Dosen Pembimbing:
Oleh :
NIM. P07224219026
KALIMANTAN TIMUR
2020/2021
1
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan sehingga
saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Atas berkat rahmat-
Nya saya dapat menyelesaikan tugas mata kuliah “Asuhan Kebidanan Neonatus,
Bayi dan Balita”. Tanpa pertolongan-Nya tentunya saya tidak akan sanggup untuk
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah
curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita
nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya.
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................
1.3 Tujuan.........................................................................................................
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan.................................................................................................
4.2 Saran...........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
Paralisis klumpke (C7-8, Th1) jarang terjadi dan mengakibatkan
kelemahan pada otot-otot intrinsic tangan sehingga bayi kehilangan reflex
menggenggam. Bila serabut simpatis servikal pada spina torakal pertama
terlibat, maka akan dijumpai sindrom Horner. Tidak ada pedoman dalam
penentuan prognosis. Narakas mengembangkan sistem klasifikasi (tipe I-V)
berdasarkan beratnya dan luasnya lesi dalam menentukan prognosis pada 2
bulan pertama setelah lahir. Berdasarkan studi kolaboratif perinatal yang
melibatkan 59 bayi, 88 % kasus sembuh pada 4 bulan pertama, 92 % sembuh
dalam 12 bulan, dan 93 % sembuh dalam 48 bulan. Penelitian lain pada 28
bayi dengan paralisis fleksus parsial dan 38 bayi dengan fleksus total, 92 %
bayi sembuh spontan.(Sarwono Prawirohardjo, 2013)
5
1.3 Tujuan
6
BAB II
TINJAUAN TEORI
7
terjadi pada bayi makrosomik dan pada penarikan lateral dipaksakan pada
kepala dan leher selama persalinan bahu pada presentasi vertex atau bila
lengan diekstensikan berlebihan diatas kepala pada presentasi bokong serta
adanya penarikan berlebihan pada bahu. (Rukiyah,
Ai Yeyeh.2013.Asuhan neonates bayi dan anak balita,Jakarta: Trans Info
Media)
Trauma fleksus brachialis umunya terjadi pada bayi besar.Kelainan ini
timbul akibat tarikan yang kuat pada daerah leher saat melahirkan bayi
sehingga terjadi kerusakan pada fleksus brachialis.Biasanya ditemukan pada
persalinan letak sunsang bila dilakukan kontraksi yang kuat saat melahirkan
kepala bayi. Pada persalinan letak kepala, kelainan ini dapat terjadi pada
kasus distosia bahu. Pada kasus tersebut kadang-kadang dilakukan tarikan
pada kepala yang agak kuat ke belakang untuk melahirkan bahu depan.
(Sarwono Prawirohardjo, 2013)
Gejala klinis trauma fleksus brachialis berupa gangguan fungsi dan
posisi otot ekstremitas. Gangguan otot tersebut tergantung dari tinggi
rendahnaya serabut saraf fleksus brachialis yang rusak dan tergantung pula
dari berat ringannya kerusakan serabut saraf tersebut. Paresis atau paralisis
akibat kerusakan saraf perifer ini dapat bersifat temporer atau permanen. Hal
ini tergantung kerusakan yang terjadi pada serabut saraf di pangkal fleksus
brachialis yang akut berupa edema biasa, perdarahan, perobekan, atau
tercabutnya serabut saraf.
Sesuai dengan tinggi rendahnya pangkal serabut saraf fleksus
brachialis, trauma lahir pada saraf tersebut dapat dibagi menjadi
paresis/paralisis Duchene-Erb (C5-C6), yang tersering ditemukan;
paresis/paralisis Klumpke (C7,8-Th.1), jarang ditemukan.
Anatomi dari anyaman ini dibagi menjadi
Roots,Trunks,Divisions,Cords dan Bracher sehingga cedera di masing-
masing level ini akan memberikan cacat/trauma yang berbeda-beda.
a. Roots : berasal dari akar saraf di leher dan thorax pada level C5-C8, T1.
b. Trunks : dari Roots bergabung menjadi 3 trunks.
c. Divisions : dari 3 trunks masing-masing membagi 2 menjadi 6 division
8
d. Branches : cords tersebut bergabung menjadi 5 branches, yaitu
n.musculocutaneus, n.axilaris, n.radialis, n.medianus dan n.ulnaris
Trauma pada fleksus brachialis dapat menyebabkan paralisis lengan
atas dengan atau tanpa paralisis lengan bawah atau tangan. Lebih lazim
paralisi dapat terjadi pada seluruh lengan. Trauma fleksus brachialis sering
terjadi pada penarikan lateral yang dipaksakan pada kepala dan leher selama
persalinan, bahu pada presentasi verteks, atau bila lengan diekstensikan
berlebihan di atas kepala pada presentasi bokong, serta adanya penarikan
berlebihan pada bahu.
