Anda di halaman 1dari 19

GENDER DAN KAJIAN TENTANG PEREMPUAN

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan pada kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, hidayah serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami
berhasil menyelesaikan tugas makalah sosiologi yang berjudul “GENDER DAN
KAJIAN TENTANG PEREMPUAN” tepat pada waktunya.

Kami menyadari bahwa makalah yang kami selesaikan ini masih jauh dari
kesempurnaan. Seperti halnya pepatah “ tak ada gading yang tak retak “, oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari semua kalangan yang bersifat
membangun guna kesempurnaan makalah kami selanjutnya. Dalam penyelesaian
makalah ini kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik serta saran dari
semua pihak demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Serta kami
berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan. Amin.

Bangkalan 25, Februari 2020

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu isu penting yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah
persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki
setiap analisis sosial, menjadi pokok bahasan dalam wacana perdebatan mengenai
perubahan sosial dan juga menjadi topik utama dalam perbincangan mengenai
pembangunan dan perubahan sosial. Bahkan beberapa waktu terakhir ini, berbagai
tulisan baik di media massa maupun buku-buku, atau kegiatan-kegiatan seperti
seminar, diskusi, dan sebagainya banyak membahas tentang protes dan gugatan
yang terkait dengan ketidakadilan dan diskriminasi terhadap kaum perempuan.
Ketidakadilan dan diskriminasi tersebut terjadi hampir di semua tingkatan dan
sektor, mulai dari tingkat internasional, negara, keagamaan, sosial
(kemasyarakatan), budaya, ekonomi, sampai pada tingkat rumah tangga.

Gender memasuki dua dasawarsa terakhir telah menjadi bahasa yang memasuki
setiap analisis sosial menjadi pokok bahasan dalam wacana perdebatan mengenai
perubahan sosial serta menjadi topik penting dalam setiap perbincangan mengenai
pembangunan. Namun apa sesungguhnya yang dimaksud dengan gender dan
mengapa dikaitkan dengan usaha emansipasi kaum perempuan? Untuk itu
diperlukan penjelasan mengenai konsep gender dan kajian perempuan. Pemahaman
dan pembeda antara konsep kajian perempuan dan gender sangatlah
diperlukan dalam melakukan analisa untuk memahami persoalan ketidakadilan
sosial yang menimpa kaum perempuan. Hal ini karena ada kaitan erat antara
perbedaan gender (gender differences) dan ketidakadilan gender dengan struktur
ketidakadilan masyarakat secara lebih luas.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan,maka rumusan masalah dari


makalah ini adalah :

1. Bagaimana teori-teori tentang gender dan kajian perempuan?


2. Adakah ketimpangan dan kesetaraan gender di lingkungan sekitar?
3. Siapakah yang mengemukakan ada atau tidak ada ketimpangan sosial di
lingkungan sekitar?
4. Bagaimana bentuk ketimpangan (ketidak adilan) gender di lingkungan
sekitar?
5. Kapan masyarakat sekitar menyebut hal-hal yang bersifat kodrati dan bukan
kodrati?
6. Apa ciri-ciri ketimpangan gender dan ketidakadilan gender di lingkungan
sekitar sekitar?
7. Apa akibat yang terjadi dari ketidakadilan gender di lingkungan sekitar?
8. Apa faktor pendorong dan penghambat terjadinya keadilan gender di
lingkungan sekitar?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah :

1. Untuk mengetahui teori-teori tentang gender dan kajian perempuan.


2. Untuk mengetahui ada atau tidak ketimpangan dan kesetaraan gender di
lingkungan sekitar.
3. Untuk mengetahui siapaka yang mengemukakan ada atau tidak ada
ketimpangan sosial di lingkungan sekitar.
4. Untuk mengetahui bentuk ketimpangan ( ketidak adilan ) gender di
lingkungan sekitar.
5. Untuk mengetahui kapan masyarakat sekitar menyebut hal-hal yang bersifat
kodrati dan bukan kodrati.
6. Untuk mengetahui ciri-ciri ketimpangan gender dan ketida adilan gender di
lingkungan sekitar sekitar.
7. Untuk mengetahui akibat yang terjadi dari ketidakadilan gender di
lingkungan sekitar.
8. Untuk mengetahui faktor pendorong dan penghambat terjadinya keadilan
gender di lingkungan sekitar.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Teori-teori tentang Gender dan Kajian Perempuan

