Disusun oleh :
Kelas Q
Subkelompok 3
Erika (0706291243)
Dias Esantika Ningtias (0706287271)
Patar Togatorop (0706286930)
Tegar Saldy Triantoro (0706282951)
Masyogi Adhiputra (0706284824)
Makalah untuk
Mata Kuliah
Sistem Sosial Indonesia
Page | 1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami haturkan kepada Tuhan karena atas berkat-Nya lah,
makalah ini dapat kami selesaikan. Adapun makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas
bagi mata kuliah Sistem Sosial Indonesia pada semester II.
Makalah ini berjudul ―Analisis Ketidakadilan terhadap Kaum Perempuan
dalam Bidang Ekonomi, Sosial, dan Politik Berdasarkan Paradigma Konflik dan
Fungsionalis‖. Sesuai dengan judulnya, makalah ini membahas mengenai berbagai
ketidakadilan dalam bidang politik, sosial, dan ekonomi yang dialami kaum perempuan
di Indonesia. Dalam menganalisa berbagai ketidakadilan itu, kami menggunakan dua
macam paradigma, yaitu paradigma konflik dan paradigma fungsionalis. Kami
mengaitkan pandangan dalam kedua paradigma tersebut, ke dalam berbagai bentuk
pelanggaran yang dialami kaum perempuan di Indonesia. Pada akhir makalah, kami juga
menyajikan saran yang dapat diambil sehubungan dengan berbagai bentuk ketidakadilan
gender tersebut.
Tiada gading yang tak retak. Begitu pula dengan makalah ini, yang tentunya
masih jauh dari sempurna. Maka dari itu penulis mohon maaf atas segala kekurangan
yang terdapat dalam makalah ini. Semoga makalah ini dapat berguna bagi segenap
pembaca, dan dapat digunakan dengan sebaik-baiknya untuk kemajuan ilmu sosiologi
sendiri.
Sekian kata pengantar ini, akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Tim Penulis
Page | 2
BAB I
PENDAHULUAN
Page | 3
konflik dalam feminisme.
Page | 4
II.2. Peran
II.3. Pink Collar-job
II.4. Feminisme dan perubahan sosial
II.5. Teori Feminisme Liberal
II.6. Feminisme Marxis
Bab III Analisis
III.1. Ketidakadilan Berdasarkan Paradigma konflik Marxisme
III.2. Ketidakadilan Pada Dunia Kesehatan Dan Sosial Berdasarkan Paradigma
Konflik Radikal
III.3. Ketidakadlian Berdasarkan Paradigma Fungsionalisme
III.4. Ketidakadilan Berdasarkan Teori Modernisasi serta Kritik Terhadap Teori
Tersebut
Bab IV Penutup
IV. 1. Kesimpulan
IV. 2. Saran
Page | 5
BAB II
KERANGKA PEMIKIRAN
II.1 Gender
Menurut definisi Giddens (1989:158), konsep gender menyangkut ‖the
psychological, social and cultural differences between males and females‖—perbedaan
psikologis, sosial, dan budaya antara laki-laki dan perempuan.
Macionis (1996:240) mendefinisikan gender sebagai ‖the significance a society
attaches to biological categories of msle and female‖—arti penting yang diberikan
masyarakat pada kategori biologis laki-laki dan perempuan.
Menurut Laswell dan Laswell (1987:51) mendefinisikan gender sebagai ―the
knowledge and awareness, whether conscious or unconscious, that one belongs to see
one sex and not to another‖—pada pengetahuan dan kesadaran,baik secara sadar
maupun tidak , bahwa diri seseorang tergolong dalam suatu jenis kelamin tertentu dan
bukan dalam jenis kelamin lain.
Sedangkan pengertian gender yang dimaksud peneliti disini berbeda dengan apa
yang dimaksudkan dengan jenis kelamin (sex) yang bersifat biologis, gender merupakan
hasil sebuah konstruksi masyarakat yang mengacu terhadap unsur budaya, dan sosial
dan kaitannya dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan, seperti pada pernyataan
Laswell dan Laswell (1982:31)
“We are born male or female, but we learn to be masculine or feminine”
bahwa ketika dilahirkan, kita tidak dapat memilih untuk menjadi laki-laki atau
perempuan tetapi kita dapat belajar untuk menjadi maskulin atau feminim.
