Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEBIDANAN NEONATUS , BAYI, BALITA, DAN

PRA SEKOLAH PATOLOGIS


‘’TRAUMA PADA FLEXUS BRACHIALIS’’

Di susun oleh :
Kelompok 2
1. Misnawati (152221001)
2. Hapita (152221002)
3. Sry Wahyuni (152221003)
4. Siti Hardi Yanti C (152221004)

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO


FAKULTAS KESEHATAN PRODI
S1 KEBIDANAN TRANSFER
SEMARANG
2022

KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan sehingga
saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Atas berkat rahmat-
Nya saya dapat menyelesaikan tugas mata kuliah “Asuhan Kebidanan Neonatus,
Bayi dan Balita”. Tanpa pertolongan-Nya tentunya saya tidak akan sanggup untuk
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah
curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita
nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul “Trauma pada
Fleksus Brachialis”. Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di
dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk
makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik
lagi. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf
yang sebesar-besarnya. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Semarang , 18 September 2022

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Konsep Dasar Teori
2.1 Definisi Trauma pada Fleksus Brachialis
2.2 Etiologi
2.3 Klasifikasi Trauma pada Fleksus Brachialis
2.4 Tanda dan Gejala Trauma pada Fleksus Brachialis
2.5 Komplikasi Trauma pada Fleksus Brachialis
2.6 Patofisiologi
2.7 Pemeriksaan penunjang
2.8 Penatalaksanaan
B. Konsep Dasar Manajemen Asuhan Kebidanan pada Neonatus dengan
Trauma Pada Fleksus Brachialis

BAB III PENUTUP


4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelahiran seorang bayi merupakan momen yang membahagiakan orang tua,


terutama bayi yang sehat. Tetapi tidak semua bayi lahir dalam keadaan sehat.
Beberapa bayi lahir dengan gangguan pada masa prenatal, natal, pascanatal.
Keadaan ini akan memberi pengaruh bagi tumbuh kembang selanjutnya. Asuhan
neonatus dengan jejas (trauma) persalinan sangat berpengaruh terhadap trauma
pada kelahiran. Trauma lahir adalah trauma mekanis yang disebabkan karena
persalinan/kelahiran. Salah satu trauma pada bayi baru lahir adalah trauma pada
fleksus brachialis. Banyak factor yang mengakibatkan terjadinya trauma fleksus
brachialis pada bayi baru lahir baik dari ibu maupun dari bayi sendiri.

Trauma fleksus brachialis umunya terjadi pada bayi besar.Kelainan ini


timbul akibat tarikan yang kuat pada daerah leher saat melahirkan bayi sehingga
terjadikerusakan pada fleksus brachialis. Biasanya ditemukan pada persalinan
letak sunsang bila dilakukan kontraksi yang kuat saat melahirkan kepala bayi.Pada
persalinan letak kepala, kelainan ini dapat terjadi pada kasus distosia bahu. Pada
kasus tersebut kadang-kadang dilakukan tarikan pada kepala yang agak kuat ke
belakang untuk melahirkan bahu depan. (Sarwono Prawirohardjo,2013).

Insidens paralisis pleksus brachialis ialah 0,5-2,0 per 1.000 kelahiran hidup.
Kebanyakan kasus merupakan paralis Erb.Paralisis pada seluruh fleksus brachialis
terjadi pada 10 % kasus (Sarwono Prawirohardjo, 2013). Paralisis Erb (C5-C6)
paling sering terjadi dan berhubungan dengan terbatasnya gerakan bahu. Anggota
gerak yang terkena akan berada dalam posisi adduksi, pronasi, dan rotasi internal.
Reflex moro, bisepa, dan radiasi pada sisi yang terkena akan menghilang. Reflex
menggenggam biasanya masih ada. Pada lima persen kasus disertai paresis nervus
frenikus ipsilateral. (Sarwono Prawirohardjo, 2013).
Paralisis klumpke (C7-8, Th1) jarang terjadi dan mengakibatkan kelemahan
pada otot-otot intrinsic tangan sehingga bayi kehilangan reflex menggenggam.
Bila serabut simpatis servikal pada spina torakal pertama terlibat, maka akan
dijumpai sindrom Horner. Tidak ada pedoman dalam penentuan prognosis.
Narakas mengembangkan sistem klasifikasi (tipe I-V) berdasarkan beratnya dan
luasnya lesi dalam menentukan prognosis pada 2 bulan pertama setelah lahir.
Berdasarkan studi kolaboratif perinatal yang melibatkan 59 bayi, 88 % kasus
sembuh pada 4 bulan pertama, 92 % sembuh dalam 12 bulan, dan 93 % sembuh
dalam 48 bulan. Penelitian lain pada 28 bayi dengan paralisis fleksus parsial dan
38 bayi dengan fleksus total, 92 % bayi sembuh spontan.(Sarwono Prawirohardjo,
2013).
Adanya trauma fleksus brachialis ini menimbulkan kecemasan padaorangtua
bayi, jadi tenaga kesehatan harus mampu mengatasi kecemasan orangtua bayi dan
memberikan asuhan yang tepat pada bayi dengan trauma fleksus brachialis.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari trauma pada fleksus brachialis?


