Anda di halaman 1dari 11

PANDANGAN AGAMA

TERHADAP TINDAKAN ABORSI


MATA KULIAH KESEHATAN IBU DAN ANAK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

DISUSUN OLEH

ANNISA ZARIRIMA J410161036


BINTI MUKHOIRIYAH J410161013
MOCHAMAD YUSUF BASUKI J410161015
YASMINA INTAN REISITA J410151005
Pandangan Agama Islam
Mengenai Aborsi
Di antara ragam penyebab tindak aborsi yang paling sering dan
banyak dilakukan adalah; (1) Karena kemiskinan, baik memang
sudah miskin atau takut penghasilan yang tidak memadai; (2) Karena
kehamilan yang tidak dikehendaki akibat perbuatan zina; (3) Karena
kekhawatiran ibu atas anaknya yang sedang disusuinya terhenti
mendapatkan ASI; (3) Karena takut janin tertular penyakit yang
diderita ibu atau ayahnya; dan lain sebagainya. Tentu semua
kekhawatiran tersebut di atas bukanlah alasan untuk membolehkan
aborsi, hal ini berdasarkan firman Allah di dalam surat [6]: 151, [17]:
31.

Perbedaan pendapat dari kalangan ulama dalam perkara aborsi


hanya pada aborsi yang dilakukan sebelum peniupan ruh (ada yang
memperbolehkan dan ada yang tidak memperbolehkan) pada janin,
dan mereka tidak ada perbedaan pendapat tentang keharaman
aborsi setelah peniupan ruh pada janin.
Pertama; Hukum Abaorsi Setelah Ditiupkan Ruh. Para ulama sepakat tentang
keharaman aborsi jika dilakukan setelah peniupan ruh, yaitu setelah janin berusia
120 hari dari awal kehamilan, karena aborsi dihukumi setelah peniupan ruh terhadap
janin. Pengharaman ini termasuk jika keberadaan anak “masih dianggap” dapat
membahayakan ibunya, karena kematian ibunya dianggap belum pasti sementara
aborsi sudah pasti membunuh janin. Hal ini dikembalikan kepada kondisi ibu, jika
dapat dipastikan dengan keyakinan dan melalui medis bahwa keberadaan janin di
dalam kandungan membahayakan nyawa ibunya, maka harus diambil tindakan
aborsi.

Dari Ibnu Mas’ud RA, ia berkata: “Bahwa Rasulullah SAW telah bersabda kepada kami -
beliau jujur dan terpercaya-; “Sesungguhnya setiap orang di antara kalian benar-benar
berproses kejadiannya dalam perut ibunya selama 40 hari berwujud air mani; kemudian
berproses lagi selama 40 hari menjadi segumpal darah; lantas berproses lagi selama 40 hari
menjadi segumpal daging; kemudian malaikat dikirim kepadanya untuk meniupkan ruh ke
dalamnya; lantas (sang janin) itu ditetapkan dalam 4 ketentuan: ditentukan (kadar) rizkinya,
ditentukan batas umurnya, ditentukan amal perbuatannya, dan ditentukan apakah tergolong
orang celaka ataukah orang yang beruntung.” (HR. Ahmad)
Adapun pelaku aborsi ini, setelah peniupan ruh dianggap telah melakukan
kriminal dan atasnya sanksi ghurrah (diyat janin) yang harus dibayar karena
telah melakukan pembunuhan terhadap manusia dan menghilangkan nyawa
Kedua; Hukum Abaorsi Sebelum Ditiupkan Ruh. Para ulama dari berbagai
kalangan berbeda pendapat tentang aborsi yang dilakukan sebelum peniupan
ruh, atau sebelum janin berusia 120 hari sejak kehamilannya, bahkan dari
kalangan madzhab pun berbeda pendapat. Perbedaan pendapat tersebut dalam
masalah ini dapat dijelaskan sebagai berikut;

 Haram hukumnya, pendapat ini disandaran kepada madzhab Al-Mâ


Imam ad-Dardîr mengatakan: “Tidak boleh menggugurkan
(mengeluarkan) mani yang sudah terbentuk di dalam rahim
meskipun belum cukup 40 hari”, Ad-Dasûqî mengatakan: “yang
dimaksud oleh Imam ad-Dardîr adalah haram”.Menurut Ibnu Rusyd,
Imam Mâlik mengatakan: “Setiap yang dibuang (digugurkan) oleh
perempuan adalah jinâyah (kriminal) baik berupa segumpal darah
atau daging, yang sudah diketahui bahwa itu adalah janin maka
baginya ghurrah (sanksi)”, bahkan menurut Imam Mâlik sebaiknya
dikenakan kaffârah (denda) dang ghurrah sekaligus
Hukumnya makruh secara mutlak, pendapat ini disandarkan kepada
madzhab Al-Hanafiyah. Imam Ali bin Musa dari ulama Hanafiyah, dan
Ibnu ‘Abidîn menukil darinya, ia berkata bahwa: “Dimakruhkan
(hukumnya) membuang (menggugurkan) sebelum ditiupkan ruh,
karena air mani yang telah terbuahi di dalam rahim berpontensi
hidup, maka statusnya sama dengan hidup”.Madzhab Al-Mâlikiyah
juga memakruhkan jika janin sebelum 40 hari.Imam ar-Ramlî dari
kalangan ulama Asy-Syâfi’iyah berkesimpulan bahwa makruh
hukumnya pengguguran janin sebelum peniupan ruh hingga
mendekati waktu peniupan ruh dan haram hukumnya waktunya telah
mendekati peniupan ruh karena hal itu termasuk kriminal.