Terjadi empat jenis cedera fleksus brachialis :
1) Avulsion, jenis yang paling parah, di mana saraf rusak di tulang belakang
2) Pecah, di mana saraf robek, tetapi tidak pada lampiran spina
3) Neurona, di mana saraf telah berusaha untuk menyembuhkan dirinya
sendiri, tetapi jaringan parut telah berkembang di sekitar cedera, memberi
tekanan pada saraf dan mencegah cedera saraf dari melakukan sinyal ke otot-
otot
4) Neuraparaxia atau peregangan , di mana saraf telah rusak,tetapi tidak
robek. Neuraparaxia adalah jenis yang paling umum dari cedera fleksus
brachialis
9
Gambar Fleksus Brachialis
2.2 Etiologi
1) Makrosomia
Bayi yang berat badannya pada saat lahir lebih dari 4000 gram.
Trauma fleksus brachialis umunya terjadi pada bayi besar.Kelainan ini timbul
akibat tarikan yang kuat pada daerah leher saat melahirkan bayi sehingga
terjadi kerusakan pada fleksus brachialis.Biasanya ditemukan pada persalinan
letak sunsang bila dilakukan kontraksi yang kuat saat melahirkan
kepala bayi.Pada persalinan letak kepala, kelainan ini dapat terjadi pada kasus
distosia bahu. Pada kasus tersebut kadang-kadang dilakukan tarikan pada
kepala yang agak kuat ke belakang untuk melahirkan bahu depan. (Sarwono
Prawirohardjo, 2013)
2) Presentasi ganda
3) Letak sungsang
4) Distosia bahu
10
5) Malpresentasi
2. Faktor ibu
a) Tarikan yang berlebihan pada kepala dan leher saat menolong kelahiran
1) Paralisis Erb-Duchene
11
trauma lahir Erb, perlu diperhatikan kemungkinan terbukannya pula
serabut saraf frenikus yang menginervasi otot diafragma.
12
Gambar cedera fleksus brachialis saat persalinan.
13
Penatalaksanaan trauma lahir klumpke berupa imbolisasi dengan
memasang bidang pada telapak tangan dan sendiri tangan yang sakit pada
posisi netrak yang selanjutnya diusahakan program latihan.
14
2.4 Tanda dan Gejala Trauma pada Fleksus Brachialis
Gejala sisa dapat berupa deformitas tulang yang progresif, atrofi otot,
kontraktur sendi, kemungkinan terganggunya pertumbuhan anggota gerak,
dan kelemahan bahu (Sarwono,2014)
15
2. Permanen, parsial, atau total hilangnya fungsi
saraf yang terkena, menyebabkan kelumpuhan lengan atau kelemahan
lengan.
2.6 Patofisiologi
Bagian cord akar saraf dapat terjadi avulsi atau fleksus mengalami
traksi atau kompresi. Setiap trauma yang meningkatkan jarak antara titik yang
relatif fixed pada prevertebral fascia dan mid fore arm akan melukai fleksus.
16
2.7 Pemeriksaan Penunjang
2.8 Penatalaksanaan
17
mempercepat penyembuhan serabut saraf yang rusak dan mencegah kemungkinan
komplikasi lain seperti kontraksi otot. Upaya ini dilakukan antara lain dengan
cara:
1) Pada trauma yang ringan yang hanya berupa edema atau perdarahan ringan
pada pangkal saraf, fiksasi hanya dilakukan beberapa hari atau 1 – 2 minggu
untuk memberi kesempatan penyembuhan yang kemudian diikuti program
mobilisasi atau latihan.
2) Immobilisasi lengan yang lumpuh dalam posisi lengan atas abduksi 900, siku
fleksi 900 disertai supine lengan bawah dan pergelangan tangan dalam keadaan
ekstensi
Prognosis juga tergantung pada lokasi dan jenis cedera pleksus brakialis
menentukan prognosis.Untuk luka avulsion dan pecah tidak ada potensi untuk
pemulihan kecuali rekoneksi bedah dilakukan pada waktu yang tepat.Untuk
cedera neuroma dan neurapraxia potensi untuk pemulihan bervariasi.Kebanyakan
pasien dengan cedera neurapraxia sembuh secara spontan dengan kembali 90-
100% fungsi.