2. Apa etiologi dari trauma pada fleksus brachialis?
3. Apa saja klasifikasi dari trauma pada fleksus brachialis?
4. Apa saja tanda dan gejala dari trauma pada fleksus brachialis?
5. Apa komplikasi dari trauma pada fleksus brachialis?
6. Bagaimana patofisiologi dari trauma pada fleksus brachialis?
7. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari trauma pada fleksus brachialis?
8. Bagaimanan penatalaksanaan dari trauma pada fleksus brachialis?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari trauma pada fleksus brachialis
2. Untuk mengetahui etiologi dari trauma pada fleksus brachialis
3. Untuk mengetahui klasifikasi dari trauma pada fleksus brachialis
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari trauma pada fleksus brachialis
5. Untuk mengetahui komplikasi dari trauma pada fleksus brachialis
6. Untuk mengetahui patofisiologi dari trauma pada fleksus brachialis
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari trauma pada fleksus brachialis
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari trauma pada fleksus brachialis

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR TEORI

2.1 Definisi Trauma pada Fleksus Brachialis


Trauma fleksus brachialis pada neonatal adalah kelumpuhan pada semua
atau sebagian ekstremitas atas yang disebabkan oleh cedera traumatis pada fleksus
brachialis yang terjadi saat lahir. Trauma pada fleksus brachialis adalah
kelumpuhan pada fleksus brachialis sehingga menyebabkan kelemahan dan
kelumpuhan lengan untuk fleksi, abduksi dan memutar lengan keluar serta
hilangnya reflex bisep dan reflex moro.( Mason & Ciervo,2009).

Trauma fleksus brachialis merupakan paralisis lengan yang diakibatkan


karena cedera pada kelompok saraf utama lengan, khususnya radiks C5-C8 dan
T1. Fleksus brachialis adalah sebuah jaringan saraf tulang belakang yang berasal
dari belakang leher, meluas melalui aksila (ketiak) dan menimbulkan saraf untuk
ekstremitas. Fleksus brachialis dibentuk dari anyaman rami ventralis yang berasal
dari akar saraf serviklis kelima (C5) sampai dengan thorakalis pertama (T1), yang
semuanya berasal dari sumsum tulang belakang.

Serabut saraf akan didistribusikan kebeberapa bagian lengan. Jaringan saraf


dibentuk oleh cervical yang bersambungan dengan dada dan tulang belakang urat
dan pengadaan di lengan dan bagian bahu.

Trauma lahir pada fleksus brachialis dapat dijumpai pada persalinan yang
mengalami kesekaran dalam melahirkan kepala atau bahu. Pada kelahiran
presentasi vertex yang mengalami kesukaran melahirkan bahu, dapat terjadi
penarikan balik cukup ke lateral yang berakibat terjadinya trauma di fleksus
brachialis. Trauma lahir ini dapat pula terjadi pada kelahiran letak sungsang yang
mengalami kesukaran melahirkan kepala bayi.

Jejas pada fleksus brachialis dapat menyebabkan paralisis lengan atas


dengan atau tanpa paralisis lengan bawah atau tangan, atau lebih lazim paralisis
dapat terjadi pada seluruh lengan. Jejas fleksus brachialis sering terjadi pada bayi
makrosomik dan pada penarikan lateral dipaksakan pada kepala dan leher selama
persalinan bahu pada presentasi vertex atau bila lengan diekstensikan berlebihan
diatas kepala pada presentasi bokong serta adanya penarikan berlebihan pada
bahu. (Rukiyah, Ai Yeyeh.2013.Asuhan neonates bayi dan anak balita,Jakarta:
Trans Info Media).

