Di susun oleh :
Kelompok 2
1. Misnawati (152221001)
2. Hapita (152221002)
3. Sry Wahyuni (152221003)
4. Siti Hardi Yanti C (152221004)
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan sehingga
saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Atas berkat rahmat-
Nya saya dapat menyelesaikan tugas mata kuliah “Asuhan Kebidanan Neonatus,
Bayi dan Balita”. Tanpa pertolongan-Nya tentunya saya tidak akan sanggup untuk
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah
curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita
nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul “Trauma pada
Fleksus Brachialis”. Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di
dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk
makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik
lagi. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf
yang sebesar-besarnya. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB I
PENDAHULUAN
Insidens paralisis pleksus brachialis ialah 0,5-2,0 per 1.000 kelahiran hidup.
Kebanyakan kasus merupakan paralis Erb.Paralisis pada seluruh fleksus brachialis
terjadi pada 10 % kasus (Sarwono Prawirohardjo, 2013). Paralisis Erb (C5-C6)
paling sering terjadi dan berhubungan dengan terbatasnya gerakan bahu. Anggota
gerak yang terkena akan berada dalam posisi adduksi, pronasi, dan rotasi internal.
Reflex moro, bisepa, dan radiasi pada sisi yang terkena akan menghilang. Reflex
menggenggam biasanya masih ada. Pada lima persen kasus disertai paresis nervus
frenikus ipsilateral. (Sarwono Prawirohardjo, 2013).
Paralisis klumpke (C7-8, Th1) jarang terjadi dan mengakibatkan kelemahan
pada otot-otot intrinsic tangan sehingga bayi kehilangan reflex menggenggam.
Bila serabut simpatis servikal pada spina torakal pertama terlibat, maka akan
dijumpai sindrom Horner. Tidak ada pedoman dalam penentuan prognosis.
Narakas mengembangkan sistem klasifikasi (tipe I-V) berdasarkan beratnya dan
luasnya lesi dalam menentukan prognosis pada 2 bulan pertama setelah lahir.
Berdasarkan studi kolaboratif perinatal yang melibatkan 59 bayi, 88 % kasus
sembuh pada 4 bulan pertama, 92 % sembuh dalam 12 bulan, dan 93 % sembuh
dalam 48 bulan. Penelitian lain pada 28 bayi dengan paralisis fleksus parsial dan
38 bayi dengan fleksus total, 92 % bayi sembuh spontan.(Sarwono Prawirohardjo,
2013).
Adanya trauma fleksus brachialis ini menimbulkan kecemasan padaorangtua
bayi, jadi tenaga kesehatan harus mampu mengatasi kecemasan orangtua bayi dan
memberikan asuhan yang tepat pada bayi dengan trauma fleksus brachialis.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari trauma pada fleksus brachialis
2. Untuk mengetahui etiologi dari trauma pada fleksus brachialis
3. Untuk mengetahui klasifikasi dari trauma pada fleksus brachialis
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari trauma pada fleksus brachialis
5. Untuk mengetahui komplikasi dari trauma pada fleksus brachialis
6. Untuk mengetahui patofisiologi dari trauma pada fleksus brachialis
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari trauma pada fleksus brachialis
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari trauma pada fleksus brachialis
BAB II
TINJAUAN TEORI
Trauma lahir pada fleksus brachialis dapat dijumpai pada persalinan yang
mengalami kesekaran dalam melahirkan kepala atau bahu. Pada kelahiran
presentasi vertex yang mengalami kesukaran melahirkan bahu, dapat terjadi
penarikan balik cukup ke lateral yang berakibat terjadinya trauma di fleksus
brachialis. Trauma lahir ini dapat pula terjadi pada kelahiran letak sungsang yang
mengalami kesukaran melahirkan kepala bayi.