Hukumnya mubah secara mutlak, pendapat ini disandarkan kepada


sebagian ulama Al-Hanafiyah. Mereka berpendapat bahwa hukumnya
mubah (boleh) menggugurkan kehamilan selama belum ditiupkan ruh
pada janinImam Al-Lakhmî dari ulama Al-Mâlikiyah dan Abu Ishâq al-
Marwazî dari kalangan Asy-Syâfi’iyah, mengatakan hukumnya mubah
sebelum umur janin 40 hari Juga pendapat madzhab Al-Hanâbilah
yang membolehkan menggugurkan pada fase awal (40 hari)
kehamilan karena perempuan dibolehkan minum obat untuk
menggugurkan sperma (fase awal), tetapi tidak untuk segumpal
darah.
Hukumnya mubah karena ada udzur (alasan syar’iy). Pendapat
ini sebenarnya adalah pendapat madzhab Al-Hanafiyah, Ibnu
‘Abidîn menegaskan bahwa tidak boleh menggugurkan janin
tanpa ada udzur (alasan), alasan yang dimaksud adalah alasan
terpaksa (dharûrat) yaitu terhentinya air susu ibunya setelah
hamil dan bapaknya tidak mampu menyewa ibu susuan dan
khawatir akan kebinasaan.
Pandangan Agama Kristen
mengenai Aborsi
Jangan pernah berpikir bahwa janin dalam kandungan itu belum
memiliki nyawa. (Yeremia 1:5 )
Hukuman bagi para pelaku aborsi sangat keras. (Kel 21:22-25)

 Aborsi karena alasan janin yang cacat tidak dibenarkan Tuhan.


(Yohanes 9:1-3)

Aborsi karena ingin menyembunyikan aib tidak dibenarkan Tuhan.


(Kej 19:36-38 )

Tuhan tidak pernah memperkenankan anak manusia dikorbankan.


Apapun alasannya. (Kel 1:15-17 )

Anak-anak adalah pemberian Tuhan. Jagalah sebaik-baiknya.(Kej


30:1-2)
Pandangan Agama Katolik
mengenai Aborsi
 Dokumen Donum Vitae (Tahta Suci Roma 10 Maret 1987)
yang berisi “larangan membunuh orang yang tidak bersalah “
salah satunya menolak dengan tegas abortus atau
pengguguran dengan cara dan alasan apa pun. Sanksi
aborsi termuat dalam Kitab Hukum Kanonik Gereja no. 1398,
yaitu berupa ekskomunikasi otomatis, atau pengucilan dari
kehidupan Gereja.
 Mereka yang terkena sanksi ekskomunikasi otomatis ini tidak
diperkenankan untuk ikut berpartisipasi dalam berbagai
acara doa bersama, misalnya: Perayaan Ekaristi, sakramen
lainnya dan sebagainya
Pandangan Agama Hindu
mengenai Aborsi
Aborsi dalam Theology Hinduisme (“Himsa karma”) yakni
salah satu perbuatan dosa yang disejajarkan dengan
membunuh, meyakiti, dan menyiksa
Oleh karena itulah perbuatan aborsi disetarakan dengan
menghilangkan nyawa.

Kitab-kitab suci Hindu mengenai larangan aborsi


 Rgveda 1.114.7 = “Ma no mahantam uta ma no arbhakam”
artinya: Janganlah mengganggu dan mencelakakan bayi
Atharvaveda X.1.29 = “Anagohatya vai bhima” artinya:
Jangan membunuh bayi yang tiada berdosa.
Atharvaveda X.1.29: “Ma no gam asvam purusam vadhih”
artinya: Jangan membunuh manusia dan binatang.
Pandangan agama Budha
mengenai Aborsi
Dari sudut pandang Buddhis aborsi bisa di toleransi dan
dipertimbangkan untuk dilakukan. Agama Buddha, umat Buddha
terdiri dari dua golongan yaitu pabbajita dan umat awam. Seorang
pabbajita mutlak tidak boleh melakukan aborsi karena melanggar
vinaya yaitu parajjika. Tetapi sebagai umat awam aborsi boleh
dilakukan dengan alasan yang kuat. Misal janin dalam kandungan
dalam kondisi abnormal yang dapat membahayakan kesehatan
ibu bahkan dapat mengancam keselamatan ibu. (Buddha tidak
melarang secara multak orang yang melakukan aborsi).
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai