-
PT.Gramedia,1980, hal.70 hadap masalah sosial politik yang berkem-
15Kartini Kartono, Pendidikan politik, Bandung : Man- bang di masyarakat. Melalui Kelompok
dar Maju, 1996, hal.xvi studi dan LSM mahasiswa mandapatkan
16Ng.Al-Zastrow, Reformasi Pemikiran, Yogyakarta :

LKPSM, 1998, hal. 140


wadah untuk dapat menyumbangkan

H a l a ma n 67
Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.9, No. 1 Andrias Darmayadi, M.Si

pemikirannya dalam menyelesaikan per- Menurut Arbi Sanit,18 ada tiga


masalahan sosial politik yang ada diseki- bidang usaha yang perlu dilakukan agar
tarnya, dengan cara ikut berbuat aktif den- dapat melahirkan mahasiswa yang kritis,
gan arah dan tujuan yang pasti, dengan yaitu melengkapi kemampuan mahasiswa,
mengikuti berbagai kegiatan pada or- mengembangkan kehidupan kampus, dan
ganisasi intra/ekstra universitas maka seo- menumbuhkan kehidupan politik serta
rang aktifis dapat mengembangkan aktivi- kemasyarakatan sebagai pendorongnya.
tas politiknya. Pertama, kemampuan pelengkap maha-
Pandangan dan cara berfikir yang siswa dimaksudkan sebagai pendamping
dimiliki oleh seorang aktifis tentu berbeda keahlian dan ketrampilan yang mereka
dengan seorang mahasiswa apatis dimana dapatkan melalui proses di luar kurikulum
ia hanya menjalani status kemaha- tersebut ialah kebolehannya dalam men-
siswaanya secara idealis dan melakukan ganalisa dan memahami masalah ke-
kegiatan bersenang-senang. Mahasiswa masyarakatan dan politik, yang berguna
seperti ini mempunyai pandangan bahwa bagi pembentukan sikap mereka terhadap
tugasnya sebagai mahasiswa adalah ku- masalah-masalah tersebut.
liah , belajar dan mengejar kesenangan Karena itu disamping ilmu-ilmu yang men-
diri sendiri. Di satu pihak, mahasiswa apa- dasari keahlian, mahasiswa diberi kesem-
tis melakukan kewajibannya sebagai seo- patan pula untuk mengenali atau mengua-
rang mahasiswa yaitu hanya menekuni sai ideologi, budaya politik, struktur sosial
disiplin ilmunya untuk mendapatkan gelar dan permasalahan kepemimpinan bangsa.
sarjana. Di lain pihak mereka juga tidak Sarana yang mereka perlukan untuk men-
lupa mengejar kesenangan-kesenangan dapatkan kemampuan non kurikuler terse-
pribadinya, misalnya jalan-jalan di mall, but ialah melalui diskusi, dan beror-
shopping, nonton, makan, ataupun ganisasi. Kedua, kehidupan kampus yang
berkumpul dengan teman sekelompoknya memungkinkan mahasiswa mendapatkan
untuk berpesta atau ke klub kebugaran. kemampuan dan wawasan yang lebih luas
Mahasiswa seperti ini hanya memikirkan tersebut adalah adanya kebebasan ilmiah
kesenangan dan kepentingan dirinya. yang lebih utuh dikalangan sivitas
Mereka tidak tertarik dengan masalah- akademika sehingga kampus menjadi
masalah sosial-politik yang berkembang pusat pemikiran yang melahirkan gagasan
disekitarnya, begitupula terhadap aktivitas alternatif bagi perbaikan dan pengemban-
politiknya. gan masyarakat.
Sebagai kaum intelektual, mahasiswa Ketiga, kondisi di luar kehidupan
berpeluang untuk berada pada posisi ter- kampus yang diperlukan untuk meningkat-
depan dalam proses perubahan masyara- kan kemampuan non-profesional maha-
kat. Sejalan dengan posisi mahasiswa di siswa serta lulusan perguruan tinggi ialah
dalam peran masyarakat atau bangsa, ditumbuhkannya sikap politis yang mem-
dikenal dua peran pokok yang selalu tampil percayai mahasiswa seperti adanya seba-
mewarnai aktivitas mereka selama ini. Per- gai potensi pembangunan, tumbuhnya
tama, ialah sebagai kekuatan korektif ter- aktivitas organisasi mahasiswa ekstra uni-
hadap penyimpangan yang terjadi di dalam versitas, dan lain-lain. Melalui mekanisme
berbagai aspek kehidupan masyarakat. seperti itulah, mahasiswa bisa bangkit dan
Kedua, yaitu sebagai penerus kesadaran memiliki kemampuan untuk menjadi mo-
masyarakat luas akan problema yang ada
dan menumbuhkan kesadaran itu untuk
menerima alternatif perubahan yang dike- ————————————
17Arbi Sanit, Pergolakan Melawan Kekuasaan : Gera-
mukakan atau didukung oleh mahasiswa kan Mahasiswa antara Aksi Moral dan Politik, Yogya-
itu sendiri, sehingga masyarakat berubah karta : INSIST Press & Pustaka Pelajar, 1999, hal.10
ke arah kemajuan. 17 18Arbi Sanit, Op. Cit., hal.18