1. Pengertian Gender

Pengertian gender menurut para ahli, antara lain :

 Gender adalah peran sosial dimana peran laki-laki dan peran


perempuan ditentukan (Suprijadi dan Siskel, 2004).
 Gender adalah perbedaan status dan peran antara perempuan dan lakilaki
yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan nilai budaya yang
berlaku dalam periode waktu tertentu (WHO, 2001).
 Gender adalah perbedaan peran dan tanggung jawab sosial bagi
perempuan dan laki-laki yang dibentuk oleh budaya (Azwar, 2001).
 Gender adalah jenis kelamin sosial atau konotasi masyarakat untuk
menentukan peran sosial berdasarkan jenis kelamin (Suryadi dan Idris,
2004).

Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa gender adalah: suatu istilah yang digunakan
untuk menggambarkan pembedaan antara laki-laki dan perempuan secara sosial.
Kelompok atribut dan perilaku yang dibentuk secara kultural yang ada pada laki-
laki dan perempuan.
2. Perbedaan Gender dan Jenis Kelamin ( Seks )

Gender adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan pembedaan


antara laki-laki dan perempuan secara sosial, atau kelompok atribut dan perilaku
yang dibentuk secara kultural yang ada pada laki-laki dan perempuan. Dan gender
dapat pula didefinisikan sebagai keadaan dimana individu yang lahir secara
biologis sebagai laki-laki dan perempuan yang kemudian memperoleh perincian
sosial sebagai laki-laki dan perempuan melalui atribut-atribut maskulinitas dan
feminitas yang sering didukung oleh nilai-nilai atau sistem dan simbol di
mayarakat yang bersangkutan. Istilah gender sering tumpang tindih dengan seks
(jenis kelamin), padahal dua kata itu merujuk pada bentuk yang berbeda. Gender
juga merupakan sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang
dikontruksikan secara sosial maupun kultural bukan karena sifat biologis.

Sedangkan seks adalah pembagian jenis kelamin yang ditentukan secara


biologis dan melekat pada jenis kelamin tertentu. Contohnya jelas terlihat, seperti
laki-laki memiliki penis, scrotum, memproduksi sperma. Sedangkan perempuan
memiliki vagina, rahim, memproduksi sel telur. Alat-alat tersebut tidak dapat
dipertukarkan sehingga sering dikatakan sebagai kodrat atau ketentuan dari Tuhan
(nature).

Jadi perbedaan gender dan jenis kelamin (seks) adalah:

 Gender:

1. Bisa dipertukarkan
2. Bisa berubah
3. Tidak berlaku sepanjang masa
4. Bergantung budaya dimana manusia tinggal
5. Bukan kodrat Tuhan tapi buatan manusia.
 Jenis kelamin (seks):

1. Tidak dapat dipertukarkan


2. Tidak bisa berubah
3. Tidak bergantung masa
4. Berlaku universal
5. Kodrat Tuhan.

3. Konsekuensi dan Lahirnya Ketidakadilan Gender

 Gender dan Marginalisasi Perempuan

Bentuk ketidakadilan gender yang berupa proses marginalisasi perempuan adalah


suatu proses pemiskinan atas satu jenis kelamin tertentu (dalam hal ini perempuan)
disebabkan oleh perbedaan gender.

 Gender dan Subordinasi

Pandangan gender ternyata tidak saja berakibat terjadinya marginalisasi, akan


tetapi juga mengakibatkan terjadinya subordinasi terhadap perempuan. Adanya
anggapan dalam masyarakat bahwa perempuan itu emosional, irrasional
dalam berpikir, perempuan tidak bisa tampil sebagai pemimpin (sebagai
pengambil keputusan), maka akibatnya perempuan ditempatkan pada posisi yang
tidak penting dan tidak strategis (second person).
 Gender dan Stereotipe

Stereotipe adalah pelabelan terhadap pihak tertentu yang selalu berakibat


merugikan pihak lain dan menimbulkan ketidakadilan. Salah satu stereotipi yang
dikenalkan dalam bahasan ini adalah stereotipi yang bersumber pada pandangan
gender. Karena itu banyak bentuk ketidakadilan terhadap jenis kelamin yang
kebanyakan adalah perempuan yang bersumber pada stereotipi yang melekatnya.