Gejala klinis trauma fleksus brachialis berupa gangguan fungsi dan posisi
otot ekstremitas. Gangguan otot tersebut tergantung dari tinggi rendahnaya
serabut saraf fleksus brachialis yang rusak dan tergantung pula dari berat
ringannya kerusakan serabut saraf tersebut. Paresis atau paralisis akibat kerusakan
saraf perifer ini dapat bersifat temporer atau permanen. Hal ini tergantung
kerusakan yang terjadi pada serabut saraf di pangkal fleksus brachialis yang akut
berupa edema biasa, perdarahan, perobekan, atau tercabutnya serabut saraf.
a. Roots : berasal dari akar saraf di leher dan thorax pada level C5-C8, T1.
b. Trunks : dari Roots bergabung menjadi 3 trunks.
c. Divisions : dari 3 trunks masing-masing membagi 2 menjadi 6 division
d. Branches : cords tersebut bergabung menjadi 5 branches, yaitu
n.musculocutaneus n.axilaris, n.radialis, n.medianus dan n.ulnaris.
Trauma pada fleksus brachialis dapat menyebabkan paralisis lengan atas
dengan atau tanpa paralisis lengan bawah atau tangan. Lebih lazim paralisi dapat
terjadi pada seluruh lengan. Trauma fleksus brachialis sering terjadi pada
penarikan lateral yang dipaksakan pada kepala dan leher selama persalinan, bahu
pada presentasi verteks, atau bila lengan diekstensikan berlebihan di atas kepala
pada presentasi bokong, serta adanya penarikan berlebihan pada bahu.
Terjadi empat jenis cedera fleksus brachialis :
1) Avulsion, jenis yang paling parah, di mana saraf rusak di tulang belakang
2) Pecah, di mana saraf robek, tetapi tidak pada lampiran spina
3) Neurona, di mana saraf telah berusaha untuk menyembuhkan dirinya sendiri,
tetapi jaringan parut telah berkembang di sekitar cedera, memberi tekanan pada
saraf dan mencegah cedera saraf dari melakukan sinyal ke otototot
4) Neuraparaxia atau peregangan , di mana saraf telah rusak,tetapi tidak robek.
Neuraparaxia adalah jenis yang paling umum dari cedera fleksus brachialis
1) Makrosomia
Bayi yang berat badannya pada saat lahir lebih dari 4000 gram. Trauma
fleksus brachialis umunya terjadi pada bayi besar.Kelainan ini timbul akibat
tarikan yang kuat pada daerah leher saat melahirkan bayi sehingga terjadi
kerusakan pada fleksus brachialis. Biasanya ditemukan pada persalinan letak
sunsang bila dilakukan kontraksi yang kuat saat melahirkan kepala bayi.Pada
persalinan letak kepala, kelainan ini dapat terjadi pada kasus distosia bahu. Pada
kasus tersebut kadang-kadang dilakukan tarikan pada kepala yang agak kuat ke
belakang untuk melahirkan bahu depan. (Sarwono Prawirohardjo, 2013).
2) Presentasi ganda
3) Letak sungsang
Cedera fleksus brachialis dapat terjadi saat prenatal atau selama proses
kelahiran saat traksi digunakan di leher. Cedera tersebut dapat terjadi pada
kelahiran presentasi bokong yang di perberat dengan distosia bahu.
4) Distosia bahu
Pada persalinan distosia bahu adanya traksi yang dilakukan oleh penolong
persalinan sehingga mengakibatkan fleksus brachialis mengalami ovulsi.
5) Malpresentasi
2. Faktor ibu
Pada partus yang lama akan menyebabkan adanya tekanan tulang pelvis.
Cedera fleksus brachialis sering terjadi dan ditemukan biasanya terjadi setelah
suatu persalinan yang sulit, namun kadang kala sesudah persalinan yang
tampaknya mudah, bayi baru lahir dengan mengalami kelumpuhan.
a) Tarikan yang berlebihan pada kepala dan leher saat menolong kelahiran
1) Paralisis Erb-Duchene
Penanganan pada kerusakan fleksus ini, antara lain meletakkan lengan atas
dalam posisi abduksi 90 dalam putaran keluar, siku dalam fleksi 90 dengan
supinasi lengan bawah dan ekstensi pergelangan tangan, serta telapak tangan
menghadap depan. Kerusakan ini akan sembuh dalam waktu 3-6 bulan.