Penanganan lesi fleksus brachialis efektif bila cepat terdeteksi atau dimulai
pada usia antara 3 sampai 6 bulan. Ada dua terapi utama untuk lesi pleksus
brachialis yaitu :
18
2. Penanganan bedah
1. Paralisis erb-duchene
a) Upaya ini dilakukan antara lain dengan jalan immobilisasi pada
posisi tertentu selama 1-2 minggu yang kemudian diikuti program
latihan
b) Pada trauma ini imobilisasi dilakukan dengan cara fiksasi lengan
yang sakit dalam posisi yang berlawanan dengan posisi
karakteristik kelumpuhan Erb
c) Lengan yang sakit di fiksasi dalam posisi abduksi 90 ̊ disertai
eksorotasi pada sendi bahu, fleksi 90 ̊
2. Paralisis Klumpke
Penatalaksanaan trauma lahir klumpke berupa imobilisasi dengan
memasang bidang pada telapak tangan dan sendi tangan yang sakit
pada posisi netral yang selanjutnya diusahakan program latihan.
19
KONSEP DASAR MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN
PADA NEONATUS/BAYI /ANAK
DENGAN TRAUMA PADA FLEKSUS BRACHIALIS
I. PENGKAJIAN
Tanggal Pengkajian / Jam :
Tempat Pengkajian :
Nama Pengkaji :
A. DATA SUBYEKTIF
1. Identitas
Nama :
Jenis kelamin :
No Status Register :
Hari/tanggal MRS :
Umur : Umur :
Suku : Suku :
Bangsa : Bangsa :
Agama : Agama :
Pendidikan : Pendidikan :
Pekerjaan : Pekerjaan :
Alamat : Alamat :
20
a. Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan utama
Pada trauma fleksus brachialis beberapa bayi mengalami gangguan
motorik pada lengan atas, paralisis atau kelumpuhan pada lengan
atas dan lengan bawah, lengan atas dalam keadaan ekstensi dan
abduksi, jika anak diangkat maka lengan akan lemas dan
tergantung, reflex moro negative, tangan tidak bisa menggenggam
dan reflex meraih dengan tangan tidak ada (Dainty,2018)
Riwayat perjalanan penyakit dan upaya untuk mengatasi (Pada
riwayat perjalanan penyakit, disusun cerita yang kronologis, terinci
dan jelas pada dokumentasi SOAP mengenai keadaan kesehatan
pasien sejak sebelum terdapat keluhan sampai ia dibawa berobat)
21
Kebutuhan Keterangan
Dasar
Pola personal
hygiene
Pola aktifitas Tdak dapat bergerak aktif seperti bayi normal yang sehat.
Jika anak diangkat maka lengan akan lemas dan
tergantung dan kelumpuhan pada lengan atas dan lengan
bawah
B. Data objektif
1. Pemeriksaan umum
Kesadaran : Composmentis/apatis/somnolen/ sopor /koma/delirium
Tanda – tanda vital
- Tekanan darah :
Normal
1 Bulan 85/54
22
1 Tahun 95/65
6 Tahun 105/65
10-13Tahun 110/65
- Nadi :
- Pernafasan : Normal anak-anak 20-30
- Suhu :
Antropometri :
Tinggi badan :
Berat badan sebelum sakit :
Berat badan Saat ini :
Lila Pada anak berumur 1-5 tahun, LILA
saja sudah dapat menunjukan status
gizi, dengan interpretasi sbb:
< 12,5 cm : gizi buruk ( merah )
12,5-13,5 :gizi kurang ( kuning)
>13,5 : Gizi baik ( hijau )
Lingkar Kepala :
Lingkar Dada :
Lingkar Perut :
2. Pemeriksaa fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan secara head to toe mulai dari
inspeksi,palpasi, auskultasi dan perkusi.