II.2. Peran
Definisi Peran ialah ‖the dynamic aspect of a status‖ (1968:358). Menurut Linton
seseorang menjalankan peran manakala ia menjalankan hak dan kewajiban yang
merupakan statusnya 1 . Dalam relasi, setiap orang memainkan suatu peranan. Peranan
1
Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, Jakarta: Penerbit FE UI, 2004, hal 55
Page | 6
ialah tingkah laku sesuai dengan skenario yang menjawab (atau tidak menjawab) harapan
orang lain tentang tingkah laku kita (role expectations). Dalam kenyataannya pun, kita
sebagai anggota masyarakat mempunyai perannya masing-masing, dan dengan
hubungannya dengan gender, terdapat pembedaan peran yang dilakukan oleh masyarakat
akibat dari konstruksi sosial.
Page | 7
yang tidak sanggup bersaing dan itu kemudian dicari penyebabnya pada sifat tradisional
yang ada pada mereka.
2
Dr. Mansour Fakiih, Runtuhnya Teori Pembangunan Dan Globalisasi (Pustaka Pelajar,2001) Hal 143-153
Page | 8
BAB III
ANALISIS
Page | 9
kelas dalam relasi produksi.
Untuk membahas hal ini lebih lanjut kita harus membahas dulu kapitalisme
karena sumber permasalahan ada pada sistem ekonomi kapitalisme yang menggunakan
industri sebagai ujung tombak dari pembangunan ekonomi. Kapitalisme pada dasarnya
berakar dari filsafat ekonomi klasik, terutama pada ajaran Adam Smith yang dituangkan
pada karyanya yaitu The Wealth Of Nation (1776). Mereka percaya kepada kebebasan
individu (personal Liberty), pemilikan pribadi (private properti), dan inisiatif individu
serta usaha swasta (private enterprise). Kepercayaan dan pandangan ini disebut liberal
dibandingkan dengan pandangan di lain waktu itu yakni Merkantilisme yang membatasi
pandangan dan industri. Ada sejumlah pandangan dari para pemikir ekonomi klasik yang
mempengaruhi teori – teori perubahan sosial dikemudian hari. Pertama, kebebasan akan
bidang ekonomi yang memberi isyarat perlunya membatasi atau peranan sangat minimum
kepada pemerintah dalam bidang ekonomi. Kedua, mereka juga percaya kepada ekonomi
pasar yang diletakkan diatas persaingan bebas sistem persaingan atau kompetisi bebas
dan kompetisi sempurna. Ketiga, mereka percaya bahwa memenuhi kepentingan individu
berarti memenuhi kepentingan masyarakat., mereka percaya kepada Harmony of Interest.
Keempat, mereka menitikberatkan kepada kegiatan ekonomi, terutama pada industri.
Industrialisasi berasal dari kata Industrialize yang artinya pengembangan industri.
Industrialisasi adalah sarana yang digunakan kapitalis di dalam melakukan
pengembangan modal melalui investasi pada bidang industri. Hal tersebut didasarkan
pada pandangan teori ekonomi klasik yaitu industri adalah bidang yang paling
menguntungkan di dalam pengembangan modal. Yang menjadi sasaran pembangunan
basis industri yang dilakukan oleh kapitalis adalah negara – negara berkembang
alasannya adalah pertama, upah buruh(Human Resources) pada negara tersebut tergolong
rendah sehingga dapat menekan biaya produksi. Kedua, negara berkembang memiliki
sumber daya alam(Natural Resources) yang sangat berlimpah dan banyak belum dapat
dimanfaatkan secara maksimal.
Dari teori tersebut terlihat jelas didalam proses produksi terdapat sebuah
ketidakadilan, penindasan dan ketidaksetaraan terhadap kaum wanita. Pertama Indonesia
adalah negara berkembang yang sumber daya manusianya belum memiliki keahlian yang
baik terutama kaum perempuan karena selama ini kaum perempuan Indonesia lebih
Page | 10
banyak bekerja di dapur. Sehingga kaum perempuan dapat dapat dibayar dengan upah
yang lebih murah untuk menekan biaya produksi. Kedua, lemahnya regulasi pemerintah
membuat banyak perusahaan yang mempekerjakan perempuan dengan jam kerja yang
melebihi jam kerja yang ditentukan. Hal ini diperuntukkan memperbesar volume
produksi. Ketiga pekerja perempuan tidak dipedulikan kesejahteraannya, dengan tidak
adanya jaminan kesehatan, jaminan keselamatan dan lainnya.
Jaminan kesehatan adalah sebuah fasilitas yang seharusnya diberikan oleh
perusahaan karena jam kerja yang tinggi dapat menyebabkan buruh wanita jatuh sakit.
Tetapi banyak perusahaan yang tidak memberikan jaminan kesehatan untuk memangkas
biaya operasional. Betapa sangat tidak dihargainya tenaga buruh wanita. Lalu buruh
wanita juga sangat rentan terhadap Pemutusan Hubungan Kerja(PHK) oleh perusahaan.
Banyak contoh yang terjadi ketika seorang buruh wanita menuntut haknya, atau
melakukan cuti hamil yang lama terjadilah hal tersebut. Semena – menanya tindakan
perusahaan karena minimnya pengawasan pemerintah terhadap perusahaan.
Contoh nyata datang lah ke pusat industri yang ada di Indonesia seperti Kawasan
Berikat Nusantara. Disana banyak terdapat pabrik, salah satunya adalah pabrik garmen.
Kaum perempuan dipekerjakan sebagai penjahit bahan pakaian. Mereka dibayar dengan
upah kerja yang rendah dan jam kerja yang tinggi. Hal ini digunakan kaum kapitalis
untuk menekan biaya produksi karena daripada mereka membeli alat produksi seperti
mesin yang memiliki produksi besar biaya yang harus dikeluarkan sangat besar. Tidak
sampai disitu biaya perawatan mesinpun sangat tinggi dan ketika sudah mencapai batas
umur produksinya mesin tersebut harus diganti dengan yang lebih baru. Jadi untuk
memangkas biaya produksi kaum kapitalis lebih memilih memekerjakan kaum
perempuan karena dapat dibayar dengan upah yang rendah.
Page | 11
kenaikan jumlah penduduk, pemerintah melakukan program KB (keluarga Berencana).
Program tersebut memang menuai keberhasilan, akan tetapi sebuah kasus nyata yang
terjadi di Nusa Tenggara Timur kaum perempuan sangat dirugikan terhadap program
tersebut. Banyak ibu – ibu yang mengalami pendarahan bahkan kematian setelah
menjalani program KB tersebut. Hal ini dikarenakan pemerintah menjalankan program
KB tersebut tanpa menyediakan fasilitas kesehatan yang memadai untuk memantau
kesehatan perempuan yang menjalani program KB tersebut. Bukan hanya itu, program
KB sebenarnya bukan hanya untuk perempuan tetapi juga laki – laki tetapi mengapa
justru hanya perempuan yang ditekan untuk menjalankan program tersebut. Inilah bentuk
diskriminasi yang dialami perempuan.
Di Indonesia sendiri ada budaya patriarkhi sangat kuat, dan mempengaruhi
ketidakterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan. Hal tersebut menyebabkan
kepentingan perempuan tidak diakomodir dalam berbagai kebijakan dan program yang
ada baik ditingkat lokal maupun komunitas yang lebih luas. Budaya ini juga
mendudukkan perempuan sebagai objek (khususnya objek seksual) sehingga perempun
menjadi rentan terhadap berbagai bentuk kekerasan (fisik, seksual, psikis dan ekonomi.
Hal ini didukung oleh lemahnya akses informasi, pembatasan ruang gerak perempuan,
munculnya steriotip. beban ganda — sebagai pekerja domestik sekaligus publik— nyata-
nyata harus ditanggung perempuan. Budaya tersebut pada umumnya dilegitimasi oleh
berbagai tafsir ajaran agama dan institusi keagamaan.
