DISUSUN OLEH :
KELOMPOK II :
1. Lia
2. Monica
3. Jodi Saputra
4. Liana
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN MANAJEMEN
UNIVERSITAS TERBUKA
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan berkat dan
karunia-Nya sehingga proposal penelitian ini yang berjudl “ Peran Wanita Pada Masa
Revolusi “ dapat diselesaikan dengan baik dan lancar tanpa ada halangan suatu apapun.
Tujuan penyusunan proposal saya adalah dalam rangka memenuhi tugas pada makul Metode
Penelitian Sosial.
1. Akhmad Nizarwan, S.ST., MPS.SP selaku dosen matakuliah metode penelitian sosial.
2. Orang tua yang telah memberikan dukungan baik materi maupun non materi.
3. Teman–teman serta semua pihak yang telah membantu.
Saya menyadari bahwa dalam pembuatan proposal usaha ini masih jauh dari sempurna.
Untuk itu saya menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan dalam
proposal ini. Semoga proposal penelitian ini bisa bermanfaat bagi para pembaca.Terimakasih.
HALAMAN JUDUL.......................................................................................................... i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Adapun tujuan yang ingin dicapai penelitian ini yaitu Memaparkan awal
terbentuknya peranan perempuan beserta kontribusinya serta ingin mengetahui kontribusi
perempuan terhadap pendidikan pada masa revolusi khususnya di kota
Pangkalpinang.Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai
proses terbentuknya dan latar belakang mengenai peranan perempuan pada masa revolusi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka
Dalam teori sosial Parson, peran didefenisikan sebagai harapan-harapan yang
diorganisasi terkait dengan konteks interaksi tertentu yang membentuk orientasi
motivasional individu terhadap yang lain. Secara sederhana makna peran dapat
dikemukakan seperti berikut (Aida Vitalaya,2010:80-81) :
1. Peran adalah aspek dinamis dari status yang sudah terpola dan berada di sekitar hak
dan kewajiban tertentu.
2. Peran berhubungan dengan status seseorang pada kelompok tertentu atau situasi sosial
tertentu yang dipengaruhi oleh seperangkat harapan orang lain terhadap perilaku yang
seharusnya ditampilkan oleh orang yang bersangkutan.
3. Pelaksanaan suatu peran dipengaruhi oleh citra (image) yang ingin dikembangkan
oleh seseorang. Dengan demikian, peran adalah keseluruhan pola budaya yang
dihubungkan dengan status individu yang bersangkutan.
Sesungguhnya aktivis perempuan dalam garis ideologi Marxis itu berusaha untuk
memperjalinkan aspek masalah perempuan dan revolusi nasional Indonesia serta aspek
masalah perempuan dan revolusi sosialis. Sukarno sendiri –terlepas dari ambiguitasnya
terhadap emansipasi perempuan dan poligami— telah mewacanakan dalam Sarinah tentang
tahapan tertinggi gerakan perempuan pasca-revolusi nasional, yaitu mematangkan revolusi
sosial (1963). Umi Sardjono[1], Ketua Gerwani pun mengatakan bahwa setelah revolusi
nasional, imperialisme masih bercokol di Indonesia dan masalah perempuan masih belum
teremansipasi dari paham lama (poligami dan perkawinan muda), dan juga sebagai tenaga
kerja masih tereksploitasi. Itu artinya Revolusi Indonesia bagi perempuan sesungguhnya
belum selesai.
