Anda di halaman 1dari 10

FIKIH PEREMPUAN

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampu : Ahmad Izzudin, M.Pd.I

Disusun oleh:

1. Mas’anur Rohman
2. Nuril ‘Aini

PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN SOSIAL

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA BLITAR 202

Kata Pengantar
Assalamuallaikum Wr Wb.

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Fikih Perempuan” dengan baik dan
tepat waktu. Adapaun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu guna memenuhi tugas mata kuliah
Bapak Ahmad Izzudin, M.Pd.I pada mata kuliah Pendidikan Agama Islam. Selain itu makalah ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan para pembaca. Tersusunnya makalah ini tentu
membutuhkan referensi dari bebrapa sumber buku dan jurnal yang kita peroleh. Kami
mengucapakan terimakasih kepada Bapak Izzudin selaku Dosen Pengampu mata kuliah
Pendidikan Agama Islam. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada teman-teman dan
semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah yang kita buat ini masih jauh dari kata sempurna, maka
dari itu apabila terdapat kesalahan atau kekliruan di dalamnya kami mohon kritik dan saran yang
membangun dari pembaca.

Wassalamuallaikum Wr Wb.

Daftar Isi

Halaman sampul .................................................................................................................

Kata pengantar ....................................................................................................................


Daftar isi ..............................................................................................

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................

1. Latar Belakang ........................................................................................................


2. Rumusan Masalah....................................................................................................
3. Tujuan .......................................................................................
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................

1. Fikih perempuan......................................................................................................
2. Peran perempuan dalam masyarakat ......................................................................
3. Peran perempuan dalam negara ..............................................................................
4. Peran perempuan dalam politik
5. Peran perempuan dalam pendidikan
6. Fikih perempuan dalam perspektif K.H Muchit Muzadi dan K.H Husein Muhammad
.................................................................................................................................

BAB III PENUTUP ..........................................................................................................

1. Simpulan .................................................................................................................
2. Saran .......................................................................................................................

Daftar Rujukan ...................................................................................................................

Lampiran .............................................................................................

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Seiring berkembangnya zaman, peran perempuan mengalami perubahan. Di masa
lalu, perempuan hanya berperan di lingkup rumah tangga saja, namun masa kini selain
sebagai ibu rumah tangga, perempuan dapat berperan menjadi pengacara, guru,
pengusaha, politikus, pemberdaya masyarakat, sehingga lingkungan interaksi perempuan
menjadi sangat luas. Mereka tidak lagi difungsikan sebagai ibu bagi anak-anaknya, istri
bagi suaminya, dan anak bagi orang tuanya, juga difungsikan sebagai mitra kerja di dunia
karirnya. Ruang kreativitas perempuan yang awalnya sedikit tertutup menjadi terbuka.
Sehingga, perempuan mampu melebarkan sayap untuk mengembangkan potensi sesuai
minat dan bakat yang diinginkan, dengan tidak mengorbankan tanggung jawab
domestiknya.

2. RUMUSAN MASALAH
 Apa fikih perempuan itu?
 Bagaimana peran perempuan dalam masyarakat?
 Bagaimana peran perempuan dalam negara
 Bagaimana peran perempuan dalam politik
 Bagaimana peran perempuan dalam pendidikan
 Bagaimana fikih perempuan dalam perspektif K.H Muchit Muzadi dan K.H Husein
Muhammad

3. TUJUAN
 Dapat menjelaskan tentang fikih perempuan
 Dapat menjelaskan peran perempuan dalam masyarakat
 Dapat menjelaskan peran perempuan dalam negara
 Dapat menjelaskan peran perempuan dalam politik
 Dapat menjelaskan peran perempuan dalam pendidikan
 Dapat menjelaskan tentang fikih perempuan dalam perspektif K.H Muchit Muzadi dan
K.H Husein Muhammad
BAB II
PEMBAHASAN

