Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

ASUHAN KEBIDANAN NEONATUS, BAYI DAN BALITA

“TRAUMA PADA FLEKSUS BRACHIALIS”

Dosen Pembimbing:

Ratna Wati, SST

Oleh :

Nur Amida Novita Asria

NIM. P07224219026

PRODI DIII KEBIDANAN SAMARINDA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN

KALIMANTAN TIMUR

2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan sehingga
saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Atas berkat rahmat-
Nya saya dapat menyelesaikan tugas mata kuliah “Asuhan Kebidanan Neonatus,
Bayi dan Balita”. Tanpa pertolongan-Nya tentunya saya tidak akan sanggup untuk
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah
curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita
nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat


sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul “Trauma pada
Fleksus Brachialis”. Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di
dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk
makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik
lagi. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf
yang sebesar-besarnya.

Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya.

Muara Jawa, 04 Juni 2020

Nur Amida Novita Asria

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................
1.3 Tujuan.........................................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Konsep Dasar Teori
2.1 Definisi Trauma pada Fleksus Brachialis............................................
2.2 Etiologi................................................................................................
2.3 Klasifikasi Trauma pada Fleksus Brachialis........................................
2.4 Tanda dan Gejala Trauma pada Fleksus Brachialis.............................
2.5 Komplikasi Trauma pada Fleksus Brachialis.....................................
2.6 Patofisiologi.........................................................................................
2.7 Pemeriksaan penunjang.......................................................................
2.8 Penatalaksanaan...................................................................................
B. Konsep Dasar Manajemen Asuhan Kebidanan pada Neonatus dengan
Trauma Pada Fleksus Brachialis.......................................................................
BAB III TINJAUAN KASUS........................................................................

BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan.................................................................................................
4.2 Saran...........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelahiran seorang bayi merupakan momen yang membahagiakan


orang tua, terutama bayi yang sehat. Tetapi tidak semua bayi lahir dalam
keadaan sehat. Beberapa bayi lahir dengan gangguan pada masa prenatal,
natal, pascanatal. Keadaan ini akan memberi pengaruh bagi tumbuh kembang
selanjutnya. Asuhan neonatus dengan jejas (trauma) persalinan sangat
berpengaruh terhadap trauma pada kelahiran. Trauma lahir adalah trauma
mekanis yang disebabkan karena persalinan/kelahiran. Salah satu trauma
pada bayi baru lahir adalah trauma pada fleksus brachialis. Banyak faktor
yang mengakibatkan terjadinya trauma fleksus brachialis pada bayi baru lahir
baik dari ibu maupun dari bayi sendiri.

Trauma fleksus brachialis umunya terjadi pada bayi besar.Kelainan ini


timbul akibat tarikan yang kuat pada daerah leher saat melahirkan bayi
sehingga terjadikerusakan pada fleksus brachialis. Biasanya ditemukan pada
persalinan letak sunsang bila dilakukan kontraksi yang kuat saat melahirkan
kepala bayi.Pada persalinan letak kepala, kelainan ini dapat terjadi pada kasus
distosia bahu. Pada kasus tersebut kadang-kadang dilakukan tarikan pada
kepala yang agak kuat ke belakang untuk melahirkan bahu depan. (Sarwono
Prawirohardjo,2013).

Insidens paralisis pleksus brachialis ialah 0,5-2,0 per 1.000 kelahiran


hidup. Kebanyakan kasus merupakan paralis Erb.Paralisis pada seluruh
fleksus brachialis terjadi pada 10 % kasus (Sarwono Prawirohardjo, 2013).
Paralisis Erb (C5-C6) paling sering terjadi dan berhubungan dengan
terbatasnya gerakan bahu. Anggota gerak yang terkena akan berada dalam
posisi adduksi, pronasi, dan rotasi internal. Reflex moro, bisepa, dan radiasi
pada sisi yang terkena akan menghilang. Reflex menggenggam biasanya
masih ada. Pada lima persen kasus disertai paresis nervus frenikus ipsilateral.
(Sarwono Prawirohardjo, 2013)

4
Paralisis klumpke (C7-8, Th1) jarang terjadi dan mengakibatkan
kelemahan pada otot-otot intrinsic tangan sehingga bayi kehilangan reflex
menggenggam. Bila serabut simpatis servikal pada spina torakal pertama
terlibat, maka akan dijumpai sindrom Horner. Tidak ada pedoman dalam
penentuan prognosis. Narakas mengembangkan sistem klasifikasi (tipe I-V)
berdasarkan beratnya dan luasnya lesi dalam menentukan prognosis pada 2
bulan pertama setelah lahir. Berdasarkan studi kolaboratif perinatal yang
melibatkan 59 bayi, 88 % kasus sembuh pada 4 bulan pertama, 92 % sembuh
dalam 12 bulan, dan 93 % sembuh dalam 48 bulan. Penelitian lain pada 28
bayi dengan paralisis fleksus parsial dan 38 bayi dengan fleksus total, 92 %
bayi sembuh spontan.(Sarwono Prawirohardjo, 2013)

Adanya trauma fleksus brachialis ini menimbulkan kecemasan pada


orangtua bayi, jadi tenaga kesehatan harus mampu mengatasi kecemasan
orangtua bayi dan memberikan asuhan yang tepat pada bayi dengan trauma
fleksus brachialis.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari trauma pada fleksus brachialis?


2. Apa etiologi dari trauma pada fleksus brachialis?
3. Apa saja klasifikasi dari trauma pada fleksus brachialis?
4. Apa saja tanda dan gejala dari trauma pada fleksus brachialis?
5. Apa komplikasi dari trauma pada fleksus brachialis?
6. Bagaimana patofisiologi dari trauma pada fleksus brachialis?
7. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari trauma pada fleksus brachialis?
8. Bagaimanan penatalaksanaan dari trauma pada fleksus brachialis?