Trauma fleksus brachialis umunya terjadi pada bayi besar.Kelainan


initimbul akibat tarikan yang kuat pada daerah leher saat melahirkan bayi
sehingga terjadi kerusakan pada fleksus brachialis.Biasanya ditemukan pada
persalinan letak sunsang bila dilakukan kontraksi yang kuat saat melahirkan
kepala bayi. Pada persalinan letak kepala, kelainan ini dapat terjadi pada kasus
distosia bahu. Pada kasus tersebut kadang-kadang dilakukan tarikan pada kepala
yang agak kuat ke belakang untuk melahirkan bahu depan. (Sarwono
Prawirohardjo, 2013).

Gejala klinis trauma fleksus brachialis berupa gangguan fungsi dan posisi
otot ekstremitas. Gangguan otot tersebut tergantung dari tinggi rendahnaya
serabut saraf fleksus brachialis yang rusak dan tergantung pula dari berat
ringannya kerusakan serabut saraf tersebut. Paresis atau paralisis akibat kerusakan
saraf perifer ini dapat bersifat temporer atau permanen. Hal ini tergantung
kerusakan yang terjadi pada serabut saraf di pangkal fleksus brachialis yang akut
berupa edema biasa, perdarahan, perobekan, atau tercabutnya serabut saraf.

Sesuai dengan tinggi rendahnya pangkal serabut saraf fleksus brachialis,


trauma lahir pada saraf tersebut dapat dibagi menjadi paresis/paralisis Duchene-
Erb (C5-C6), yang tersering ditemukan; paresis/paralisis Klumpke (C7,8-Th.1),
jarang ditemukan.

Anatomi dari anyaman ini dibagi menjadi Roots,Trunks,Divisions,Cords


dan Bracher sehingga cedera di masin masing level ini akan memberikan
cacat/trauma yang berbeda-beda.

a. Roots : berasal dari akar saraf di leher dan thorax pada level C5-C8, T1.
b. Trunks : dari Roots bergabung menjadi 3 trunks.
c. Divisions : dari 3 trunks masing-masing membagi 2 menjadi 6 division
d. Branches : cords tersebut bergabung menjadi 5 branches, yaitu
n.musculocutaneus n.axilaris, n.radialis, n.medianus dan n.ulnaris.
Trauma pada fleksus brachialis dapat menyebabkan paralisis lengan atas
dengan atau tanpa paralisis lengan bawah atau tangan. Lebih lazim paralisi dapat
terjadi pada seluruh lengan. Trauma fleksus brachialis sering terjadi pada
penarikan lateral yang dipaksakan pada kepala dan leher selama persalinan, bahu
pada presentasi verteks, atau bila lengan diekstensikan berlebihan di atas kepala
pada presentasi bokong, serta adanya penarikan berlebihan pada bahu.
Terjadi empat jenis cedera fleksus brachialis :
1) Avulsion, jenis yang paling parah, di mana saraf rusak di tulang belakang
2) Pecah, di mana saraf robek, tetapi tidak pada lampiran spina
3) Neurona, di mana saraf telah berusaha untuk menyembuhkan dirinya sendiri,
tetapi jaringan parut telah berkembang di sekitar cedera, memberi tekanan pada
saraf dan mencegah cedera saraf dari melakukan sinyal ke otototot
4) Neuraparaxia atau peregangan , di mana saraf telah rusak,tetapi tidak robek.
Neuraparaxia adalah jenis yang paling umum dari cedera fleksus brachialis

Gambar Fleksus Brachialis


2.2 Etiologi

Faktor yang mempengaruhi terjadinya trauma fleksus brakhialis

1. Faktor bayi sendiri, yaitu :

1) Makrosomia

Bayi yang berat badannya pada saat lahir lebih dari 4000 gram. Trauma
fleksus brachialis umunya terjadi pada bayi besar.Kelainan ini timbul akibat
tarikan yang kuat pada daerah leher saat melahirkan bayi sehingga terjadi
kerusakan pada fleksus brachialis. Biasanya ditemukan pada persalinan letak
sunsang bila dilakukan kontraksi yang kuat saat melahirkan kepala bayi.Pada
persalinan letak kepala, kelainan ini dapat terjadi pada kasus distosia bahu. Pada
kasus tersebut kadang-kadang dilakukan tarikan pada kepala yang agak kuat ke
belakang untuk melahirkan bahu depan. (Sarwono Prawirohardjo, 2013).