 Gender dan Kekerasan

Kekerasan (violence) adalah suatu serangan (assault) baik terhadap fisik maupun
integritas mental psikologis seseorang. Kekerasan terhadap manusia bisa terja di
karena berbagai macam sumber, salah satunya adalah kekerasan yang bersumber
pada anggapan gender. Kekerasan semacam itu disebut “gender-related violence”
yang pada dasarnya terjadi karena adanya ketidaksetaraan kekuatan atau kekuasaan
dalam masyarakat.

 Gender dan Beban Kerja

Adanya anggapan dalam masyarakat bahwa kaum perempuan bersifat memelihara,


rajin, dan tidak cocok menjadi kepala keluarga, maka akibatnya semua pekerjaan
domestik menjadi tanggung jawab kaum perempuan. Oleh karena itu beban kerja
perempuan menjadi berat dan alokasi waktu yang lama untuk menjaga kebersihan
dan kerapian rumah tangga; mulai dari mengepel lantai, memasak, dan merawat
anak dan sebagainya.
4. Teori yang Melahirkan Faham Feminisme

 Teori fungsionalisme

Teori/Aliran fungsionalisme struktural atau sering disebut aliran fungsionalisme,


adalah aliran arus utama (mainstream) dalam ilmu social yang dikembangkan oleh
Robert Merton dan Talcott Parsons. Teori ini tidak secara langsung menyinggung
persoalan perempuan. Tetapi, menurut penganut aliran ini, masyarakat adalah
suatu system yang terdiri atas bagian, dan saling berkaitan (agama, pendidikan,
struktur politik sampai keluarga) dan masing-masing bagian selalu berusaha untuk
mencapai keseimbangan (equilibrium) dan keharmonisan, sehingga dapat
menjelaskan posisi kaum perempuan. Teori ini berkembang untuk menganalisis
tentang struktur sosial masyarakat yang terdiri dari berbagai elemen yang saling
terkait meskipun memiliki fungsi yang berbeda.

Perbedaan fungsi tersebut justru diperlukan untuk saling melengkapi sehingga


terwujud suatu system yang seimbang. Konsep gender, menurut teori structural
fungsional dibentuk menurut pembagian peran dan fungsi masing-masing (laki-laki
dan perempuan) secara dikhotomi agar tercipta suatu keharmonisan Menurut
penganut teori ini, masyarakat berubah secara evolusioner, sehingga konflik dalam
masyarakat dilihat sebagai tidak berfungsinya integrasi social dan keseimbangan.
Teori ini memandang harmoni dan integrasi sebagai fungsional, bernilai tinggi, dan
harus ditegakkan, sedangkan konflik mesti dihindarkan. Jadi, teori ini menentang
setiap upaya yang akan menggoncang status quo, termasuk yang terkait dengan
hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat yang selama ini.
Akibatnya feminisme tidak mendapat tempat pada kaum perempuan, bahkan
ditolak oleh masyarakat.

 Menurut kaum feminis

Feminisme bukan merupakan suatu pemikiran dan gerakan yang berdiri sendiri,
akan tetapi meliputi berbagai ideology, paradigma serta teori yang dipakainya.
Meskipun gerakan feminisme berasal dari analisis dan ideology yang berbeda tapi
mempunyai kesamaan tujuan yaitu kepedulian memperjuangkan nasib perempuan.
Sebab gerakan ini berangkat dari asumsi dan kesadaran bahwa perempuan ditindas,
dieksploitasi dan berusaha untuk menghari penindasan dan eksploitasi.

 Aliran feminis liberal

Aliran ini dipengaruhi oleh teori structural fungsionalisme, Muncul sebagai kritik
terhadap teori politik liberal yang pada umumnya menjunjung tinggi nilai otonomi,
persamaan dan nilai moral serta kebebasan individu, akan tetapi pada saat yang
sama dianggap mendiskriminasi kaum perempuan. Dalam mendefinisikan masalah
kaum perempuan, aliran ini tidak melihat struktur dan system sebagai pokok
permasalahan.

Asumsi dasar feminisme liberal adalah bahwa kebebasan (freedom) dan kesamaan
(equality) berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik.

Dalam memperjuangkan persoalan masyarakat, menurut kerangka kerja feminis


liberal, tertuju pada “kesempatan yang sama dan hak yang sama” bagi setiap
individu, termasuk di dalamnya kaum perempuan. Feminisme liberal tidak pernah
mempersoalkan terjadinya diskriminasi sebagai akibat dari ideology patriarki.
 Paradigma/teori Konflik

Lahir sebagai reaksi terhadap teori struktural fungsional. Teori ini percaya bahwa
setiap kelompok masyarakat memiliki kepentingan (interest) dan kekuasaan
(power) yang merupakan sentral dari setiap hubungan social termasuk hubungan
laki-laki dan perempuan. Bagi penganut aliran konflik, gagasan dan nilai-nilai
selalu dipergunakan sebagai alat untuk menguasai dan melegitimasi kekuasaan,
tidak terkecuali hubungan antara laki-laki dan perempuan.