5
1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi dari trauma pada fleksus brachialis


2. Untuk mengetahui etiologi dari trauma pada fleksus brachialis
3. Untuk mengetahui klasifikasi dari trauma pada fleksus brachialis
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari trauma pada fleksus brachialis
5. Untuk mengetahui komplikasi dari trauma pada fleksus brachialis
6. Untuk mengetahui patofisiologi dari trauma pada fleksus brachialis
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari trauma pada fleksus
brachialis
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari trauma pada fleksus brachialis

6
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR TEORI

2.1 Definisi Trauma pada Fleksus Brachialis

Trauma fleksus brachialis pada neonatal adalah kelumpuhan pada


semua atau sebagian ekstremitas atas yang disebabkan oleh cedera traumatis
pada fleksus brachialis yang terjadi saat lahir. Trauma pada fleksus brachialis
adalah kelumpuhan pada fleksus brachialis sehingga menyebabkan
kelemahan dan kelumpuhan lengan untuk fleksi, abduksi dan memutar lengan
keluar serta hilangnya reflex bisep dan reflex moro.( Mason & Ciervo,2009)
Trauma fleksus brachialis merupakan paralisis lengan yang
diakibatkan karena cedera pada kelompok saraf utama lengan, khususnya
radiks C5-C8 dan T1. Fleksus brachialis adalah sebuah jaringan saraf tulang
belakang yang berasal dari belakang leher, meluas melalui aksila (ketiak) dan
menimbulkan saraf untuk ekstremitas. Fleksus brachialis dibentuk dari
anyaman rami ventralis yang berasal dari akar saraf serviklis kelima (C5)
sampai dengan thorakalis pertama (T1), yang semuanya berasal dari sumsum
tulang belakang.
Serabut saraf akan didistribusikan kebeberapa bagian lengan. Jaringan
saraf dibentuk oleh cervical yang bersambungan dengan dada dan tulang
belakang urat dan pengadaan di lengan dan bagian bahu.
Trauma lahir pada fleksus brachialis dapat dijumpai pada persalinan
yang mengalami kesekaran dalam melahirkan kepala atau bahu. Pada
kelahiran presentasi vertex yang mengalami kesukaran melahirkan bahu,
dapat terjadi penarikan balik cukup ke lateral yang berakibat terjadinya
trauma di fleksus brachialis. Trauma lahir ini dapat pula terjadi pada
kelahiran letak sungsang yang mengalami kesukaran melahirkan kepala bayi.
Jejas pada fleksus brachialis dapat menyebabkan paralisis lengan atas
dengan atau tanpa paralisis lengan bawah atau tangan, atau lebih lazim
paralisis dapat terjadi pada seluruh lengan. Jejas fleksus brachialis sering

7
terjadi pada bayi makrosomik dan pada penarikan lateral dipaksakan pada
kepala dan leher selama persalinan bahu pada presentasi vertex atau bila
lengan diekstensikan berlebihan diatas kepala pada presentasi bokong serta
adanya penarikan berlebihan pada bahu. (Rukiyah,
Ai Yeyeh.2013.Asuhan neonates bayi dan anak balita,Jakarta: Trans Info
Media)
Trauma fleksus brachialis umunya terjadi pada bayi besar.Kelainan ini
timbul akibat tarikan yang kuat pada daerah leher saat melahirkan bayi
sehingga terjadi kerusakan pada fleksus brachialis.Biasanya ditemukan pada
persalinan letak sunsang bila dilakukan kontraksi yang kuat saat melahirkan
kepala bayi. Pada persalinan letak kepala, kelainan ini dapat terjadi pada
kasus distosia bahu. Pada kasus tersebut kadang-kadang dilakukan tarikan
pada kepala yang agak kuat ke belakang untuk melahirkan bahu depan.
(Sarwono Prawirohardjo, 2013)
Gejala klinis trauma fleksus brachialis berupa gangguan fungsi dan
posisi otot ekstremitas. Gangguan otot tersebut tergantung dari tinggi
rendahnaya serabut saraf fleksus brachialis yang rusak dan tergantung pula
dari berat ringannya kerusakan serabut saraf tersebut. Paresis atau paralisis
akibat kerusakan saraf perifer ini dapat bersifat temporer atau permanen. Hal
ini tergantung kerusakan yang terjadi pada serabut saraf di pangkal fleksus
brachialis yang akut berupa edema biasa, perdarahan, perobekan, atau
tercabutnya serabut saraf.
Sesuai dengan tinggi rendahnya pangkal serabut saraf fleksus
brachialis, trauma lahir pada saraf tersebut dapat dibagi menjadi
paresis/paralisis Duchene-Erb (C5-C6), yang tersering ditemukan;
paresis/paralisis Klumpke (C7,8-Th.1), jarang ditemukan.
Anatomi dari anyaman ini dibagi menjadi
Roots,Trunks,Divisions,Cords dan Bracher sehingga cedera di masing-
masing level ini akan memberikan cacat/trauma yang berbeda-beda.
a. Roots : berasal dari akar saraf di leher dan thorax pada level C5-C8, T1.
b. Trunks : dari Roots bergabung menjadi 3 trunks.
c. Divisions : dari 3 trunks masing-masing membagi 2 menjadi 6 division

8
d. Branches : cords tersebut bergabung menjadi 5 branches, yaitu
n.musculocutaneus, n.axilaris, n.radialis, n.medianus dan n.ulnaris
Trauma pada fleksus brachialis dapat menyebabkan paralisis lengan
atas dengan atau tanpa paralisis lengan bawah atau tangan. Lebih lazim
paralisi dapat terjadi pada seluruh lengan. Trauma fleksus brachialis sering
terjadi pada penarikan lateral yang dipaksakan pada kepala dan leher selama
persalinan, bahu pada presentasi verteks, atau bila lengan diekstensikan
berlebihan di atas kepala pada presentasi bokong, serta adanya penarikan
berlebihan pada bahu.
Terjadi empat jenis cedera fleksus brachialis :
1) Avulsion, jenis yang paling parah, di mana saraf rusak di tulang belakang
2) Pecah, di mana saraf robek, tetapi tidak pada lampiran spina
3) Neurona, di mana saraf telah berusaha untuk menyembuhkan dirinya
sendiri, tetapi jaringan parut telah berkembang di sekitar cedera, memberi
tekanan pada saraf dan mencegah cedera saraf dari melakukan sinyal ke otot-
otot
4) Neuraparaxia atau peregangan , di mana saraf telah rusak,tetapi tidak
robek. Neuraparaxia adalah jenis yang paling umum dari cedera fleksus
brachialis

9
Gambar Fleksus Brachialis

2.2 Etiologi

Faktor yang mempengaruhi terjadinya trauma fleksus brakhialis

1. Faktor bayi sendiri, yaitu :

1) Makrosomia

Bayi yang berat badannya pada saat lahir lebih dari 4000 gram.
Trauma fleksus brachialis umunya terjadi pada bayi besar.Kelainan ini timbul
akibat tarikan yang kuat pada daerah leher saat melahirkan bayi sehingga
terjadi kerusakan pada fleksus brachialis.Biasanya ditemukan pada persalinan
letak sunsang bila dilakukan kontraksi yang kuat saat melahirkan
kepala bayi.Pada persalinan letak kepala, kelainan ini dapat terjadi pada kasus
distosia bahu. Pada kasus tersebut kadang-kadang dilakukan tarikan pada
kepala yang agak kuat ke belakang untuk melahirkan bahu depan. (Sarwono
Prawirohardjo, 2013)

2) Presentasi ganda

Keadaan dimana di samping bagian terendah janin teraba anggota


badan, antara lain tangan, lengan atau kaki, atau keadaan dimana di
samping bokong janin di jumpai tangan

3) Letak sungsang

Cedera fleksus brachialis dapat terjadi saat prenatal atau selama


proses kelahiran saat traksi digunakan di leher. Cedera tersebut dapat
terjadi pada kelahiran presentasi bokong yang di perberat dengan distosia
bahu.