Inspeksi
Kulit :
Kepala :
Wajah :
Mata :
Telinga :
Hidung :
Mulut :
Leher :
23
Dada :
Abdomen :
Genetalia eksterna :
Anus :
Ekstremitas :
Anggota gerak yang terkena akan berada dalam
posisi adduksi, pronasi, dan rotasi internal.(Sarwono
Prawirohardjo, 2013)
24
PALPASI
Kepala :
Wajah :
Mata :
Telinga :
Hidung :
Mulut :
Leher :
Dada :
Abdomen :
Genetalia :
Anus :
Ektremitas :
Auskutasi :
Perkusi :
3. Pemeriksaan neurologis/refleks
Refleks moro :
Reflex moro negatif, biseps, dan radiasi pada sisi
yang terkena akan menghilang. Reflex
menggenggam biasanya masih ada. Pada lima
persen kasus disertai paresis nervus frenikus
ipsilateral (Sarwono Prawirohardjo, 2013)
Refleks tonic neck : Pada bayi dengan trauma fleksus brachialis reflek
tonic neck negative.
Refleks rooting :
Refleks sucking :
Refleks graps (plantar & palmar grasp) : Reflex meraih dengan
tangan tidak ada
Refleks babinski ` : Pada bayi dengan paralisis klumpke
25
terdapat kelemahan otot-otot freksor
pergelangan tangan, sehingga bayi
kehilangan refkes mengepal
4. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang meliputi
pemeriksaan radiologi daerah bahu dan
lengan atas untuk menyingkirkan trauma
rulang. Foto toraks harus dikerjakan untuk
menyingkirkan kemungkinan paresis nervus
frenikusa. Elektromiografi (EMG) dan
pemeriksaan konduksi saraf kadang-kadang
diperlukan. MRI dapat digunakan untuk
menilai trauma pleksus secara noninvasif
dalam wakru yang relatif singkat dan dapat
dikerjakan tanpa anestesi umum. MRI dapat
mengetahui adanya meningokel dan
membedakan antara akar saraf yang utuh
dengan pseudomeningokel (kemungkinan
arulsi komplit). Apabila dilakukan dengan
hati-hati, CT mielografi intratekal dapat
memperlihatkan disrupsi preganglion,
pseudomeningokel, dan avulsi akar saraf
parsial. CT mielografi lebih invasif dan
memiliki beberapa keuntungan fika
dibandingkan MRI (Sarwono,2014)
26
Cara penulisan diagnosis
V . INTERVENSI
27
1. Jelaskan pada ibu tentang kondisi bayinya saat ini
VI. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan dilakukan dengan efisien dan aman sesuai dengan rencana asuhan
yang telah disusun.pelaksanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau
sebagian dikerjakan oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya.
VII. Evaluasi
28
BAB III
TINJAUAN KASUS
S:
1. BIODATA
Biodata Anak
29
Pendidikan : S1 Pendidikan : S1
2. Keluhan utama
Ibu mengatakan bayi sering menangis dan rewel, tangan kanan bayinya tidak
bereaksi terhadap ransangan yang diberikan, telapak tangan kanan bayinya
terbalik kearah belakang, tangan kanan bayinya tidak bisa menggengam dan
kedua telapak tangan terkulai lemah serta tangan kanan bayinya seperti tangan
orang lumpuh.
Ini merupakan kehamilan ibu yang ke -2.Saat hamil ibu mengalami sering
kencing, pegal pegal dannyeri pinggang hingga ke perut dan sering kencing.
Saat hamil bayi ini, ibu mengatakan pembesaran perutnya lebih besar dari
kehamilan kehamilan sebelumnya. Ibu tidak pernah memiliki riwayat penyakit
yang dapat memperberat dan atau diperberat oleh kehamilan, seperti Penyakit
Jantung, Hipertensi,Hepatitis, TBC, Asma Bronchial, Ginjal, Diabetes Melitus,
Infeksi Saluran Kemih (ISK), IMS/HIV/AIDS, Epilepsi,Malaria, Haemorroid,
Psikosis/Gangguan Mental,Penyakit Autoimun, Riwayat Alergi, Riwayat
Pembedahan, dan lainnya. Ibu tidak mengkonsumsi obat-obatan/jamu, tidak
merokok tidak alergi makanan tertentu, , tidak ada alergi obat obat dan nafsu
makan sangat meningkat saat hamil Ibu melakukan kunjungan ANC sebanyak
5 kali, 1 kali pada trimester I, 2 kali pada trimester II dan 2 kali pada trimester
III. Jenis persalinan ibu spontan, di tolong oleh Bidan. Lama persalinan kala I
8 jam, kala II 3 jam, kala III 30 menit dan kala IV 2 jam. Saat persalinan terjadi
penyulit saat lahir yaitu kepala lahi lama sekali untuk melakukan putaran paksi
luar dan bidan mengalami kesulitan saat menolong kelahiran bahu. Bidan
melakukan tindakan menarik dengan kuat lengan bayi terutama lengan kanan.