5. Aliran Feminis yang Dikategorikan Dalam Teori Konflik ini Adalah:

A. Feminisme Radikal

Aliran ini justru muncul sebagai kultur sexism atau diskriminasi social berdasarkan
jenis kelamin di Barat pada tahun 60-an, Aliran ini sangat penting dalam melawan
kekerasan seksual dan pornografi.

Sejumlah penganut feminis radikal, menyebutkan ada dua system kelas sosial:

- pertama, system kelas ekonomi yang didasarkan pada hubungan produksi

- kedua, system kelas seks yang didasarkan pada hubungan reproduksi.


Sistem kedua inilah yang menyebabkan penindasan pada perempuan.

Para penganut feminisme radikal tidak melihat adanya perbedaan antara tujuan
personal dan politik, unsur-unsur seksual atau biologis, sehingga analisis tentang
penyebab penindasan terhadap kaum perempuan oleh laki-laki, terletak pada jenis
kelamin laki-laki itu sendiri beserta ideology patriarkinya.
Dengan demikian “kaum laki-laki” secara biologis maupun politis adalah bagian
dari permasalahan.

Menurut penganut aliran feminis radikal, patriarki adalah sumber penindasan yang
merupakan system hirarki seksual dimana laki-laki memiliki kekuasaan superior
dan privilege ekonomi

B. Feminisme Marxis

Aliran feminis Marxis ini, mengkritik aliran feminis Liberal.

 Analisis yang dilakukan feminis liberal disebut sebagai ahistoris, karena


menganggap patriarki sebagai hal yang universal dan merupakan akar dari
segala penindasan.
 Dalam melakukan analisis hubungan antara laki-laki dan perempuan, tidak
menggunakan kerangka teori kelas secara serius, sehingga sering dianggap
membingungkan.
 Karena itu hubungan gender direduksi pada perbedaan kodrati yang
bersumber dari biologi.

Feminisme Marxis, juga menolak keyakinan kaum feminisme radikal yang


menyatakan biologi sebagai dasar pembedaan gender.

 Menurut Aliran Feminisme Marxis, penindasan perempuan adalah bagian


dari penindasan kelas dalam hubungan produksi.
 Persoalan perempuan selalu diletakkan dalam kerangka kritik atas
kapitalisme.
 Karl Marx dalam teorinya sendiri tidak banyak menjelaskan tentang posisi
kaum perempuan dalam perubahan social.
 Menurut Marx, hubungan antara suami dan istri serupa dengan hubungan
antara proletar dan borjuis, serta tingkat kemajuan masyarakat dapat diukur
dari status perempuannya.

Menurut penganut feminisme Marxis, penindasan perempuan merupakan


kelanjutan dari eksploitatif yang bersifat structural. Aliran ini, tidak menganggap
patriarki ataupun kaum laki-laki sebagai permasalahan, akan tetapi justru system
kapitalisme yang menjadi penyebabnya. Dari perspektif ini, maka emansipasi
perempuan terjadi hanya jika perempuan terlibat dalam produksi dan berhenti
mengurus rumah tangga.

C. Feminisme Sosialis

 Feminis sosialis mulai dikenal tahun 1970-an.


 Menurut Mitchel, politik penindasan sebagai suatu konsekuensi baik
penindasan kelas maupun penindasan patriarkis.
 Penganut aliran ini, menerima dan menggunakan prinsip dasar Marxisme
dan memperluasnya dengan bidang yang selama ini diabaikan oleh teori
Marxis konvensional, dengan menggabungkan feminis radikal dan feminis
Marxis.
 Menurut banyak kalangan terutama pengikut gerakan perempuan, aliran ini
dianggap lebih memiliki harapan, karena analisis yang ditawarkan lebih
dapat diterapkan.
 Lanjutan Feminisme Sosial
 Bagi feminisme sosialis, penindasan perempuan terjadi di kelas manapun,
bahkan revolusi sosialis ternyata tidak serta merta menaikkan posisi
perempuan.
 Asumsi femisnisme sosialis adalah hidup dalam masyarakat yang kapitalis
bukan satu-satunya penyebab keterbelakangan perempuan sebagai
perempuan
 Feminis sosialis menolak visi Marxis yang meletakkan eksploitasi ekonomi
sebagai dasar penindasan gender.
 Sebaliknya, feminisme tanpa kesadaran kelas juga menimbulkan masalah. à
analisis patriarki perlu dikawinkan dengan analisis kelas.