4) Distosia bahu

Pada persalinan distosia bahu adanya traksi yang dilakukan oleh


penolong persalinan sehingga mengakibatkan fleksus brachialis mengalami
ovulsi.

10
5) Malpresentasi

Merupakan bagian terendah janin yang berada di bagian segmen


bawah rahim selain bagian belakang kepala, seperti adanya bagian kecil
janin didekat kepala.

2. Faktor ibu

a) Ibu dengan panggul sempit (CPD)

b) Umur ibu yang sudah tua

c) Adanya penyulit saat persalinan

Seperti pada partus yang lama akan menyebabkan adanya tekanan


tulang pelvis. Cedera fleksus brachialis sering terjadi dan ditemukan
biasanya terjadi setelah suatu persalinan yang sulit, namun kadangkala
sesudah persalinan yang tampaknya mudah, bayi baru lahir dengan
mengalami kelumpuhan

3. Faktor penolong persalinan

a) Tarikan yang berlebihan pada kepala dan leher saat menolong kelahiran

b) Tarikan yang berlebihan pada bahu pada presentasi bokong

Trauma fleksus brachialis sering terjadi pada penarikan lateral


yang dipaksakan pada kepala dan leher, selama persalinan bahu pada
presentasi verteks atau bila lengan diekstensikan berlebihan diatas kepala
pada presentasi bokong serta adanya penarikan berlebihan pada bahu.

2.3 Klasifikasi Trauma pada Fleksus Brachialis

1) Paralisis Erb-Duchene

Yaitu kelumpuhan bagian-bagian tubuh yang disarafi oleh cabang-


cabang C5 dan C6 dari pleksus barkialis. Upper radicular syndrome (Erb-
Duchenne palsy) adalah lengan berada dalam posisi abduksi, putaran ke
dalam, lengan bawah dalam pranasi, dan telapak tangan ke dorsal. Pada

11
trauma lahir Erb, perlu diperhatikan kemungkinan terbukannya pula
serabut saraf frenikus yang menginervasi otot diafragma.

Pada trauma yang ringan yang hanya berupa edema atau


perdarahan ringan pada pangkal saraf, fiksasi hanya dilakukan beberapa
hari atau 1 – 2 minggu untuk memberikesempatan penyembuhan yang
kemudian diikuti program mobilisasi atau latihan.Secara klinis di samping
gejala kelumpuhan Erb akan terlihat pula adanya sindrom gangguan nafas.

Penanganan pada kerusakan fleksus ini, antara lain meletakkan


lengan atas dalam posisi abduksi 900  dalam putaran keluar, siku dalam
fleksi 900 dengan supinasi lengan bawah dan ekstensi pergelangan tangan,
serta telapak tangan menghadap depan. Kerusakan ini akan sembuh dalam
waktu 3-6 bulan. Penanganan terhadap trauma pleksus brakialis ditujukan
untuk mempercepat penyembuhan serabut saraf yang rusak dan mencegah
kemungkinan komplikasi lain seperti kontraksi otot

Upaya ini dilakukan antara lain dengan jalan imobilisasi pada


posisi tertentu selama 1 – 2 minggu yang kemudian diikuti program
latihan. Pada trauma ini imobilisasi dilakukan dengan cara fiksasi lengan
yang sakit dalam posisi yang berlawanan dengan posisi karakteristik
kelumpuhan Erg. Lengan yang sakit difiksasi dalam posisi abduksi 90 0
disertai eksorotasi pada sendi bahu, fleksi 900.

12
Gambar cedera fleksus brachialis saat persalinan.

Gambar cedera persalinan yang menyebabkanErb’s palsy.

2) Lower Radicular Syndrome (Klumpke’s Palsy)

Yaitu kelumpuhan bagian-bagian tubuh yang disarafi oleh cabang


C8-Th 1 dari fleksus brachialis. Kerusakan ini menyebabkan kelemahan
lengan dan otot-otot fleksor pergelangan, sehingga gejala yang tampak
adalah telapak tangan tidak dapat mengepal. Penanganan pada kerusakan
fleksus ini adalah dengan melakukan fisioterapi. Kerusakan fleksus ini
akan sembuh dalam waktu 3-6 bulan..Penyebabnya adalah tarikan yang
kuat daerah leher pada kelahiran bayi menyebabkan kerusakan pada
pleksus brakialis. Sering dijumpai pada letak sungsang atau pada letak
kepala bila terjadi distosia bahu.

Secara klinis terlihat refleks pegang menjadi negatif, telapak


tangan terkulai lemah, sedangkan refleksi biseps dan radialis tetap positif.
Jika serabut simpatis ikut terkena, maka akan terlihat sindrom HORNER
yang ditandai antara lain oleh adanya gejala prosis, miosis, enoftalmus,
dan hilangnya keringat di daerah kepala dan muka homolateral dari trauma
lahir tersebut.

13
Penatalaksanaan trauma lahir klumpke berupa imbolisasi dengan
memasang bidang pada telapak tangan dan sendiri tangan yang sakit pada
posisi netrak yang selanjutnya diusahakan program latihan.

Paralisis Klumpke (C7 - 8, Th1) jarang terjadi dan mengakibatkan


kelemahan pada otot-otot intrinsik rangan sehingga bayi kehilangan
refleks menggenggam. Bila serabut simpatis servikal pada spina torakal
pertama terlibat, maka akan dijumpai sindrom Horne. Tidak ada pedoman
dalam penentuan prognosis. Narakas mengembangkan sistem klasifikasi
(tipe I - V) berdasarkan beratnya dan luasnya lesi dalam menentukan
prognosis pada 2 bulan pertama setelah lahir. Berdasarkan studi
kolaboratif perinatal yang melibatkan 59 bayi, 88% kasus sembuh pada 4
bulan pertama, 92 % sembuh dalam 12 bulan, dan 93 % sembuh dalam 48
bulan. Penelitian lain pada 28 bayi dengan paralisis pleksus parsial dan 38
bayi dengan paralisis pleksus total, 92 % bayi sembuh spontan
(Sarwono,2014)

Gambar Klumpke palsy

14
2.4 Tanda dan Gejala Trauma pada Fleksus Brachialis

Gejala sisa dapat berupa deformitas tulang yang progresif, atrofi otot,
kontraktur sendi, kemungkinan terganggunya pertumbuhan anggota gerak,
dan kelemahan bahu (Sarwono,2014)

Gejala klinis trauma lahir pleksus brakialis berupa gangguan fungsi


dan posisi otot ekstremitas atas. Gangguan otot tersebut tergantung dari tinggi
rendahnya serabut syaraf pleksus braklialis yang rusak dan tergantung pula
dari berat ringannya kerusakan serabut syaraf tersebut. Paresis atau paralisis
akibat kerusakan syaraf perifer ini dapat bersifat temporer atau permanen. Hal
ini tergantung kerusakan yang terjadi pada serabut syaraf di pangkal pleksus
brakialis yang akut berupa edema biasa, perdarahan, perobekan atau
tercabutnya serabut saraf.