2) Presentasi ganda

Keadaan dimana di samping bagian terendah janin teraba anggota badan,


antara lain tangan, lengan atau kaki, atau keadaan dimana di samping bokong
janin di jumpai tangan.

3) Letak sungsang

Cedera fleksus brachialis dapat terjadi saat prenatal atau selama proses
kelahiran saat traksi digunakan di leher. Cedera tersebut dapat terjadi pada
kelahiran presentasi bokong yang di perberat dengan distosia bahu.

4) Distosia bahu

Pada persalinan distosia bahu adanya traksi yang dilakukan oleh penolong
persalinan sehingga mengakibatkan fleksus brachialis mengalami ovulsi.
5) Malpresentasi

Merupakan bagian terendah janin yang berada di bagian segmen bawah


rahim selain bagian belakang kepala, seperti adanya bagian kecil janin didekat
kepala.

2. Faktor ibu

a) Ibu dengan panggul sempit (CPD)

b) Umur ibu yang sudah tua

c) Adanya penyulit saat persalinan

Pada partus yang lama akan menyebabkan adanya tekanan tulang pelvis.
Cedera fleksus brachialis sering terjadi dan ditemukan biasanya terjadi setelah
suatu persalinan yang sulit, namun kadang kala sesudah persalinan yang
tampaknya mudah, bayi baru lahir dengan mengalami kelumpuhan.

3. Faktor penolong persalinan

a) Tarikan yang berlebihan pada kepala dan leher saat menolong kelahiran

b) Tarikan yang berlebihan pada bahu pada presentasi bokong

Trauma fleksus brachialis sering terjadi pada penarikan lateral yang


dipaksakan pada kepala dan leher, selama persalinan bahu pada presentasi verteks
atau bila lengan diekstensikan berlebihan diatas kepala pada presentasi bokong
serta adanya penarikan berlebihan pada bahu.

2.3 Klasifikasi Trauma pada Fleksus Brachialis

1) Paralisis Erb-Duchene

Yaitu kelumpuhan bagian-bagian tubuh yang disarafi oleh cabangcabang C5


dan C6 dari pleksus barkialis. Upper radicular syndrome (Erb-Duchenne palsy)
adalah lengan berada dalam posisi abduksi, putaran ke dalam, lengan bawah
dalam pranasi, dan telapak tangan ke dorsal. Pada trauma lahir Erb, perlu
diperhatikan kemungkinan terbukannya pula serabut saraf frenikus yang
menginervasi otot diafragma.
Pada trauma yang ringan yang hanya berupa edema atau perdarahan ringan
pada pangkal saraf, fiksasi hanya dilakukan beberapa hari atau 1 – 2 minggu
untuk memberikesempatan penyembuhan yang kemudian diikuti program
mobilisasi atau latihan.Secara klinis di samping gejala kelumpuhan Erb akan
terlihat pula adanya sindrom gangguan nafas.

Penanganan pada kerusakan fleksus ini, antara lain meletakkan lengan atas
dalam posisi abduksi 90 dalam putaran keluar, siku dalam fleksi 90 dengan
supinasi lengan bawah dan ekstensi pergelangan tangan, serta telapak tangan
menghadap depan. Kerusakan ini akan sembuh dalam waktu 3-6 bulan.
Penanganan terhadap trauma pleksus brakialis ditujukan untuk mempercepat
penyembuhan serabut saraf yang rusak dan mencegah kemungkinan komplikasi
lain seperti kontraksi otot.

Upaya ini dilakukan antara lain dengan jalan imobilisasi pada posisi tertentu
selama 1 – 2 minggu yang kemudian diikuti program latihan. Pada trauma ini
imobilisasi dilakukan dengan cara fiksasi lengan yang sakit dalam posisi yang
berlawanan dengan posisi karakteristik kelumpuhan Erg. Lengan yang sakit
difiksasi dalam posisi abduksi 900 disertai eksorotasi pada sendi bahu, fleksi 900.
Gambar cedera fleksus brachialis saat persalinan.