H a l a m a n 68
Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.9, No. 1

tor perubahan. bahwa bagi Almond dan Verba sikap politik


Ridwan Saidi menyebutkan maha- dan orientasi politik terdapat kesamaan.
siswa pada dasarnya memiliki persepsi Selanjutnya dijelaskan bahwa orientasi
politik yang terbentuk dari arus informasi politk itu terdiri dari:
yang dicernanya sehari-hari, melalui proses 1. Orientasi kognitif adalah pengeta-
pertukaran pikiran dengan sesama rekan huan tentang politik dan keper-
yang berlangsung secara tidak sengaja cayaan pada politik, peranan dan
dalam kehidupan sehari-hari, realita ke- segala kewajiban, serta input dan
hidupan kemasyarakatan yang dapat di- outputnya.
rekamnya. Ekspresi atau ungkapan, dan 2. Orientasi afektif adalah perasaan
persepsi politik yang dimiliki seseorang ter- terhadap sistem politik, per-
gantung dari individu yang bersangkutan. anannya, para aktornya dan penam-
Mereka dapat saja menjadi reluctant, pilannya.
bahkan apatis sekalipun dengan kehidupan 3. Orientasi evaluatif adalah kepu-
politik. tusan serta pendapat tentang obyek
Salah satu ekspresi politik mahasiswa -obyek politik yang secara tipikal
dalam bentuk aktif yang di gambarkan oleh melibatkan kombinasi standar nilai
Ridwan Saidi adalah keikutsertaan maha- dan kriteria dengan informasi dan
siswa pada organisasi kemahasiswaan. perasaan.
Menurutnya, organisasi mahasiswa sangat
penting artinya sebagai arena pengemban- PENUTUP
gan nilai-nilai kepemimpinan. Masalah ke-
pemimpinan bukan sekedar bakat yang se-
cara alami melekat pada seseorang. Ke- Dari penjelasan yang diberikan be-
pemimpinan juga tidak dapat dikursuskan. berapa ahli ilmu politik diatas dapat ditarik
Pengembangan kepemimpinan memerlukan kesimpulan bahwa sikap politik adalah
latihan-latihan. Karena itu, organisasi maha- orientasi individu terhadap obyek politik
siswa mengemban fungsi sebagai ―training yang terdiri dari tiga komponen yaitu kog-
ground‖. Sehingga mahasiswa tidak dipan- nitive, afektif dan evaluatif. Kognitif adalah
dang sekedar sebagai insan akademis yang pengetahuan dan kesadaran tentang
cuma tahu lagu, buku dan cinta tanpa kepe- obyek-obyek politik. Afektif adalah
dulian terhadap masalah sosial kemasyara- perasaan tentang obyek politik dan
katan.19 evaluatif adalah penilaian serta pendapat
Menurut Almond dan Verba,20 pemaha- tentang obyek politik. Dengan kata lain
man sikap politik tidak bisa dipisahkan dari proses seperti ini memberikan penampilan
kebudayaan politik yang merupakan orien- bahwa partisipasi yang dilakukan oleh
tasi politik. Antara lain dinyatakan : " Istilah gerakan mahasiswa lebih bersifat otonom,
kebudayan politik itu terutama mengacu meskipun dalam kadar tertentu bisa
pada orientasi politik, sikap terhadap sistem berubah menjadi partisipasi yang termobi-
politik dan bagiannya yang lain serta sikap lisasikan. Hal ini bergantung pada konsep
terhadap peranan kita sendiri dalam sistem dan definisi teoritik yang kita batasi, dan
tersebut." akan tercermin bila kita memberi aksen-
Dari pengertian diatas dapat dikatakan tuasi yang penuh ke dalam sebuah kajian
serius dalam penelitian.
———————————————————-
19Ridwan
Bagian akhir tulisan ini hanya ingin
Saidi, Mahasiswa dan Lingkaran Politik,
Jakarta : lembaga Pers Mahasiswa Mapussy
mengatakan bahwa studi partisipasi politik
Indonesia,1989, hal.232. yang menjadi bagian penting dalam
20Gabriel A.Almond & Sidney Verba, Budaya Politik : pendekatan behavioralism lebih mene-
Tingkah laku Politik dan Demokrasi di Lima Negara kankan pada individu sebagai aktor seba-
Jakarta, Bina Aksara, 1984, hal.14
gaimana yang diharapkan bagi negara de-