Adapun tanda dan gejalanya, yaitu :

1. Gangguan motorik pada lengan atas


2. Paralisis atau kelumpuhan pada lengan atas dan lengan bawah
3. Lengan atas dalam keadaan ekstensi dan abduksi
4. Jika anak diangkat maka lengan akan lemas dan tergantung
5. Reflex moro negative
6. Tangan tidak bisa menggenggam
7. Reflex meraih dengan tangan tidak ada
“Gejala-gejala tersebut tergantung besar kecilnya kelumpuhan”

2.5 Komplikasi Trauma Fleksus Brakhialis

1. Kontraksi otot yang abnormal (kontraktur) atau


pengencangan otot-otot, yang mungkin menjadi permanen pada bahu, siku
atau pergelangan tangan

15
2. Permanen, parsial, atau total hilangnya fungsi
saraf yang terkena, menyebabkan kelumpuhan lengan atau kelemahan
lengan.
2.6 Patofisiologi

Cidera yang disebabkan oleh akar pleksus dapat bersifat bervariasi


dan dapat mempengaruhi sebagian atau semua akar. Cedera klasiknya adalah
C5, C6 palsy, tetapi semua akar bisa terlibat. Tingkat dan sifat keterlibatan
akar bervariasi dari neuropraksia hingga berbagai tingkat aksonotomesis
hingga neurotomesis. Dalam cedera terburuk, bahkan kemungkinan avulsi
akar dan seseorang dapat menemukan ganglia di leher Pemeriksaan klinis dan
elektrofisiologi dengan atau tanpa magnetic resonance imaging (MRI) dapat
membantu dalam menentukan sebagian besar jenis dan luas cedera.

Bagian cord akar saraf dapat terjadi avulsi atau fleksus mengalami
traksi atau kompresi. Setiap trauma yang meningkatkan jarak antara titik yang
relatif fixed pada prevertebral fascia dan mid fore arm akan melukai fleksus.

Traksi dan kompresi dapat juga menyebabkan iskemi, yang akan


merusak pembuluh darah. Cedera pleksus brakialis dianggap disebabkan oleh
traksi yang berlebihan diterapkan pada saraf. Cedera ini bisa disebabkan
karena distosia bahu, penggunaan traksi yang berlebihan atau salah arah, atau
hiperekstensi dari alat ekstraksi sungsang. Mekanisme ukuran panggul ibu
dan ukuran bahu dan posisi janin selama proses persalinan untuk menentukan
cedera pada pleksus brakialis. Secara umum, bahu anterior terlibat ketika
distosia bahu, namun lengan posterior biasanya terpengaruh tanpa adanya
distosia bahu. Karena traksi yang kuat diterapkan selama distosia bahu adalah
mekanisme yang tidak bisa dipungkuri dapat menyebabkan cedera, cedera
pleksus brakialis. Kompresi yang berat dapat menyebabkan hematome
intraneural, dimana akan menjepit jaringan saraf sekitarnya.

16
2.7 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan radiologi daerah bahu


dan lengan atas untuk menyingkirkan trauma rulang. Foto toraks harus
dikerjakan untuk menyingkirkan kemungkinan paresis nervus frenikusa.
Elektromiografi (EMG) dan pemeriksaan konduksi saraf kadang-kadang
diperlukan. MRI dapat digunakan untuk menilai trauma pleksus secara
noninvasif dalam wakru yang relatif singkat dan dapat dikerjakan tanpa
anestesi umum. MRI dapat mengetahui adanya meningokel dan membedakan
antara akar saraf yang utuh dengan pseudomeningokel (kemungkinan arulsi
komplit). Apabila dilakukan dengan hati-hati, CT mielografi intratekal dapat
memperlihatkan disrupsi preganglion, pseudomeningokel, dan avulsi akar
saraf parsial. CT mielografi lebih invasif dan memiliki beberapa keuntungan
fika dibandingkan MRI (Sarwono,2014)

 2.8 Penatalaksanaan

Penanganan meliputi pencegahan kontraktur. Imobilisasi anggota gerak


dengan cara meletakkan anggota gerak atas pada rongga abdomen selama minggu
pertama dan selanjurnya mulai latihan dengan pergerakan pasif pada semua sendi
anggota geraka. Gunakan bantuan bidai pergelangan tangan. Hasil yang baik dari
terapi bedah adalah bila dikerjakan pada tahun pertama kehidupan. Beberapa
peneliti merekomendasikan eksplorasi bedah dan pencangkokan (grafting) bila
tidak terdapat fungsi pada akar atas pada usia 3 bulan. Tindakan eksplorasi awal
umumnya tidak dianjurkan. Komplikasi eksplorasi pleksus brakialis antara lain
infeksi, prognosis buruk, dan luka bakar karena penggunaan mikroskop pada saat
operasi. Pasien dengan arulsi akar prognosisnya buruk. Prosedur paliatif dengan
cara transfer tendon telah beberapa kali dikerjakan. Transfer latisimus dorsi dan
teres mayor direkomendasikan untuk meningkatkan fungsi otot bahu pada
paralisis Erb. (Sarwono,2014)

Penanganan atau penatalaksanaan kebidanan meliputi rujukan untuk


membebat daerah dekat tubuh yang terkena dan konsultasi dengan tim
pediatri. Penanganan terhadap trauma pleksus brakialis ditujukan untuk

17
mempercepat penyembuhan serabut saraf yang rusak dan mencegah kemungkinan
komplikasi lain seperti kontraksi otot. Upaya ini dilakukan antara lain dengan
cara:

1) Pada trauma yang ringan yang hanya berupa edema atau perdarahan ringan
pada pangkal saraf, fiksasi hanya dilakukan beberapa hari atau 1 – 2 minggu
untuk memberi kesempatan penyembuhan yang kemudian diikuti program
mobilisasi atau latihan.

2) Immobilisasi lengan yang lumpuh dalam posisi lengan atas abduksi 900, siku
fleksi 900 disertai supine lengan bawah dan pergelangan tangan dalam keadaan
ekstensi

3) Beri penguat atau bidai selama 1 – 2 minggu pertama kehidupannya dengan


cara meletakkan tangan bayi yang lumpuh disebelah kepalanya.

4) Rujuk ke rumah sakit jika tidak bisa ditangani.