Gambar cedera persalinan yang menyebabkan Erb’s palsy.

2) Lower Radicular Syndrome (Klumpke’s Palsy)

Yaitu kelumpuhan bagian-bagian tubuh yang disarafi oleh cabang C8-Th 1


dari fleksus brachialis. Kerusakan ini menyebabkan kelemahan lengan dan otot-
otot fleksor pergelangan, sehingga gejala yang tampak adalah telapak tangan tidak
dapat mengepal. Penanganan pada kerusakan fleksus ini adalah dengan
melakukan fisioterapi. Kerusakan fleksus ini akan sembuh dalam waktu 3-6
bulan..Penyebabnya adalah tarikan yang kuat daerah leher pada kelahiran bayi
menyebabkan kerusakan pada pleksus brakialis. Sering dijumpai pada letak
sungsang atau pada letak kepala bila terjadi distosia bahu.

Secara klinis terlihat refleks pegang menjadi negatif, telapak tangan


terkulai lemah, sedangkan refleksi biseps dan radialis tetap positif. Jika serabut
simpatis ikut terkena, maka akan terlihat sindrom HORNER yang ditandai antara
lain oleh adanya gejala prosis, miosis, enoftalmus, dan hilangnya keringat di
daerah kepala dan muka homolateral dari trauma lahir tersebut.
Penatalaksanaan trauma lahir klumpke berupa imbolisasi dengan memasang
bidang pada telapak tangan dan sendiri tangan yang sakit pada posisi netrak yang
selanjutnya diusahakan program latihan.

Paralisis Klumpke (C7 - 8, Th1) jarang terjadi dan mengakibatkan


kelemahan pada otot-otot intrinsik rangan sehingga bayi kehilangan refleks
menggenggam. Bila serabut simpatis servikal pada spina torakal pertama terlibat,
maka akan dijumpai sindrom Horne. Tidak ada pedoman dalam penentuan
prognosis. Narakas mengembangkan sistem klasifikasi (tipe I - V) berdasarkan
beratnya dan luasnya lesi dalam menentukan prognosis pada 2 bulan pertama
setelah lahir. Berdasarkan studi kolaboratif perinatal yang melibatkan 59 bayi,
88% kasus sembuh pada 4 bulan pertama, 92 % sembuh dalam 12 bulan, dan 93
% sembuh dalam 48 bulan. Penelitian lain pada 28 bayi dengan paralisis pleksus
parsial dan 38 bayi dengan paralisis pleksus total, 92 % bayi sembuh spontan
(Sarwono,2014).

Gambar Klumpke palsy


2.4 Tanda dan Gejala Trauma pada Fleksus Brachialis

Gejala sisa dapat berupa deformitas tulang yang progresif, atrofi otot,
kontraktur sendi, kemungkinan terganggunya pertumbuhan anggota gerak, dan
kelemahan bahu (Sarwono,2014).

Gejala klinis trauma lahir pleksus brakialis berupa gangguan fungsi dan
posisi otot ekstremitas atas. Gangguan otot tersebut tergantung dari tinggi
rendahnya serabut syaraf pleksus braklialis yang rusak dan tergantung pula dari
berat ringannya kerusakan serabut syaraf tersebut. Paresis atau paralisis akibat
kerusakan syaraf perifer ini dapat bersifat temporer atau permanen. Hal ini
tergantung kerusakan yang terjadi pada serabut syaraf di pangkal pleksus brakialis
yang akut berupa edema biasa, perdarahan, perobekan atau tercabutnya serabut
saraf.

Adapun tanda dan gejalanya, yaitu :

1. Gangguan motorik pada lengan atas

2. Paralisis atau kelumpuhan pada lengan atas dan lengan bawah

3. Lengan atas dalam keadaan ekstensi dan abduksi

4. Jika anak diangkat maka lengan akan lemas dan tergantung

5. Reflex moro negative

6. Tangan tidak bisa menggenggam

7. Reflex meraih dengan tangan tidak ada

“Gejala-gejala tersebut tergantung besar kecilnya kelumpuhan”

2.5 Komplikasi Trauma Fleksus Brakhialis

1. Kontraksi otot yang abnormal (kontraktur) atau

pengencangan otot-otot, yang mungkin menjadi permanen pada bahu, siku atau
pergelangan tangan.
2. Permanen, parsial, atau total hilangnya fungsi saraf yang terkena, menyebabkan
kelumpuhan lengan atau kelemahan lengan.