H a l a ma n 69
Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.9, No. 1 Andrias Darmayadi, M.Si

mokrasi yang menginginkan adanya parti- Cendekiawan : Mereka yang Berumah


spasi luas yang otonom lebih besar, bukan diatas Angin, Jakarta : PT.Gramedia
mobilize participation, meskipun Hunting-
ton dan Nelson sendiri sulit untuk mendiko- Huntington, Samuel.P. 1983. Tertib Politik
tomikan diantara keduanya. di dalam Masyarakat yang Sedang
Bahwa rasionalisme individu men- Berubah , Jakarta: Rajawali Perss
jadi penting, ketika partisipasi memerlukan
sikap objektif individu untuk bertindak, _________________ , dan Joan M. Nelson.
berlaku politik secara arif. Terlepas Hunt- 1994. Partisipasi Politik di Negara
ington masih memungkinkan ketegasan Berkembang, cetakan kedua, Jakarta:
politik penguasa (baca: otoritarianisme) Rineka Cipta
demi stabilitas politik. Bagi Indonesia seba-
gai negara pasca otoritarianisme, keingi- Kartono, Kartini. 1996. Pendidikan politik,
nan ini, partisipasi politik otonom dan aktif Bandung : Mandar Maju
tersebut diharapkan selalu terus terban-
gun, meskipun dalam gonjang-ganjing Mas’oed, Mohtar dan Colin MacAndrews
politik, elit politik masih saja selalu meng- (ed). 2000. Perbandingan Sistem
gunakan paradigma mobilize dalam me- Politik, cetakan kelimabelas.
mainkan peranan politiknya. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Pergerakan mahasiswa yang ideal tentunya Press
juga berelasi dengan bentuk partisipasi
politik yang otonom karena konsep gera- Saidi, Ridwan. 1989. Mahasiswa dan
kan yang terbangun akan menjadi lebih Lingkaran Politik, Jakarta : Lembaga
murni. Artinya proses pembelajaran politik Pers Mahasiswa Mapussy Indonesia
masyarakat dan khusunya mahasiswa
perlu mendapat porsi lebih, karena dengan Sanit, Arbi. 1999. Pergolakan Melawan
pemahaman politik yang lebih baik maka Kekuasaan : Gerakan Mahasiswa
konsep keterlibatan individu dalam sebuah antara Aksi Moral dan Politik,
partisipasi politik. Sekali lagi pendidikan Yogyakarta : INSIST Press & Pustaka
politik elit dan rasionalitas massa menjadi Pelajar
sesuatu yang urgen bagi terciptanya ne-
gara demokrasi yang berkeadaban. Surbakti, Ramlan. 1992. Memahami Ilmu
Politik, Jakarta: PT. Gramedia
DAFTAR PUSTAKA :

Almond, Gabriel A. & Sidney Verba. 1984.


Budaya Politik : Tingkah laku Politik dan
Demokrasi di Lima Negara. Jakarta,
Bina Aksara

Al-Zastrow, Ngatrawi. 1998. Reformasi


Pemikiran, Yogyakarta : LKPSM

Budiardjo, Miriam (ed).1982. Partisipasi


dan Partai Politik, Jakarta: PT. Gramedia

Dodd,C.H.1986. Pembangunan Politik,


Jakarta: Bina Aksara,

Hartoko, Dick. 1980. Golongan

H a l a m a n 70

Anda mungkin juga menyukai