Selain itu ada banyak perempuan yang tidak berjuang di garis massa, melainkan
khusus pada isu perempuan secara parlementer seperti Maria Ulfah (sarjana hukum
perempuan pertama yang lulus dari Universitas Leiden, Belanda) menjadi pengajar di
Perguruan Rakyat yang dicap Belanda “Sekolah Merah” dan memperjuangkan reformasi
aturan akad nikah dan cerai bagi perempuan (Rasid 1982). Begitu pula Sujatin Kartowijono,
penggagas Kongres Perempuan I dan pendiri Perwari mengatakan telah berjuang sejak di
Jong Java pada 1922. Ia berupaya untuk mematahkan tatakrama menyembah Sultan Yogya
sebagai protes ketidakadilan kraton terhadap perempuan. Hingga Indonesia merdeka, Sujatin
tetap setia di jalur organisasi perempuan dan memperjuangkan hak perempuan dalam
perkawinan (dalam Lasmidjah Hadi 1982). Menurut Nani Soewondo yang mengikuti
kongres-kongres perempuan sejak 1928 sampai Indonesia merdeka, bahwa apa yang
diharapkan perempuan untuk bebas dari praktik perkawinan muda, hak cerai dari laki-laki
dan poligami belum mencapai hasil. Revolusi itu pun belum mampu mengubah masalah
perempuan dalam perkawinan. Perjuangan perempuan untuk memperoleh regulasi
perkawinan yang adil telah dimulai sejak melakukan protes terhadap pemerintah Belanda
pada 1935 hingga undang-undang itu baru disahkan pada 1974. Nani termasuk yang
menggerakkan demonstrasi menuntut undang-undang perkawinan pada 1953 dan melawan
Sukarno yang berpoligami. Tindakan poligami Sukarno —bapak Revolusi Indonesia—itu
menyakitkan gerakan perempuan yang merasa terkhianati oleh janji revolusi (Maria A.
Sardjono dalam Lasmidjah Hadi 1981).
Di Indonesia, kaum perempuan saat ini telah bergerak lebih maju dibandingkan pada
masa Roosevelt. Mereka telah mendorong isu-isu perempuan keluar dari pintu rumahnya,
dengan melakukan suatu tindakan kepedulian yang bersifat visioner untuk bangsa dan
rakyatnya. Kaum perempuan Indonesia tidak menginginkan bangsanya terpecah-belah oleh
konflik, adu domba dan ancaman bahaya yang berasal dari dalam dan dari luar negerinya.
Kaum perempuan Indonesia juga menuntut pemerintahnya harus mampu memakmurkan
rakyat saat ini juga, dengan memenuhi prinsip-prinsip keadilan dan hak-hak asasi manusia.
Kaum perempuan Indonesia menuntut agar di luar pintu rumahnya, siapa pun harus bebas
berbicara, berserikat dan berkumpul tanpa kecemasan, tidak dipersekusi dan tidak diseret ke
peradilan pidana. Kaum perempuan Indonesia juga menuntut pemerintah tidak boleh tidak
harus mampu menyediakan lapangan pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan dan tidak
melanggar hukum. Kaum perempuan Indonesia menuntut pemerintah tidak boleh memata-
matai, mencurigai, mengurung dan memenjarakan pikiran manusia untuk kepentingan
kekuasaan.
Dengan demikian, revolusi ini kita namai Revolusi Perempuan atau Revolusi Putih,
yang ternyata warna putih ini juga menjadi warna favorit dan diperebutkan oleh tiga kubu
dalam politik Indonesia kontemporer: kubu oposisi, kubu petahana, dan Golongan Putih
(Golput).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Selanjutnya metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif, yaitu metode yang dimasukan untuk pengukuran yang cermat terhadap
fenomena sosial tertentu.Data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, semua yang
dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap sudah diteliti. Penelitian yang
bersifat deskriptif bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu,
keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan frekuensi adanya
hubungan tertentu antara suatu gejala lain dalam masyarakat. Dalam hal ini mungkin
sudah ada hipotesis-hipotesis, mungkin belum, tergantung dari sedikit-banyaknya
pengetahuan tentang masalah yang bersangkutan.
a. Lokasi Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, maka subjek penelitian merupakan
pihak-pihak yang menjadi sasaran penelitian atau sumber yang dapat memberikan
informasi. Menurut Sugiyono (2013, hlm.50) menyatakan bahwa “dalam penelitian
kualitatif tidak menggunakan populasi dan sampel atau subyek dinamakan responden,
tetapi sebagai narasumber, atau informan, teman, dan guru dalam penelitian”. Subyek
dalam penelitian ini yaitu perempuan yang terlibat pada masa revolusi khususnya di
kota Pangkalpinang. sehingga perempuan mengetahui sejarah pada saat terjadi
bagaimana peranan perempuan pada masa revolusi.
b. Definisi Operasional
Definsi operasional merupakan unsur-unsur penelitian yang bertujuan untuk
memudahkan peneliti dalam mengukur variabel yang diteliti.