Penatalaksanaan dilakukan dalam bentuk kuratif atau pengobatan.


Pengobatan tergantung pada lokasi dan jenis cedera pada pleksus brakialis dan
mungkin termasuk terapi okupasi dan fisik dan dalam beberapa kasus,
pembedahan.Beberapa cedera pleksus brakialis menyembuhkan sendiri.Anak-
anak dapat pulih atau sembuh dengan 3 sampai 4 bulan.

Prognosis juga tergantung pada lokasi dan jenis cedera pleksus brakialis
menentukan prognosis.Untuk luka avulsion dan pecah tidak ada potensi untuk
pemulihan kecuali rekoneksi bedah dilakukan pada waktu yang tepat.Untuk
cedera neuroma dan neurapraxia potensi untuk pemulihan bervariasi.Kebanyakan
pasien dengan cedera neurapraxia sembuh secara spontan dengan kembali 90-
100% fungsi.

Penanganan lesi fleksus brachialis efektif bila cepat terdeteksi atau dimulai
pada usia antara 3 sampai 6 bulan. Ada dua terapi utama untuk lesi pleksus
brachialis yaitu :

1.  Latihan fisik melalui fisioterapi (occupational therapy)

18
2.  Penanganan bedah

Penanganan awal penderita lesi fleksus brachialis pada bayi lebih


difokuskan pada mempertahankan pergerakan seluruh sendi disamping terapi fisik
sebagai antisipasi bila tidak terjadi perbaikan spontan dari fungsi saraf.Perbaikan
spontan terjadi pada umumnya pada sebagian besar kasus dengan terapi fisik
sebagai satu-satunya penanganan. Ada atau tidaknya fungsi motorik pada 2
sampai 6 bulan pertama merupakan acuan dibutuhkannya penanganan bedah.
Graft bedah mikro untuk komponen utama fleksus brachialis dapat dilakukan
pada kasus-kasus avulsi akar saraf atau ruptur yang tidak mengalami perbaikan.

Penanganan sekunder dapat dilakukan pada pasien bayi sampai orang


dewasa.Prosedur ini lebih umum dilakukan daripada bedah mikro dan dapat juga
dilakukan sebagai kelanjutan bedah mikro.Penanganan bedah ini meliputi soft-
tissue release, osteotomi, dan transfer tendo (Dr. Kumar Kadiyala).
Semua graft saraf yang dibuat pada operasi diimobilisasi selama 2 sampai 6
minggu.Rehabilitasi sempurna diharapkan mulai setelah 6 minggu. Kemudian
dilanjutkan dengan fisoterapi setelah 6 minggu dan follow up setiap 3 bulan.

a. Penatalaksanaan sesuai dengan klasifikasi

1. Paralisis erb-duchene
a) Upaya ini dilakukan antara lain dengan jalan immobilisasi pada
posisi tertentu selama 1-2 minggu yang kemudian diikuti program
latihan
b) Pada trauma ini imobilisasi dilakukan dengan cara fiksasi lengan
yang sakit dalam posisi yang berlawanan dengan posisi
karakteristik kelumpuhan Erb
c) Lengan yang sakit di fiksasi dalam posisi abduksi 90 ̊ disertai
eksorotasi pada sendi bahu, fleksi 90 ̊
2. Paralisis Klumpke
Penatalaksanaan trauma lahir klumpke berupa imobilisasi dengan
memasang bidang pada telapak tangan dan sendi tangan yang sakit
pada posisi netral yang selanjutnya diusahakan program latihan.

19
KONSEP DASAR MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN
PADA NEONATUS/BAYI /ANAK
DENGAN TRAUMA PADA FLEKSUS BRACHIALIS

I. PENGKAJIAN
Tanggal Pengkajian / Jam :
Tempat Pengkajian :
Nama Pengkaji :
A. DATA SUBYEKTIF
1. Identitas

      Biodata Anak

Nama :

Umur /tgl lahir :

Jenis kelamin           :

No Status Register    :

Hari/tanggal MRS :

a. Identitas orang tua

Nama : Nama suami :

Umur : Umur :

Suku : Suku :

Bangsa : Bangsa :

Agama : Agama :

Pendidikan : Pendidikan :

Pekerjaan : Pekerjaan :

Alamat : Alamat :

2. Riwayat kesehatan klien

20
a. Riwayat kesehatan sekarang
 Keluhan utama
Pada trauma fleksus brachialis beberapa bayi mengalami gangguan
motorik pada lengan atas, paralisis atau kelumpuhan pada lengan
atas dan lengan bawah, lengan atas dalam keadaan ekstensi dan
abduksi, jika anak diangkat maka lengan akan lemas dan
tergantung, reflex moro negative, tangan tidak bisa menggenggam
dan reflex meraih dengan tangan tidak ada (Dainty,2018)
 Riwayat perjalanan penyakit dan upaya untuk mengatasi (Pada
riwayat perjalanan penyakit, disusun cerita yang kronologis, terinci
dan jelas pada dokumentasi SOAP mengenai keadaan kesehatan
pasien sejak sebelum terdapat keluhan sampai ia dibawa berobat)

b. Riwayat kesehatan yang lalu


- Riwayat kehamilan dan kelahiran
Trauma pleksus brakialis umumnya terjadi pada bayi besar.
Kelainan ini timbul akibat tarikan yang kuat pada daerah leher saat
melahirkan bayi sehingga terjadi kerusakan pada pleksus brakialis.
Biasanya ditemukan pada persalinan letak sungsang bila dilakukan
traksi yang kuat saat melahirkan kepala bayia. Pada persalinan
letak kepala, kelainan ini dapat terjadi pada kasus distosia bahu.
Pada kasus tersebut kadang-kadang dilakukan tarikan pada kepala
yang agak kuat ke belakang untuk melahirkan bahu depan
(Sarwono,2014)
- Riwayat imunisasi
- Riwayat alergi
- Riwayat penyakit yang pernah diderita
3. Riwayat kesehatan keluarga
a. Penyakit menular
b. Penyakit menurun
c. Riwayat penyakit menahun
4. Pola Fungsional Kesehatan

21
Kebutuhan Keterangan
Dasar

Pola nutrisi Berhubungan dengan kecukupan nutrisi, mafsu makan


berkurang, tidak mendapatkan ASI dan muntah.

Pola eliminasi Ada gangguan atau tidak, warna, bau, konsistensi.