1. Fikih Perempuan

2. Peran Perempuan dalam Masyarakat


Pada umumnya masyarakat di Indonesia, pembagian kerja antara lelaki dan
perempuan menggambarkan peran perempuan. Basis awal dari pembagian kerja
menurut jenis kelamin ini tidak diragukan lagi terkait dengan kebedaan peran lelaki
dan perempuan dalam fungsi reproduksi. Dalam masyarakat mempresentasikan peran
yang ditampilkan oleh seorang perempuan. Analisis peran perempuan dapat
dilakukan dari perspektif posisi mereka dalam berurusan dengan pekerjaan produktif
tidak langsung (domestik) dan pekerjaan produktif langsung (publik), yaitu sebagai
berikut :
1. Peran Tradisi menempatkan perempuan dalam fungsi reproduksi (mengurus
rumah tangga, melahirkan dan mengasuh anak, serta mengayomi suami).
Hidupnya 100% untuk keluarga. Pembagian kerja sangat jelas, yaitu perempuan
di rumah dan lelaki di luar rumah.
2. Peran transisi mempolakan peran tradisi lebih utama dari peran yang lain.
Pembagian tugas mengikuti aspirasi gender, tetapi eksistensi mempertahankan
keharmonisan dan urusan rumahtangga tetap tanggungjawab perempuan.
3. Dwiperan memposisikan perempuan dalam kehidupan dua dunia, yaitu
menempatkan peran domestik dan publik dalam posisi sama penting. Dukungan
moral suami pemicu ketegaran atau sebaliknya keengganan suami akan memicu
keresahan atau bahkan menimbulkan konflik terbuka atau terpendam.

4. Peran egalitarian menyita waktu dan perhatian perempuan untuk kegiatan di


luar.Dukungan moral dan tingkat kepedulian lelaki sangat hakiki untuk menghindari
konflik kepentingan pemilahan dan pendistribusian peranan. Jika tidak, yang terjadi
adalah masing-masing akan saling berargumentasi untuk mencari pembenaran atau
menumbuhkan ketidaknyamanan suasana kehidupan berkeluarga.
5. Peran kontemporer adalah dampak pilihan perempuan untuk mandiri dalam
kesendirian. Jumlahnya belum banyak. Akan tetapi benturan demi benturan dari
dominasi lelaki atas perempuan yang belum terlalu peduli pada kepentingan
perempuan mungkin akan meningkatkan populasinya (Aida Vitalaya, 2010 :145).

Secara umum, seseorang jarang menduduki satu peran saja dalam aktifitasnya,
dengan memikul dua atau lebih banyak lagi peran yang dilakoni akan membuat
banyak beban yang harus dijalani, sehingga terkadang menimbulkan kontradiksi antar
peran tersebut. Demikian halnya dengan seorang perempuan, akan menghadapi
harapan dan permintaan yang bertentangan berkaitan dengan perannya sebagai anak,
istri, ibu, dan pekerjaannya dalam masyarakat. Perempuan dalam menjalankan
perannya dalam masyarakat tergantung pada budaya masyarakat dimana ia tinggal.
Dari sudut pandang peran antara laki-laki dan perempuan, keduanya sama-sama
melaksanakan peran dalam ranah domestik, publik, dan sosial, namun dalam
kenyataannya, peran domestik lebih banyak ditanggung oleh perempuan.

3. Peran Perempuan dalam Negara


Tujuan Pembangunan Nasional adalah mewujudkan suatu masyarakat yang adil
dan makmur yang merata materiil dan sprituil. Agar tercapai sosok manusia Indonesia
yang berkehidupan seimbang, kiranya tidak dapat diragukan lagi bahwa pembinaan
mental agama bangsa Indonesia mutlak di butuhkan. Dalam al quran juga disebutkan
bahwa tidak hanya dibebankan dan diperioritaskan kepada kaum laki-laki saja,
terhadap kaum wanitapun dibebani tanggung jawab untuk ikut serta berpartisipasi dan
berinteraksi dalam pembangunan mental agama dan kemajuan dalam Islam. Seperti
pada Aisyah Amini yang menganut pandangan Islam yang menyebutkan bahwa hak
dan kewajiban wanita setara dengan hak dan kewajiban laki-laki tetapi tidak harus
identik. Kesetaraan dan identitas adalah dua hak yang berbeda. Tradisi Islam
menyebutkan bahwa kesetaraan bisa diperoleh tetapi identitas tidak.