2.6 Patofisiologi

Cidera yang disebabkan oleh akar pleksus dapat bersifat bervariasi dan
dapat mempengaruhi sebagian atau semua akar. Cedera klasiknya adalah C5, C6
palsy, tetapi semua akar bisa terlibat. Tingkat dan sifat keterlibatan akar bervariasi
dari neuropraksia hingga berbagai tingkat aksonotomesis hingga neurotomesis.
Dalam cedera terburuk, bahkan kemungkinan avulsi akar dan seseorang dapat
menemukan ganglia di leher Pemeriksaan klinis dan elektrofisiologi dengan atau
tanpa magnetic resonance imaging (MRI) dapat membantu dalam menentukan
sebagian besar jenis dan luas cedera.

Bagian cord akar saraf dapat terjadi avulsi atau fleksus mengalami traksi
atau kompresi. Setiap trauma yang meningkatkan jarak antara titik yang relatif
fixed pada prevertebral fascia dan mid fore arm akan melukai fleksus.

Traksi dan kompresi dapat juga menyebabkan iskemi, yang akan merusak
pembuluh darah. Cedera pleksus brakialis dianggap disebabkan oleh traksi yang
berlebihan diterapkan pada saraf. Cedera ini bisa disebabkan karena distosia bahu,
penggunaan traksi yang berlebihan atau salah arah, atau hiperekstensi dari alat
ekstraksi sungsang. Mekanisme ukuran panggul ibu dan ukuran bahu dan posisi
janin selama proses persalinan untuk menentukan cedera pada pleksus brakialis.
Secara umum, bahu anterior terlibat Ketika distosia bahu, namun lengan posterior
biasanya terpengaruh tanpa adanya distosia bahu. Karena traksi yang kuat
diterapkan selama distosia bahu adalah mekanisme yang tidak bisa dipungkuri
dapat menyebabkan cedera, cedera pleksus brakialis. Kompresi yang berat dapat
menyebabkan hematoma intraneural, dimana akan menjepit jaringan saraf
sekitarnya.

2.7 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan radiologi daerah bahu dan


lengan atas untuk menyingkirkan trauma rulang. Foto toraks harus dikerjakan
untuk menyingkirkan kemungkinan paresis nervus frenikusa. Elektromiografi
(EMG) dan pemeriksaan konduksi saraf kadang-kadang diperlukan. MRI dapat
digunakan untuk menilai trauma pleksus secara noninvasif dalam wakru yang
relatif singkat dan dapat dikerjakan tanpa anestesi umum. MRI dapat mengetahui
adanya meningokel dan membedakan antara akar saraf yang utuh dengan
pseudomeningokel (kemungkinan arulsi komplit). Apabila dilakukan dengan hati-
hati, CT mielografi intratekal dapat memperlihatkan disrupsi preganglion,
pseudomeningokel, dan avulsi akar saraf parsial. CT mielografi lebih invasif dan
memiliki beberapa keuntungan fika dibandingkan MRI (Sarwono,2014).

2.8 Penatalaksanaan

Penanganan meliputi pencegahan kontraktur. Imobilisasi anggota


gerakdengan cara meletakkan anggota gerak atas pada rongga abdomen selama
minggu pertama dan selanjurnya mulai latihan dengan pergerakan pasif pada
semua sendi anggota geraka. Gunakan bantuan bidai pergelangan tangan. Hasil
yang baik dari terapi bedah adalah bila dikerjakan pada tahun pertama kehidupan.
Beberapa peneliti merekomendasikan eksplorasi bedah dan pencangkokan
(grafting) bila tidak terdapat fungsi pada akar atas pada usia 3 bulan. Tindakan
eksplorasi awal umumnya tidak dianjurkan. Komplikasi eksplorasi pleksus
brakialis antara lain infeksi, prognosis buruk, dan luka bakar karena penggunaan
mikroskop pada saat operasi. Pasien dengan arulsi akar prognosisnya buruk.
Prosedur paliatif dengan cara transfer tendon telah beberapa kali dikerjakan.
Transfer latisimus dorsi dan teres mayor direkomendasikan untuk meningkatkan
fungsi otot bahu pada paralisis Erb. (Sarwono,2014).