Pola istirahat Berhubungan dengan kecukupan kebutuhan


istirahat. Normalnya 16-20 jam/hari. Anak menjadi
rewel dan sulit tidur. Pada bayi dengan fraktur
brakhialis cenderung menangis dan rewel karena
ketidaknyamanan kondisi tubuhnya

Pola personal
hygiene

Pola aktifitas Tdak dapat bergerak aktif seperti bayi normal yang sehat.
Jika anak diangkat maka lengan akan lemas dan
tergantung dan kelumpuhan pada lengan atas dan lengan
bawah

5. Riwayat psikososiokultural spiritual


a. Komposisi fungsi,dan hubungan keluarga
b. Keadaan lingkungan rumah dan sekitar
c. Kultur dan kepercayaan yang membengaruhi kesehatan

B. Data objektif
1. Pemeriksaan umum
Kesadaran : Composmentis/apatis/somnolen/ sopor /koma/delirium
Tanda – tanda vital
- Tekanan darah :
Normal

Usia Tekanan Darah

1 Bulan 85/54

22
1 Tahun 95/65

6 Tahun 105/65

10-13Tahun 110/65

- Nadi :
- Pernafasan : Normal anak-anak 20-30
- Suhu :
Antropometri :

Tinggi badan :
Berat badan sebelum sakit :
Berat badan Saat ini :
Lila Pada anak berumur 1-5 tahun, LILA
saja sudah dapat menunjukan status
gizi, dengan interpretasi sbb:
< 12,5 cm : gizi buruk ( merah )
12,5-13,5 :gizi kurang ( kuning)
>13,5 : Gizi baik ( hijau )
Lingkar Kepala :
Lingkar Dada :
Lingkar Perut :

2. Pemeriksaa fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan secara head to toe mulai dari
inspeksi,palpasi, auskultasi dan perkusi.
Inspeksi
Kulit :
Kepala :
Wajah :
Mata :
Telinga :
Hidung :
Mulut :
Leher :

23
Dada :
Abdomen :
Genetalia eksterna :
Anus :
Ekstremitas :
Anggota gerak yang terkena akan berada dalam
posisi adduksi, pronasi, dan rotasi internal.(Sarwono
Prawirohardjo, 2013)

24
PALPASI
Kepala :
Wajah :
Mata :
Telinga :
Hidung :
Mulut :
Leher :
Dada :
Abdomen :
Genetalia :
Anus :
Ektremitas :

Auskutasi :
Perkusi :

3. Pemeriksaan neurologis/refleks
Refleks moro :
Reflex moro negatif, biseps, dan radiasi pada sisi
yang terkena akan menghilang. Reflex
menggenggam biasanya masih ada. Pada lima
persen kasus disertai paresis nervus frenikus
ipsilateral (Sarwono Prawirohardjo, 2013)
Refleks tonic neck : Pada bayi dengan trauma fleksus brachialis reflek
tonic neck negative.
Refleks rooting :
Refleks sucking :
Refleks graps (plantar & palmar grasp) : Reflex meraih dengan
tangan tidak ada
Refleks babinski ` : Pada bayi dengan paralisis klumpke

25
terdapat kelemahan otot-otot freksor
pergelangan tangan, sehingga bayi
kehilangan refkes mengepal
4. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang meliputi
pemeriksaan radiologi daerah bahu dan
lengan atas untuk menyingkirkan trauma
rulang. Foto toraks harus dikerjakan untuk
menyingkirkan kemungkinan paresis nervus
frenikusa. Elektromiografi (EMG) dan
pemeriksaan konduksi saraf kadang-kadang
diperlukan. MRI dapat digunakan untuk
menilai trauma pleksus secara noninvasif
dalam wakru yang relatif singkat dan dapat
dikerjakan tanpa anestesi umum. MRI dapat
mengetahui adanya meningokel dan
membedakan antara akar saraf yang utuh
dengan pseudomeningokel (kemungkinan
arulsi komplit). Apabila dilakukan dengan
hati-hati, CT mielografi intratekal dapat
memperlihatkan disrupsi preganglion,
pseudomeningokel, dan avulsi akar saraf
parsial. CT mielografi lebih invasif dan
memiliki beberapa keuntungan fika
dibandingkan MRI (Sarwono,2014)

II. INTERPRETASI DATA DASAR

Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat


merumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik.

Diagnosis : Diagnosis kebidanan adalah diagnosis yang di tegakkan


oleh profesi (bidan) dalam lingkup praktik kebidanan dan
memenuhi standar nomenklatur diagnosis kebidanan

26
Cara penulisan diagnosis

 NA/NP,KMK/SMK, Usia.............(jam/hari) dengan .............


Keterangan : NA: Neonatus aterm
NP: Neonatus Premature
KMK: Kecil Masa Kehamilan
SMK: Sesuai Masa Kehamilan
BMK: besar Masa Kehamilan
Contoh : NA-SMK, Usia 5 hari dengan trauma fleksus brachialis

 Bayi Usia......(bulan) dengan......


 Balita Usia......(tahun) dengan.......
 Anak Usia .......(tahun) dengan .......
Masalah :Hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman/hal yang
sedang dialami klien yang ditemukan dari hasil pengkajian atau
yang menyertai diagnosis.
Contoh: Gejala Awal dari Trauma Fleksus Brachialis jarang di ketahui
Oleh Orang Tua Sendiri
Kebutuhan : hal-hal yang dibutuhkan klien dan belum
teridentifikasi dalam diagnosis dan masalah.
Contoh Kebutuhan : Memberikan Konseling pada Orang tua

III. IDENTIFIKASI DIAGNOSIS MASALAH POTENSIAL

Langkah ini diambil berdasarkan diagnosis masalah aktual yang telah


diidentifikasi. Pada langkah inijuga dituntut untuk merumuskan tindakan
antisipasi agar diagnosis/masalah potensial tersebuttidak terjadi

IV. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN TINDAKAN SEGERA

Langkah ini mencakup rumusan tindakan emergwnsi/darurat yang harus


dilakukan. Rumusan ini mencakup tindakan segera yang bisa dilakukan
secara mandiri, kolaborasi, atau bersifat rujukan.

V . INTERVENSI

Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh sebagai


kelanjutan manajemen terhadap diagnosis dan masalah yang telah
diidentifikasi.

27
1. Jelaskan pada ibu tentang kondisi bayinya saat ini

R/ Informasi yang cukup dapat mengurangi


kecemasan ibu

2. Jelaskan pada ibu tentang penyebab, penanganan


dan komplikasi yang mungkin ditimbulkan dari bayi
dengan fraktur brakhialis.
R/ Informasi yang adekuat dapat dapat menambah
pengetahuan ibu dan ibu lebih kooperatif
3. Lakukan kolaborasi dengan dokter untuk
penanganan awal/pengobatan trauma fleksus
brachialis
R/ Diluar kewenangan bidan
4. Lakukan penanganan awal pada trauma fleksus
brakhialis
R/ Mencegah terjadinya komplikasi
5. Mengajarkan ibu cara perawatan bayi dengan
trauma fleksus brakhialis
R/ Memandirikan ibu melakukan perawatan di
rumah

VI. IMPLEMENTASI

Pelaksanaan dilakukan dengan efisien dan aman sesuai dengan rencana asuhan
yang telah disusun.pelaksanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau
sebagian dikerjakan oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya.