1. Peran
Menurut Gross, Mason, dan McEachen (dalam Berry, 2003, hlm. 105)
mendefinisikan peranan sebagai “seperangkat harapan-harapan yang dikenakan
pada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu”. Maksud harapan-
harapan tersebut merupakan imbangan dari norma-norma sosial oleh karena itu
dapat dikatakan bahwa peranan dalam suatu masyarakat ditentukan oleh norma-
norma yang ada pada masyarakat itu sendiri. Sedangkan peran yang dimaksud
dalam penelitian ini yaitu peranan perempuan khususnya dalam dunia pendidikan.
2. Perempuan pada masa revolusi
Perjuangan yang dilakukan oleh kaum wanita di Indonesia terjadi sejak masa
penjajahan Hindia Belanda. Pada abad ke-20 beberapa tokoh pejuang kaum
wanita mulai lahir, antara lain R.A Kartini dan Dewi Sartika. Tokoh seperti R.A
Kartini dan Dewi Sartika menjadi pelopor tokoh pejuang kaum wanita di berbagai
daerah. Perjuangan yang dilakukan oleh kaum wanita secara perorangan
mengawali pergerakan kaum wanita di Indonesia. Pergerakan tokoh wanita yang
melakukan pergerakan dilatar belakangi oleh keadaan kaum wanita yang sangat
memprihatinkan.Perjuangan yang dilakukan kaum wanita secara perorangan
membuatkaum wanita mulai sadar bahwa peningkatan derajat kaum wanita sangat
penting. Masyarakat Indonesia masih menganggap pendidikan kaum wanita tidak
penting, karena tugas kaum wanita hanya mengurusi rumah tangga. Pada
perkembangan selanjutnya perjuangan kaum wanita dilakukan melalui
perkumpulan kaum wanita. Pada tahun 1912 di Jakarta untuk pertama kalinya
didirikan sebuah perkumpulan wanita yang bernama Puteri
Merdika.1Perkumpulan wanita Puteri Merdika bergerak dalam peningkatan
derajat kaum wanita melalui bidang pendidikan dengan mendidik dan mengajar
pendidikan.
A. Populasi Penelitian
Populasi adalah suatu kelompok yang terdiri dari objek atau subjek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulan(Sugiyono, 2010 : 117). Populasi dalam penelitian ini
adalah perempuan yang berada pada ruang lingkup kota Pangkalpinang terutama
perempuan yang mengetahui sejarah pada masa revolusi dan para sejarawan yang
mengetahui informasi perempuan pada masa revolusi.
B. Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian dari populasi yang memiliki karakteristik yang sama dengan
populasi. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik
probability sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang
yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih sebagai anggota sampel.
Teknik probability sampling ini ada bermacam-macam yaitu simple random sampling,
proportionate stratified random sampling, disproportionate stratified random,
sampling area (cluster) sampling (Sugiyono, 2010: 120).
Sejarah lisan (oral history), yaitu ingatan tangan pertama yang dituturkan secara
lisan oleh orang-orang yang di wawancara sejarawan (Sjamsuddin, 1996 : 78).Kebaikan
dari penggabungan antara wawancara terstruktur dan tidak terstruktur adalah agar tujuan
wawancara lebih terfokus. Selain itu agar data yang diperoleh lebih mudah di olah dan
yang terakhir narasumber lebih bebas mengungkapkan apa saja yang dia ketahui.Adapun
analisis data yang digunakan dalam penelitian yang terdiri dari tiga alur kegiatan yang
terjadi secara bersamaan, yaitu: reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
1. Reduksi Data
Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian, penyederhanaan,
pengabstrakan dan transformasi data“kasar” yang munculdari catatan tertulis di
lapangan.Reduksi data ini dimulai sejak awalpengumpulan data sampai penyusunan
laporan.
2. Penyajian Data
Penyajian sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan
adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data dilakukan
dengan cara menganalisis data hasil reduksi dalam bentuk naratif yang
memungkinkan untuk menarik kesimpulan dan mengambil tindakan. Sajian data
selanjutnya kemudian ditafsirkan dan dievaluasi untuk merencanakan tindakan.