Dengan demikian kritik terhadap eksploitasi kelas dari system kapitalisme harus
dilakukan pada saat yang sama dengan disertai kritik ketiadakadilan gender yang
mengakibatkan dominasi, subordinasi dan marginalisasi atas kaum perempuan.

6. Ada atau Tidaknya Ketimpangan Perbedaan Gender pada


Masyarakat Desa Kembangsri Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto

Pada masyarakat Desa Kembangsri Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto


terjadi ketidakadilan gender, misalnya tidak diperbolehkannya seorang perempuan
bekerja untuk mencari nafkah, karena itu dianggap sebagai tugas seorang laki-laki.
Dan perempuan hanya diberi tugas untuk mengurus anak dan rumah tangga.

7. Pengemuka Ada atau Tidaknya Ketimpangan Gender di


Desa Kembangsri Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto

Seseorang yang telah mengemukakan adanya ketimpangan sosial di Desa


Kembangsri Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto bernama Rahayu. Ia
merupakan seorang anak dari seorang petani sukses di desa tersebut. Rahayu
merupakan lulusan SMA pada tahun ini. Walaupun Rahayu berasal dari keluarga
yang bisa dibilang kaya, namun kedua orang tuanya tidak mau menyekolahkan
Rahayu sampai ke perguruan tinggi, padahal prestasi Rahayu di sekolah cukup
baik. Hal ini disebabkan karena orang tua Rahayu beranggapan bahwa seorang
perempuan lebih baik jika belajar menjadi seorang istri daripada sekolah tinggi,
karena pada akhirnya dia akan menjadi seorang ibu rumah tangga yang tugasnya
mengurus suami dan anak-anaknya kelak, an yang bertugas mencari nafkah adalah
seorang laki-laki.

2.4 Bentuk Ketimpangan(Ketidakadilan) Gender di Lingkungan Sekitar

Contoh konkret bentuk ketimpangan sosial yang terjadi di Desa Kembangsri


Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto adalah dalam bidang pendidikan disana
laki-laki diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk menempuh pendidikan hingga
ke perguruan tinggi, sedangkan perempuan hanya diberi kesempatan untuk
menempuh pendidikan hingga tingkat SMA itupun masih jarang dan mungkin
hanya dari kalangan orang kaya.

Dalam hal pekerjaan, laki-laki di desa tersebut diharuskan untuk bekerja bahkan
hingga bekerja ke luar kota untuk mendapatkan gaji sebesar-besarnya untuk
menafkahi keluarganya, sedangkan perempuan hanya diberi tugas untuk mengurus
rumah tangganya, suami, dan anaknya.

2.5 Saat Masyarakat Sekitar Menyebut Hal-hal yang Bersifat Kodrati dan
Bukan Kodrati

Masyarakat Desa Kembangsri Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto menyebut


hal-hal yang bersifat kodrati misalnya mereka membedakan antara status laki-laki
dan perempuan berdasarkan sifat fisik aslinya, yang merupakan pemberian Tuhan
yang tidak bisa berubah. Contohnya seperti tugas seorang perempuan yang
mengandung dan melahirkan seorang ana, yang tentu saja peran tersebut tidak bisa
dilakukan oleh seorang laki-laki.

Sedangkah hal-hal non kodrati adalah ketika membedakan antara lali-laki dan
perempuan berdasarkan perilakunya sehari-hari. Contohnya adalah memasak,
mencuci piring, mengurus anak hal tersebut biasanya dilakukan oleh seorang
perempuan, tapi tugas tersebut juga bisa dilakukan oleh seorang laki-laki.
Sebaliknya dalam hal mencari nafkah kini telah banyak seorang istri yang
juga membantu suaminya mencari nafkah dengan cara bekerja.

2.6 Ciri-ciri Ketimpangan Gender dan Ketidakadilan Gender di Lingkungan


Sekitar

Bentuk-bentuk atau ciri-ciri ketidakadilan gender itu antara lain peminggiran


(Marginalisasi), penomorduaan (Subordinasi), pelebelan (Stereotip), kekerasan
(Violence), beban kerja berlebihan (Multiple Burden).