Ketuban pecah spontan setelah pembukaan lengkap, ± 500 cc dan baunya amis.
Plasenta lahir lengkap dan tidak ada komplikasi persalinan lainnya.
30
4. Riwayat Imunisasi
5. Riwayat Alergi
Pola aktifitas Bayi tidak bergerak aktif, jika diangkat maka lengan
akan
31
Ibu menerima keadaan bayinya. Tidak ada adat istiadat dalam keluarga yang dapat
memberikan dampak negative atau merugikan bagi kesehatan bayi
O:
1. Pemeriksaan Umum
Kesadaran : Composmentis
Pernafasan : 60 x/i
Suhu : 37,2 °C
Antropometri
Panjang badan : 50 cm
Lingkar dada : 32 cm
Lingkar kepala : 34 cm
Lingkar perut : 33 cm
32
2. Pemeriksaan fisik
Kepala : Ubun ubun agak cekung, tidak ada caput dan tidak ada cephal
Hematoma
Mata : Konjungtiva tidak pucat, sclera tidak ada ikterik dan tidak ada
infeksi
Telinga : Daun telinga lengkap, simetris kiri dan kanan, Lubang telinga ada
Hidung : Lubang hidung dibatasi sekat, tidak ada kelainan pada lubang
hidung dan hidung bersih
Mulut : Bibir merah, tidak ada labio palato skizis dan labio
Tali pusat : Terawat dan terbungkus dalam kassa steril dan tidak ada tanda
tandainfeksi
Ekstremitas atas : jari jari tangan lengkap, tidak ada pembengkakan, tidak ada
Ekstrimitas bawah : Jari - jari kaki lengkap,pergerakan kaki kanan dan kiri
33
aktif dan tidak ada gangguan pergerakan, tidak ada odema,
tidak ada sianosis di ujung ujung jari.
Genitalia : Testis sudah turun kedalam scrotum, saluran uretra dan penis ada
dan tidak ada kelainan
3. Reflek
A:
34
Kebutuhan Tindakan Segera : tidak ada
P:
2. Menjelaskan kepada ibu bahwa anaknya akan diberi penguat atau bidai selama
1-2 minggu pertama kehidupannya. Caranya: letakkan tangan bayi yang lumpuh
disamping kepalanya yaitu dengan memasang perban pada pergelangan tangan
bayi kemudian dipanitikan dengan bantal atau seprei disamping kepalanya dan Ibu
mengerti bahwa anak akan diberikan penguat atau bidai pada tangan bayi yang
lumpuh.
3. Menelaskan pada ibu jika masih berlanjut segera rujuk kerumah sakit. Ibu
mengerti jika ada keluhan berlangsung keluarga akan melakukan rujukan kerumah
sakit.
4. Menjelaskan pada ibu untuk memperhatikan nutrisi yang akan diberikan. Ibu
mengerti cara untuk memberikan nutrisi yang sesuai kepada bayi berupa
5. Menjelaskan pada ibu tentang perawatan sehari hari kepada anaknya. Ibu
mengerti tentang perawatan anaknya sehari hari pasca terapi trauma fleksus
branchialis.
35
BAB IV
PENTUTUP
4.1 Kesimpulan
Penatalaksaan pada fleksus brachialis yaitu jika trauma yang ringan hanya
berupa edema atau perdarahan ringan pada pangkal saraf, fiksasi hanya dilakukan
beberapa hari atau 1 – 2 minggu untuk memberi kesempatan penyembuhan yang
kemudian diikuti program mobilisasi atau latihan. Immobilisasi lengan yang
lumpuh dalam posisi lengan atas abduksi 900, siku fleksi 900 disertai supine
lengan bawah dan pergelangan tangan dalam keadaan ekstensi. Pemberian
penguat atau bidai selama 1 – 2 minggu pertama kehidupannya dengan cara
meletakkan tangan bayi yang lumpuh disebelah kepalanya. Rujuk ke rumah sakit
jika tidak bisa ditangani.
36
4.2 Saran
37
DAFTAR PUSTAKA
Ai yeyeh rukiyah, Lia, Yulianti.2012.Asuhan Neonatus Bayi Dan Balita. Jakarta :
Dewi, Lia Nanny Vivian. 2013. Asuhan Neonatus Bayi Dan Balita. Jakarta :
Salemba Medika
38