Dengan demikian laki-laki dan wanita harus saling mengisi dalam organisasi
multifungsi dari pada saling bersaing dalam masyarakat berfungsi tunggal. Maka
demikian Tuhan tidak membuat perbedaan antara laki-laki dan wanita, mereka secara
sama diberi pahala atau dihukum karena perbuatannya. Jadi dalam hal tanggung
jawab moral baik laki-laki maupun wanita secara sama bertanggung jawab atas
perbuatannya. Kesetaraan antara laki-laki dan wanita juga tercermin pada kesetaraan
dalam nilai-nilai kemanusiaan, kesetaraan dalam hak-hak sosial, kesetaraan dalam
tanggung jawab, atau kesetaraan dalam segala bidang, termasuk kesetaraan dalam
penghitungan diakhirat
Dengan demikian peranan wanita dalam pembangunan akan menjadi
kenyataan, dan bukan kata-kata yang kosong. Bahwasanya ikut serta para wanita
disamping pria di dalam melaksanakan pembangunan di segala bidang adalah
merupakan syarat yang mutlak demi berhasilnya tujuan Nasional. Kaum wanita telah
diminta untuk berpartisipasi dan banyak memainkan peranannya di dalam proses
pembangunan. Karena tidak boleh tidak, kaum wanita sendiri perlu lebih mengerti,
lebih menyadari serta menghayati eksistensi serta kedudukan sendiri dan
menunjukkan kepada masyarakat bahwa peranan kaum wanita adalah tidak kalah
pentingnya dengan kaum pria guna ikut membangun kesejahteraan bangsa dan
negara.
Jadi cara meningkatkan partisipasi serta peranan wanita dalam era
pembangunan yang kini sedang giat dilaksanakan ini menurut penulis yaitu
menyadari serta menghayati arti dan hakekat wanita itu sendiri, baik dipandang dari
sudut alamiyah, sosial, budaya serta agama. Karena agama sangat berpengaruh pada
kondisi mental, perilaku keagamaan mempunyai peranan sangat besar untuk
mengatasi gangguan mental, bahkan agama dapat dijadikan landasan untuk membina
kesehatan mental serta mampu membentuk dan mengembangkan kepribadian
seseorang. Selain itu dalam keluarga maupun masyarakat juga harus ditanamkan ilmu
pengetahuan umum selain pengetahuan agama. Menurut Imam Al Ghozali
menyebutkan, ada lima wawasan yang perlu dikuasai oleh setiap generasi muda untuk
dapat berkiprah dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yaitu;
wawasan keilmuan, wawasan keagamaan, wawasan kebangsaan, wawasan
kemasyarakatan dan wawasan keorganisasian.

4. Peran Perempuan dalam Politik


Mayoritas umat Islam memiliki cara pandang yang kurang fair terhadap
perempuan atas laki-laki, khususnya dalam bidang politik. Hal ini salah satunya
didasarkan pada penafsiran secara tekstual Qs. An-Nisa ayat 34. Pernyataan tersebut
mengundang banyak kritik dari berbagai feminis, salah satunya adalah Siti Musdah
Mulia. Dalam gagasannya, Musdah mengharuskan perempuan untuk berperan aktif
dalam dunia politik. Tulisan ini ingin mengulas bagaimana paradigma pemikiran
Musdah tentang peran politik perempuan dan bagaimana pandangan fikih siyasah
terhadap peran politik perempuan yang digagas Musdah tersebut. Menurut
Musdah,peran perempuan dalam dunia politik dapat menempati berbagai kedudukan,
antara lain sebagai pemimpin negara, anggota dan pemimpin partai politik, serta
dalam bidang legislatif, eksekutif dan yudikatif. Peran perempuan dalam politik
mutlak dibutuhkan demi terwujudnya negara yang demokratis. Dalam catatan sejarah
Islam juga terdapat beberapa nama perempuan yang berperan aktif dalam bidang
politik misalnya Ratu Bilqis, dan sejumlah sahabat wanita pada masa Khalifah
Rasyidin. Dengan demikian, peran politik dalam pemikiran Musdah dapat berupa
keterlibatan aktif perempuan dalam pemilihan umum, partai politik dan pemegang
kekuasaan Negara. Pemikiran ini didukung oleh fikih siyasah yang menyatakan
bahwa perempuan harus berperan aktif demi tercapainya kemaslahatan masyarakat.
Sepanjang sejarah dunia, hampir dipastikan sebagian besar tradisi bangsa-
bangsa dibelahan dunia, adalah menganut faham patriarkal. Faham ini menunjukkan
bahwa kuatnya dominasi laki-laki terhadap perempuan dinilai sangangat wajar, laki-
laki pada posisi lebih unggul (superior), pemegang kebijakan, memiliki akses yang
luas, hak-haknya terpenuhi, dan menjadi manusia kelas satu. Sebaliknya perempuan
sulit mempunyai akses, sulit mandiri, dan hak-haknya terpasung dan menjadi manusia
kelas dua. Padahal keterlibatan perempuang juga mempunyai posisi yang patut
dipertimbangkan dalam membangun peradaban dunia. Budaya patriarki
menempatkan perempuan pada peran-peran domestik seperti peran pengasuhan,
pendidik, dan penjaga moral. Sementara itu, peran laki-laki sebagai kepala rumah
tangga, pengambil keputusan, dan pencari nafkah. Perpanjangan dari berbagai peran
yang dilekatkan pada perempuan tersebut maka, arena politik yang sarat dengan peran
pengambil kebijakan terkait erat dengan isu-isu kekuasaan identik dengan dunia laki-
laki. Apabila perempuan masuk ke panggung politik kerap dianggap sesuatu yang
kurang lazim atau tidak pantas bahkan arena politik dianggap dunia yang keras, sarat
dengan pesaing bahkan terkesan sangat ambisius.