VII. Evaluasi

Evaluasi merupakan penilaian tentang keberhasilan dan keefektifan asuhan yang


telah dilakukan.Evaluasi didokumentasikan dalam bentuk SOAP.

28
BAB III

TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY. N HARI KE- 5 DENGAN


TRAUMA PADA FLEKSUS BRAKHIALIS DI BPM AMIDA
MUARA JAWA TANGGAL 06 JUNI 2020

Tanggal/Waktu Pengkajian : 06 Juni 2020 jam 09.00 WITA

Tempat : BPM Amida

Nama Pengkaji : Nur Amida

S:

1. BIODATA

Biodata Anak

Nama : Bayi Ny. N

Umur /tanggal lahir : 5 Hari/ 01 Juni 2020

Jenis kelamin : Laki – laki

No Status Register : 009.123

Biodata orang tua

Nama : Ny. N Nama suami : Tn. A

Umur : 27 tahun Umur : 28 tahun

Suku : Bugis Suku : Banjar

Bangsa : Indonesia Bangsa : Indonesia

Agama : Islam Agama : Islam

29
Pendidikan : S1 Pendidikan : S1

Pekerjaan : Guru Pekerjaan : Swasta

Alamat : Jl.A.Yani Alamat : Jl.A.Yani

2. Keluhan utama

Ibu mengatakan bayi sering menangis dan rewel, tangan kanan bayinya tidak
bereaksi terhadap ransangan yang diberikan, telapak tangan kanan bayinya
terbalik kearah belakang, tangan kanan bayinya tidak bisa menggengam dan
kedua telapak tangan terkulai lemah serta tangan kanan bayinya seperti tangan
orang lumpuh.

3. Riwayat kehamilan dan kelahiram ibu

Ini merupakan kehamilan ibu yang ke -2.Saat hamil ibu mengalami sering
kencing, pegal pegal dannyeri pinggang hingga ke perut dan sering kencing.
Saat hamil bayi ini, ibu mengatakan pembesaran perutnya lebih besar dari
kehamilan kehamilan sebelumnya. Ibu tidak pernah memiliki riwayat penyakit
yang dapat memperberat dan atau diperberat oleh kehamilan, seperti Penyakit
Jantung, Hipertensi,Hepatitis, TBC, Asma Bronchial, Ginjal, Diabetes Melitus,
Infeksi Saluran Kemih (ISK), IMS/HIV/AIDS, Epilepsi,Malaria, Haemorroid,
Psikosis/Gangguan Mental,Penyakit Autoimun, Riwayat Alergi, Riwayat
Pembedahan, dan lainnya. Ibu tidak mengkonsumsi obat-obatan/jamu, tidak
merokok tidak alergi makanan tertentu, , tidak ada alergi obat obat dan nafsu
makan sangat meningkat saat hamil Ibu melakukan kunjungan ANC sebanyak
5 kali, 1 kali pada trimester I, 2 kali pada trimester II dan 2 kali pada trimester
III. Jenis persalinan ibu spontan, di tolong oleh Bidan. Lama persalinan kala I
8 jam, kala II 3 jam, kala III 30 menit dan kala IV 2 jam. Saat persalinan terjadi
penyulit saat lahir yaitu kepala lahi lama sekali untuk melakukan putaran paksi
luar dan bidan mengalami kesulitan saat menolong kelahiran bahu. Bidan
melakukan tindakan menarik dengan kuat lengan bayi terutama lengan kanan.
Ketuban pecah spontan setelah pembukaan lengkap, ± 500 cc dan baunya amis.
Plasenta lahir lengkap dan tidak ada komplikasi persalinan lainnya.

30
4. Riwayat Imunisasi

Bayi telah mendapatkan HB 0

5. Riwayat Alergi

Bayi tidak ada alergi

6. Riwayat Penyakit Yang Pernah di Derita

Tidak ada penyakit yang pernah diderita

7. Riwayat Kesehatan Keluaraga

Di dalam keluarga tidak ada yang memiliki riwayat penyakit menular,

penyakit menurun dan penyakit menahun

8. Pola Fungsional Kesehaatn

Kebutuhan Dasar Keterangan

Pola nutrisi Bayi diberi ASI setiap kali 2 jam.

Pola eliminasi - BAK : 7 - 8 x/hari, kuning jernih, konsistensi


encer dan tidak ada kelaianan
- BAB :1 - 2x/hari, warna kuning keemasan,
konsistensi lunak tidak ada kelainan

Pola istirahat Bayi sering menangis sehingga jarang tidur

Pola personal Bayi dimandikan 2x sehari dan ganti popok 2x sehari


hygiene

Pola aktifitas Bayi tidak bergerak aktif, jika diangkat maka lengan
akan

9. Riwayat psikososiokultural spiritual

31
Ibu menerima keadaan bayinya. Tidak ada adat istiadat dalam keluarga yang dapat
memberikan dampak negative atau merugikan bagi kesehatan bayi

O:

1. Pemeriksaan Umum

Kesadaran : Composmentis

Tanda- tanda Vital

Nadi : 120 x/i

Pernafasan : 60 x/i

Suhu : 37,2 °C

Antropometri

Berat badan : 4000 gram

Panjang badan : 50 cm

Lingkar dada : 32 cm

Lingkar kepala : 34 cm

Lingkar perut : 33 cm

32
2. Pemeriksaan fisik

Kepala : Ubun ubun agak cekung, tidak ada caput dan tidak ada cephal

Hematoma

Wajah : Kemerahan, simetris kiri dan kanan, tidak ada oedema

Mata : Konjungtiva tidak pucat, sclera tidak ada ikterik dan tidak ada
infeksi

Telinga : Daun telinga lengkap, simetris kiri dan kanan, Lubang telinga ada

Hidung : Lubang hidung dibatasi sekat, tidak ada kelainan pada lubang
hidung dan hidung bersih

Mulut : Bibir merah, tidak ada labio palato skizis dan labio

Leher : Tidak teraba pembesaran kelenjar tyroid dan kelenjar limfe

Dada : Bentuk simetris dan tidak ada pembengkakan, bunyi jantung


normal dan teratur serta terdengar bising usus di abdomen kiri

Tali pusat : Terawat dan terbungkus dalam kassa steril dan tidak ada tanda
tandainfeksi

Punggung : Tidak ada kelainan dan tidak ada spina bifida

Ekstremitas atas : jari jari tangan lengkap, tidak ada pembengkakan, tidak ada

sianosis di ujung ujung jari, terlihat kebiruan di kulit lengan


kanan, telapak tangan kanan terbalik kebelakang,
pergerakan tangan kiri aktif, tangan kanan tidak aktif,
tangan kanan tidak bisa menggengam,tangan kanan terkulai
lemah dan pergerakannya tidak seaktif tangan kiri dan saat
lengan kanan diraba, bayi langsung menangis

Ekstrimitas bawah : Jari - jari kaki lengkap,pergerakan kaki kanan dan kiri

33
aktif dan tidak ada gangguan pergerakan, tidak ada odema,
tidak ada sianosis di ujung ujung jari.