Penanganan terhadap trauma pleksus brakialis ditujukan untuk mempercepat
penyembuhan serabut saraf yang rusak dan mencegah kemungkinan komplikasi
lain seperti kontraksi otot.
Upaya ini dilakukan antara lain dengan jalan imobilisasi pada posisi tertentu
selama 1 – 2 minggu yang kemudian diikuti program latihan. Pada trauma ini
imobilisasi dilakukan dengan cara fiksasi lengan yang sakit dalam posisi yang
berlawanan dengan posisi karakteristik kelumpuhan Erg. Lengan yang sakit
difiksasi dalam posisi abduksi 900 disertai eksorotasi pada sendi bahu, fleksi 900.
Gambar cedera fleksus brachialis saat persalinan.
Gejala sisa dapat berupa deformitas tulang yang progresif, atrofi otot,
kontraktur sendi, kemungkinan terganggunya pertumbuhan anggota gerak, dan
kelemahan bahu (Sarwono,2014).
Gejala klinis trauma lahir pleksus brakialis berupa gangguan fungsi dan
posisi otot ekstremitas atas. Gangguan otot tersebut tergantung dari tinggi
rendahnya serabut syaraf pleksus braklialis yang rusak dan tergantung pula dari
berat ringannya kerusakan serabut syaraf tersebut. Paresis atau paralisis akibat
kerusakan syaraf perifer ini dapat bersifat temporer atau permanen. Hal ini
tergantung kerusakan yang terjadi pada serabut syaraf di pangkal pleksus brakialis
yang akut berupa edema biasa, perdarahan, perobekan atau tercabutnya serabut
saraf.
pengencangan otot-otot, yang mungkin menjadi permanen pada bahu, siku atau
pergelangan tangan.
2. Permanen, parsial, atau total hilangnya fungsi saraf yang terkena, menyebabkan
kelumpuhan lengan atau kelemahan lengan.
2.6 Patofisiologi
Cidera yang disebabkan oleh akar pleksus dapat bersifat bervariasi dan
dapat mempengaruhi sebagian atau semua akar. Cedera klasiknya adalah C5, C6
palsy, tetapi semua akar bisa terlibat. Tingkat dan sifat keterlibatan akar bervariasi
dari neuropraksia hingga berbagai tingkat aksonotomesis hingga neurotomesis.
Dalam cedera terburuk, bahkan kemungkinan avulsi akar dan seseorang dapat
menemukan ganglia di leher Pemeriksaan klinis dan elektrofisiologi dengan atau
tanpa magnetic resonance imaging (MRI) dapat membantu dalam menentukan
sebagian besar jenis dan luas cedera.
Bagian cord akar saraf dapat terjadi avulsi atau fleksus mengalami traksi
atau kompresi. Setiap trauma yang meningkatkan jarak antara titik yang relatif
fixed pada prevertebral fascia dan mid fore arm akan melukai fleksus.
Traksi dan kompresi dapat juga menyebabkan iskemi, yang akan merusak
pembuluh darah. Cedera pleksus brakialis dianggap disebabkan oleh traksi yang
berlebihan diterapkan pada saraf. Cedera ini bisa disebabkan karena distosia bahu,
penggunaan traksi yang berlebihan atau salah arah, atau hiperekstensi dari alat
ekstraksi sungsang. Mekanisme ukuran panggul ibu dan ukuran bahu dan posisi
janin selama proses persalinan untuk menentukan cedera pada pleksus brakialis.
Secara umum, bahu anterior terlibat Ketika distosia bahu, namun lengan posterior
biasanya terpengaruh tanpa adanya distosia bahu. Karena traksi yang kuat
diterapkan selama distosia bahu adalah mekanisme yang tidak bisa dipungkuri
dapat menyebabkan cedera, cedera pleksus brakialis. Kompresi yang berat dapat
menyebabkan hematoma intraneural, dimana akan menjepit jaringan saraf
sekitarnya.