5. Peran Perempuan dalam Pendidikan


Pada zaman sekarang atau biasa yang dikenal dengan zaman modern,
merupakan zaman dengan keadaan yang serba praktis, serba cepat, instan, dan
menggunakan alat-alat canggih. Hal ini pun juga terjadi pada dunia pendidikan yang
ada di Indonesia pada saat ini. Perempuan memiliki peranan penting dalam
pendidikan di Indonesia. Pada era modern kini harus dituntut serba canggih dan harus
mengikuti perkembangan zaman. Teknologi pun sudah menjadi pelengkap dalam
dunia pendidikan. Peran perempuan dalam hal ini sangat penting yaitu untuk
mengarahkan para peserta didik nya agar tidak salah dalam memanfaatkan teknologi
dalam dunia pendidikan.
Peran perempuan dalam pendidikan memiliki fungsi yang sangat penting.
Pengetahuaan membuat perempuan cerdas dan semakin multi-tasking. Perempuan
tidak hanya lagi menjalani rutinitas domestik seperti ibu rumah tangga dan pengasuh
anak saja, melainkan ikut serta dalam memajukan dunia publik dan perkembangan
pendidikan yang ada di Indonesia.Berkaitan dengan perkembangan zaman yang
semakin waktu terus mengalami perubahan, masyarakat sekarang membutuhkan
peran perempuan disegala aspek, baik itu sosial ekonomi ataupun pendidikan. Hal ini
disebabkan karena adanya tuntutan bangsa bangsa dan atas masyarakat global bahwa
adanya kemajuan suatu bangsa ditentukan dari bagaimana bangsa tersebut
memperlakukan perempuan, peduli dan memeri akses yang seluas-luasnya bagi
perempuan untuk beraktifitas dan ikut membangun bangsa. Dalam dunia pendidikan
perempuan memiliki peran yang sangat penting. Banyak orang yang memiliki
persepsi bahwa dalam dunia pengetahuan adalah milik kaum adam. Seolah kaum
wanita tidak memiliki peran apa-apa dalam bidang ilmu pengetahuan. Padahal yang
kita tahu melihat dari sejarah banyak sekali wanita yang berperan penting dalam
pegembangan ilmu pengetahuan. Karena pada dasarnya definisi pendidikan adalah
suatu usaha yang dilakukan oleh individu-individu baik itu laki-laki maupun
perempuan untuk melaksanakan nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaa, serta bentuk ideal
kehidupan dalam melaksanan kehidupan yang lebih efektif (Wahab, 2007).

6. fikih perempuan dalam perspektif K.H Muchit Muzadi dan K.H Husein Muhammad
Pandangan K.H. Abd. Muchith Muzadi berpandangan bahwa peranan
perempuan dalam kehidupan setara dengan kaum laki-laki, bukan hanya di bidang
biologis dan alamiah, melainkan juga berbagai kehidupan yang lain. Hanya saja,
menurut Kiai Muchith, ada perbedaan besar kecil peranan dalam suatu bidang
tertentu. Adakalanya di suatu bidang, peranan perempuan lebih besar dan adakalanya
dalam bidang lain peran laki-laki lebih besar.Pandangan Kiai Muchith berbeda
dengan sejumlah pemikir feminis yang mendekonstruksi pemahaman yang tidak adil
antara laki-laki dan perempuan. Riffat Hasan misalnya, menyatakan bahwa sejak
pertama laki-laki dan perempuan telah diciptakan setara oleh Allah Swt. Feminis asal
Pakistan ini juga menyatakan bahwa jika pada kenyataannya berubah menjadi tidak
setara, maka itu berarti telah menyalahi desainyang telah direncanakan dan ditetapkan
oleh Allah Swt.
Makanya, kata Riffat Hasan, ia melakukan kaji ulang atas konsep penciptaan
perempuan. Menurut Riffat Hasan, dalam hal penciptaan manusia, perlu
dipertanyakan ulang: apakah betul perempuan diciptakan dari laki-laki (baca: Adam)
yang berarti perempuan (baca:Hawa) hanya merupakan derivasi saja dan hanya
sebagai pelengkap. Artinya secara subtansial perempuan dan laki-laki tidak setara.
Namun demikian, tidak kemudian perempuan harus diperlakukan secara sama dengan
lakilaki. Karena perempuan secara kodrat memang diciptakan berbeda dengan
lakilaki. Karena itu, bagi Kiai Muchith, biarkan perempuan menjadi perempuan
dengan peran keperempuannya yang tidak kalah terhormatnya dengan lakilaki.
Sebaliknya, biarkan laki laki juga menjadi laki laki tanpa harus dipaksa untuk
menjadi perempuan.

Anda mungkin juga menyukai