Genitalia : Testis sudah turun kedalam scrotum, saluran uretra dan penis ada
dan tidak ada kelainan

Anus : Ada lubangnya

3. Reflek

Reflek tonic neck : (-)

Reflek rooting : (+)

Reflek sucking : (+)

Reflek graph : (-)

A:

Diagnosis : NA-SMK, Usia 5 hari dengan trauma fleksus brachialis

Masalah : Trauma Fleksus Branchialis

Kebutuhan : 1.Immobilisasi parsial dan penempatan lengan yang sesuai

untuk mencegah terjadinya kontraktur

2.Beri penguat atau bidai selama 1-2 minggu pertama

kehidupannya. Caranya : letakkan tangan bayi yang lumpuh


disamping kepalanya yaitu dengan memasang perban pada
pergelangan tangan bayi kemudian dipanitikan dengan bantal

atauseprei disamping kepalanya.

3. Rujuk segera kerumah sakit

Diagnosis Potensial : tidak ada

Masalah Potensial : tidak ada

34
Kebutuhan Tindakan Segera : tidak ada

P:

1. Menjelaskan pada ibu tentang tindakan yang akan diberikan berupa


Immobilisasi parsial dan penempatan lengan yang sesuai untuk mencegah
terjadinya kontraktur. Ibu mengerti dan mau memberikan keputusan tentang
tindakan bidan yang berupa mobilisasi parsial dan penempatan lengan.

2. Menjelaskan kepada ibu bahwa anaknya akan diberi penguat atau bidai selama
1-2 minggu pertama kehidupannya. Caranya: letakkan tangan bayi yang lumpuh
disamping kepalanya yaitu dengan memasang perban pada pergelangan tangan
bayi kemudian dipanitikan dengan bantal atau seprei disamping kepalanya dan Ibu
mengerti bahwa anak akan diberikan penguat atau bidai pada tangan bayi yang
lumpuh.

3. Menelaskan pada ibu jika masih berlanjut segera rujuk kerumah sakit. Ibu
mengerti jika ada keluhan berlangsung keluarga akan melakukan rujukan kerumah
sakit.

4. Menjelaskan pada ibu untuk memperhatikan nutrisi yang akan diberikan. Ibu
mengerti cara untuk memberikan nutrisi yang sesuai kepada bayi berupa

ASI ekslusif selama 6 bulan pertama

5. Menjelaskan pada ibu tentang perawatan sehari hari kepada anaknya. Ibu
mengerti tentang perawatan anaknya sehari hari pasca terapi trauma fleksus
branchialis.

35
BAB IV

PENTUTUP

4.1 Kesimpulan

Trauma fleksus brachialis merupakan paralisis lengan yang diakibatkan


karena cedera pada kelompok saraf utama lengan, khususnya radiks C5-C8 dan
T1. Fleksus brachialis adalah sebuah jaringan saraf tulang belakang yang berasal
dari belakang leher, meluas melalui aksila (ketiak) dan menimbulkan saraf untuk
ekstremitas. Fleksus brachialis dibentuk dari anyaman rami ventralis yang berasal
dari akar saraf serviklis kelima (C5) sampai dengan thorakalis pertama (T1), yang
semuanya berasal dari sumsum tulang belakang.

Trauma pada fleksus brachialis mempengaruhi saraf memasok bahu,


lengan lengan bawah, atas dan tangan, menyebabkan mati rasa, kesemutan, nyeri,
kelemahan, gerakan terbatas, atau bahkan kelumpuhan ekstremitas atas. Meskipun
cedera bisa terjadi kapan saja, banyak cedera pleksus brakialis terjadi selama
kelahiran. Bahu bayi mungkin menjadi dampak selama proses persalinan,
menyebabkan saraf pleksus brakialis untuk meregang atau robek. Trauma fleksus
bracialis sering terjadi pada penarikan lateral yang dipaksakan pada kepala dan
leher, selama persalinan bahu pada presentasi verteks atau bila lengan
diekstensikan berlebihan diatas kepala pada presentasi bokong serta adanya
penarikan berlebihan pada bahu.

Penatalaksaan pada fleksus brachialis yaitu jika trauma yang ringan hanya
berupa edema atau perdarahan ringan pada pangkal saraf, fiksasi hanya dilakukan
beberapa hari atau 1 – 2 minggu untuk memberi kesempatan penyembuhan yang
kemudian diikuti program mobilisasi atau latihan. Immobilisasi lengan yang
lumpuh dalam posisi lengan atas abduksi 900, siku fleksi 900 disertai supine
lengan bawah dan pergelangan tangan dalam keadaan ekstensi. Pemberian
penguat atau bidai selama 1 – 2 minggu pertama kehidupannya dengan cara
meletakkan tangan bayi yang lumpuh disebelah kepalanya. Rujuk ke rumah sakit
jika tidak bisa ditangani.

36
4.2 Saran

Dalam menangani persalinan bidan harus memperhatikan persalinan


tersebut dengan penuh hati-hati agar dapat melakukan persalinan dengan
persalinan yang normal dan seorang bidanpun dapat menghindari sebagian dari
persalinan yang abnormal seperti trauma ,pada pleksus brachialis.pada saat
persalianan neonatus. Oleh karena itu bidan juga sangat berperan dalam
menangani trauma pada fleksus brachialis dengan cara merujuk kerumah sakit
terdekat.

37
DAFTAR PUSTAKA
Ai yeyeh rukiyah, Lia, Yulianti.2012.Asuhan  Neonatus Bayi Dan Balita. Jakarta :

Trans Info Media

Dewi, Lia Nanny Vivian. 2013. Asuhan Neonatus Bayi Dan Balita. Jakarta :
Salemba Medika

Maternity,Dainty.,dkk. 2018. Asuhan Neonatus, Bayi, Balita dan Anak


Prasekolah . Yogyakarta : ANDI

Muslihatun, Wafi Nur. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta :


Fitramaya

Prawiroraharjo, Sarwono. 2013. Ilmu Kebidanan. Jakarta :PT. Bina Pustaka

Prawiroraharjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta :PT. Bina Pustaka

Thamburaj,Vincent A. 2020 Textbook of contemporary Neurusurgey Volume 1.


New Delhi : Jaypee Brothers Medical Publisher.

     

38

Anda mungkin juga menyukai