Berdasarkan lingkungan yang kami amati, ciri-ciri ketimpangan tersebut adalah


peran perempuan yang dianggap lemah daripada laki-laki. Adanya anggapan
bahawa laki-laki lebih cekatan dalam bekerja dan mengembil keputusan.
Perempuan dianggap hanya bisa untuk mengurus kepentingan rumah misalnya
menyapu, mengepel, dan mengurus anak.

2.7 Akibat Terjadinya Ketidakadilan Gender di Lingkungan Sekitar

Akibat yang terjadi akibat adanya ketidakadilan gender di Desa Kembangsri


Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto yaitu:

a) Perempuan sulit untuk mengembangkan bakat yang dimiliki karena


memiliki batasan-batasan, tidak bisa bergerak bebas dalam mengekspresikan ide
dan gagasan mereka.

b) Perempuan tidak bisa bekerja untuk menambah penghasilan keluarga,


karena ditugaskan hanya untuk mengasuh anak dan membereskan rumah.

c) Peran perempuan dalam mengambil keputusan dalam keluarga yang sangat


kecil
2.8 Faktor Pendorong dan Penghambat Terjadinya Keadilan dan Kesetaraan
Gender di Lingkungan Sekitar

 Ø Faktor Pendorong Terjadinya Keadilan dan Kesetaraan Gender di Desa


Kembangsri Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto yaitu:

Faktor pendorong keadilan (kesetaraan) gender dilingkungan tersebut adalah


adanya teknologi dan informasi yang mulai maju yang mengubah main set
negative perempuan. Bahwa pada dasarnya semua setara baik laki-laki maupun
perempuan dalam segala bidang. Perempuan pun tidak kalah tegas dalam
mengambil keputusan dan prempuan pun tugasnya bukan hanya didapur namun
juga bisa bekerja untuk menambah penghasilan keluarga.

 Ø Faktor Penghambat Terjadinya Keadilan atau Kesetaraan Gender di Desa


Kembangsri Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto yaitu:

Faktor penghambat keadilan (kesetaraan) gender dilingkungan tersebut adalah


kepercayaan masyarakat yang menganggap bahwa peran laki-laki lebih dominan
daripada perempuan, laki-laki dianggap lebih tegas dalam mengambil segala
keputusan dan bertindak, lebih cekatan dalam bekerja dan memiliki fisik yang
kuat.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Istilah gender sering tumpang tindih dengan istilah jenis kelamin. Padahal dua kata
tersebut merujuk pada bentuk yang berbeda. Jenis kelamin merupakan perbedaan
biologis antara fisik laki – laki dengan fisik perempuan yang dibawa sejak ia
dilahirkan. Sedangkan gender merupakan sifat yang melekat pada kaum laki-laki
dan perempuan yang dikontruksikan secara sosial maupun kultural bukan karena
sifat biologis.

Dalam kehidupan sosial sering kali terjadi ketimpangan (ketidakadilan) gender.


Ketidakadilan ini banyak terjadi pada kaum perempuan dengan anggapan bahwa
kaum perempuan itu emosional, irrasional dalam berpikir, perempuan tidak bisa
tampil sebagai pemimpin (sebagai pengambil keputusan), dan lain-lain. Akibat dari
ketimpangan gender terhadap kaum perempuan ini antara lain : Perempuan sulit
untuk mengembangkan bakat yang dimiliki karena memiliki batasan-batasan ,
tidak bisa bergerak bebas dalam mengekspresikan ide dan gagasan mereka,
perempuan tidak bisa bekerja untuk menambah penghasilan keluarga karena
ditugaskan hanya untuk mengasuh anak dan membereskan rumah, peran
perempuan dalam mengambil keputusan dalam keluarga yang sangat kecil.

3.2 Saran

Manusia ada untuk berpeluang bukan untuk ditindas. Jadi sebaiknya sebagai
sesama manusia hendaknya kita bisa menegakkan kesetaraan gender. Karena
dengan adanya kesetaraan gender, itu berarti memberikan peluang kepada kaum
perempuan untuk mengembangkan bakat yang dimilikinya, serta mengekspresikan
gagasan-gagasan dan ide mereka.

DAFTAR PUSTAKA

Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT Raja Grafindo. 2006


http://www.scribd.com/doc/15564947/Ketimpangan-Gender-2

Anda mungkin juga menyukai