Penanganan atau penatalaksanaan kebidanan meliputi rujukan untuk


membebat daerah dekat tubuh yang terkena dan konsultasi dengan tim pediatri.
Penanganan terhadap trauma pleksus brakialis ditujukan untuk mempercepat
penyembuhan serabut saraf yang rusak dan mencegah kemungkinan komplikasi
lain seperti kontraksi otot. Upaya ini dilakukan antara lain dengan cara:

1) Pada trauma yang ringan yang hanya berupa edema atau perdarahan ringan
pada pangkal saraf, fiksasi hanya dilakukan beberapa hari atau 1 – 2 minggu
untuk memberi kesempatan penyembuhan yang kemudian diikuti program
mobilisasi atau latihan.

2) Immobilisasi lengan yang lumpuh dalam posisi lengan atas abduksi 900,
sikufleksi 900 disertai supine lengan bawah dan pergelangan tangan dalam
keadaan ekstensi

3) Beri penguat atau bidai selama 1 – 2 minggu pertama kehidupannya dengan


cara meletakkan tangan bayi yang lumpuh disebelah kepalanya.

4) Rujuk ke rumah sakit jika tidak bisa ditangani.

Penatalaksanaan dilakukan dalam bentuk kuratif atau pengobatan.


Pengobatan tergantung pada lokasi dan jenis cedera pada pleksus brakialis dan
mungkin termasuk terapi okupasi dan fisik dan dalam beberapa kasus,
pembedahan.Beberapa cedera pleksus brakialis menyembuhkan sendiri anakanak
dapat pulih atau sembuh dengan 3 sampai 4 bulan.

Prognosis juga tergantung pada lokasi dan jenis cedera pleksus brakialis
menentukan prognosis.Untuk luka avulsion dan pecah tidak ada potensi untuk
pemulihan kecuali rekoneksi bedah dilakukan pada waktu yang tepat.Untuk
cedera neuroma dan neurapraxia potensi untuk pemulihan bervariasi.Kebanyakan
pasien dengan cedera neurapraxia sembuh secara spontan dengan kembali 90-
100% fungsi.

Penanganan lesi fleksus brachialis efektif bila cepat terdeteksi atau dimulai
pada usia antara 3 sampai 6 bulan. Ada dua terapi utama untuk lesi pleksus
brachialis yaitu :

1. Latihan fisik melalui fisioterapi (occupational therapy)

2. Penanganan bedah

Penanganan awal penderita lesi fleksus brachialis pada bayi lebih


difokuskan pada mempertahankan pergerakan seluruh sendi disamping terapi fisik
sebagai antisipasi bila tidak terjadi perbaikan spontan dari fungsi saraf.Perbaikan
spontan terjadi pada umumnya pada sebagian besar kasus dengan terapi fisik
sebagai satu-satunya penanganan. Ada atau tidaknya fungsi motorik pada 2
sampai 6 bulan pertama merupakan acuan dibutuhkannya penanganan bedah.
Graft bedah mikro untuk komponen utama fleksus brachialis dapat dilakukan pada
kasus-kasus avulsi akar saraf atau ruptur yang tidak mengalami perbaikan.

Penanganan sekunder dapat dilakukan pada pasien bayi sampai orang

dewasa.Prosedur ini lebih umum dilakukan daripada bedah mikro dan dapat juga
dilakukan sebagai kelanjutan bedah mikro.Penanganan bedah ini meliputi
softtissue release, osteotomi, dan transfer tendo (Dr. Kumar Kadiyala). Semua
graft saraf yang dibuat pada operasi diimobilisasi selama 2 sampai 6
minggu.Rehabilitasi sempurna diharapkan mulai setelah 6 minggu. Kemudian
dilanjutkan dengan fisoterapi setelah 6 minggu dan follow up setiap 3 bulan.

a. Penatalaksanaan sesuai dengan klasifikasi

1. Paralisis erb-duchene

a) Upaya ini dilakukan antara lain dengan jalan immobilisasi pada posisi
tertentu selama 1-2 minggu yang kemudian diikuti program Latihan.