Dalam bidang politik kaum perempuan juga tidak mendapatkan akses yang
memadai. Pada masa Orde Baru hanya perempuan yang mempunyai kedekatan dengan
penguasalah yang bisa mendapatkan akses untuk masuk kedalam dunia politik. Pada
masa Orde baru hanya sekitar delapan persen jumlah wanita yang dapat duduk di
legislatif. Hal ini terjadi akibat dari budaya patriarkhi tersebut. Perempuan dianggap tidak
kompeten di dalam dunia politik.
Page | 12
disebabkan oleh faktor kaum perempuannya sendiri yang tidak sanggup untuk bersaing
karena sifat tradisional yang ada pada mereka. Kaum perempuan tertinggal karena sikap
kebodohan dan irasional terhadap kepercayaan sikap tradisional mereka. Masyarakat
tradisional didominasi oleh laki – laki yang bersifat otoriter. Ivan Illich pada bukunya
yang berjudul Matinya Gender, mengatakan wanita ibarat siput yang memanggul
cangkangnya yang besar dan berat. Semakin membesar dirinya maka semakin besar pula
cangkangnya sehingga menyebabkan jalannya semakin lambat. Perempuan memiliki
sebuah tugas domestik yang berat seperti mengungus rumah tangga. Hal tersebut sudah
membebaninya apalagi ketika ia ingin maju seperti pria maka semakin berat pula beban
yang ditanggungnya.
Page | 13
bantuan yang ditujukan kepada kaum perempuan lebih bersifat kepada ibu seperti
program gizi dan balita sehat.
Jadi jelaslah bahwa sebenarnya teori yang tersebut bukan sebuah jalan keluar
terhadap diskriminasi yang didapatkan oleh kaum perempuan melainkan sebuah senjata
untuk semakin merendahkan kaum perempuan.
Page | 14
BAB IV
PENUTUP
IV. 1. Kesimpulan
IV. 2. Saran
Ketidakadilan gender bukanlah masalah yang dapat diatasi dengan mudah dalam waktu
Page | 15
yang singkat hanya dengan melakukan/mengaplikasikan beberapa cara dalam masyarakat.
Untuk dapat mengatasi masalah ketidakadilan gender yang terjadi di masyarakat, dalam
hal ini masyarakat Indonesia khususnya, diperlukan suatu usaha bersama dari seluruh
aspek masyarakat, juga tekad yang kuat dari para pelaksananya. Jika kita memperhatikan
berbagai bentuk ketidakadilan gender yang dialami buruh perempuan di Indonesia,
banyak di antaranya yang terjadi akibat minimnya pengawasan pemerintah terhadap para
pengusaha yang mempekerjakan buruh perempuan, sehingga mengakibatkan terjadinya
berbagai penyelewengan seperti penerapan jam kerja yang berlebihan bagi para buruh
perempuan, pemberian upah rendah pada buruh perempuan, tidak diberikannya jaminan
kesehatan serta berbagai hak reproduksi (seperti cuti melahirkan, dan lain-lain) pada
buruh perempuan, serta kondisi buruh perempuan yang relatif lebih rentan mengalami
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Untuk mengatasi hal ini, saran yang dapat diajukan
kelompok kami adalah bahwa pemerintah perlu membentuk suatu badan pengawas untuk
mengawasi kehidupan para buruh, terutama buruh perempuan, di Indonesia. badan
pengawas tersebut bertugas mengawasi pemberian berbagai hak-hak buruh, terutama
buruh perempuan, juga pengaplikasian dari hak-hak tersebut. Badan tersebut merupakan
badan yang lepas dari perusahaan, sehingga keberadaannya tidak dapat didikte oleh
perusahaan.
Page | 16
DAFTAR PUSTAKA
Fakih, Mansour. 1996. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.
Pustaka Pelajar.
Fakih, Mansour. 2002. Jalan Lain Manifesto Intelektual Organik. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.
Sunarjiati, Ari. 2007. ―Pemiskinan Terhadap Buruh Perempuan‖ dalam Jurnal Perempuan.
Penebar Swadaya.
Page | 17