2.8 Penatalaksanaan
1) Pada trauma yang ringan yang hanya berupa edema atau perdarahan ringan
pada pangkal saraf, fiksasi hanya dilakukan beberapa hari atau 1 – 2 minggu
untuk memberi kesempatan penyembuhan yang kemudian diikuti program
mobilisasi atau latihan.
2) Immobilisasi lengan yang lumpuh dalam posisi lengan atas abduksi 900,
sikufleksi 900 disertai supine lengan bawah dan pergelangan tangan dalam
keadaan ekstensi
Prognosis juga tergantung pada lokasi dan jenis cedera pleksus brakialis
menentukan prognosis.Untuk luka avulsion dan pecah tidak ada potensi untuk
pemulihan kecuali rekoneksi bedah dilakukan pada waktu yang tepat.Untuk
cedera neuroma dan neurapraxia potensi untuk pemulihan bervariasi.Kebanyakan
pasien dengan cedera neurapraxia sembuh secara spontan dengan kembali 90-
100% fungsi.
Penanganan lesi fleksus brachialis efektif bila cepat terdeteksi atau dimulai
pada usia antara 3 sampai 6 bulan. Ada dua terapi utama untuk lesi pleksus
brachialis yaitu :
2. Penanganan bedah
dewasa.Prosedur ini lebih umum dilakukan daripada bedah mikro dan dapat juga
dilakukan sebagai kelanjutan bedah mikro.Penanganan bedah ini meliputi
softtissue release, osteotomi, dan transfer tendo (Dr. Kumar Kadiyala). Semua
graft saraf yang dibuat pada operasi diimobilisasi selama 2 sampai 6
minggu.Rehabilitasi sempurna diharapkan mulai setelah 6 minggu. Kemudian
dilanjutkan dengan fisoterapi setelah 6 minggu dan follow up setiap 3 bulan.
1. Paralisis erb-duchene
a) Upaya ini dilakukan antara lain dengan jalan immobilisasi pada posisi
tertentu selama 1-2 minggu yang kemudian diikuti program Latihan.
b) Pada trauma ini imobilisasi dilakukan dengan cara fiksasi lengan yang
sakit dalam posisi yang berlawanan dengan posisi karakteristik
kelumpuhan Erb.
2. Paralisis Klumpke
PENTUTUP
4.1 Kesimpulan
Penatalaksaan pada fleksus brachialis yaitu jika trauma yang ringan hanya
berupa edema atau perdarahan ringan pada pangkal saraf, fiksasi hanya dilakukan
beberapa hari atau 1 – 2 minggu untuk memberi kesempatan penyembuhan yang
kemudian diikuti program mobilisasi atau latihan. Immobilisasi lengan yang
lumpuh dalam posisi lengan atas abduksi 900, siku fleksi 900 disertai supine
lengan bawah dan pergelangan tangan dalam keadaan ekstensi. Pemberian
penguat atau bidai selama 1 – 2 minggu pertama kehidupannya dengan cara
meletakkan tangan bayi yang lumpuh disebelah kepalanya. Rujuk ke rumah sakit
jika tidak bisa ditangani.
4.2 Saran
Ai yeyeh rukiyah, Lia, Yulianti.2012. Asuhan Neonatus Bayi Dan Balita. Jakarta :
Trans Info Media
Dewi, Lia Nanny Vivian. 2013. Asuhan Neonatus Bayi Dan Balita. Jakarta :
Salemba Medika
Maternity,Dainty.,dkk. 2018. Asuhan Neonatus, Bayi, Balita dan Anak
Prasekolah . Yogyakarta : ANDI
Muslihatun, Wafi Nur. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta :
Fitramaya
Prawiroraharjo, Sarwono. 2013. Ilmu Kebidanan. Jakarta :PT. Bina Pustaka
Prawiroraharjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta :PT. Bina Pustaka
Thamburaj,Vincent A. 2020 Textbook of contemporary Neurusurgey Volume 1.
New Delhi : Jaypee Brothers Medical Publisher.