b) Pada trauma ini imobilisasi dilakukan dengan cara fiksasi lengan yang
sakit dalam posisi yang berlawanan dengan posisi karakteristik
kelumpuhan Erb.

c) Lengan yang sakit di fiksasi dalam posisi abduksi 90 ̊ disertai eksorotasi


pada sendi bahu, fleksi 90 ̊

2. Paralisis Klumpke

Penatalaksanaan trauma lahir klumpke berupa imobilisasi dengan


memasang bidang pada telapak tangan dan sendi tangan yang sakit pada posisi
netral yang selanjutnya diusahakan program latihan.
BAB III

PENTUTUP

4.1 Kesimpulan

Trauma fleksus brachialis merupakan paralisis lengan yang diakibatkan


karena cedera pada kelompok saraf utama lengan, khususnya radiks C5-C8 dan
T1. Fleksus brachialis adalah sebuah jaringan saraf tulang belakang yang berasal
dari belakang leher, meluas melalui aksila (ketiak) dan menimbulkan saraf untuk
ekstremitas. Fleksus brachialis dibentuk dari anyaman rami ventralis yang berasal
dari akar saraf serviklis kelima (C5) sampai dengan thorakalis pertama (T1), yang
semuanya berasal dari sumsum tulang belakang.

Trauma pada fleksus brachialis mempengaruhi saraf memasok bahu, lengan


lengan bawah, atas dan tangan, menyebabkan mati rasa, kesemutan, nyeri,
kelemahan, gerakan terbatas, atau bahkan kelumpuhan ekstremitas atas. Meskipun
cedera bisa terjadi kapan saja, banyak cedera pleksus brakialis terjadi selama
kelahiran. Bahu bayi mungkin menjadi dampak selama proses persalinan,
menyebabkan saraf pleksus brakialis untuk meregang atau robek. Trauma fleksus
bracialis sering terjadi pada penarikan lateral yang dipaksakan pada kepala dan
leher, selama persalinan bahu pada presentasi verteks atau bila lengan
diekstensikan berlebihan diatas kepala pada presentasi bokong serta adanya
penarikan berlebihan pada bahu.

Penatalaksaan pada fleksus brachialis yaitu jika trauma yang ringan hanya
berupa edema atau perdarahan ringan pada pangkal saraf, fiksasi hanya dilakukan
beberapa hari atau 1 – 2 minggu untuk memberi kesempatan penyembuhan yang
kemudian diikuti program mobilisasi atau latihan. Immobilisasi lengan yang
lumpuh dalam posisi lengan atas abduksi 900, siku fleksi 900 disertai supine
lengan bawah dan pergelangan tangan dalam keadaan ekstensi. Pemberian
penguat atau bidai selama 1 – 2 minggu pertama kehidupannya dengan cara
meletakkan tangan bayi yang lumpuh disebelah kepalanya. Rujuk ke rumah sakit
jika tidak bisa ditangani.

4.2 Saran

Dalam menangani persalinan bidan harus memperhatikan persalinan


tersebut dengan penuh hati-hati agar dapat melakukan persalinan dengan
persalinan yang normal dan seorang bidanpun dapat menghindari sebagian dari
persalinan yang abnormal seperti trauma ,pada pleksus brachialis.pada saat
persalianan neonatus. Oleh karena itu bidan juga sangat berperan dalam
menangani trauma pada fleksus brachialis dengan cara merujuk kerumah sakit
terdekat.
DAFTAR PUSTAKA

Ai yeyeh rukiyah, Lia, Yulianti.2012. Asuhan Neonatus Bayi Dan Balita. Jakarta :
Trans Info Media
Dewi, Lia Nanny Vivian. 2013. Asuhan Neonatus Bayi Dan Balita. Jakarta :
Salemba Medika
Maternity,Dainty.,dkk. 2018. Asuhan Neonatus, Bayi, Balita dan Anak
Prasekolah . Yogyakarta : ANDI
Muslihatun, Wafi Nur. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta :
Fitramaya
Prawiroraharjo, Sarwono. 2013. Ilmu Kebidanan. Jakarta :PT. Bina Pustaka
Prawiroraharjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta :PT. Bina Pustaka
Thamburaj,Vincent A. 2020 Textbook of contemporary Neurusurgey Volume 1.
New Delhi : Jaypee Brothers Medical Publisher.

Anda mungkin juga menyukai